Anda di halaman 1dari 44

KUMPULAN YURISPRUDENSI PERKARA PERDATA

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Sumber:

1. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. 2007.


2. CD Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 1969-2008.
3. Himpunan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun
1969-1991. Mahkamah Agung RI. 1993
4. Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia II Hukum Perdata dan Acara
Perdata. Proyek Yurisprudensi Mahkamah Agung. Penanggung Jawab: Purwoto. S.
Gandasubrata. 1977.

Compiled by Ade Firman Fathony, SHI., MSI.

1
DAFTAR ISI

1. Yurisprudensi Surat Gugatan ............................................................ 3


2. Yurisprudensi Cara Mengajukan Gugatan Dan Perubahan .......... 7
3. Yurisprudensi Surat Kuasa ................................................................ 9
4. Yurisprudensi Tentang Gugatan Rekonpensi .................................. 13
5. Yurisprudensi Tentang Subyek Hukum (Para Pihak) Dalam
Gugatan Perkara. ................................................................................ 16
6. Yurisprudensi Bukti Sumpah............................................................. 25
7. Yurisprudensi Alat Bukti Saksi ......................................................... 27
8. Yurisprudensi Kekuatan Pembuktian Akta ..................................... 29
9. Yurisprudensi Penggabungan Gugatan ............................................ 31
10. Yurisprudensi Kekuatan Pembuktian Akta ..................................... 34
11. Yurisprudensi Hukum Acara Perdata .............................................. 36
12. Yurisprudensi Perdata Agama........................................................... 38
13. Yurisprudensi Waris .......................................................................... 42
14. Yurisprudensi Hibah .......................................................................... 44

1
YURISPRUDENSI SURAT GUGATAN

1. Putusan MA-RI No. 840.K/Sip/1975, tanggal 4 Juli 1978:


Surat gugatan bukan merupakan Akta Dibawah Tangan, maka surat gugata tidak
terikat pada Ketentuan-ketentuan Ps. 286 (2) Rbg. Jo. Stb. 1916-46 jo. Stb. 1919-
776;

2. Putusan MA-RI No. 769.K/Sip/1975, tanggal 24 Agustus 1978:


Gugatan bercap jempol yang tidak dilegalisir, berdasarkan Yurisprudensi
bukanlah batal menurut hukum, tetapi selalu dikembalikan untuk dilegalisasi
kemudian;

3. Putusan MA-Ri No. 1149.K/Sip/1975, tanggal 17 April 1979;


Karena surat gugatan tidak disebutkan dengan jelas letak/batas-batas tanah
sengketa, gugatan tidak dapat diterima;

4. Putusan MA-RI No. 415.K/Sip/1975, tanggal 27 Juni 1979 :


Gugatan yang ditujukan lebih dari seorang Tergugat, yang antara Tergugat-
Tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya, tidak dapat diadakan dalam satu
gugatan, tetapi masing-masing Tergugat harus digugat sendiri-sendiri;

5. Putusan MA-RI N0. 1075.K/Sip/1980 :


Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan Hukum, karena petitum bertentangan
dengan posita gugatan, gugatan tidak dapat diterima;

6. Putusan MA-RI No. 663.K/Sip/1973, tanggal 6 Agustus 1973 :


Petitum yang tidak mengenai hal yang menjadi obyek dalam perkara harus
ditolak;

7. Putusan MA-RI No. 28.K/Sip/1973, tanggal 5 Nopember 1975 :


Karena rechtfeiten yang diajukan bertentangan dengan petitum, gugatan harus
ditolak;

8. Putusan MA-RI No. 582.K/Sip/1973, tanggal 18 Desember 1975 :


Karena petitum gugatan adalah tidak jelas, gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima;

9. Putusan MA-RI No. 492.K/Sip/1970, tanggal 21 Nopember 1970 :


Gugatan yang tidak sempurna, karena tidak menyebutkan dengan jelas apa-apa
yang dituntut, harus dinyatakan tidak dapat diterima;

10. Putusan MA-RI No. 1391.K/Sip/1975, tanggal 26 April 1979 :


Karena dari gugatan Penggugat tidak jelas batas-batas dusun sengketa digugat,
hanya disebutkan (bertanda II) saja, gugatan tidak dapat diterima;

