Anda di halaman 1dari 10

Evida Kartini, S.Sos, M.

Si

4 Maret 2013

Modul I: Ilmu Politik: Ruang Lingkup dan Konsep

Rekan mahasiswa yang baik, berikut adalah materi tuton pertama yang membahas mengenai ruang
lingkup dan konsep –konsep dalam Ilmu Politik. Kompetensi khusus yang diharapkan ketika
mahasiswa mempelajari materi tuton ini adalah mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup Ilmu
Politik dengan baik dan konsep-konsep dalam Ilmu Politik. Penyertaan contoh adalah hal yang
sangat baik untuk dapat memahami Ilmu Politik ini.

I. Pendahuluan

Perkembangan Ilmu Politik sebagai sebuah ilmu yang ilmiah mengalami kemajuan pesat
pasca Perang Dunia II. Sebelumnya, Ilmu Politik menjadi bagian dari kajian Ilmu Hukum yang
bersifat yuridis, historis (menekankan sejarah), filsafat (berisi nilai-nilai) dan legal-formal. Saat itu,
Ilmu Politik hanya mempelajari institusi negara yang bersifat formal seperti eksekutif, legislatif, dan
yudikatif berdasarkan sejarah masa lalu. Pendekatan ini bersifat tradisional dan menekankan
idealisme karena membahas apa yang seharusnya terjadi dan bukan apa yang sebenarnya terjadi.
Tentu saja, pendekatan ini menjadikan Politik mengalami keterbelakangan sebagai ilmu karena tidak
dapat menghasilkan teori-teori baru.

Namun demikian, pasca Perang Dunia II, Ilmu Politik dengan dipengaruhi dari Sosiologi,
menggunakan pendekatan yang bersifat matematis yang mengikuti model atau pola seperti halnya
ilmu eksakta. Ilmu Politik menggunakan statistika sosial sebagai alat bantu untuk melihat dan
mengukur perilaku politik individu. Penggunaan statistika dan metode penelitian kuantitatif yang
digunakan mempermudah para ahli Ilmu Politik dalam menganalisa fakta-fakta empirik yang
dikumpulkan. Berangkat dari temuan ini, Ilmu Politik kemudian menghasilkan teori-teori baru dan
menjadi ilmu yang ilmiah.

Ilmu Politik itu sebenarnya merupakan salah satu kajian ilmu tertua. Politik hadir seiring
dengan bertemunya dua orang. Peter Merkl misalnya melihat Ilmu Politik sebagai dua sisi mata
uang. Sebaik-baiknya politik adalah untuk mencapai tujuan (kebaikan) bersama dan seburuk-
buruknya politik adalah untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Politik adalah sebuah alat,
sarana, dan cara terkait kepentingan individu dalam mencapai tujuannya. Namun demikian,
mendefinisikan Politik sebagai sebuah ilmu secara komprehensif dan inklusif memang tidaklah
mudah karena luasnya kajian Politik itu sendiri. Andrew Heywood (1997) misalnya membagi Ilmu
Politik dalam 5 (lima) kajian utama yang meliputi: (1) Teori Ilmu Politik; (2) Bangsa-bangsa dan
globalisasi; (3) Interaksi Politik; (4) Mesin Pemerintahan; dan (5) Kebijakan dan Kinerja. Selain itu
UNESCO yang menerbitkan buku Contemporary Political Science membagi Ilmu Politik menjadi 4
(empat) kajian utama yaitu: (1) Teori Ilmu Politik; (2) Lembaga-lembaga Politik; (3) Partai Politik,
Kelompok/Asosiasi Politik dan Pendapat Umum; dan (4) Hubungan Internasional.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

Ilmu Politik mempelajari mengenai kehidupan politik. Istilah Politik dalam kepustakaan Ilmu
Politik dapat dipahami dari berbagai definisi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan dari
perspektif para ahli Ilmu Politik dalam melihat dan menganalisa salah satu aspek dalam Ilmu Politik.
Berikut merupakan beberapa definisi dari para ahli terkait aspek politik yang diteliti:

1. Roger F. Soltau
Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan
melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara dengan warganya serta hubungan
antar negara.

