Disusun Oleh :
Artinya: Allah berfirman “Setiap sesuatu yang bernyawa pasti akan merasakan
mati”. (QS. Ali ‘Imrân : 185)
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kewajiban orang hidup terhadap
orang yang wafat dan juga ilmu pembagian waris.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang kewajiban
orang hidup terhadap orang wafat menurut 4 madzhab atau imam dan juga ilmu
pembagian waris menurut 4 madzhab atau imam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. JENAZAH
Kematian merupakan pintu gerbang pertama untuk menuju akhirat yang
merupakan tempat mempertanggung jawabkan segala perbuatan hamba di dunia
terhadap Allah, oleh karena itu Ulama Fiqh menyimpulkan bahwa hukum
memperbanyak dan selalu mengingat mati adalah sunah, karena akan memotifasi
untuk selalu ingat Allah. Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan
Imam Turmudzi, Ibnu Mâjah dan Hâkim :
ِ ى ْال َم ْو
(ت )رواه الترمذى وابن ماجه والحاكم ِ سلَّ َم ا َ ْكثِ ُر ْوا ِم ْن ِذ ْك ِر هَاذ ِِم اللَّذَّا
ِ َت ا َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو ُّ قَا َل النَّ ِب
َ ى
Dengan mengingat kematian, otomatis akan ingat atas apa yang telah diperbuat,
terutama hal-hal yang melanggar norma-norma agama, baik yang berhubungan
dengan Allah atau dengan sesama. Dengan demikian maka akan memotifasi rasa
ingin taubat dan senantiasa berbenah diri dari semua perbuatan dosa.
Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa orang itu hampir mati yaitu:
1. Kakinya lemas,
2. Hidungnya pesek ke dalam
3. Pelipisnya cekung
4. Kulitnya seakan-akan kasar (tidak sebel) dan
5. Matanya sudah tidak ada bayangan.
Hal – Hal Yang Harus Dilakukan Oleh Orang Yang Akan Mendekati
Kematian :
اللﻬم
3. Jangan sampai putus asa dari rahmat Allah Swt. Mengharaplah ampunan
dari-Nya.
4. Haruslah memperbanyak sifat raja’, mengharap rahmat Allah dari pada sifat
khaufnya.
Hal Yang Harus Dilakukan Keluarga Orang Yang akan mendekati kematian
:
Tanda keberuntungan:
1. Dahinya berkeringat
2. Mengalirkan air mata
3. Lubang hidungnya membesar
4.
5. Tanda kemalangan:
1. Mendelik seperti orang yang tercekik
2. Warna kulitnya berubah menjadi hitam padam
3. Kedua sisi mulutnya berbusa
4.
5. Hal Yang Harus Dilakukan Bagi Orang Yang Telah Mati Sebelum
Dimandikan
1. Menutup matanya yang terbuka sambil berdo`a:
2. اللﻬم اﻏفرله وا رﺣمه وارﻓﻊ ﺩرجته ﻓى المهﺪﻳين وا ﺣلفه ﻓى عقبه الﻐابرﻳن واﻍﻓرلنا وله ﻳا رﺏ
العالمين
3. وا ﻓﺴﺢ له ﻓﻲ قبره ونور له ﻓيه
4. Menutup mulutnya yang terbuka.
5. Melepas semua pakaian yang di kenakan dan menggantinya dengan selimut
(kain yang menutupi mulai dari kepala hingga kaki) sebab pakaian yang
melekat waktu kematiannya menyebabkan dia cepat rusak.
6. Hadapkanlah mayit tersebut kearah qiblat
7. Gunakanlah sesuatu yang mebuat ruangan mayit tersebut menjadi harum,
seperti kemenyan dan sebagainya. Artinya ruangan yang ditempati tidak
bau.
8. Dan perut mayit itu seyogyanya diberi benda asalkan bukan al-Quran.
Sepeti halnya kaca dan lainnya.
9. Membebaskan mayit tersebut dari semua hak yang bersangkutan dengannya
seperti hutang dan hak adami yang lainnya, juga kewajiban yang pernah di
tinggalkannya ketika dia masih sakit, seperi halnya Sholat, puasa, Zakat,
dan kewajiban lainnya yang tidak dia kerjakan pada waktu hidupnya.
1. Pengertian Jenazah
Jenazah, mayat, jasad atau kadaver dalam istilah medis, literal, dan legal,
atau saat dimaksudkan dalam pembedahan, adalah tubuh yang sudah tidak
bernyawa.
2. Hukum Jenazah
Menurut pendapat MALIKI yang masyhur, SYAFI-I dan HANBALI: anak
Adam tidaklah menjadi najis karenakematiannya.
HANAFI berpendapat: anak Adam menjadi najis karena kematiannya.
Oleh karena itu setelah dimandikan barulah ia menjadi suci. Ini juga salah satu qaul
SYAFI-I dan satu riwayat dari HANBALI.
اللﻬم اﻏفرله وا رﺣمه وارﻓﻊ ﺩرجته ﻓى المهﺪﻳين وا ﺣلفه ﻓى عقبه الﻐابرﻳن واﻍﻓرلنا وله ﻳا رﺏ العالمين
1. Air Mutlaq : Yaitu air yang suci dan mensucikan seperti air sumur, air
sungai, air hujan, air sumber dan lain sebagainya. Jika tidak menemukan air
atau ada tapi tapi sulit untuk memperolehnya atau ada udzur untuk memakai
air seperti orang mati terbakar, maka diperbolehkan untuk diganti dengan
debu yang bersih dan suci (tayammum)
2. Kain atau baju gamis untuk menutupi badan atau aurat mayit, dan lebih baik
kalau keduanya difungsikan secara bersamaan ketika nanti memandikan.
3. Bangku (lencak, mad.) untuktempat memandikan dan di sekelilingnya
dikasih Hijab(GOMBONG)
4. Pohon pisang atau yang lainnya sebagai alas tubuh pada waktu dimandikan,
bisa juga memakai alas kaki orang yang memandikan (jika
berkelompok)Beberapa kain kecil untuk membantu membersihkan kotoran
yng ada di dubur dan kemaluan dengan memperbalkan kain tersebut di
tangan kiri.
5. Harum-haruman seperti kemenyan yang diletakkan di lokasi memandikan,
hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi bau-bau yang tidak sedap,
khawatir tercium orang lain sehingga mengundang pembicaran
6. Kapur atau sabun untuk membantu menghilangkan kotora-kotoran mayit.
1. Orang yang mati Syahid (Orang yang mati karena memerangi orang-orang
kafir dalam menegakan Agama Allah)
2. Kafir Harbi (orang kafir yang memusuhi islam dan muslimin)
3. Bayi yang keguguran (siqtu) dan tidak lengkap anggota badannya, tidak
boleh dimandikan, tapi disunnahkan dikafani dan dikuburkan
4. Mayit yang udzur untuk memakai air (yakni kalau memakai air akan timbul
kemudharatan terhadap si mayit) seperti orang yang mati terbakar dan lain
sebagainya. Dan sebagai gantinya adalah harus ditayammumi.
MALIKI: wajib.
Apabila sesuatu keluar dari tubuh mayat sesudah ia dimandikan, wajib
dihilangkan saja demikian menurut pendapat HANAFI dan MALIKI. Juga
demikian pendapat yang paling shahih dalam madzab SYAFI-I.
HANBALI: wajib dimandikan kembali jika benda itu keluar dari kemaluan.
SYAFI-I dan HANBALI: yang lebih utama adalah dalam keadaan memakai
gamis. Lebih utama lagi menurut SYAFI-I: memandikan langsung di bawah
langit (tanpa atap). Tetapi ada yang berpendapat bahwa yang lebih utama
adalah memandikannya di bawah atap.
Memandikannya dengan air dingin adalah lebih utama (daripada dengan air
hangat) kecuali pada hari yang sangat dingin jika pada tubuhnya terdapat
banyak kotoran.
Empat imam madzab sepakat bahwa orang yang mati syahid, yakni orang
yang mati dalam pertempuran melawan orang kafir, tidak dimandikan.
Namun mereka berbeda pendapat, apakah ia dishalatkan atau tidak?
Menurut HANAFI dan HANBALI dalam suatu riwayat: dishalatkan.
Adapun cara-cara memandikan mayit ada dua cara yang pertama ( cara yang
oleh ulama’ diktakan sebagai cara yang kurang sempurna ) cukup dengan
menyiramkan air keseluruh tubuh mayit cara yang kedua :
1. Haruslah dimandikan ditempat yang sepi, tidak ada yang masuk kecuali
orang yang memandikan dan wali si mayit ( keluarganya ) bisa di buatkan
tabir ( gombong ) tempat memandikan.
2. Semua badan mayit harus tertutupi seperti keterangan di depan.
3. Kepanglah ( gellung) rambut mayit menjadi tiga kepangan, baik mayit
perempuan atau laki-laki yang berambut panjang, agar tidak ada rambut
yang jatuh sebelum dimandikan.
4. Letakkanlah mayit di bangku atau di lencak seperti yang di jelaskan di atas.
5. Mayit diletakkan di atas alas, seperti pohon pisang atau kaki orang yang
akan memandikan agar gampang menjangkau anggota yang sulit dijangkau
seperti dibagian tubuh mayit yang sulit dijangkau.