11. Putusan MA-RI N0. 439.K/Sip/1968, tanggal 8 Januari 1969 :


Tentang tuntutan pengembalian barang/harta warisan dari tangan pihak ketiga
kepada para ahli waris yang berhak, tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris;

Halaman Awal
12. Putusan MA-RI No. 6.K/Sip/1973, tanggal 21 Agustus 1973;
Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar gugatan tidak
sempurna, dalam hal ini karena hak Penggugat atas tanah sengketa tidak jelas;

13. Putusan MA-RI No. 995.K/Sip/1975, tanggal 8 Agustus 1973 :


Bahwa Terbanding semula Penggugat sebagai seorang Debitor hanya sekedar
mempunyai kewajiban-kewajiban ialah kewajiban untuk melunasi hutangnya dan
tidak mempunyai hak terhadap Kreditornya, sedangkan bagi pengajuan gugat
haruslan ada sesuatu hak yang dilanggar oleh orang lain, untuk dapat menarik
yang bersangkutan sebagai Tergugat dalam suatu proses peradilan;

14. Putusan MA-RI No. 1360.K/Sip/1979, tanggal 17 Juni 1976 :


- Pengadilan Tinggi telah terlalu formal dengan menyatakan gugatan tidak dapat
diterima, hanya karena Penggugat minta supaya tanah terperkara disahkan
menjadi hak “miliknya”, sedangkan Penggugat mendasarkan gugatannya pada
Hak Guna Usaha (HGU);
- Karena walaupun petitum menyebut milik, tetapi yang dimaksud adalah tanah
dalam Hak Guna Usaha;

15. Putusan MA-RI No. 4.K./Sip/1958, tanggal 13 Desember 1958;


Syarat materiil daripada Gugatan. Syarat Mutlak untuk menuntut seseorang di
depan Pengadilan adalah adanya perselisihan hukum antara kedua pihak;

16. Putusan MA-RI No. 763.K/Sip/1977, tanggal 10 Mei 1979;


Gugatan terhadap pihak yang memegang barang sengketa berdasarkan suatu
putusan Pengadilan yang telah dieksekusi berdasarkan suatu putusan Pengadilan
yang telah dieksekusi dapat saja diterima dan dipandang sebagai suatu perkara
baru;

17. Putusan MA-RI No. 1699.K/Sip/1975, tanggal 10 April 1979;


Permohonan keadilan (oleh Penggugat) sebagai Petitum Subsidair dianggap secara
hukum diajukan pula, dan mengabulkan hal-hal yang tidak diminta juga
dibenarkan, asal tidak melampaui batas-batas dan Posita;

18. Putusan MA-RI No.252.K/Sip/1962, tanggal 25 April 1962;


Isi Surat Gugatan dalam hal harta warisan untuk sebagian sudah dibagi-bagi,
untuk menggugatkan pembagian daripada sisa warisan itu tidaklah mutlak harus
dimasukkan di dalam gugatan rincian mengenai barang-barang yang telah dibagi,
karena hal itu Hakim selalu dapat menyeledikinya dalam mengadakan pembagian
yang seadil-adilnya atas sisa warisan itu;

19. Putusan MA-RI No.565.K/Sip/1973, tanggal 21 Agustus 1974;


Isi Surat Gugatan. Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar
gugatan tidak sempurna, dalam hal ini karena hak Penggugat atas tanah sengketa
tidak jelas;

20. Putusan MA-RI No.195.K/Sip/1955, tanggal 28 Nopember 1956


Walaupun gugat lisan yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri tidak lengkap,
tetapi dengan adanya tuntutan Subsidair : Mohon kepada Pengadilan Negeri untuk
mengambil putusan yang dianggap adil olehnya, dan sesuai dengan Hukum Adat,
4

Halaman Awal
Pengadilan selayaknya memberi putusan yang seadil-adilnya, dengan
menyelesaikan sengketa perdata untuk seluruhnya;

21. Putusan MA-RI No.616.K/Sip/1973, tanggal 5 Juni 1973 :


Karena Penggugat tidak memberikan dasar dan alasan pada gugatannya itu, ialah
ia tidak menjelaskan berapa hasil sawah-sawah tersebut sehingga ia menuntut
hasil sebanyak 10 gunca setahun (tidak dirinci, sehingga tidak jelas), gugatan
haruslah ditolak;