2. Harold D. Laswell dan A. Kaplan


Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.

3. W. A. Robson
Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat yaitu sifat hakiki, dasar, proses-
proses, ruang lingkup, dan hasil-hasil.

4. Harold D. Laswell
Who gets what, when, and how. Ilmu Politik itu mempelajari masalah siapa mendapat apa,
kapan, dan bagaimana. Ini erat kaitannya dengan masalah distribusi dan alokasi nilai.

5. Joice Mitchell
Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk
masyarakat seluruhnya.

Bila merujuk pada definisi Ilmu Politik oleh para ahli di atas maka dapat kita katakan bahwa
pada dasarnya ruang lingkup Ilmu Politik adalah merupakan konsep-konsep dalam Ilmu Politik yang
menjadi fokus perhatian para ahli, yang tergambar sebagai berikut:

Diagram 1. Konsep-konsep dalam Ilmu Politik

Negara

Distribusi dan
Kekuasaan
Alokasi nilai
Ilmu
Politik

Kebijakan Pengambilan
Publik Keputusan
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

II. Konsep-konsep dalam Ilmu Politik

Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan aspek yang digunakan oleh
para peneliti untuk lebih mengerti dunia sekelilingnya. Konsep-konsep dalam Ilmu Politik merupakan
fokus utama yang digunakan para ahli Ilmu Politik untuk mengkaji lebih dalam kehidupan politik
yang terjadi . Penggunaan konsep dalam kajian Ilmu Politik sangat penting sebab memungkinkan kita
untuk mengamati fakta-fakta yang terjadi, yang majemuk dan dinamis, dengan titik pijak yang relatif
tetap.

A. NEGARA
Dalam kehidupan politik modern, keberadaan negara adalah sesuatu yang tak terelakkan.
Negara dianggap sebagai entitas tertinggi dalam hubungan antar individu. Negara hadir sebagai
lembaga yang mengatur hubungan-hubungan dalam masyarakat untuk mewujudkan ketertiban.
Bahkan pengaturan tersebut memiliki sifat yang memaksa dan monopoli kehendak individu dan
masyarakat.

Berikut adalah beberapa definisi negara dari beberapa tokoh:


- Robert Mc Iver: “negara adalah asosisasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah, dengan berdasarkan pada sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan
untuk memaksa”.
- Max Weber: “Association with the legitimate monopoly of coercive force in a given
territorial area” (asosiasi yang memiliki legitimasi untuk memonopoli dengan cara paksa
dalam suatu wilayah tertentu).
-
Berikut adalah 4 unsur pokok suatu negara, yaitu:
1. Wilayah; memiliki batas-batas geografis faktual dan secara yuridis diakui baik domestik
maupun internasional.
2. Penduduk
3. Pemerintah; yang merupakan alat pelaksana otoritas negara dan memiliki kekuasaan yang
terlegitimasi dengan sifat memaksa, memonopoli, dan mencakup semua.
4. Kedaulatan yang mendapatkan pengakuan dari negara lain.

Menurut Charles E. Merriam, Negara memiliki tujuan dan fungsi, yaitu:


1. Keamanan ekstern; yaitu melindungi warga negara dan mempertahankan negara dari
ancaman eksternal seperti invasi atau serangan dari negara lain.
2. Ketertiban intern; menjaga keamanan masyarakat dari pemberontakan yang dilakukan di
dalam lingkup ruang negara itu sendiri.
3. Keadilan: memastikan agar seluruh warga negara mendapatkan keadilan sesuai dengan
hukum yang berlaku.
4. Kesejahteraan Umum; memastikan agar seluruh warga negara terpenuhi kebutuhan
pokoknya baik sandang, pangan, dan papan agar kemakmuran tercapai.
5. Kebebasan; memastikan agar seluruh warga negara dapat secara leluasa mengembangkan
dan memajukan potensi dirinya di berbagai aspek kehidupan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

B. KEKUASAAN

Kekuasaan merupakan konsep dasar yang paling banyak digunakan dalam melihat apa itu
politik. Secara umum kekuasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok orang
dengan menggunakan sumber-sumber daya kekuasaan tertentu untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang lainnya sehingga orang atau kelompok itu bertingkah laku sesuai
dengan keinginan atau tujuan pihak yang memiliki kemampuan.

