Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Kromatografi Kolom & Kromatografi Penukar Ion

Dosen Pengampu:
Purnama Ningsih, S.Pd., M.Si., Ph.D

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Analitik


Program Studi Pendidikan Sains (Konsentrasi Kimia)
Pascasarjana Universitas Tadulako

Oleh:

Moh. Husaini Laubeka


A 202 18 020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS


PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Kromatografi
Kolom & Kromatografi Penukar Ion” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Kimia Analitik, Purnama Ningsih, S.Pd., M.Si., Ph.D
dan semua pihak yang turut membantu.
Penulis menyadari, makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isinya maupun struktur penulisannya, untuk itu penulis
mengharapkan kritik konstruktif dan saran positif untuk perbaikan makalah
dikemudian hari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 03 September 2019


Penulis

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
2.1 Konsep Kromatografi kertas............................................................... 3
2.1.1 Pengertian ....................................................................................... 3
2.1.2 Prinsip kerja ................................................................................... 4
2.1.3 Teknik pemisahan .......................................................................... 4
2.1.4 Rangkaian alat ................................................................................ 8
2.2 Konsep Kromatografi Lapis Tipis...................................................... 9
2.2.1 Pengertian ....................................................................................... 9
2.2.2 Prinsip Kerja ........................................................................................................................... 10
2.2.3 Rangkaian alat ................................................................................ 12
2.2.4 Kelebihan dan kekurangan ............................................................ 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 13
3.2 Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik paling

banyak digunakan. Kromatografi sangat diperlukan dalam kefarmasian dalam

memisahkan suatu campuran senyawa. Kromatografi merupakan metode pemisahan

yang sederhana. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua

fase. Salah satu fase adalah fase diam.

Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan

distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa.

Satu fasa tetap tinggal pada system dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya

dinamakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan.

Prosedur kromatografi masih dapat digunakan, jika metode klasik tidak dapat

dilakukan karena jumlah cuplikan rendah, kompleksitas campuranyang hendak

dipisahkan atau sifat berkerabat zat yang dipisah.

Kromatografi dibagi menjadi beberapa macam, tetapi pada praktikum

Farmakognosi II yang digunakan hanya 2 jenis kromatografi yaitu kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis. Oleh karena itu, pada makalah ini hanya akan

dijelaskan kedua kromatografi tersebut.

Berangkat dari penjelasan di atas, makalah ini sedikit banyaknya membahas tentang

kromatografi kolom dan penukar ion yang berisikan hal-hal konseptual seputar materi yang

dimaksud berupa pengertian, prinsip, dasar dan terapannya di bidang kimia analitik atau

pemisahan kimia.

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kromatografi kertas?
2. Bagaimana konsep kromatografi lapis tipis?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam makalah ini adalah sebagai:
1. Menjelaskan konsep kromatografi kertas.
2. Menjelaskan konsep kromatografi lapis tipis.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kromatografi Lapis Tipis


2.1.1 Pengertian
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode analisis yang

digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana.

Prinsipnya didasarkan atas partisi dan adsorpsi. Zat penjerap merupakan fase

stasioner, berupa bubuk halus dibuat serba rata dan tipis diatas lempeng kaca. Fase

diam yang umum digunakan adalah silika gel, baik yang normal fase maupun

reversed fase.

Suatu metode pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip partisi dan

adsorpsi antara fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia

bergerak naik mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben (silika gel)

terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen dapat

bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kepolarannya

dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

Mekanisme panampakan noda pada UV yaitu suatu molekul yang

mengabsorbsi cahaya ultraviolet akan mencapai suatu keadaan tereksitasi dan

kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali

ke tingkat dasar (emisi), emisi inilah yang digambarkan sebagai fluoresensi.

2.1.2 Prinsip Kerja


Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan

kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara

permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan

diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini

6
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta

kepolaran dan ukuran molekul.

Pada kromatografi lapis tipis, eluent adalah fase gerak yang berperan

penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam

(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya

pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi

dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan

menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut

pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben

alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif

polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel

silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan

semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like

dissolved like”.