22. Putusan MA-RI No.1343.K/Sip/1975, tanggal 15 Mei 1979 :


Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, oleh karena (gugatan tersebut) tidak
memenuhi persyaratan formal, gugatan masih dapat diajukan lagi;

23. Putusan MA-RI No.689.K/Sip/1974, tanggal 2 Nopember 1976 :


Dalam perkara ini ganti rugi tidak dapat diberikan karena dengan dituntut; soal
ganti rugi tersebut dapt dituntut kemudian dengan perkara lain;

24. Putusan MA-RI No.1001.K/Sip/1972, tanggal 17 Januari 1973 :


Dalam diktum (amar) putusan, Hakim dilarang untuk mengabulkan hal-hal yang
tidak dituntut atau yang melebihi daripada yang diminta Penggugat;

25. Putusan MA-RI No.77.K/Sip/1973, tanggal 19 September 1973 :


Karena dalam Petitum tidak dituntut ganti rugi, putusan Pengadilan Tinggi yang
mengharuskan Tergugat mengganti kerugian harus dibatalkan;

26. Putusan MA-RI No.372.K/Sip/1970, tanggal 1 September 1971 :


Putusan Pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang menyimpang dari
dasar gugatan, haruslah dibatalkan;

27. Putusan MA-RI No.339.K/Sip/1969 :


Putusan yang menyimpang dari isi tuntutan, baik karena meliputi hanya sebagian,
harus dibatalkan;

28. Putusan MA-RI No.1375.K/Sip/1975, tanggal 27 Nopember 1976 :


Oleh karena tuntutan ganti rugi uang didalilkan oleh Penggugat dan ada dalam
petitum gugatan, tidak diperiksa dan diputus oleh judex-facti, maka kepada
Pengadilan Negeri perlu diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan
perihal tersebut;

29. Putusan MA-RI No.76.K/Sip/1957, tanggal 19 Pebruari 1958 :


Untuk menerima gugatan supaya suatu tambak dikosongkan berdasar atas tidak
sahnya pembelian tambak itu oleh Penggugat, tidaklah perlu dalam gugatan
diminta pembatalan jual-beli tambak itu dan tidak perlu pula untuk turut
menggugat si penjual dari tambak itu;

30. Putusan MA-RI No. 19.K/Sip/1983, tanggal 31 Oktober 1983 :


Karena gugatan ganti rugi tidak dirinci, lagi pula belum diperiksan oleh judex-
facti, gugatan ganti rugi tersebut dinyatakan tidak dapat diterima;

Halaman Awal
31. Putusan MA-RI No. 492.K/Sip/1970, tanggal 21 Nopember 1970 :
Gugatan yang tidak sempurna, karena tidak menyebutkan dengan jelas apa yang
dituntut, harus dinyatakan tidak dapat diterima, seperti halnya dalam perkara ini
dituntutkan :
- agar dinyatakan sah semua keputusan Menteri Perhubungan Laut, tetapi tidak
disebutkan peraturan-peraturan yang mana;
- agar dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum sejak perbuatan Tergugat
terhadap Penggugat dengan tidak menyebutkan perbuatan yang mana;
- agar dihukum membayar ganti-rugi sebesar Rp 1.000.000,- tanpa merinci
untuk kerugian-kerugian apa saja;

32. Putusan MA-RI No.81.K/Sip/1971, tanggal 9 Juli 1975 :


Karena setelah diadakan Pemeriksaan Setempat oleh Pengadilan Negeri atas
perintah Mahkamah Agung, tanah yang dikuasai Tergugat ternyata tidak sama
batas-batas dan luasnya dengan yang tercantum dalam gugatan, gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;

33. Putusan MA-RI No. 1380.K/Sip/1973, tanggal 11 Nopember 1975 :


Putusan penggugat yang berbunyi : “Menghukum Tergugat supaya tidak
mengambil tindakan yang bersifat merusakkan bangunan-bangunan tersebut”
tidak dapat dikabulkan, sebab bersifat negatif.