Dari definisi umum dapat disimpulkan perihal karakteristik kekuasaan, yaitu:


1. Relasional; merupakan sebuah hubungan keterkaitan antara dua individu atau lebih.
2. Tidak seimbang; bahwa relasi kekuasaan bersifat timpang, ada yang menguasai atau sering
disebut sebagai elit dan berada dalam posisi superordinat. Posisi elit biasanya hanya terdiri
dari sedikit orang yang memiliki sumber-sumber kekuasaan. Selain itu ada yang dikuasai dan
berada di posisi subordinat dengan jumlah yang jauh lebih banyak.
3. Memiliki sifat memaksa dan memungkinkan adanya penggunaan kekerasan.

Pemilik kekuasaan atau elit tentu saja memiliki sumber-sumber kekuasaan yang menjadi penyebab
kekuasaan itu ada, yaitu:
1. Fisik; seperti penguasaan senjata oleh militer, kekuatan fisik lainnya seperti tenaga.
Contohnya saja ketua-ketua preman, yakuza, triad, atau sejenisnya memiliki kekuataan fisik
yang luar biasa. Posisi ketua disematkan karena mereka bisa mengalahkan secara fisik
anggota-anggota kelompok lainnya.
2. Ekonomi; misalnya saja kekayaan atau penguasaan atas barang dan jasa. Contohnya saja
pemilik modal memiliki kekuasaan dalam mengendalikan pasar.
3. Normatif; umumnya berasal dari tradisi, moralitas, dan religius. Para sepuh di desa adat
memiliki kekuasaan untuk menentukan nilai-nilai apa saja yang digunakan. Atau bisa jadi
alim ulama yang dihormati dan ditaati nasehat-nasehatnya, atau para tokoh agama yang
fatwa-fatwanya dipercaya masyarakat.
4. Personal; karisma, daya tarik, dan popularitas yang dimiliki seseorang secara personal.
Misalnya saja ketika Presiden Soekarno yang merupakan Presiden RI ke-1 berpidato, dengan
karisma yang dimiliki, semua warga negara Indonesia mendengarkan dengan khidmat.
5. Keahlian; skill dan penguasaan informasi. Tidak perlu diragukan bahwa dalam masyarakat,
orang-orang pandai, yang memiliki keahlian unik, dan memiliki informasi lebih dijadikan
panutan dalam masyarakat.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam konsep kekuasaan ini ada yang disebut dengan
ruang lingkup kekuasaan (scope of power) dan jangkauan kekuasaan (domain of power). Ruang
lingkup kekuasaan menandakan kegiatan, tingkah laku serta sikap dan keputusan-keputusan yang
menjadi objek kekuasaan. Sedangkan jangkauan kekuasaan adalah pelaku, kelompok, organisasi
atau kolektivitas lain yang terkena kekuasaan. Inti dari keduanya adalah kekuasaan bersifat terbatas
dan tidak absolut. Contohnya saja kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden hanya terbatas di wilayah
negaranya saja atau kekuasaan preman misalnya hanya terbatas pada anggota dan orang-orang
yang secara fisik lemah dan mudah terintimidasi. Kekuasaan preman hanya terlihat saat yang
bersangkutan melakukan aktivitasnya. Namun ketika di luar kegiatannya, bisa jadi preman tersebut
takut dengan istrinya sendiri atau takut dengan tokoh agama di lingkungannya.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

Berikut adalah konsep-konsep lain yang terkait dengan kekuasaan, misalnya:

1. Pengaruh (influence); Seringkali dianggap sebagai bentuk lunak dari kekuasaan berupa
loyalitas dan komitmen. Umumnya pengaruh terjadi tanpa paksaan.
2. Wewenang (authority) yaitu kekuasaan yang dilembagakan dan bersifat formal. Kekuasaan
ada karena ada institusi formal yang memberikannya kekuasaan dan memiliki sifat
menghukum (sanksi). Misalnya saja kekuasaan Polisi Lalu Lintas yang berdasarkan Undang-
undang berhak menilang pengendara kendaraan bermotor.
3. Legitimasi yaitu pengakuan masyarakat atas kekuasaan yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang. Legitimasi memberikan keabsahan atas kekuasaan yang ada sehingga
kekuasaan dapat dipertahankan dan dilaksanakan secara efektif. Tidak semua kekuasaan
atau wewenang memiliki legitimasi, misalnya saja negara yang dipimpin oleh junta militer
dimana kekuasaannya diperoleh melalui kudeta militer. Kekuasaan ini dipaksakan karena
tidak mendapatkan persetujuan dari rakyat melalui pemilihan umum.

C. PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING)

Ilmu Politik menurut Austin Ranney adalah “The process of making government policies”.
Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok Ilmu Politik melibatkan keputusan-keputusan yang
diambil secara kolektif dan mengikat seluruh warga masyarakat. Di samping itu, kajian pengambilan
keputusan umumnya hanya berfokus pada subjek dan objek dari pengambilan keputusan yaitu siapa
yang mengambil keputusan dan untuk siapa keputusan itu dibuat. Padahal sesungguhnya kajian
pengambilan keputusan juga menganalisa proses yang terjadi selama keputusan itu dibuat. Ini
karena pada dasarnya pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara berbagai alternatif
yang ada untuk menjadi kebijakan publik.

Sebagai contoh misalnya kajian mengenai pembuatan sebuah peraturan perundang-


undangan yang dibuat oleh lembaga legislatif. Sebagai subjek adalah jelas yang membuatnya adalah
lembaga legislatif atau parlemen. Objeknya pun secara luas tentu rakyat dan secara khusus
komunitas atau kelompok tertentu. Namun dinamika kajian politiknya akan terlihat manakala proses
konversi pembuatan undang-undang itu dapat dijabarkan dan dianalisa. Bagaimana prosedur yang
dijalankan atau konflik yang terjadi akibat tarik menarik kepentingan dari para stake holder tentu
memperkaya kajian Ilmu Politik . Misalnya saja ketika pembuatan Undang-Undang tentang Buruh,
prosesnya melibatkan tidak hanya anggota legislatif, tetapi juga menyertakan buruh, pemilik modal,
lembaga swadaya masyarakat terkait dan masukan dari para akademisi. Prosesnya tentu saja
melibatkan interaksi dan tarik menarik kepentingan yang mempengaruhi hasil akhirnya berupa
kebijakan. Bisa jadi outputnya berbeda dengan input yang diinginkan.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

D. KEBIJAKAN PUBLIK

Berbeda dengan konsep Pengambilan Keputusan (Decision Making) yang menekankan pada
proses, Kebijakan (Policy atau beleid) adalah hasil atau outputnya. Kajian kebijakan publik ini
didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai
secara bersama pula. Untuk itu diperlukan sebuah rencana yang mengikat dan dirumuskan ke dalam
kebijakan-kebijakan oleh lembaga yang memiliki wewenang tersebut.
Kebijakan publik ini ditafsirkan sebagai kebijakan untuk membangun masyarakat secara
terarah melalui pemakaian kekuasaan. Sesungguhnya kehidupan politik mencakup berbagai kegiatan
yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Dan seperti kata David Easton bahwa
seseorang akan berperan serta dalam kehidupan politik apabila aktivitasnya berhubungan dengan
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk masyarakat.