6. Air yang ingin dipakai untuk memandikan di jauhkan dari lokasi
memandikan ke tempat ke tempat yang tidak terlalu jauh. Hal ini di
maksudkan agar nanti air yang telah di pakai tidak kena pada air yang masih
suci (belum di pakai).
7. Angkatlah kepalanya dengan memberikan alas (jika berkelompok) atau
sandarkan kelutut kanan orang yang memandikan, agar air tidak masuk
kedalam tubuh.
8. Lakukan tekanan (urutan) pada perut mayit dengan tangan kiri anda (orang-
orang yang memandikan) untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang tersisa
dalam perut mayit dan lakukanlah berulang-ulang dengan hati-hati (tidak
kasar)sampai di yakini bahwa isi perut sudah tidak ada lagi.
9. dubur dan kemaluan mayit dengan tangan kiri berbalut kain dan gantilah
kain tersebut dengan kain yang barujika sudah dipakai, dan lakukanlah
sampai tiga kali atau lebih (tergantung kebutuhan).
10. Bersihkanlah mulut, lubang, hidung, kuping, mata, kuku tangan dan kaki
dan anggota yang biasa terkena najis dan kotoran, bersihkanlah dengan air
sampai tidak ada najis atau kotoran tersisa. Namun ingat jangan sampai
menyakiti mayit.
11. Dengan niat memandikan seperti di bawah ini :
نوﻳﺖ الﻐﺴل لذه الميتة ﻓرﺿا لله تعالى/ نوﻳﺖ الﻐﺴل لﻬذا الميﺖ ﻓرﺿا لله تعالى
نوﻳﺖ الوﺿوﺀ المﺴنون لﻬذه الميتة لله تعالى/ نوﻳ الوﺿوﺀ المﺴنون لﻬذا الميﺖ لله تعالى
18. Kemudian siramlah lagi dengan air murni dan bersih pada seluruh badan
mayit baik luar atau bagian dalam
19. Siraman dari no. 12 sampai no. 18 dihitung satu kali
Catatan:
Lakukanlah (mandikanlah) mayit tiga atau lima kali dan seterusnya (ganjil)
hal itu tergantung kebutuhan pada diri mayit, dan diselesaikan pada
hitungan ganjil juga seperti 3 kali atau 5 kali dan seterusnya.
1. Hindari adanya kotoran atau najis yang masih melekat pada badan mayit
2. setelah dimandikan maka dari itu periksalah sebelum selesai dimandikan
3. Hindarkan air yang sudah terpakai dari badan mayit yang sudah bersih.
Catatan:
Jika keluar kotoran dari dubur atau kemaluan maka cukup hanya dengan
membersihkannya saja tampa mengulangnya dari awal yakni
memandikannya lagi dari awal
Dan kalau mayit perempuan sebaiknya dibedaki dan diberi “cellak” dan di
dahinya ditulis lafadz Allah dengan “celak” tersebut.
Pembiayaan
Biaya dalam mengkafani di ambil dari harta peninggalan yang tidak ada sangkut
pautnya dengan hak orang lain seperti barang gadaian dan sebagainya. Kalau
harta peninggalan di atas tidak ada maka yang berkewajiban untuk membiayai
adalah orang yang punya kewajiban memberi nafkah ketika masih hidup,
jikalau orang yang berkewajiban tidak ada, maka bisa diambil dari baitul-mal,
jika baitul-mal tidak ada maka pembiayaan diambil dari harta orang Islam yang
mampu / kaya
Boleh dibungkus ( dikafani ) dengan kain yang halal baginya yang dipakai
ketika masih hidup. Perempuan boleh dikafani dengan sutera sedangkan laki-
laki tidak. Karena sutera dilarang dipakai laki-laki ketika masih hidup
sedangkan bagiperempuan sebaliknya. Namun yang afdhol dalam mengkafani
adalah menggunakan kain katun ( QOTNU ) berwarna putih dan sudah pernah
dicuci ( bukan kain baru )
Langkah-langkah mengkafani.
Dalam hal mengkani,kalau kita mengacu kepada haqqullah ( hak Allah) semata,
maka kain yang dibutuhkan hanya sebatas penutup aurat. Bagi laki-laki hanya
sebatas penutup pusar dan lututnya, sedangkan bagi perempuan baik orang yang
merdeka atau budak adalah kain yang dapat menutupi semua anggota tubuhnya
kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Adapun bagi banci/waria hukum
mengkafaninya disamakan dengan perempuan.
Akan tetapi kalau dipandang dari haqqullah dan haqqul adami, maka kain kafan
yang dibutuhkan untuk mengkafani laki-laki secara sempurna adalah tiga
lembar kain kafan warna putih. Sedangkan untuk perempuan dan waria adalah
lima lembar kain yang terdiri dari :
Adapun kain kafan untuk anak-anak adalah satu lembar kain kafan yang cukup
untuk membungkus seluruh tubuhnya.Akan tetapi yang lebih utama tetap tiga
lembar kain warna putih.
1. Bentangkan tiga lebar kain kafan yang suda dipotong sesuai denga ukuran
yang dibutuhkan dengan cara disusun, kain yang paling lebar diletakkan
dipaling bawah. Kalau ukuran lebar kain sama, geserlah kain yang ditengah
kekanan sedikit dan yang paling atas kekiri sedikit atau sebaliknya. Dan jika
sendainya lebar kain kafan tidak cukup untuk menyelimuti mayit, maka
geser lagi hingga bisa menutupi mayit. Dan jika tetap tidak bisa
menutupinya, baik karena mayitnya besar atau yang lain, maka lakukan
penambahan sesuai dengan kebutuhan.
2. Lulutlah (berilah) kain kafan dengan wangi-wangian.
3. Persiapkan tiga atau lima utas kain tali dan letakkan dibawah kain yang
paling bawah. Dan agar tali dibagian dada (diatas tangan dan dibawahnya)
tidak mudah bergeser, potonglah dengan bentuk khusus. (satu utas talli yang
dibagi dua, sedangkan ditengan tetap tidak disobek)
4. Persiapkan kafan yang sudah diberi wangi-wangian kayu cendana untuk
diletakkan dibagian anggota badan tertentu antara lain sebagaimana berikut.
a. Bagian Manfad (lubang terus) yang terdiri dari :
Kedua Mata, Hidung, Mulut, Kedua telinga (dan sebaiknya
menggunakan kapasyang lebar, sekiranya bisa menutupi seluruh muka
mayit), Kemaluan dan lubang anus.
1. Bentangkan dua lembar kain kafan yang sudah di potong sesuai dengan
ukuran yang di butuhkan.kemudian letakkan pula kain sarung di atasnya di
bagian bawah (tempat di mana badan antara pusar dan kedua lutut di
rebahkan)
2. Persiapan baju kurung dan kerudung di tempatnya.
3. Sediaan tiga atau lima utas kain tali dan letakkandi bawah kain kafan yang
paling bawahyang telah di bentangkan.
4. Sediakan kapas yang sudah diberi wangi-wangian untuk di letakkan
dibagian anggota badan tertentu
5. Angkatlah jenazah dengan hati-hati, kemudian baringkan di atas kain kafan
yang sudah di bentangkan dan yang sudah di lulut dengan wangi-wangian.
6. Letakkan kapas di bagian anggota badan tertentu sebagaimana tersebut di
cara nomor 04 cara mengkafani mayit laki-laki.
7. Selimutkan kain sarung di badan mayit antara pusar dan kedua lutut dan
pasangkan juga baju kurung berikut kain penutup kepala (kerudung).Bagi
yang rambutnya panjang di kepang menjadi dua atau menjadi tiga, dan di
letakkan di atas baju kurung tempatnya di bagian dada.
8. Setelah pemasangan baju kurung dan kerudung selesai, maka selimutkan
kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari yang paling atas
sampai yang paling bawah, setelah selesai ikatlah dengan tiga atau lima tali
yang telah di sediakan.
Cara penempatan tali
Jika tali yang tersedia itu ada tiga ,maka gunakan untuk mengikat
kaki,tangan (dada dan kepala. Jika tali yang tersedia ada lima maka yang harus di
ika adalah kaki,lutut di bawah dan di atas tangan dan yang terahir adalah kepala.cara
mengikat tali dia atas dan di bawah tangan lihat gambar seperti di atas seperti
mengkafani mayat laki-laki.
3. Memberi kapas di bagin tertentu (lihat rinian pada nomor 04 cara mengkafani
mayat laki-laki)
4. Menggunakan kain kafan dengan hitungan ganjil, tiga lembar lebih utama dari
dua atau empat lembar, akan tetapi penambahan hitungan kain kafan lebih dari satu
lembar lebih baik meskipun satu termasuk hitungan ganjil sebagai penghormatan
pada si mayit, jadi dua lembar lebih utama dari satu lembar.
5. Menggunakan kain yang bagus tapi tidak mahal, yang di maksud di sini adalah
kain yang berwarna putih, bersih, suci dan tebal.
MENGKAFANI MAYAT
Menurut kesepakatan empat imam madzab, mengkafani mayat wajib hukumnya,
serta harus didahulukan keperluan ini daripada membayar utang dan membagi harta
warisan. Sekurang-kurangnya kafan itu sehelai kain yang dapat menutupi seluruh
tubuh mayat.