Halaman Awal
YURISPRUDENSI
CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN

1. Putusan MA-RI No. 434.K/Sip/1970, tanggal 11 Maret 1971 :


Perubahan gugatan dapat dikabulkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi
pokok yang dapat menimbulkan kerugian pada Hak Pembelaan para Tergugat;

2. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1973, tanggal 13 Desember 1974 dan No.


823.K/Sip/1973, tanggal 29 Januari 1976 :
Yurisprudensi mengizinkan perubahan atau tambahan dari gugatan asal tidak
mengakibatkan perubahan posita dan Tergugat tidak dirugikan haknya untuk
membela diri (Hak pembelaan diri) atau pembuktian;

3. Putusan MA-RI No.226.K/Sip/1973, tanggal 17 Desember 1975 :


Perubahan gugatan Penggugat Terbanding pada persidangan 11 Pebruari 1969
adalah mengenai pokok gugatan, maka perubahan itu harus ditolak;

4. Putusan MA-RI No.209.K/Sip/1970, tanggal 6 Maret 1971 :


Suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas Hukum Acara
Perdata asal tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil walaupun
tidak ada tuntutan subsidair : “untuk peradilan yang adil”;

5. Putusan MA-RI No.823.K/Sip/1973, tanggal 29 Januari 1976 :


Karena perubahan tersebut tidaklah merugikan kepentingan Tergugat dalam
pembelaan atau pembuktian, sehingga tidak bertentangan dengan Hukum Acara
dan demi Peradilan yang cepat dan murah (tentang perubahan tanggal, bulan,
tahun dalam gugatan);

6. Putusan MA-RI No.2.K/Sip/1959, tanggal 28 Januari 1959 :


Karena Tergugat asli/ pembanding/Penggugat untuk kasasi terhadap perubahan isi
gugatan berupa pencabutan kembali sebagian dari barang yang digugat, dapat
dibenarkan karena dalam perkara ini pengurangan gugat itu dapat merugikan
baginya mengenai hal warisan dan gono-gini;

7. Putusan MA-RI No.1425.K/Pdt/1985, tanggal 24 Juni 1991 :


Perubahan surat/ gugatan perdata dapat diterima/dibenarkan bila perusahaan itu
dilakukan sebelum Hakim membacakan surat Gugatan di dalam persidangan dan
kepada Tergugat masih diperintahkan untuk menjawab surat gugatan tersebut;

8. Putusan MA-RI No. 457/Sip/1975, tanggal 18 Nopember 1975 :


Tidak dapat dibenarkan apabila Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan
Negeri untuk menarik pihak ketiga sebagai Turut Tergugat (yang dalam gugatan
asal dijadikan pihak dalam perkara); sehingga terjadi perubahan subyek hukum
gugatan (Vide = Putusan MA-RI No. 305.K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971);

9. Putusan MA-RI No.546.K/Sip/1970, tanggal 14 Oktober 1970 :


Perubahan gugatan itu tidak diterima apabila perubahan itu dilakukan pada taraf
pemeriksaan perkara sudah hampir selesai, pada saat dalil-dalil, tangkisan-

Halaman Awal
tangkisan, pembelaan-pembelaan, sudah habis dikemukakan dan kedua pihak
sebelumnya telah mohon putusan;

10. Putusan MA-RI No.334.K/Sip/1972, tanggal 30 September 1972 :


Keberataan kasasi bahwa Pengadilan Tinggi telah merumuskan Posita Penggugat
tidak sesuai dengan dalil Penggugat, dapat dibenarkan, karena dalil Penggugat
adalah “menempati” tanah sengketa dengan kekerasan, sedang oleh Pengadilan
Tinggi dirubah menjadi “meminjam”;

11. Putusan MA-RI No.1720.K/Sip/1978 :

Tentang pencabutan Gugatan: Karena Tergugat asal II telah menyetujui


pencabutan gugatan dan tidak bersedia menghadap ke sidang, maka dapat
dipandang bahwa Tergugat tersebut telah melepaskan kepentingan dalam perkara
ini, sehingga pencoretan namanya sebagai Tergugat tidaklah bertentangan dengan
hukum;

12. Putusan MA-RI No.334.K/Sip/1972, tanggal 4 Oktober 1972 :


Judex-facti tidak boleh merubah dalil gugatan (Posita) dari Penggugat (Pasal 189
ayat (3) Rbg./ Pasal 178 ayat (3) HIR;