2.1.3 Teknik Pemisahan


Kromatografi kolom dapat digolongkan berdasarkan teknik atau mekanisme
pemisahan yang digunakan, yakni :

7
a. Penggunaan Kromatografi Kolom
1) Penyiapan Sampel
Sampel ditimbang kemudian dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lalu
dituangkan hati-hati diatas packing kolom. Fase gerak dikeluarkan tetes demi tetes,
diatur kecepatan menetesnya (tergantung besar-kecilnya kolom) dan dijaga kolom
tetap terendam, untuk itu ditambah fase gerak perlahan-lahan dan dijaga tidak
merusak packing kolom. Fase gerak yang keluar ditampung sebagai fraksi. Volume
fraksi tergantung berat sampel dan pemisahan yang nampak pada kolom saat proses
awal elusi ini. Makin kecil volume fraksi, akan diperoleh pemisahan yang lebih
baik. Cara meletakkan sampel pada kolom yang lebih baik adalah dengan
mencampurnya dengan fase diam. Satu bagian sampel dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai, biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk
pembuatan ekstrak. Larutan ekstrak ini kemudian dicampur dengan 2,0-3.0 bagian
fase diam, dengan hati-hati campuran ini dikeringkan didalam rotary evaporator
hingga diperoleh serbuk ekstrak kering. Serbuk ini ditaburkan diatas packing kolom
dan ditutup dengan selapis pasir. Selanjutnya sampel siap dielusi.
2) Elusi
Fase gerak dimasukkan kedalam kolom dengan cara dituangkan sedikit demi
sedikit atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas kolom sehingga fase
gerak mengalir dengan sendirinya. Cara yang praktis adalah dengan memasukkan
kedalam corong pisah, ujung corong pisah dimasukkan kedalam kolom dan ujung
lain tertutup, sedangkan keran terbuka. Fase gerak akan keluar dengan sendirinya
sesuai dengan keluarnya fase gerak dari kolom.
b. Penggunaan Kromatografi Kolom Partisi
Pada sistem partisi, ialah pemisahan komponen yang didasarkan atas
perbedaan polaritas pada fase diam. Sistem ini terjadi pada kromatografi yang
menggunakan fase diam dan fase bergeraknya berupa cairan, fase diam dan fase
bergeraknya berupa gas, fase diam berupa cairan sedangkan fase bergerak berupa
gas, atau fase diam berupa gas sedangkan fase geraknya berupa cairan. Fase diam:
silika/alumina yang permukaannya dilapisi lapisan cair. Selain itu, Fase diam terikat
pada partikel padat. Kromatografi kolom partisi terbagi dua berdasarkan fase

8
terikat, yaitu fase normal dan fase terbalik. Perbedaan kedua fase tersebut dapat
dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel: Perbedaan Fase Normal dan Fase Terbalik pada Kromatografi Kolom
Partisi

Jenis/Sifat Fase Normal Fase Terbalik

Fase diam (kolom) Polar Non polar

Jenis Kolom Silika, alumina -C18, -C8, -CN, -


Fenil
Fase gerak(eluen) Non polar Polar

MeOH,H2O,
Jenis elusi Heksana, kloroform
CH3CN, THF

Non polar di Polar di awal


Urutan elusi
awal Polar Non polar di
dibelakang belakang

1) Preparasi Bahan Penyangga


Untuk bahan penyangga berupa silica gel, bahan penyangga ini harus
dicampur dengan fase diam yang akan digunakan dengan perbandingan 0,5-1,0
bagian fase diam dengan 1,0 bagian bahan penyangga. Pencampuran harus baik,
misalnya dengan menggunakan mortar atau blender sehmgga akan dihasilkan
semacam pasta atau bubur yang tidak terlalu basah tetapi juga tidak kering. Fase
diam kemudian ditambahkan berlebihan pada pasta tersebut sehingga terjadi sluri.
Setelah itu sluri dimasukkan tabung, sluri diaduk dengan pengaduk berbentuk
cakram yang diameternya lebih kecil sedikit daripada diameter tabung. Pada pusat
cakram diberi tangkai panjang. Jika cakram dimasukkan ke dalam tabung dan
digerakkan berkali-kali sepanjang tabung ke atas dan ke bawah, maka cakram
akan dapat bergerak leluasa, dan sluri akan dapat bergerak melalui sela-sela
cakram dengan dinding tabung. Gerakan cakram harus perlahan-lahan, dilakukan
beberapa kali. Sesudah itu cakram diambil dan kelebihan fase diam dikeluarkan
melalui mulut tabung yang terletak di bagian dasar tabung.
Untuk kolom selulosa, maka bubuk selulosa direndam ke dalam aseton.
Campuran kemudian dituangkan ke dalam tabung. Kelebihan aseton dikeluarkan
9
melalui mulut tabung yang terletak di bagian dasar tabung. Kolom kemudian dicuci