SYAFI-I, MALIKI dan HANBALI: mustahab mengkafani mayat laki-laki dengan
tiga lapis kain.
HANAFI: boleh dengan sarung, selendang dan gamis.
Disunnahkan kain kafan berwarna putih. Sedangkan untuk mayat perempuan
dimustahabkan rangkap lima, yaitu baju kurung, kain sarung, selimut, kerudung dan
lapis kelima dipergunakan untuk mengikat dua pahanya. Demikian menurut
Pendapat SYAFI-I dan HANBALI.
HANAFI: itulah yang lebih utama, jika hanya tiga lapis maka kerudung diletakkan
di atas gamis di bawah selimut badan.
MALIKI: tidak ada batasan bagi kain kafan itu. Tetapi yang wajib adalah menutup
aurat.
Jika istri mempunyai harta, maka ia dikafani dengan kain hasil pembelian hartanya.
Demikian menurut HANAFI, MALIKI dan HANBALI.
Sedangkan jika ia tidak mempunyai harta, menurut MALIKI, hal ini menjadi
kewajibansuaminya.
Muhammad berpendapat: diambilkan dari baitul mal, sebagaimana jika suami
melarat maka diambilkan dari baitul mal. Pendapat ini disepakati oleh para ulama.
HANBALI berpendapat: suami tidak wajib membiayai kafan istrinya.
SYAFI-I: kain kafan diambilkan dari harta peninggalannya. Jika peninggalannya
tidak ada, menjadi tanggungan orang yang wajib memberikan nafkah, seperti
kerabat dan suami. Atau, kalau mayat itu adalah budak maka ditanggung oleh
tuannya. Demikian juga halnya suami, menurut pendapat yang shahih. Yang benar,
menurut para ulama ahli tahqiq pengikut SYAFI-I, kafan istri adalah tanggungan
suami.
Orang yang meninggal ketika sedang ihram tidak boleh diberi wangi-wangian, tidak
boleh dikafani dengan pakaian yanag berjahit dan tidak ditutup kepalanya.
Demikian menurut kesepakatan para imam madzab.
Diriwayatkan dari HANAFI bahwa ihramnya batal lantaran kematiannya. Oleh
karena itu, ia boleh diperlakukan sebagai mayat pada umumnya.
SHALAT JENAZAH
Tidak dimakruhkan shalat jenazah dikerjakan pada tiap-tiap waktu. Demikian
menurut pendapat SYAFI-I.
HANAFI dan HANBALI berpendapat: makruh dikerjakan pada tiga waktu yang
dimakruhkan.
MALIKI: makruh dikerjakan ketika matahari terbit dan ketika matahari terbenam.
POSISI MAYAT
Menurut pendapat SYAFI-I, Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan, dalam shalat
jenazah imam berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di sisi pinggang jenazah
perempuan.
MALIKI: jika jenazah itu laki-laki, imam berdiri di sisi dadanya. Sedangkan jika
jenazah perempuan, imam berdiridi samping pinggangnya.
JUMLAH TAKBIR
Takbir dalam shalat jenazah ada empat kali. Demikian menurut kesepakatan empat
imam madzab.
Menurut pendapat madzab SYAFI-I, dalam semua takbir itu disertai mengangkat
kedua tangan sejajar dengan kedua pundak.
HANAFI dan MALIKI mengatakan: tidak mengangkat kedua tangan kecuali dalam
takbir pertama.
Menurut pendapat tiga imam madzab, salam dalam shalat jenazah adalah dua kali.
HANBALI: sekali salam saja, yaitu ke sebelah kanan.
Orang yang tidak sempat shalat jenazah sebelum jenazah dikuburkan, hendaknya ia
mengerjakan di atas kuburan. Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab.
SHALAT JANAZAH
Rukun Sholat Janazah
1. Niat
اصلﻲ على هذاالميﺖ اربﻊ تﻜيبرات ﻓرﺽ كفاﻳة مﺃموما لله تعالى
اصلﻲ على من صلى عليه اﻻمام ﻓرﺽ كفاﻳة مﺄموما لله تعالى
اصلﻲ على ما ﺣﻀرمن اموات المﺴلمين ﻓرﺽ ﻙﻓاﻳة مﺄموما لله تعالى
اصلﻲ على هذه الميتة اربﻊ تﻜيرات ﻓرﺽ كفاﻳةاماما لله تعالى
اصلﻲ على من ﺣﻀرت من اموات المﺴلمات ﻓرﺽ كفاﻳة اماما لله تعالى
Niat sholat mayit hadir jika mayitnya laki-laki dan menjadi imam
اصلﻲ على هذا الميتة اربﻊ تﻜيرات ﻓرﺽ كفاﻳة اماما لله تعالى
اصلﻲ على هذه الميتة اربﻊ تﻜيبرات ﻓرﺽ كفاﻳةمﺄموما لله تعالى
اصلﻲ على من صلى عليﻬا اﻻمام ﻓرﺽ كفاﻳة مﺄموما لله تعالى
Niat sholat ghoib (tidak ada di hadapan kita) dan menjadi imam.
“
”
اصلﻲ
على من تﺼﺢ الﺼﻼﺓ عليه من اموات المسلمين اربﻊ تﻜبيرات ﻓرﺽ كفاﻳة اماما للهتعالى
ﻓرﺽ كفاﻳة اماما لله تعالى sebut namanyaاصلﻲ على ﻓﻼن ابن ﻓﻼن ﻓﻼنة ابن قﻼن
Rukun yang kedua dari sholat jenazah adalah takbir sebanyak empat kali. Namuun
jika ada orang bertakbir lebih dari empat kali, maka sholatnya tidak batal, tetap sah
sebab hal itu bisa dikatakan dzikir yang tidak sampai membatalkan sholat.
Takbir pertama harus membaca surat al fatihah. Sunnat di baca dengan pelan-pelan
(as-sir/tidak nyaring) meski pelaksanaan sholat pada malam hari. Sunnat pula di
awali dengan ta`awwudz. Dan tidak sunnat diawali dengan do`a iftitah. Serta tidak
di sunnatkan pula ditambah dengan bacaan surat. Hal ini menurut pendapat yang
mu`tamad, sebab shalat jenazah merupakan sholat yang ringan (takhfif) kemudian
setelah seseorang itu selesai baca fatihah maka harus takbir yang kedua.
Pada takbir yang kedua membaca shalawat kepada Rasulullah. Bacaan sholawat
yang baik itu adalah seperti halnya shalawat yang dianjurkan oleh rasul yang
terkenal dengan nama shalawat ibrahimiyah yaitu:
اللﻬم صل على سيﺪنا محمﺪ وعلى آل مﺢمﺪ كما صليﺖ على ابراهيم وعلى ﺃل ابراهﻳم
وبارﻙ على محمﺪ وعلى ﺃل محمﺪ كمابارﻙت على ابراهيم وعلى ﺃل ابراهيم ﻓى العالمين انﻚ ﺣميﺪ مﺠيﺪ.
Pada takbir yan harus berdo’a pada Allah untuk mayit. Doa yang biasa dibaca
adalah doa yang dibaca oleh Rasulullah:
اللﻬم اﻏفرله وارﺣمه وعاﻓه واعﻒ عنه وﺃﻙرم نﺰله ووسﻊ مﺪﺧله واﻏﺴله باالماﺀ والثلﺝ والبرﺩ
ونقه من الﺨﻄاﻳا كما نقيﺖ الثوباﻷ بيﺾ من الﺪنس وﺃبﺪله ﺩارا ﺧيرا من ﺃهله
وﺯوجا ﺧيرا من ﺯوجه وﺃﺩﺧله الﺠنة وﺃعﺪه من عﺪاﺏ القبر ومن عﺪاﺏ النار.
.Jka yang meninggal anak-anak dan tidak sampai pada batas baligh, maka doa yang
dibaca adalah:
اللﻬم اجعله ﻓرﻃا ﻷبوﻳه وسلفا وﺩﺧرا وﻉﻇة واعتبارا وﺷفيعا وﺛقل به مواﺯنﻬما واﻓرﻍ الﺼبر على قلوبﻬما
Jika mayatnya perempuan maka tinggal merubah dhomir (hu) dirubah dengan (ha)
. setelah takbir yang ke tiga ini maka harus takbir yang nomor empat.allahu akbar.
Catatan:
Pada takbir yang ke empat ini musholli (orang yang sholat) sebelum mengucapkan
salam maka disunahkan berdo’a terlebih dahulu. Do’anya adalah;
Apabila ada seseorang ketinggalan takbir dari pada imam maka ia mengkodo’nya
sesuai dengan jumlah takbir yang dia tinggalkan namun Abdullah ibnu Umar dan
Al-Auzai mensinyalir bahwa kita tidak usah mengkodo’ takbir yang
tertinggal,kemudian langsung salam bersama imam.
Merupakan kesepakatan para fuqaha’ bahwa bagi janazah muslim baik laki-laki
maupun perempuan, tua ataupun muda, bahkan bayi sekalipun itu masih di sholati,
bahkan menurut ijma’ ulama’, bayi selama diketahui tanda-tanda kehidupannya
seperti suara bersin, erak dan lain sebagainya itu juga masih punya hak untuk
dishalati.