13. Putusan MA-RI No. 843.K/Sip/1984, tanggal 19 September 1985;


Pengadilan Tinggi telah salah dalam menerapkan Hukum Acara sebab pihak
Tergugat asal tidak ternyata telah didengar dan menyetujui akan usul perubahan
gugatan yang diajukan oleh Penggugat/penggugat asal dalam persidangan pada
tanggal 20 April 1981, maka usul perubahan tersebut harus dianggap tidak pernah
ada;

Jumlah piutang yang dapat dikabulkan hanya apa yang disebut dalam Surat Gugat
Penggugat asal yakni sebesar Rp. 32.346.555,-;

14. Putusan MA-RI No. 943.K/Pdt/1984, tanggal 19 September 1985 :


Perubahan Gugatan selama persidangan :
a. Sesuai Yurisprudensi perubahan gugatan/tuntutan selama persidangan
memang diperbolehkan asalkan saja tidak menyimpang dari posita, dan tidak
menghambat acara pemeriksaan di sidang, meskipun Tergugat tidak
menyetujui perubahan tersebut. Perubahan gugatan diajukan pada pemeriksaan
tingkat pertama;
b. Pengadilan Tingkat Banding juga memeriksa fakta-fakta, oleh karena itu
perubahan gugatan dapat juga diajukan dalam tingkat banding asalh saja pihak
tergugat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan membela
diri;

Halaman Awal
YURISPRUDENSI SURAT KUASA

1. Putusan MA-RI No. 2332.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 :


Direktur suatu Badan Hukum (PT) dapat bertindak langsung mengajukan gugatan
dan tidak perlu lebih dulu mendapatkan surat kuasa khusus dari Presiden Direktur
dan para pemegang saham, karena PT sebagai Badan hukum dapat langsung
mengajukan gugatan diwakili oleh Presiden Direktur (= Dirut).

2. Putusan MA-RI No. 2884.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 :


- Jika ternyata kedudukan yang disandang seseorang adalah lembaga
Perwakilan atau Representative menurut Common Law System (Anglo
Saxon), hal itu tidak sama pengertian dan bentuk kuasa yang dikenal dalam
BW.
- In Casu, ternyata Tergugat adalah Representative dari United Maritim Corp.
SA. sehingga dia sepenuhnya dapat digugat sebagai subyek yang bertanggung
jawab penuh tanpa kuasa dari induk perusahaan;

3. Putusan MA-RI No.2539K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 :


- Ternyata PD Panca Karya adalah Badan Hukum dan menurut PERDA Tk. I
Maluku No. 5/1963, Ps. 16 (1) Direksi mewakili Perusahaan Daerah (PD) di
dalam dan diluar Pengadilan, dia dapat bertindak sebagai pihak (subyek) tanpa
kuasa dari Pemda”.
- Istilah pemberian kuasa Khusus tertulis kemudian di informasikan sebagai
“Surat Kuasa Khusus” sebagaimana Pasal 123 HIR/147 RBg dan dipertegas
lagi dengan SEMA yang menentukan syarat-syarat sahnya surat kuasa khusus
tersebut;

4. Putusan MA-RI No.779.K/Pdt/1992 :


“Tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus dibawah tangan. Tanpa
legalisasi surat kuasa khusus di bawah tangan telah memenuhi syarat formil”;

5. Putusan MA-RI No.321.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 :


Tentang Kuasa limpahan (Kuasa Substitusi) Pengoperan pemberian kuasa dari
pihak kuasa penjual dengan hanya membuat suatu pernyataan dan bukan
berdasarkan surat kuasa Substitusi adalah tidak sah;

6. Putusan MA-RI No.1060.K/Sip/1972, tanggal 14 Oktober 1975 :


Meskipun dalam surat kuasa tanggal 3 Agustus 1969 ada kata-kata “Surat Kuasa
penuh yang tidak dapat ditarik kembali”, pembatalan surat Kuasa tersebut oleh
pemberi kuasa dapat dibenarkan menurut hukum, karena hal ini adalah hak
daripada pemberi kuasa dan ternyata penerima kuasa telah mengadakan
penyimpangan dan pelanggaran terhadap Surat Kuasa;

7. Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, 16 Desember 1976 :