10
dengan fase bergerak sampai terjadi keseimbangan. Kadang-kadang sebelum dicuci
dengan fase bergerak, terlebih dahulu dicuci dengan air berlebih.
2) Teknik Elusi
Ada beberapa cara mengelusi sampel. Yang pertama dengan cara bertahap
(batch elution atau stepwise elution), yaitu mengelusi kolom dengan suatu jenis
pelarut (dapat merupakan campuran dua macam atau lebih pelarut) sampai
sejumlah volume eluat tertentu dikumpulkan, kemudian elusi dilanjutkan dengan
jenis pelarut lain dengan cara yang sama, demikian seterusnya dengan jenis
pelarut yang lain lagi sampai selesai. Keuntungan dengan menggunakan cara ini
adalah mudah dilakukan penyeimbangan (conditioning) kolom. Dengan demikian
fraksi fraksi yang ingin dipisahkan dapat dielusi dengan sesedikit mungkin eluen.
Cara yang kedua adalah mengalirkan eluen secara berterusan (continuous
elution). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pompa peristaltik atau secara
sederhana dengan meletakkan tangki penyedia freservoir) pelarut tepat di atas kolom.
Cara yang ketiga adalah mengelusi kolom dengan dua macam atau lebih
pelarut sekaligus dengan rasio yang berubah selama elusi. Cara ini lazim disebut
sebagai pengelusian bertingkat (gradient elution).
c. Kromatografi Kolom Adsorpsi
Berbeda dengan kromatografi partisi, maka dalam kromatografi adsorpsi
yang menjadi fase diam adalah berupa padatan yang sekaligus juga berperan
sebagai penyangga. Permukaan partikel-partikel penyangga mempunyai sifat aktif
yang dapat mengikat komponen-komponen atau molekul-molekul tertentu.
Pada kromatografi kolom adsorpsi juga digunakan tabung seperti halnya
pada kromatografi kolom partisi dan cara penyiapannya juga tidak berbeda
dengan penyiapan kolom partisi. Pada umumnya penyangga merupakan
komponen yang mempunyai polaritas tinggi, sehingga penyerapan solut pada
permukaan penyangga sangat tergantung pada polaritas solut. Sedangkan eluennya
digunakan pelarut yang polaritasnya rendah. Selain itu, pemisahan golongan
senyawa berdasarkan gugus fungsional yang terdapat dalam senyawa tersebut.
Fase gerak biasanya bersifat nonpolar terhadap fase diam. Pelarut yang digunakan
metanol, kloroform, dietil eter, isopropanol.

11
2.1.4 Rangkaian Alat

2.1.5 Kelebihan Dan Kekurangan

Beberapa kelebihan KLT yaitu:

a. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.

b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

c. Perlakuan dapat dengan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending),

atau dengan cara elusi 2 dimensi.

d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan

merupakan bercak yang tidak bergerak.

e. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.

f. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.

g. Jumlah perlengkapan sedikit.

h. Preparasi sample yang mudah.

i. Berfungsi untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang

dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).

kekurangan KLT yaitu:

a. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang

diharapkan.

b. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.

c. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

12
2.1.6

senyawa kimia, seperti polyetilen glikol, ester, dan amida berbobot molekul
tinggi, hidrokarbon, dan cairan silicon. (Noviyanti, 2010)
2.2 Konsep Kromatografi Penukar Ion
2.2.1 Pengertian
Kromatografi pertukaran ion adalah proses pemisahan senyawa yang
didasarkan pada pertukaran (penyerapan) ion antara fase gerak dengan ion pada fasa
diam. Prinsip dasar pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion adalah
perbedaan kecepatan migrasi ion-ion di dalam kolom penukar ion. Proses pertukaran
ion dikerjakan dengan cara pembebanan ion-ion pada kolom penukar ion. Kemudian
ion-ion yang terikat dalam resin dialiri eluen yang mampu memberi kondisi
keseimbangan yang berbeda. Keseimbangan yang berbeda ini mengakibatkan
kecepatan migrasi ion dalam kolom resin tidak (Biyantoro, 2006). Fasa diam dapat
berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu
adsorben), sedangkan fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, atau
gas pembawa yang inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi
diferensial komponen-komponen dalam sampel. (Alimin & Irfan, 2010)
Fasa diam dalam kromatografi pertukaran ion merupakan suatu matriks yang
kuat (rigid) dan pada permukaannya mempunyai muatan yang dapat berupa muatan
positif maupun negatif. Bila matriks padat tersebut mempunyai gugus fungsional
yang bermuatan negatif seperti gugus sulfonat (-SO3-), maka akan dapat berfungsi
sebagai penukar kation. Sebaliknya, bila bermuatan positif, misalnya mempunyai
gugus amin kuaterner (-N(CH)3+), maka akan dapat berfungsi sebagai penukar
anion. Kromatografi ini sangat bermanfaat untuk memisahkan molekul-molekul
bermuatan terutama ion-ion baik anion maupun kation. Secara umum, teradapat dua
jenis kromatografi pertukaran ion, yaitu:
a) Kromatografi pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan
bermuatan positif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif.
Kolom yang digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung
gugus karboksil (-CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga
(buffer) yang digunakan dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam
asetat, asam malonat, buffer MES dan fosfat.
13
b) Kromatografi pertukaran anion, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan
negatif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan positif. Kolom yang
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus -N+(CH3)3,
-N+ (C2H5)2H, dan –N+(CH3)3. Larutan penyangga (buffer) yang digunakan dalam
sistem ini adalah N-metil piperazin, bis-Tris, Tris, dan etanolamin.
Metode ini banyak digunakan dalam memisahkan molekul protein (terutama
enzim). Molekul lain yang umumnya dapat dimurnikan dengan menggunakan
kromatografi pertukaran ion ini antara lain senyawa alkohol, alkaloid, asam
amino, dan nikotin.
2.2.2 Prinsip Kerja
Kromatografi penukar ion dilakukan dengan fasa diam yang mempunyai
gugus fungsi bermuatan ion tetap. Selain itu terdapat ion lawan yang dapat ditukar
didekatnya, agar muatan netral. Ion cuplikan dapat bertukar dengan ion lawan dan
menjadi pasangan dari muatan ion tetap. Jika ion cuplikan berpasangan dengan ion
muatan tetap, ion tersebut tidak keluar dari kolom. Karena afinitas berbagai
senyawa terhadap ion muatan-tetap berbeda, sehingga dapat memisahkan campuran
senyawa ion. (Johnson & Stevenson, 1991)
Proses pertukaran ion dapat dilakukan dalam pelarut berair maupun tidak
berair. Fase gerak biasanya mengandung ion lawan yang bermuatan berlawanan
dengan muatan gugus ion permukaan. Ion lawan tersebut berkesetimbangan dengan
resin dalam bentuk pasangan ion. Adanya ion terlarut yang muatannya sama dengan
muatan ion lawan menimbulkan kesetimbangan. Pada proses pertukaran kation, ion
lawan ialah Na+ dan pada pertukaran anion, ion lawannya Cl-. (Johnson &
Stevenson, 1991)
Penukaran ion ini bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik.
Polimer ini membawa satu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan
pada ion-ion lawannya (ion-aktif). Ion-ion aktif ini berupa kation dalam suatu
penukar kation dan berupa anion dalam suatu penukar anion. Jadi sutu penukar kation
terdiri dari suatu anion polimerik dan kation-kation aktif, sementara penukar anion
adalah suatu polimerik kation dengan anion-anion aktif. (Basset, 1994)