E. DISTRIBUSI DAN ALOKASI NILAI

Nilai adalah sesuatu yang diidealkan, diinginkan dan dianggap berharga. Nilai tidak selalu
berupa materi seperti uang, rumah, tanah, atau lainnya. Nilai bisa berupa hal-hal yang bersifat
abstrak seperti keadilan, rasa aman, kebebasan beragama dan memiliki keyakinan, kebebasan
berpendapat, hasil pembangunan, dan demokrasi. Nilai-nilai ini harus dapat didistribusikan dan
dialokasikan kepada rakyat dengan baik untuk mencapai tujuan dan kebaikan bersama.
Kajian Ilmu Politik yang mempelajari mengenai distribusi dan alokasi nilai ini pada umumnya
menitikberatkan pada interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian memengaruhi
dinamika politik. Misalnya saja ketika harga minyak dunia melambung tinggi dan berimplikasi pada
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah Indonesia pada masa SBY – JK memberikan
BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebagai bentuk kompensasi untuk mengurangi tingkat kemiskinan
secara perlahan dan menghindari shock masyarakat atas kenaikan harga yang terjadi sebagai efek
domino kenaikan harga BBM tersebut. Fokus yang diteliti adalah bagaimana ketika nilai tersebut
dibagikan kepada rakyat mempengaruhi interaksinya dengan pemerintah. Seberapa besar misalnya
BLT yang diberikan dapat membantu kalangan menengah ke bawah menghadapi kenaikan harga.
Seberapa besar pula bantuan BLT tersebut dapat menaikkan popularitas pemerintah agar tetap
mendapatkan legitimasi yang kuat saat krisis terjadi.
Contoh lainnya misalnya nilai keadilan. Bagaimana pemerintah mendistribusikan rasa adil
kepada rakyatnya manakala pelaku koruptor senilai milyaran rupiah hanya dihukum 2 (dua) tahun
penjara, setara dengan maling ayam atau sendal. Jika pemerintah tidak bisa mendistribusikan rasa
adil secara merata kepada seluruh rakyat dan hanya mengalokasikan rasa adil itu kepada kalangan
tertentu saja yang dianggap menguntungkan negara, maka bisa jadi masyarakat akan bereaksi keras
terhadap pemerintah dan mengurangi kadar legitimasi atas kekuasaan yang dimiliki pemerintah.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

III. Pendekatan dalam Ilmu Politik

Pendekatan (approach) dalam Ilmu Politik adalah sebuah kriteria atau tolak ukur dalam
menyeleksi data yang relevan untuk digunakan dalam kajian dan ruang lingkup Ilmu Politik.
Sesungguhnya pendekatan Ilmu Politik menggambarkan perkembangan Politik sebagai suatu ilmu
yang ilmiah yang pada akhirnya menentukan konsep-konsep apa yang digunakan atau dijadikan
kajian utama dari Ilmu Politik.

Secara kontinuitas historis, pendekatan dalam Ilmu Politik terbagi menjadi 3 (tiga)
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Tradisional atau Instititusional;
2. Pendekatan Perilaku; dan
3. Pendekatan Pasca-Perilaku.
a. Pendekatan Institusi Baru;
b. Pendekatan Neo-Marxis;
c. Pendekatan Rational Choice;
d. Pendekatan Independensi.

Pendekatan Tradisional (Institusional)


- Merupakan pendekatan paling tua dalam Ilmu Politik
- Mengkaji Ilmu Politik melalui lembaga-lembaga formal saja seperti negara, lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu dibahas mengenai sifat dan hakekat konstitusi
dan kedaulatan. Pendekatan ini hanya membahas nilai-nilai idealisme dari konsep yang
dipelajari yaitu apa yang seharusnya terjadi dan bukan apa yang sebenarnya terjadi
(normatif)
- Bersifat historis-yuridis yang menekankan sejarah masa lalu yang dikodifikasi dalam buku-
buku yang diakui. Misalnya jika kita ingin mempelajari sistem pemerintahan parlementer
maka kita harus mempelajari sejarah parlemen Inggris masa lampau.
- Mendapatkan banyak kritik misalnya:
o Pendekatan ini hanya terbatas pada lembaga-lembaga formal di negara barat (bias)
o Bersifat kaku dan statis karena tidak mempelajari perubahan dinamika masyarakat
dalam kajiannya.
o Karena tidak mempelajari ‘sesuatu yang baru’ maka pendekatan ini dianggap tidak
menjadikan Ilmu Politik maju sebagai ilmu yang ilmiah karena tidak menghasilkan
teori-teori baru.