Siqith
Siqit adalah anak yang lahir dari perut ibunya sebelum waktunya, dalam hal ini
apabila siqit lahir sebelum umur empat bulan maka tidak wajib din shalati, hal ini
tidak terjadi hilaf antara jumhurul fuqaha’dan sebaliknya apabila sampai sampai
empat bulan atau lebih dan istihlal (ada suara bersin,bergerak) maka ia wajib di
sholati menurut ittifaq (kasepakatan)
Syahid
Syahid adalah seorang yang gugur dalam peperangan melawan orang kafir. Imam
Malik dan Asy-syafi’I berpendapat bahwa bagi syuhada’ yang seperti itu tidak
wajib di mandikan dan di sholati dan apabila luka dan masih ada tanda kehidupan
yang sempurna (hayatul mustaqirah) dan tidak lama kemudian dia meninggal maka
wajib di mandikan dan di sholati.
Berdasarkan hadist yang di riwayatkan Al-Bukhori dari jabir orang yang meninggal
karena Had seperti dalam hadist ini meninggal karena rajam maka wajib di
sholatkan karena dia sudah taubat dengan sempurna. Seperti halnya orang yang
menjalani hukum rajam karena berzina, hukum qisos karena membunuh, hukum
jilid karena menuduh orang lain telah melakukan perzinahan. Semuanya tetap wajib
disholati dan di mandikan.
Meninggal karena Membunuh
Menurut Al-Khottobi alasan Rasulullah tidak sholat atasnya adalah sebagai siksaan
baginya, agar dijadikan i’tibar bagi orang lain.
SHALAT GHAIB
Menurut pendapat SYAFI-I dan HANBALI: Shalat ghaib dibenarkan.
HANAFI dan MALIKI: tidak sah.
*Apabila orang yang mati syahid dalam keadaan junub maka ia tidak dimandikan
dan tidak dishalatkan. Demikian menurut pendapat MALIKI dan pendapat yang
paling shahih dalam madzab SYAFI-I.
HANAFI: dimandikan dan dishalatkan .
HANBALI: dimandikan tapi tidak dishalatkan.
* Menurut pendapat tiga imam madzab, anggota pembangkang yang mati dalam
suatu pertempuran, dimandikan dan dishalatkan.
HANAFI: tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.
* Orang yang mati karena teraniaya dan bukan dalam peperangan dimandikan dan
dishalatkan. Demikian menurut pendapat MALIKI, SYAFI-I dan HANBALI.
HANAFI: jika ia terbunuh dengan besi (senjata tajam) maka ia dimandikan.
Sedang jika terbunuh karena suatu yang berat, maka ia dimandikan dan dishalatkan.
*SYAFI-I dan HANBALI: Boleh menshalati mayat yang berada di atas kendaraan
atau dipangku oleh orang lelaki atau dipikul mereka.
* Tiga imam madzab sepakat tentang tidak boleh menyisir rambut mayat. Tetapi
SYAFI-I membolehkan dan mengatakan: boleh menyisirnya secara perlahan.
Empat imam madzab sepakat bahwa apabila orang mati dalam keadaan belum
dikhitan, maka ia tidak boleh dikhitan, tetapi dibiarkan saja seperti keadaannya.
Apakah boleh memotong kuku mayat dan memotong rambutnya jika panjang?
SYAFI-I dalam al-Imla dan HANBALI: boleh.
HANAFI, MALIKI, dan SYAFI-I dalam qaul qadim: tidak boleh.
Bahkan MALIKI sangat keras dalam hal ini sehingga ia mewajibkan ta’zir terhadap
orang yang melakukannya.
HAMLUL MAYIT
1. Pemikul harus berada di bagian depan keranda dan kepalanya berada di antara
dua kayu yang di letakkan di kedua bahunya. Cara ini jika yang memikul hanya dua
orang. Di depan dan di belakang.
2. Jika yang memikul empat orang, maka dua orang ada di bagian depan dan dua
orang yang lain ada di bagian belakang, masing-masing memegang ujung keranda.
من تبﻊ الﺠناﺯﺓ ﻓليحمل بﺠوانﺐ الﺴرﻳركلها ﻓانه من الﺴنة ﺛم ان ﺷاﺀ ﻓليﺖﻃوﻉ وان
ﺷاﺀ ﻓليﺪﻉ
4. Dalam hal orang yang memikul haruslah orang laki-laki,tidak boleh perempuan.
sebab perampuan berpotensi mendatangkan fitnah.
2. Di anjurkan janazah di iringi dengan dzikir ,baca qur’an dan baca sholawat
4. Pengantar dianjurkan berjalan kaki kecuali dalam keadaan dlorurot, maka yang
berkendaraan dianjurkan berada di belakng jenazah.
7. Pengantar dianjurkan berdiri kecuali bagi yang mendahului jenazah maka boleh
berdir atau tidak.
MENGGALI MAKAM
Tidak dibolehkan menggali kubur untuk menguburkan jenazah lain kecuali jika
sudah lama, yang menurut adat adalah rusak dan hancur jasadnya. Jika demikian
maka boleh menggalinya. Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan: apabila mayat tersebut sudah lama dikubur,
setahun misalnya, maka boleh dikuburkan mayat dalam kuburannya.
*Empat imam madzab sepakat bahwa mengubur jenazah dalam peti tidak disukai.
Kepala orang mati diletakkan di kaki kuburan, lalu ia diturunkan secara perlahan-
lahan ke dalam kubur dari arah kaki kuburan. Demikian menurut pendapat tiga
imam madzab.
HANAFI: jenazah diletakkan di sisi kubur sebelah barat (menghadap kiblat),
kemudian diturunkan ke kuburan dengan posisi melintang.
MATI DI LAUT
Orang yang mati di laut jauh dari tepi pantai, hendaknya diikatkan pada dua bilah
papan, lalu dilemparkan ke laut, jika yang mendiami tepi pantai itu adalah orang-
orang Islam. Sedangkan jika yang mendiami adalah orang kafir, maka jenazah
diikatkan pada benda yang berat, lalu dilempar ke laut agar tenggelam. Demikian
pendapat tiga imam madzab.
HANBALI: hendaknya diikat pada benda yang berat dan dilemparkan ke laut
apabila tidak mungkin dikuburkan.
MENGUBUR MAYIT
4. Setelah itu mayit di tutup dengan batu bata atau semacamnya sebagai atap bagi
mayit. Namun alngkah baiknya terlebih dahulu dikumandangkan adzan dan
iqomah, baru setelah itu ditimbun dengan tanah sebagai langkah terakhir dalam
menguburkan mayit.
5. Dianjurkan kubur itu hendaknya jangan ditambah dengan tanah selain tanah yang
digali.
Catatan:
Setelah itu mengambil tanah lagi dibacakan surat al-qodr tujuh kali
Dengan itulah qobil mengambil ibroh yang nantinya akan menjadi pegangan ummat
manusia di seluruh dunia Allah berfirman dalam surat Al-Maidah.
1. Kuburan yang disebut dengan lahd (landek, madura). Cara membuat lubang ini
adalah lubang yang dasarnya agak diperlebar seperti ukuran mayit.
2. Bentuk syaqqu (jemporean madura,). Lubang ini seperti halnya parit kemudian
dikedua sisinya dibangun dan diberi batu-bata, kemudian mayit diletakkan antara
sisi batu-bata tersebut.
Catatan:
Bagi orang yang menggali kuburan hendaknya dia melebarkan galiannya sekiranya
nanti akan memudahkan orang yang akan meletakkan mayit dan ukuran dalamnya
kuburan yang digali sekitar 216 Cm.
Bentuk Kubur
Kubur itu supaya ditinggikan kira-kira satu jengkal, agar kubur dapat dikenal,
diziarahi dan dimulyakan. Ibnu hibban menceritakan bahwa kubur rasul juga
demikian. Sekarang apakah diperbolehkan melapisi kubur dengan tanah liat? Imam
Haramain dan Imam Ghazali mengatakan tidak boleh. Yang demikian itu tidak
disebutkan oleh kebanyakan ulama` madzhab syafi`I, bahwa beliau mengatakan
tidak mengapa melapisi kubur dengan tanah liat.
Adapun membangun, mengecet dan menulisi kuburan hukumnya makruh, hal ini
apabila milik sendiri, maka seandainya ada orang yang mendirikan bangunan di atas
kubur berupa kubah, bumbung atau pagar keliling hukumnya ditafsil. Jika ditanah
pekuburan untuk umum (yang diwaqafkan) maka boleh dirobohkan. Sebab
mendirikan bangunan pada tanah tersebut hukumnya haram.
Sedangkan menulis nama atau nasab dikubur dengan tujuan agar dikenal, diziarahi
dan dimuliakan maka hukumnya boleh. Dengan catatan sekedar kebutuhan. Apalagi
makam-makam para nabi, ulama` dan orang sholeh. Karena tanpa adanya pengenal
tidak akan diketahui ketika mengalami pergeseran waktu yang pada akhirnya tidak
diketahui pula bahwa makam itu adalah makam orang sholeh yang seyogyanya
diziarahi karena adanya anjuran.