Ketentuan Pasal 1813 BW, tidak bersifat limitatif dan juga tidak mengikat oleh
karena itu jika sifat perjanjian memang menghendaki, dapat ditentukan pemberian
kuasa tidak dapat dicabut kembali (Kuasa Mutlak) karena pasal-pasal dalam

Halaman Awal
hukum perjanjian bersifat mengatur, vide = Putusan MA-RI No. 3604.K/Pdt/1985,
tanggal 17 Nopember 1987;

8. Putusan MA-RI No. 941.K/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 :


Karena menurut kenyataan sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang
PT. Pelayaran Rakyat Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang
bertanggung jawab di dalam maupun di luar Pengadilan. (Persona Standi In
Judicio);

9. Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 :


Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan, Tergugat
digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatan, Tergugat digugat secara
pribadi, padahal dalam dalil gugatannya (Posita) disebutkan Tergugat sebagai
pengurus yayasan yang menjual rumah-rumah milik yayasan, seharusnya Tergugat
digugat sebagai Pengurus yayasan;

10. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :


Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku aparat
Pemerintah Pusat, gugatan seharusnya disampaikan kepada Pemerintah RI qq.
Depdagri 11. Gubernur Jateng qq. Pemerintah Kelurahan Krajan.

11. Putusan MA-RI No. 453.K/Sip/1971, tanggal 27 April 1976;


Karena dalam surat kuasa sudah disebutkan untuk pemeriksaan dalam tingkat
banding kasasi, dan dari berita acara pemeriksaan sidang pertama ternyata bahwa
yang bersangkutan hadir sendiri dengan didampingi oleh kuasanya, maka
dianggap surat kuasa tersebut juga untuk pemeriksaan tingkat banding dan sudah
khusus, meskipun surat kuasa itu tidak dibuat untuk perkara ini, sehingga
permohonan banding seharusnya dapat diterima;

12. Putusan MA-RI No.01.K/Sip/1971, tanggal 13 Nopember 1971 :


Suatu surat kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi yang memuat dua
tanggal (dimana tanggal yang satu adalah tanggal 29 Oktober 1970 dan tanggal
yang lain adalah tanggal 29 Nopember 1970) dan akta kasasi diajukan tanggal 23
Nopember 1970, harus dikualifikasi (diqualificeer) sebagai suatu surat kuasa yang
tidak dapat memberi wewenang kepada pemegang surat kuasa tersebut untuk
bertindak atas nama si pemberi kuasa;

13. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :


- Baik putusan Pengadilan Tinggi maupun putusan Mahkamah Agung, hanya
menilai segi formalnya dari penggunaan upaya hukum yang keliru terhadap
putusan verstek oleh Pemohon PK/dahulu PelawanTergugat verstek, maka
permohonan PK ditafsirkan ditujukan pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Barat tanggal 19 Agustus 1982 No. 158/1982 G;
- Karena ternyata Surat Kuasa yang diterima oleh Julian Usman dan H.
Nuranini dan Siti Djuriah, masing-masing tanggal 25 Juni 1987 sebagai dasar
untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak
menyebutkan obyek perkara, sehingga Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi
syarat Surat Kuasa Khusus karena tidak menyebut apa yang harus digugat
(obyek gugatan), sedang surat-surat kuasa lainnya (bukti P.V s.d. P.VIII)
selain tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajukan gugatan juga tidak
10

Halaman Awal
menyebutkan kewenangan penerimaan kuasa untuk mengajukan gugatan dan
karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;
- Pasal 123 HIR, Pasal 67 dst UU No. 14 Th. 1985, Pasal 125 HIR.

14. Putusan MA-RI No.425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :


Sekalipun surat kuasa Penggugat tidak bersifat khusus, karena tidak menyebutkan
subyek gugatannya sebagai pihak Tergugat, tetapi karena dalam beberapa kali
persidangan Penggugat secara pribadi hadir maka harus dianggap bahwa
Penggugat tidak keberatan didampingi oleh kuasanya dengan segala sesuatunya
yang berhubungan dengan gugatan perkara itu;

