Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERKEMIHAN DENGAN KASUS


BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) PADA Tn. K
DI RUANG CENDRAWASIH BAWAH
RSUD AJIBARANG

DI SUSUN OLEH :
ANI MEISAH PUTRI
108116016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AL-IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2019

1
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Benigna Prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Yuliana elin,
2011). Hiperplasia prostat jinak (BPH)adalah pembesaran kelenjar prostat
nonkanker, (Corwin, 2009).
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain
yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain. (Corwin, E. J. 2009):
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit
C. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemihmaupun keluhan
diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tandadan gejala dari BPH yaitu:

2
keluhan pada saluran kemih bagian bawah,gejala pada saluran kemih bagian atas,
dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawaha.
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahandikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi(sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelahmiksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaaningin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saatmiksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagianatas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), ataudemam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit herniainguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakansering mengejan pada saan
miksi sehingga mengakibatkan tekananintraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak padapasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar,kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual
danmuntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapatterjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

3
D. Pathways

a. Pre
ope
rasi
1. P
e
m
E. Komplikasi e
Komplikasi BPH adalah : r
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.
i
2. Infeksi saluran kemih. k
3. Involusi kontraksi kandung kemih s
4. Refluk kandung kemih a
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
a terusberlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampungurin
n yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat. d
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi a
r
4 a
h
l
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapatterbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambahkeluhan iritasi. Batu tersebut
dapat pula menibulkan sistitis, dan bilaterjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan padawaktu
miksi pasien harus mengedan
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
< 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung
Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb,
leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya

5
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah ada
pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus
urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada
hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan
sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya
tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat
adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin
G. Masalah Keperawatan/Kolaborasi
a. Retensi urin
b. Resiko Infeksi
c. Resiko Cedera
d. Kekurangan Volume Cairan
e. Nyeri Akut
f. Intoleransi Aktivitas
g. Kerusakan Integritas Kulit
H. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja (Purnomo, 2012)
a. Medis
1. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
intravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-α (adrenergicα-
blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai komponen statik

6
dengancara menurunkan kadar hormone
testosteron/dihidrotestosteronmelalui penghambat 5α-reduktase.
Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai obat golongan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas (Purnomo, 2012).-
Penghambat reseptor α-adrenergik:
a) Fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang
ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi
keluhan miksi (Purnomo, 2012).
Fenoksibenzamin mengikat reseptor alfasecara kovalen, yang
menimbulkan penyekatan irreversibel berjangka lama (14−48 jam atau
lebih lama). Obat ini cukup selektif terhadap reseptor α1,tetapi lebih
lemah dari prasozin. Obat ini juga menghambat ambilan kembali
norepinefrin yang dilepas oleh ujung saraf presinaptik adrenergik.
Fenoksibenzamin menyekat reseptor histamin (H1), asetilkolin, dan
serotonin seperti halnya reseptor α (Katzung, 2012).Obat ini diserap per
oral, walaupun biovailabilitasnya rendah dan sifat kinetiknya tidak
diketahui dengan baik. Biasanya obat ini diberikan per oral, dimulai
dengan dosis rendah sebesar 10−20mg/hari yang dapat dinaikkan
sampai mencapai efek yang diinginkan. Dosis kurang dari 100mg/hari
biasanya sudahcukup untuk menyekat reseptor alfasecara adekuat
(Katzung, 2012).
b) Tamsulosin adalah suatu antagonis kompetitif α1dengan struktur yang
agak berbeda dari struktur kebanyakan penyekat α1. Biovailabilitasnya
tinggi dan memiliki waktu paruh yang lama sekitar 9−15 jam. Obat ini
dimetabolisme secara ekstensif di hati. Tamsulosin memiliki afinitas
yang lebih tinggi terhadap reseptor α1Adan α1Ddibandingkan
dengansubtipe α1B. Percobaan mengindikasikan bahwa tamsulosin
memiliki potensi yang lebih besar dalam menghambat kontraksi otot
polos prostat versusotot polos vaskular dibandingkan dengan antagonis
selektif α1lain. Selain itu, dibandingkan dengan antagonis lainnya,

7
tamsulosin memiliki efek yang lebih kecil terhadap tekanan darah
pasien pada kondisi berdiri (Katzung, 2012).
c) Pembedahan terbuka
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik
atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut
bagian bawah, kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya.
Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu
buli-buli atau divertikelektomi apabila adadivertikulum yang cukup
besar (Katzung, 2012).Cara pembedahan retropubik dikerjakan melalui
sayatan kulit perut bagian bawahdengan membuka simpai prostat tanpa
membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Kedua cara
pembedahan tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TURP,
yaitu mordibitasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa
memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku.
Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak lagi dikerjakan (Katzung,
2012).
d) Elektrovaporasi prostat
Cara ini sama dengan TURP, hanya saja teknik yang dilakukan
memakai roller ballyang spesifik dan dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat.
Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada
saat operasi, dan masa rawat inapdi rumah sakit lebih singkat. Bladder
Prostate Os Pubis Rektum Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama (Purnomo, 2012).
e) Laser prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang
dari tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi
yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode
yang dapat dipancarkan melaui bare fibre, right angle fibre,atau
interstitial fibre. Kelenjar protat pada suhu 60−65C akan mengalami

8
koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100°C akan mengalami
evaporasi (Purnomo, 2012)
b. Keperawatan
a. Pre operasi
1. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah,
CT, BT, AL)
2. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
3. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen
puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan
masuknya udara
b. Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
a. Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
b. Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
c. Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
d. Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
e. Hari ke 4 post operasi diklem
f. Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan
baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi
dengan betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)

9
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih
dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat
melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan spasme.
Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan
tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan
abdomen, perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien
mencapai kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena
tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan
memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter
pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.\
I. Fokus Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Retensi urin
NIC : Irigasi Kandung Kemih
NOC : Eliminasi urin
Dx 2 : Resiko Infeksi
NIC : Kontrol Infeksi
NOC : Keparahan Infeksi
Dx 3 : Resiko Cedera
NIC : Pencegahan Jatuh

10
NOC : Ambulasi
Dx 4 : Kekurangan Volume Cair
NIC : Pencegahan pendarahan
NOC : Keparahan Kehilangan Darah
Dx 5 : Nyeri Akut
NIC : Manajemen Nyeri
NOC : Kontrol Nyeri
Dx 6 : Hambatan Mobilitas Fisik
NIC : Perawatan Tirah Baring
NOC : Pengetahuan Aktivitas Yang di Sarankan
Dx 7 : Kerusakan Integritas Kulit
NIC : Perawatan Tirah Baring
NOC : Integritas Jaringan : Kulit & Membran Mukosa

11
DAFTAR ISI

http://digilib.unila.ac.id/6532/115/BAB%20II.pdf ,Di unduh pada tanggal 19 Juli


2019, Pukul 19.00
http://repository.ump.ac.id/1352/3/PUSPITA%20INDAH%20RAKHMAWATI%
20BAB%20II.pdf ,Di unduh pada tanggal 19 Juli 2019, Pukul 19.00
http://eprints.undip.ac.id/50788/3/RISKI_NOVIAN_INDRA_SAPUTRA_220101
12110111_Lap.KTI_BAB_II.pdf ,Di unduh pada tanggal 19 Juli 2019, Pukul
19.00

12

Anda mungkin juga menyukai