Catatan:
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa membangun kubur diatas tanah yang
diwaqafkan hukumnya haran tanpaq adanya pengecualian, tapi ada sebagian ulama`
yang berpendapat bahwa membangun kubur diatas tanah yang diwaqafkan
hukmnya boleh bagi para nabi, syuhada` dan orang-orang sholeh, sekalipun
berbentuk qubah. Tujuannya untuk menghidupkan peziarah yang memang
dianjurkan.
MERATAKAN KUBURAN
Menurut sunnah, kuburan diratakan, dan inilah yang lebih utama menurut pendapat
madzab SYAFI-I yang paling kuat.
HANAFI, MALIKI, dan HANBALI: yang lebih utama ditinggikan tanah di atas
kubur, karena meratakannya itu telah menjadi syi’ar orang Syi’ah.
TA'ZIYAH
Empat imam madzab sepakat bahwa ta'ziyah (melayat) hukumnya adalah sunnah.
Tetapi di antara mereka terjadi perbedaan pendapat tentang waktunya.
HANAFI: ta'ziyah hanya disunnahkan sebelum jenazah dikuburkan, tidak berlaku
sesudahnya.
SYAFI-I dan HANBALI: ta'ziyah disunnahkan sebelum jenazah dimakamkan dan
tiga hari sesudahnya.
Ats-Tsauri berpendapat: tidak ada takziyah setelah jenazah dimakamkan.
BANGUNAN MAKAM
Empat imam madzab sepakat tentang kemustahaban memberi tanda dengan bata
atau bambu di atas kuburan. Tetapi hal itu makruh jika berupa tembok dan kayu.
Menurut tiga imam madzab tidak boleh membangun bangunan di atas kuburan,
tidak boleh dikapur. Tetapi HANAFI membolehkannya.
Menurut madzab Ahlus sunnah, siapapun dapat menjadikan pahala amalnya untuk
orang lain berdasarkan hadits dari al-Khats’amiyah.
Ibn ash-Shalah, seorang ulama madzab SYAFI-I mengatakan: tentang
menghadiahkan bacaan al-Qur’an terdapat perbedaan pendapat di antara ahli fiqih.
Kebanyakan dari mereka membolehkan. Sebaiknya jika menghendaki yang
demikian, hendaknya mengucapkan:
Oleh karena itu, biasakanlah doa tersebut. Tidak ada perbedaan tentang manfaat
doa dan sampainya doa tersebut kepada mayat. Orang yang suka berbuat kebaikan
telah mendapatkan berkah dalam menyampaikan bacaan al-Qur’an dan doa-doa
kepada orang-orang yang meninggal.
Talqin
Apalagi bagi orang kritis yang dihadapkan pada suatu pilihan yang menetukan
untung rugi seseorang, maka mengingatkan pada kematian dengan cara talqin
sangatlah dianjurkan.
Yang kedua inilah yang dimaksudkan pada pembahasan talqin. Talqin yang kedua
tidak ada kesepakatan di antara empat madzhab. Sedangkan talqin bentuk pertama
semua ulama` mufakat tetang di sunnahkannya karena adanya hadits nabi SAW:
” من كان ﺃﺧر كﻼمه ﻻاله اﻻ الله: مﻊ ﺧبر الﺼحيﺢ, ) لقنو موتاكم ﻻ اله اﻻ الله ( اى من ﺣﻀره الميﺖ
“ ﺩﺧل الﺞنة
Agar kalimat tauhid menjadi ucapan terakhir baginya yang akhirnya bisa
memasukkan kedalam surga.
Langsung dengan lafadz “ ” ﻻ اله اﻻ اللهkecuali orang kafir, maka bagi mereka harus
dengan lafadz penyaksian seperti “ ” ﺃﺷﻬﺪdan sebaginya, karena tidak dianggap syah
islamnya tanpa adanya lafadz itu, selain itu harus di barengi dengan lafadz “ محمﺪ
” رسول الله. Jadi menalqin orang kafir harus dengan lafadz:
• Jangan sekali kali menalqin dengan lafadz yang tidak ada hubungannya dengan
tauhid seperti lafadz “ ( ” قلkatakanlah) dan sebagainya.
• Hendaklah jangan sampai salah menalqin
• Apabila sudah mengikuti apa yang ditalqin, sebaiknya jangan ditalqin dulu selama
tidak bicara dengan kata-kata yang lain, kecuali apabila ia hendak berbicara dengan
kata-kata selain penyaksian tersebut. Waktu itulah baru ia ditalqin lagi agar kalimat
tauhid menjadi kata terakhir baginya.
Menalqin mayit setelah dikubur hendaklah:
• Penalqin hendaklah duduk menghadap kearah kepala mayit
• Hadirin hendaknya berdiri ketika talqin dibacakan.
• Penalqin hendaknya memanggil dengan nama ibunya atau ibu hawa (kalau ibunya
tidak diketahui) seperti “ ﻳا عبﺪ الله ابن ﻓاﻃمةatau ﻳا عبﺪ الله ابن ﺣواﺀ
• Lafadz talqin apabila perempuan maka dhomirnya dirubah muaanats begitu juga
sebalkinya seperti: ﺃذكرmenjadi “ menjadi “ ( ” ﺃذكرﻱinagtlah).
• Talqin hendaknya diulang tiga kali.
• Mayit hendaknya dimintai penyaksian baik kepada para hadirin seperti kata orang
yang menalqin kepada para hadirin. “sekarang saya minta kesaksian kepada para
hadirin bahwa mayit ini baik maka insyaallah ia akan baik. Apakah hadirin
menyaksikan mayit ini baik.
PEMBAHASAN
Warisan merupakan segala sesuatu peninggalan (bisa asset dan bisa utang) yang
ditinggalkan oleh pewaris (orang yang meninggal) dan diwasiatkann kepada Ahli
waris. Wujud warisan tersebut dapat berupa harta (harta yang bergerak dan harta
tidak bergerak) dan termasuk juga diwarisi utang (kewajiban). Harta yang bergerak
seperti kendaraan, logam mulia, sertifikat deposito dan lain sebagainya. Harta tidak
bergerak seperti rumah dan tanah. Utang seperti utang kepada pihak ke bank,
saudara dan lain sebagainya.
A. Pengertian Waris Menurut Para Ahli
a. Menurut Iman Sudiyat
Hukum waris adat meliputi aturan aturan-aturan dan keputusan-keputusan
hukum yang bertalian dengan proses penerus/pengoperan dan
peralihan/perpindahan harta kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke
generasi.
b. Menurut Prof Ali Afandi SH
Hukum waris ialah hukum yang mengatur tentang kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya.
c. Menurut H. Abdullah Syah, 1994
Hukum waris menurut istilah bahasa ialah takdir “qadar/ketentuan dan pada
sya’ra ialah bagian-bagian yang diqadarkan/ditentukan bagi waris.