14
Beraneka ragam bahan organik dan anorganik memperagakan perilaku
pertukaran ion, tetapi pada penelitian di laboratorium di mana keseragaman sangat
penting, pertukaran ion yang sangat disukai biasanya adalah bahan-bahan sintesis
yang dikenal sebagai resin penukar ion. Resin ini dibuat dengan cara memasukkan
gugus yang dapat diionisasi ke dalam matriks polimer organik yang paling umum
adalah polistirena terhubung silang yang telah dijelaskan di atas sebagai adsorben.
(Day & Underwood, 2002)
Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi smpai tingkat yang tinggi
yang mengandung ikatan-ikatan hubungan silang (cross-linking) serta gugusan yang
mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan gugusan
fungsionalnya, resin penukar ion dibagi menjadi dua yaitu resin penukar kation dan
resin penukar anion. Resin penukar kation mengandung kation yang dapat
dipertukarkan. Sedangkan resin penukar anion, mengandung anion yang dapat
dipertukarkan. (Soebagio, 2005)
Syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah: (Basset, 1994)
a) Resin itu harus cukup terangkai silang, sehingga kelarutannya yang dapat
diabaikan.
b) Resin itu harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
c) Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai
dan harus stabil kimiawi.
d) Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada air.
Berdasarkan pada keberadaan gugusan labilnya; resin penukar ion dapat
secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni :
1) Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
2) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH).
3) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier atau
kuartener)
4) Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan
labil)

15
2.2.3 Rangkaian Alat
Perangkat yang terdapat dalam rangkaian alat kromatografi penukar ion
adalah sebagai berikut:
a) Eluent, yang berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel
tersebut masuk ke dalam kolom pemisah.
b) Pompa, yang berfungsi untuk mendorong eluent dan sampel tersebut masuk ke
dalam kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan perbedaan kecepatan bisa
mengakibatkan perbedaan hasil
c) Injektor, tempat memasukkan sampel dan kemudian sampel dapat
didistribusikan masuk ke dalam kolom.
d) Kolom pemisah ion, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada dalam
sampel. Keterpaduan antara kolom dan eluent bisa memberikan hasil/puncak
yang maksimal, begitu pun sebaliknya, jika tidak ada kesesuaian, maka tidak
akan memunculkan puncak.
e) Detektor, yang berfungsi membaca ion yang lewat ke dalam detektor.
f) Rekorder data, berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk.

Gambar 1. Komponen dasar kromatografi pertukaran ion

16
Gambar 2. Alat pertukaran ion
Gambar 2 menunjukkan alat penukar ion. Alat penukar ion ada 2 macam
yaitu alat penukar ion dengan kolom ganda dan alat penukar ion dengan kolom
tunggal (unggun campuran). Kolom pemisah inilah yang menjadi inti dalam teknik
pemisahan kromatografi ion. Benda inilah yang bisa memisahkan ion-ion tersebut
ketika sampel dilewatkan ke dalamnya, sehingga puncak yang muncul secara
bergantian dan berurutan. Bisa diibaratkan dalam tubuh manusia bahwa kolom ini
adalah sebagai jantung pada manusia, sehingga tanpa jantung, manusia tidak bisa
hidup. Demikian halnya pada teknik ini, tanpa adanya kolom pemisah, maka tidak
akan mungkin terjadi pemisahan ion (Christian, 2004).
2.2.4 Kelebihan Dan Kekurangan
Kromatografi pasangan ion digunakan untuk mengatasi masalah ionisasi
dimana spesi ion tersebut sangat polar, ionisasi ganda, dan basa kuat. Manfaat utama