Pendekatan Perilaku
- Merupakan respon atas ketidakpuasan para ilmuwan politik akan sifat deskriptif Ilmu Politik
yang tidak mampu menjelaskan realitas empirik atau fakta yang terjadi di lapangan.
- Menekankan pada perilaku elit daripada struktur/lembaga.
- Memiliki prinsip-prinsip yang berorientasi untuk mengilmiahkan Ilmu Politik seperti halnya
Ilmu Eksakta, yaitu:
o Menampilkan regularitas atau keteraturan dari fakta empirik.
o Membedakan antara nilai/norma dengan fakta empirik.
o Sarjana harus bebas nilai (value-free) dalam melakukan penelitian.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

- Pendekatan ini menggunakan pendekatan matematis dengan alat bantu statistika untuk
mengukur perilaku politik sebagai suatu fakta empirik.
- Pendekatan ini dinamis karenanya menghasilkan teori-teori baru dalam Ilmu Politik.
- Mendapatkan kritik, antara lain:
o Pendekatan perilaku dianggap terlalu steril karena menolak nilai/norma dalam
penelitian, padahal seharusnya ilmuwan harus peduli dan komitmen untuk aktif
berperan mengubah masyarakat ke arah lebih baik dengan nilai-nilai yang ada.
o Menekankan pada hal-hal yang dianggap kurang penting seperti soal voting atau
pendapat umum, bukan pertentangan atau konflik dalam masyarakat.
o Pendekatan ini terlalu abstrak dan tidak relevan dengan masalah sosial yang
dihadapi, seperti diskriminasi ras dan masalah human security.
o Pendekatan ini terlalu bias barat yang menekankan pada kestabilan sehingga sukar
diterapkan di negara-negara berkembang yang penuh dinamika politik.

Pendekatan Pasca Perilaku


- Merupakan pendekatan yang muncul dan mengkritik pendekatan perilaku.
- Pendekatan ini membaurkan pendekatan-pendekatan sebelumnya satu sama lain.
o Pendekatan deskriptif dilengkapi dengan analisis pelaku-pelakunya.
o Nilai-nilai dan norma didudukan kembali pada tempatnya yang terhormat.
- Terdapat 4 (empat) pendekatan dalam pendekatan pasca perilaku ini, yaitu:
1. Pendekatan Neo-Marxis
a. Merupakan kelompok yang terinspirasi dari tulisan-tulisan Karl Marx saat muda.
b. Neo-marxis ini menolak komunisme, tidak setuju dengan banyak aspek dari
masyarakat kapitalis dan kecewa dengan kalangan sosial demokrat.
c. Fokus analisis neo-marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara.
d. Neo-marxis mengkritik pendekatan tingkah laku karena terlalu mengutamakan
harmoni dan keseimbangan sosial dalam suatu sistem politik.
e. Konflik antar kelas dalam pendekatan ini merupakan proses dialektis paling penting
yang mendorong perkembangan masyarakat. Semua gejala politik harus dilihat
dalam rangka konflik antar kelas. Bahwa Konflik-konflik lain dalam masyarakat
seperti konflik etnis, agama dan rasial secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan erat dengan konflik antar kelas.
f. Kritik terhadap pendekatan neo-marxis:
i. Cenderung mengecam pemikiran sarjana borjuis daripada membangun teori
yang mantap.
ii. Neo-marxis kontemporer merupakan ciptaan dari teoritisi sosial kampus
(cap sosiologi borjuis).
iii. Argumentasi yang tidak valid karena pemikiran Marx yang tidak terbukti
dengan jatuhnya pamor komunisme.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