َﺼيﺐ ِل ِلر َجا ِل ِ َﺴا ٓ ِء َو ۡٱﻷ َ ۡق َربُونَ ۡٱل َوٲ ِلﺪ
ِ ان ت ََرﻙَ ِم َّما ن َ َﺼيﺐ َو ِل ِلن ِ ََكث ُ َر ﺃ َ ۡو ِم ۡنهُ قَ َّل ِم َّما َو ۡٱﻷ َ ۡق َربُونَ ۡٱل َوٲ ِلﺪ
ِ ان ت ََرﻙَ ِم َّما ن
ۚ َﺼيبا ِ ( َّم ۡف ُروﺿا ن٧)
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
ُوصي ُﻜ ُم
ِ ٱّللُ ﻳ َّ ﺴآء ُك َّن ﻓَﺈِن ۚ ۡٱﻷُنثَيَ ۡي ِن َﺣ ِظ ِم ۡث ُل ِللذَّك َِر ۚﺃَ ۡولَ ٰـ ِﺪڪ ُۡم ﻓِ ٓى َ ِكَان َۡﺖ َوإِن ۚت ََرﻙَ َما ﺛُلُثَا ﻓَلَ ُﻬ َّن ۡٱﺛنَت َۡي ِن ﻓَ ۡوقَ ن
ٲﺣﺪَﺓ ِ ﻒ ﻓَلَ َﻬا َو ُ ۡٲﺣ ٍﺪ ِل ُﻜ ِل َو ِﻷَبَ َو ۡﻳ ِه ۚٱلنِﺼ ِ ُس ِم ۡن ُہ َما َو
ُ ﺴﺪ ُّ ۥۤ َو َو ِرﺛَهُ َولَﺪ ۥ لَّهُ ﻳَ ُﻜن لَّ ۡم ﻓَﺈِن ۚ َولَﺪ ۥ لَهُ َكانَ إِن ت ََرﻙَ ِم َّما ٱل
ُﺚ ﻓَ ِِل ُ ِم ِه ﺃَبَ َواهُ ُُس ﻓَ ِِل ُ ِم ِه إِ ۡﺧ َوﺓ ۥۤ لَهُ َكانَ ﻓَﺈِن ۚٱلثُّلُ ﺴﺪُّ صيَّ ٍة َبعۡ ِﺪ ِمن ۚٱل ِ ُوصى َو ِ َﻻ َوﺃ َ ۡبنَا ٓ ُؤ ُك ۡم َءابَآؤُ ُك ۡم ۚﺩَ ۡﻳ ٍن ﺃ َ ۡو بِ َہا ٓ ﻳ
َﻀة ۚن َۡفعا لَ ُﻜ ۡم ﺃَ ۡق َرﺏُ ﺃَﻳُّ ُﻬ ۡم ت َۡﺪ ُرون
َ ٱّللِ ِمنَ ﻓَ ِرﻳ َّ ۚ ٱّللَ إِ َّن
َّ َ( َﺣ ِﻜيما َع ِليما َكان١١) ۞
ﻒ َولَڪ ُۡم ُ ۡڪ ُم َو َلﺪ لَ ُﻬ َّن ڪَانَ َﻓﺈِن ۚ َولَﺪ َّل ُﻬ َّن ﻳَ ُﻜن َّل ۡم ِإن ﺃ َ ۡﺯ َوٲ ُجڪ ُۡم ت ََرﻙَ َما نِﺼ ُ َٱلربُ ُﻊ ﻓَل
ُّ ڪنَ ِم َّما ۡ بَعۡ ِﺪ ِمن ۚت ََر
صيَّ ٍة ِ ُوصينَ َو َ ۡ َّ َّ
ُّ ِم َّما ٱلث ُّ ُمنُ ﻓَلَ ُﻬ َّن َولَﺪ لَڪ ُۡم ڪَانَ ﻓَﺈِن ۚ َولَﺪ ل ُﻜ ۡم ﻳَڪُن ل ۡم ِإن ت ََركت ُ ۡم ِم َّما
ِ ٱلربُ ُﻊ َولَ ُﻬ َّن ۚﺩَ ۡﻳ ٍن ﺃ ۡو ِب َﻬا ٓ ﻳ
ڪتُم ۡ صيَّ ٍة بَعۡ ِﺪ ِمن ۚت ََر ِ صونَ َو ُ ث َر ُجل َكانَ َو ِإن ۚﺩَ ۡﻳ ٍن ﺃ َ ۡو ِب َﻬا ٓ تُو ُ ُور َ ﻓَ ِل ُﻜ ِل ﺃ ُ ۡﺧﺖ ﺃ َ ۡو ﺃَخ ۥۤ َولَهُ ۡٱم َرﺃَﺓ ﺃ َ ِو
َ ڪلَ ٰـلَة ﻳ
ٲﺣ ٍﺪ ِ ُس ِم ۡن ُﻬ َما َو
ُ ﺴﺪ ُّ ڪانُ ٓواْ ﻓَﺈِن ۚٱل َ ڪثَ َر ۡ َ ڪا ٓ ُء ﻓَ ُﻬ ۡم ذَٲلِﻚَ ِمن ﺃ ُ ﺚ ﻓِى
َ ﺷ َر ِ ُصيَّ ٍة بَعۡ ِﺪ ِمن ۚٱلثُّل
ِ ص ٰى َو َ ﺩَ ۡﻳ ٍن ﺃ َ ۡو بِ َہا ٓ ﻳُو
ﻀا ٓ ٍر ﻏ َۡي َر
َ صيَّة ۚ ُم ِ ٱّللِ ِمنَ َو َّ ۚ ُٱّلل
َّ ( َﺣ ِليم َع ِليم َو١٢)
A. Pada ayat ke-7 dalam surat an-Nisaa’ Allah Ta’ala menyebutkan tentang hak
bagian harta warisan dari orang tua dan karib kerabat bagi laki-laki dan
perempuan.
َﺼيﺐ ِل ِلر َجا ِل ِ َاء َو ْاﻷ َ ْق َربُونَ ْال َوا ِلﺪ
ِ ان ت ََرﻙَ ِم َّما ن ِ ﺴَ َِﺼيﺐ َو ِللن ِ َﺃ َ ْو ِم ْنهُ قَ َّل ِم َّما َو ْاﻷ َ ْق َربُونَ ْال َوا ِلﺪ
ِ ان ت ََرﻙَ ِم َّما ن
َﺼيبا ۚ َكث ُ َر ِ َّم ْف ُروﺿا ن
Artinya, “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan.” (QS. An-Nisaa : 7)
B. Pada ayat ke-11 Allah Ta’ala bercerita tentang bagian yang di dapat dari harta
warisan oleh Ushul (kerabat atas si mayit, seperti, ayah, ibu, kakek dst ke atas)
dan Furu’ (kerabat bawah si mayit, seperti, anak dan cucu dst ke bawah).
ُوصي ُﻜ ُم َّ ﺴاء ُك َّن ﻓَﺈِن ۚ ْاﻷُنثَ َيي ِْن َﺣ ِظ ِمثْ ُل ِللذَّك َِر ۚ ﺃَ ْو َﻻ ِﺩ ُك ْم ﻓِﻲ
ِ ّللاُ ﻳ َ َِو ِإن ۚ ت ََرﻙَ َما ﺛُلُثَا ﻓَلَ ُﻬ َّن اﺛْنَتَي ِْن ﻓَ ْوقَ ن
َﺖْ اﺣﺪَﺓ كَان ِ ﻒ ﻓَلَ َﻬا َو
ُ ﺼ ْ ِاﺣ ٍﺪ ِل ُﻜ ِل َو ِﻷ َ َب َو ْﻳ ِه ۚ الن
ِ ُس ِم ْن ُﻬ َما َو ُ ﺴﺪ ُّ َولَﺪ لَّهُ َﻳ ُﻜن لَّ ْم ﻓَﺈِن ۚ َولَﺪ لَهُ َكانَ ِإن ت ََرﻙَ ِم َّما ال
ُ
ُﺚ ﻓَ ِِل ِم ِه ﺃَبَ َواهُ َو َو ِرﺛَه ُ
ُ ُُس ﻓَ ِِل ِم ِه ِإ ْﺧ َوﺓ لَهُ َكانَ ﻓَﺈِن ۚ الثُّل ُ ﺴﺪ ُّ صيَّ ٍة بَ ْع ِﺪ ِمن ۚ ال ِ ُوصﻲ َو ِ آبَا ُؤ ُك ْم ۚ ﺩَﻳ ٍْن ﺃ َ ْو ِب َﻬا ﻳ
ﻀة ۚ نَ ْفعا لَ ُﻜ ْم ﺃَ ْق َرﺏُ ﺃَﻳُّ ُﻬ ْم تَﺪ ُْرونَ َﻻ َوﺃ َ ْبنَا ُؤ ُك ْم َ ّللاِ ِمنَ ﻓَ ِرﻳ َّ ۚ ّللاَ ِإ َّن
َّ ََﺣ ِﻜيما َع ِليما َكان
ﻒ َولَ ُﻜ ْم ْ ِالربُ ُﻊ ﻓَلَ ُﻜ ُم َولَﺪ َل ُﻬ َّن َكانَ ﻓَﺈِن ۚ َولَﺪ لَّ ُﻬ َّن ﻳَ ُﻜن لَّ ْم إِن ﺃ َ ْﺯ َوا ُج ُﻜ ْم ت ََرﻙَ َما ن
ُ ﺼ ُّ بَ ْع ِﺪ ِمن ۚ ت ََر ْكنَ ِم َّما
صيَّ ٍةِ ُوصينَ َو َ َ
ِ الربُ ُﻊ َول ُﻬ َّن ۚ ﺩَﻳ ٍْن ﺃ ْو بِ َﻬا ﻳ َّ َّ
ُّ ِم َّما الث ُّ ُمنُ ﻓَلَ ُﻬ َّن َولَﺪ لَ ُﻜ ْم َكانَ ﻓَﺈِن ۚ َولﺪ ل ُﻜ ْم ﻳَ ُﻜن ل ْم إِن ت ََر ْكت ُ ْم ِم َّما
َ
صيَّ ٍة َب ْع ِﺪ ِمن ۚ ت ََر ْكتُم ِ صونَ َو ُ ث َر ُجل َكانَ َوإِن ۚ ﺩَﻳ ٍْن ﺃَ ْو بِ َﻬا تُو َ اﺣ ٍﺪ ﻓَ ِل ُﻜ ِل ﺃ ُ ْﺧﺖ ﺃ َ ْو ﺃَخ َولَه ُ ا ْم َرﺃَﺓ ﺃ َ ِو ك ََﻼلَة ﻳ
ُ ُور ِ َو
ُس ِم ْن ُﻬ َما ُ ﺴﺪ َ ْ َ ٰ
ُّ ﺷ َركَا ُء ﻓَ ُﻬ ْم ذَلِﻚَ ِمن ﺃكث َر كَانُوا ﻓَﺈِن ۚ ال ُ ﺚ ﻓِﻲ ُ ُّ
ِ صيَّ ٍة بَ ْع ِﺪ ِمن ۚ الثلِ ص ٰى َو َ
َ ار َﻏي َْر ﺩَﻳ ٍْن ﺃ ْو بِ َﻬا ﻳُو ٍ ﻀ َ ُم
ۚ صيَّة َّ ۚ ُّللا
ِ ّللاِ ِمنَ َو َّ َﺣ ِليم َع ِليم َو
Artinya, “Dan bagianmu (suami-suami) adalah 1/2 dari harta yang ditinggalkan
oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya setelah
(dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri
memperoleh 1/4 harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika
kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu
tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar)
hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu 1/6 harta. tetapi jika saudara-
saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian
yang 1/3 itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah di bayar)
hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan
Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An-Nisaa : 12)
D. Pada Firman Allah Ta’ala pada surat an-Nisaa’ ayat ke-176 Allah Ta’ala
menyebutkan tentang bagian harta warisan bagi saudar/I kandung dan
saudar/saudari seayah.