17
dari kromatografi ini adalah adanya fase kebalikan dari kromatografi cair yang
bertahap atau pertukaran-ion HPLC yang dapat memfasilitasi analisis dari sampel
yang mengandung ion sekaligus molekul. Tidak seperti pertukaran ion yang
konvensional, kromatografi pasangan ion dapat memisahkan senyawa ionik dan
nonionik dalam sampel yang sama. Kelebihan dari metode kromatografi penukar ion:
a) Waktu pengerjaan relatif singkat
b) Memberikan hasil yang reproducible
c) Menghasilkan bentuk peak yang tajam
d) Dapat langsung memperoleh hasil pemisahan analit terionisasi dan tidak
terionisasi
e) Pemilihan zat tambahan (berupa reagen tau larutan buffer) lebih beragam untuk
meningkatkan proses pemisahan. Kemurnian zat tambahan pada eluen
mempengaruhi reprodusibilitas dan keakuratan hasil percobaan.
f) Jika dibandingkan dengan kromatograti cair, teknik ini mempunyai kelebihan
untuk medukung pemisahan spesies ion dan molekul
g) Dapat memisahkan senyawa ionik dan non ionik dalam sampel yang sama
Selain itu, disamping kelebihannya terdapat pula kekurangan dari metode
kromatografi penukar ion:
a) Larutan ionik seringkali bersifat korosif dan mengakibatkan kolom tidak
bertahan lama
b) Beberapa larutan ionik mengabsorbsi pada panjang gelombang UV tetapi
membatasi detektor UV
c) Bahan berdasar silika terbatas pada pH di bawah 7,5
d) Fase gerak tidak boleh dibiarkan semalaman tetapi diganti dengan air

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan di atas, kesimpulan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Prinsip kerja kromatografi kolom bertujuan untuk purifikasi dan isolasi
komponen dari suatu campurannya. Metode pembuatan kolom diberdakan
menjadi metode kering dan metode basah. Prinsip pemisahan kromatografi
kolom didasarkan pada afinitas kepolaran analit dengan fase diam, sedangkan
fase gerak selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam.
2) Prinsip dasar pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion adalah
perbedaan kecepatan migrasi ion-ion di dalam kolom penukar ion. Proses
pertukaran ion dikerjakan dengan cara pembebanan ion-ion pada kolom penukar
ion. Kemudian ion-ion yang terikat dalam resin dialiri eluen yang mampu
memberi kondisi keseimbangan yang berbeda. Selain itu, kromatografi penukar
ion dilakukan dengan fasa diam yang mempunyai gugus fungsi bermuatan ion
tetap. Terdapat pula ion lawan yang dapat ditukar didekatnya, agar muatan
netral. Ion cuplikan dapat bertukar dengan ion lawan dan menjadi pasangan dari
muatan ion tetap. Jika ion cuplikan berpasangan dengan ion muatan tetap, ion
tersebut tidak keluar dari kolom. Karena afinitas berbagai senyawa terhadap ion
muatan-tetap berbeda, sehingga dapat memisahkan campuran senyawa ion.

B. Saran
Perlu kajian lebih lanjut terkait dengan pemisahan komponen zat dari kedua
kromatografi tersebut yang berhubungan dengan proses kerja yang melibatkan fasa
diam dan fasa gerak yang berbeda. Terutama yang berkaitan dengan syarat yang
dapat dijadikan sebagai adsorben dan eluen untuk memisahkan komponen zat dari
suatu sampel.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, M. Y., & Irfan, I. (2010). Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press.

Basset, J. dkk. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.

Biyantoro, D. (2006). Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50W-


X8 Melalui Proses Pertukaran Ion. Jurnal Batan, 9(1), 29–35.

Christian, G. D. (2004). Analytical Chemistry 6th edition. Washington: John


Wiley and Sons Inc.

Day, R. A., & Underwood, A. L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:


Erlangga.

Gritter, R., D. (2004). Pengantar Kromatografi (Edisi kedu). Bandung: ITB.

Johnson, E. L., & Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair (Penerjemah:


Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Khopkar, S. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Noviyanti, L. (2010). Modifikasi Teknik Kromatografi Kolom Untuk Pemisahan


Trigliserida dari Ekstrak Buah Merah. Surakart: Universitas Sebelas Maret.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Teknik Pemisahan Kromatografi. Yogyakarta: UGM


Press.

Soebagio, D. (2005). Kimia Analitik II. Malang: UM Press.

20

Anda mungkin juga menyukai