2. Pendekatan Independensi
a. Pendekatan ini berpendapat bahwa imperialisme masih ada dalam bentuk lain yaitu
dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap negara-negara kurang maju.
Negara maju meskipun telah melepaskan tanah jajahannya tetapi tetap
mengendalikan perekonomian negara eks jajahannya tersebut. Selain itu,
pembangunan yang dilakukan di negara-negara kurang maju atau dunia ketiga
dianggap memiliki keterkaitan erat dengan kepentingan negara maju atau dunia
pertama. Hal ini ditunjukkan dengan:
i. Negara dunia ketiga selalu menyediakan sumber daya baik manusia dan
alam dengan harga yang sangat murah untuk kepentingan negara dunia
pertama.
ii. Negara dunia ketiga menjadi pasar untuk hasil produksi negara maju,
sedangkan produksi untuk ekspor sering ditentukan oleh negara maju.
iii. Negara dunia pertama mendapat surplus atas hal di atas.
iv. Hal di atas menunjukkan posisi lemah negara dunia ketiga sehingga mereka
cenderung sukar untuk maju karena mengalami ketergantungan.
b. Ini yang menjadi perhatian para ilmuwan teori ketergantungan dalam kritik terhadap
pendekatan tingkah laku yang rigid dan terlalu fokus pada apa yang terjadi di negara
dunia pertama.
3. Pendekatan Rational Choice
a. Pendekatan ini menganggap telah menjadikan ilmu politik sebagai suatu ilmu yang
benar-benar science, dengan pemikiran:
i. Manusia politik (homo politicus) sudah menuju ke arah manusia ekonomi
(homo economicus) karena melihat adanya kaitan erat antara faktor politik
dan ekonomi terutama dalam penentuan kebijakan publik.
ii. Perilaku manusia dapat diramalkan dengan mengetahui kepentingan-
kepentingan dari aktor yang bersangkutan.
iii. Adanya simplifikasi radikal dan memakai metode matematika untuk
menjelaskan dan menafsirkan gejala-gejala politik.
iv. Teknik-teknik formal yang dipakai para ahli ekonomi diaplikasikan dalam
penelitian gejala-gejala politik.
v. Metode induktif akan menghasilkan model-model untuk berbagai tindakan
politik.
b. Inti dari politik menurut pendekatan ini adalah
i. Individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik memiliki tujuan (goal-
seeking dan goal-oriented) yang mencerminkan apa yang dianggapnya
sebagai kepentingan diri sendiri.
ii. Ini dilakukan dalam situasi terbatasnya sumber daya (resource restraint).
iii. Oleh karenanya individu perlu membuat pilihan atas beberapa alternatif
untuk keuntungan dan kegunaan yang paling maksimal baginya (adanya
rangking preferensi)
iv. Para pelaku pilihan rasional ini terutama politisi, birokrat, voters dan aktor
ekonomi pada dasarnya egois dan segala tindakannya berdasarkan
kecenderungan ini. Selalu mencari cara yang efisien untuk mencapai
tujuannya. Adanya optimalisasi kepentingan dan efisiensi.
Evida Kartini, S.Sos, M.Si

c. Pendekatan ini mendapat kritik tajam terutama dari kalangan perilaku:


i. Dianggap tidak memperhatikan kenyataan bahwa manusia dalam perilaku
politiknya sering tidak rasional, bahwa manusia sering tidak memiliki skala
preferensi yang tegas dan stabil. Ada pertimbangan lain yang turut
menentukan sikapnya seperti faktor sejarah, agama, budaya dan moralitas.
ii. M emaksimalkan kepentingan sendiri secara tidak langsung mengabaikan
kesejahteraan orang lain, mengabaikan kepentingan umum dan unsur etika.
iii. Skala preferensi manusia cenderung berubah-ubah sepanjang masa.
iv. Pendekatan ini terlalu individualistik dan materialistik dan manusia dianggap
tidak memiliki sifat altruism.
4. Pendekatan Institusionalisme Baru
a. Pendekatan ini muncul dengan memfokuskan kembali pada negara dan
institusi/lembaga lainnya sebagai unsur utama yang menentukan dan membatasi.
b. Pendekatan ini menolak pandangan yang melihat negara sebagai institusi yang kaku
dan statis dan hanya digerakkan oleh perilaku elit politik. Menurut pendekatan ini,
institusi/lembaga merupakan aktor yang independen atau berdiri sendiri. Institusi
dianggap memiliki kekuasaan yang relatif otonom.
c. Keberadaan institusi/lembaga politik dalam masyarakat disebabkan adanya
kesadaran dan kepentingan bahwa kehidupan ini harus diatur bersama.
Institusi/lembaga politik inilah yang menjadi pengatur kehidupan bermasyarakat.

Rekan mahasiswa, semoga materi 1 (satu) ini dapat dipahami dengan baik. Jika ada pertanyaan
untuk meminta penjelasan lebih, silahkan ajukan pertanyaan dalam forum diskusi yang sudah
disediakan. Terima kasih.

Salam Tutor.

Anda mungkin juga menyukai