(عليه متفﻖ) ذكر رجل ﻷولى ﻓﻬو بقﻲ ﻓما بﺄهلﻬا الفرائﺾ ﺃلحقوا
Yang dimaksud dengan wala’ pada hadits di atas adalah berkeitan dengan harta
warisan yang ditinggalkan oleh mantan seorang budak yang di tetapkan oleh
Rasulullah menjadi milik orang yang membebaskannya jika tidak ada ‘ashabah dari
keluarganya.
G. Kemudian Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menyebutkan hak yang akan di dapat
oleh karib kerabat mayit yang tidak termasuk kedalam ashabul furud dan
‘ashabah. Ketika seorang mayit tidak memiliki ashabul furud dan ‘ashabah
yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisannya.
Artinya, “Paman dari jalur ibu mewarisi orang yang tidak memiliki pewaris.”
(HR. al-Baihaqi)
1.3 Syarat dan Rukun Waris
Dalam hal ini penulis menemukan tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh
para ulama, tiga syarat tersebut adalah:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya
dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.
2. Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal
dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing (Daud Ali,
1990:40).
Hadis Waris
Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabdam”Bagikanlah
harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak
laki-laki yang paling utama. ” (HR Bukhari)
َ ُ ﺯَ ْﻳ ٍﺪ ب ِْن ﺃt سو ُل قَا َل قَا َل
سا َمةَ َع ْن ُ ال ُم ْﺴ ِل َم الﻜَاﻓِ ُر َوﻻَ الﻜاَﻓِ َر ال ُم ْﺴ ِل ُم ﻳَ ِر
ُ هللاِ َرr َث ﻻ
Dari Usamah bin zaid radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,”Seorang muslim tidak mendapat warisan dari orang kafir dan orang kafir
tidak mendapat warisan dari seorang muslim. (HR Jamaah kecuali An-Nasai)
Adapun rukun waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Rukun
waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal
dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam:
a) Mati Haqiqy (mati sejati).
Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa
membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang
banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan
nyata.
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, ‘ Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Bagilah harta
pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah’.” (HR. Muslim dan
Abu Dawud):
Pasal 175
(2). Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya
terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa
pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah
testament atau wasiat.
1. Erfstelling, yaitu suatu penunjukan satu atau beberapa orang menjadi ahli waris
untuk mendapatkan sebagian atau keseluruhan harta peninggalan. Orang yang
ditunjuk dinamakan testamentair erfgenaam (ahli waris menurut wasiat).
2. Legaat, adalah pemberian hak kepada seseorang atas dasar tastement atau wasiat
yang khusus. Pemberian itu dapat berupa :
Ia harus mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari
harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan
warisan.
Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akte
jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris dan
perbuatan tersebut harus mencerminkan perbuatan penerimaan terhadap warisan
Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri ditempat waris terbuka.
Akibat yang terpenting dalam warisan secara beneficare ini adalah bahwa
kewajiban untuk melunasi hutang – hutang dan beban lain si pewaris dibatasi
dalam hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran
hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta
bendanya.
untuk harga benda – benda yang bergerak beserta benda – benda yang tak bergerak
yang tidak diserahkan kepada orang – orang berpiutang yang memegang hypothek.
jika barang – barang warisan dijual dan sampai berapa persen piutang – piutang dan
legaten itu dapat dipenuhi.
a. Anak laki-laki
2) Sebagai ‘ashabah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan akan
memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada anak perempuan,
maka bagiannya adalah dua kali bagian perempuan.
1) Jika tidak terhijab, ia sebagai ‘ashabah binafsih; bisa memperoleh seluruh sisa
warisan, jika tak ada cucu perempuan dari anak laki-laki; jika ada cucu perempuan
(dari anak laki-laki), bagiannya dua kali bagian cucu perempuan.
c. Bapak
Kemungkinan memperoleh warisan:
2) 1/6 bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki.
3) 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan.
4) ‘Ashabah, jika tidak ada anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan.
3) 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak atau cucu perempuan.
1) Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki
atau bapak.
3) 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun perempuan.
1) Bisa terhijan hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,
bapak, saudara laki-laki sekandung atau saudara perempuan sekandung.
2) ‘Ashabah binafsih.
3) 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki maupun
perempuan.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari saudara
sebapak, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak
laki-laki paman sebapak
i. Suami
j. Anak perempuan
3) 2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki.
1) Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan atau lebih.
2) 1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang anak
perempuan.
3) 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki atau seorang
anak perempuan.
4) 1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
l. Ibu
1) Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih.
2) 1/3 bagian jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau lebih.
3) 1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli waris terdiri
dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibu dan bapak.
4) 1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih.
m. Nenek
2) 1/6 bagian (untuk seorang atau dua orang nenek) jika ada anak, ibu atau
bapak).
1) Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,
bapak.
2) 1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan atau
saudara laki-laki sekandung.
3) 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak, cucu perempuan,
atau saudara laki-laki sekandung.
5) Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki-laki kandung, tapi ada
ahli waris anak perempuan, atau cucu perempuan, atau anak, dan cucu perempuan.
1) Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, dua orang
atau lebih saudara perempuan kandung atau saudara perempuan kandung bersama
anak/cucu perempuan.
2) 1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudaara laki-laki, bapak, anak, cucu
perempuan atau saudara perempuan kandung.
3) 2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris anak,
cucu perempuan, saudaara laki-laki sebapak atau saudara perempuan sekandung.
4) 1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak ada
anak, cucu perempuan atau saudara laki-laki sebapak.
6) ‘Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki-laki sebapak, atau saudara
perempuan kandung. Tetapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan.
1) Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki
dari anak laki-laki, cucu perempuan dari anak laki-laki, bapak, atau kakek dari
pihak bapak.
q. Istri
2) ¼ bagian, jika tidak ada anak atau cucu, baik laki-laki maupun perempuan.
3) 1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan.
Contoh 2
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: istri, ibu, bapak, 2 anak laki-laki. Maka;
Istri, 1/8 x 24.000 = 3.000
Ibu, 1/6 x 24.000 = 4.000
Bapak, 1/6 x 24.000 = 4.000
2 Anak Laki-laki, ashabah = 13.000 (atau 6.500/Anak)
Contoh 3
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: bapak, kakek dan anak perempuan. Maka;
Bapak, 1/6 x 24.000 = 4.000
Anak Perempuan, 1/2 x 24.000 = 12.000
Sisanya diberikan kepada bapak sebagai ashabah
Kakek, mahjub
Contoh 4
Harta waris Rp 15.000,-. Ahli waris: suami, bapak dan ibu. Maka;
Suami, 1/2 x 15.000 = 7.500
Ibu, 1/3 x (15.000 - 7.500) = 2.500
Bapak, ashabah
Contoh 5
Harta waris Rp 160.000,-. Ahli waris: kakek, nenek, 2 orang istri. Maka;
2 Istri, 1/4 x 160.000 = 40.000 (atau 20.000/Istri)
Nenek, 1/3 x (160.000 - 40.000) = 40.000
Kakek, ashabah
Pendapat inilah yang difatwakan oleh sahabat ‘Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi
Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, juga Abu Hanifah, Ahmad bin
Hanbal, serta generasi akhir dari kalangan mazhab Maliki dan Syafi’i.1 Demikian
pula yang dipilih Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, dan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. (Lihat Al-
Fawaidul Jaliyyah Fil Mabahits Al-Faradhiyyah, hal. 102, program Al-Maktabah
Asy-Syamilah II, Tashilul Faraidh, hal. 73 dan At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah Fil
Mabahits Al-Faradhiyyah, hal. 263-264)
Siapa sajakah yang termasuk dzawil arham itu?
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Mereka ada sebelas jenis:
1) Para cucu dari anak-anak perempuan dan anak-anak para cucu perempuan dari
anak lelaki (cicit) dan ke bawahnya.
2) Anak saudara perempuan secara mutlak; sekandung, sebapak saja dan seibu saja
(keponakan).
3) Anak perempuan dari saudara lelaki; sekandung dan sebapak saja, tidak termasuk
yang seibu (keponakan) dan para cucu perempuan dari jalur anak lelaki saudara
tersebut.
4) Anak saudara seibu (keponakan).
5) Paman (seibu); baik paman (saudara bapak yang seibu) dari si mayit, paman
bapak (saudara kakek seibu) dari si mayit atau paman kakek (saudara buyut lelaki
seibu) dari si mayit.
6) Bibi dari jalur bapak secara umum; baik bibi dari jalur bapak si mayit, bibi kedua
orangtua si mayit dari jalur bapaknya masing-masing, bibi dari kakek si mayit dari
jalur bapaknya (saudara perempuan buyut lelaki dari kakek) ataupun bibi dari nenek
si mayit dari jalur bapaknya (saudara perempuan buyut lelaki dari nenek).
7) Anak perempuan paman dari jalur bapak; baik yang sekandung, sebapak saja
ataupun seibu saja (saudara sepupu).
8) Paman dan bibi (saudara-saudara ibu; baik yang sekandung, sebapak saja
ataupun seibu saja).
9) Para kakek yang bukan termasuk ahli waris, baik dari jalur ibu maupun jalur
bapak. Seperti bapaknya ibu (kakek) dan juga bapaknya nenek (buyut lelaki) dari
jalur bapak, dsb.
10) Para nenek yang bukan dari ahli waris, baik dari jalur ibu maupun jalur bapak.
Seperti; Ibunya kakek (buyut perempuan) dari jalur ibu dan ibunya buyut lelaki
menurut pendapat yang memasukkan keduanya ke dalam dzawil arham, dsb.
11) Semua kerabat yang mempunyai keterkaitan dengan si mayit melalui
(perantara) sepuluh jenis yang telah disebutkan sebelumnya.” (Lihat Al-Fawaidul
Jaliyyah Fil Mabahits Al-Faradhiyyah, hal. 102, program Al-Maktabah Asy-
Syamilah II)
2. Di antara hikmah dilebihkannya jatah waris anak lelaki dua kali lipat dari jatah
waris anak perempuan
Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi t berkata: Firman Allah l:
“Allah mensyariatkan bagi kalian tentang (pembagian harta waris untuk) anak-anak
kalian. Yaitu: bagian (jatah) seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan.” (An-Nisa’: 11)
di dalamnya memang tidak disebutkan hikmah dilebihkannya jatah waris anak
lelaki atas jatah waris anak perempuan, sementara status keduanya sama dalam hal
kekerabatannya dengan si mayit. Akan tetapi pada bagian lain dari Al-Qur’an Allah
l telah mengisyaratkannya, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa’:
34)
Hal itu disebabkan bahwa seorang (lelaki) yang bertanggung jawab terhadap
perempuan (istri) yang dipimpinnya dan dituntut untuk selalu menafkahinya, maka
(harta)nya dimungkinkan selalu berkurang. Sedangkan si perempuan (istri) yang
selalu dipimpin dan dinafkahi tersebut, hartanya ada harapan terus bertambah. (Atas
dasar itu) amat jelas sekali hikmah dilebihkannya jatah waris anak lelaki atas jatah
waris anak perempuan, yaitu untuk menutup segala kekurangan pada harta anak
lelaki yang dimungkinkan selalu terancam berkurang tersebut.
1.9 Hikmah Waris
Dalam pembagian waris kita mengetahui bahwa dengan adanya pembagian
waris mengandung sebuah hikmah atau manfaat untuk kita sendiri maupun
oranglain. Ada beberapa hikmah dalam membagikan harta menurut hukum waris.
Sistem pembagian harta warisan masyarakat jahiliyah di atas tentu saja sangat
tidak adil. Sejak datangnya Islam, pembagian harta waris memiliki ketentuan
dan ukuranya masing masing yang dibagi dengan berlandaskan keadilan. Allah
subhanahu wa ta’ala sangat membenci kedzaliman bahkan Dia
mengaharamkan untuk Dirinya sendiri.
eadilan hukum yang sudah disyariatkan ini, berdasarkan Allah swt, Pencipta
dan Pengatur alam semesta ini, bukan keadilan berdasarkan akal manusia yang
amat sangat terbatas.
Dalam hukum waris, Allah menentukan bahwa bagian anak laki-laki setara
dengan dua anak perempuan, ini karena kodrat laki-laki diciptakan sebagai
pemimpin untuk kaum hawa. Laki-laki berkewajiban memimpin, menjaga dan
menafkahi kaum wanita. Dengan demikian, ysriat ini memenuhi unsur keadilan
yang tidak perlu dikhawatirkan.
“Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian lainnya (kaum
wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) memberikan nafkah dari hartanya.”
(QS. An-Nisa: 34)
Sebelum turun ayat Alquran yang mengatur tentang waris, di awal perkembangan
Islam masih berlaku landasan pengangkatan anak dan sumpah setia untuk dapat
mewarisi. ‘’Lalu berlaku alasan ikut hijrah serta alasan dipersaudarakannya sahabat
Muhajirin dan Ansar,’’ papar Dja’far.
Yang dimaksud dengan alasan ikut hijrah, papar Dja’far, adalah jika seorang
sahabat Muhajirin wafat, maka yang mewarisinya adalah keluarga yang ikut hijrah.
Sedangkan, kerabat yang tak ikut hijrah tak mewaris. Jika tak ada satupun
kerabatnya yang ikut hijrah, maka sahabat Ansar-lah yang akan mewarisinya.
Warisan atas alasan pengangkatan anak juga telah dihapuskan sejak awal
kedatangan Islam. Menurut Dja’far, hal itu mulai diberlakukan sejak turunnya
Firman Allah SWT yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
menghapus akibat hukum yang timbul dari pengangkatan Zaid bin Haris sebagai
anak angkatnya. (QS 33:5, 37, dan 40).
Di zaman sebelum turunnya ayat waris, Rasulullah SAW kedatangan istri Sa’ad bin
ar-Rabi bersama dua anak perempuannya. Ia lalu berkata, ‘’Ya Rasulullah, ini dua
anak Sa’ad bin ar-Rabi yang mati syahid pada Perang Uhud bersamamu. Paman
mereka merampas semua harta mereka tanpa member bagian sedikitpun.’’
Tak lama setelah itu, turunlah ayat tentang waris dalam surah an-Nisa ayat 11.
Setelah turunnya ayat-ayat tentang waris itu, maka jelaslah orang-orang yang
berhak menjadi ahli waris (Ashab al-Furudl). Semua pihak -- laki-laki, perempuan,
anak, ibu, bapak, suami, istri, saudara kandung, saudara sebapak, saudara seibu,
kakek, nenek, dan cucu-- memiliki bagian dalam waris.
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘’Pelajarilah ilmu waris
dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu waris adalah ilmu
yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku.’’ (HR Ibnu
Majah dan Daruquthni).
Ilmu waris merupakan ilmu yang pertama kali diangkat dari umat Islam. Cara
mengangkatnya adalah dengan mewafatkan para ulama yang ahli dalam bidang ini.
Orang yang paling menguasai ilmu waris di antara umat Rasulullah SAW adalah
Zaid bin Tsabit.
‘’Tak heran para imam mazhab menjadikan Ziad bin Tsabit sebagai rujukan dalam
ilmu waris,’’ ungkap Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah dalam Ahkamul
Mawarits: 1.400 Mas’alah Miratsiyah.
ِ ﺴاء ُك َّن ﻓَﺈِن اﻷُنثَيَي ِْن َﺣ ِظ ِمثْ ُل ِللذَّك َِر ﺃَ ْوﻻَ ِﺩ ُك ْم ﻓِﻲ ّللاُ ﻳ
ُوصي ُﻜ ُم َ َِﺖ َوإِن ت ََرﻙَ َما ﺛُلُثَا ﻓَلَ ُﻬ َّن اﺛْنَتَي ِْن ﻓَ ْوقَ ن
ْ اﺣﺪَﺓ كَان
ِ َو
َ
ﻒ ﻓَل َﻬاُ ﺼ
ْ ِالن
Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’ : 11)
.ﻒ َولَ ُﻜ ْمُ ﺼ ْ ِالربُ ُﻊ ﻓَلَ ُﻜ ُم َولَﺪ لَ ُﻬ َّن َكانَ ﻓَﺈِن َولَﺪ لَّ ُﻬ َّن َﻳ ُﻜن لَّ ْم ِإن ﺃ َ ْﺯ َوا ُج ُﻜ ْم ت ََرﻙَ َما ن
ُّ ص َّي ٍة َب ْع ِﺪ ِمن ت ََر ْكنَ ِم َّما
ِ ُوصينَ َو ِ ﻳ
الربُ ُﻊ َولَ ُﻬ َّن ﺩَﻳ ٍْن ﺃَ ْو ِب َﻬا
ُّ صيَّ ٍة َب ْع ِﺪ ِمن ت ََر ْكتُم ِم َّما الث ُّ ُمنُ ﻓَلَ ُﻬ َّن َولَﺪ لَ ُﻜ ْم َكانَ ﻓَﺈِن َولَﺪ لَّ ُﻜ ْم ﻳَ ُﻜن لَّ ْم ِإن ت ََر ْكت ُ ْم ِم َّماِ َو
َصون ُ ﺩَﻳ ٍْن ﺃَ ْو ِب َﻬا تُو
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.Paraistri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika
kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar utang-utangmu. (QS. An-Nisa’ : 12)
Kalalah lainnya adalah seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
saudara perempuan.
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Warisan merupakan
segala sesuatu peninggalan (bisa asset dan bisa utang) yang ditinggalkan oleh
pewaris (orang yang meninggal) dan diwasiatkann kepada Ahli waris.
Terdapat 25 ahli waris yang diatur dalam ketentuan hukum waris islam,yang
dapat mewarisi harta pewaris yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang
perempuan.
1. Anak laki-laki
3. Ayah
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan
dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun,
korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka
sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman,
virus atau parasit.
B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas
saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi dan bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan latihan ,
alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,
Jakarta.:Depkes RI
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996