15. Putusan MA-RI No.359/Pdt/1992, tanggal 10 Maret 1994 :


Bahwa judec-facti telah salah menerapkan hukum, surat gugatan Tergugat dibuat
dan ditandatangani oleh kuasanya tertanggal 3 Desember 1988, dengan demikian
pada tanggal 3 Desember 1988 yang bersangkutan belum menjadi kuasa
hukumnya, sehingga ia tidak berhak menandatangani surat gugatan tersebut;

16. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :


Dalam mempertahankan gono-gini, terhadap orang ketiga, memang benar salah
seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena perkara ini tidak
mengenai gono-gini, suami tidak dapat bertindak selaku kuasa dari istrinya tanpa
Surat Kuasa Khusus untuk itu;

17. Putusan MA-RI No. 668.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 :


- Keberatan yang diajukan Penggugat untuk kasasi : bahwa Surat Kuasa tanggal
30 April 1972 tidak relevan karena pemberi kuasa (A. Sarwani) selalu hadir
dalam sidang-sidang Pengadilan Negeri sampai pada putusan diucapkan; dapat
dibenar-kan, karena Surat Kuasa tersebut sudah cukup, karena menyebut :
“mengajukan gugatan terhadap BNI-1946 Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan/Barat”, dan juga menyebut “naik appel”, lagi pula pada persidangan-
persidangan Pengadilan Negeri pihak materiele partij juga selalu hadir;
- Oleh Pengadilan Tinggi Surat Kuasa tersebut karena hanya menyebut pihak-
pihak yang berperkara saja dan sama sekali tidak menyebut apa yang mereka
perkarakan itu, dianggap tidak bersifat khusus, bertentangan dengan Pasal 123
HIR sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima;

18. Putusan MA-RI No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 :


Bahwa orang yang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai
saksi, di Pengadilan Tinggi bertindak sebagai Kuasa dari Terbanding / Penggugat
asal, tidaklah bertentangan dengan HIR;

19. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974, tanggal 5 Juni 1975 :


Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam jual-beli, tidak dapat secara
pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari penjual) mengajukan gugatan terhadap pembeli,
gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima);

20. Putusan MA-RI No.116.K/Sip/1973, tanggal 16 September 1975


Surat Kuasa yang isinya : “Dengan ini kami memberi kuasa kepada Abdul Salam
….guna mengurusi kepentingan kami untuk mengajukan gugatan, bukti-bukti
serta saksi-saksi di Pengadilan Negeri Gresik”, adalah bukan Surat Kuasa Khusus
11

Halaman Awal
dan surat gugatan yang ditandatangani dan diajukan oleh Kuasa berdasarkan Surat
Kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat diterima;

21. Putusan MA-RI No. 531.K/Sip/1972, tanggal 25 Juli 1974 :


Surat Kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak
bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang dan semua kepentingan seseorang
adalah suatu Surat Kuasa Umum yang bagaimanapun juga tidak dapat dianggap
sebagai suatu Surat Kuasa Khusus untuk berperkara di depan Pengadilan;

22. Putusan MA-RI No.1158.K/Sip/10973, tanggal l13 Januari 1974 :


Surat Kuasa tanggal 3 Mei 1971 menunjukkan kepada gugatan yang sudah masuk
yang sudah jelas-jelas siapa-siapa lawan dalam perkara dan apa saja yang menjadi
obyek perselisihan sehingga sudah memenuhi ketentuan Pasal 123 HIR;

23. Putusan MA-RI No.106.K/Sip/1973, tanggal 11 Juni 1973 :


Surat Kuasa yang diketahui dan disahkan oleh Camat bukanlah Surat Kuasa yang
dikehendaki oleh Pasal 147 Rbg., maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima;

24. Putusan MA-RI No. 425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :


- …………….dst;
- Mengenai Surat Kuasa yang dimaksud dapat dijelaskan bahwa sebenarnya
Surat Kuasa tersebut tidak bersifat khusus, akan tetapi karena Penggugat hadir
sendiri didampingi kuasanya maka menjadi jelas/pasti bagi Tergugat bahwa
Penggugat benar telah memberi kuasa kepada kuasanya yang dimaksud. Oleh
karena itu pula Tergugat tidak mengajukan eksepsi terhadap Surat Kuasa
tersebut;
- Perlu diperhatikan pula bahwa ternyata Pengadilan Negeri dalam
prakteknya sering tidak memperhatikan tepat atau tidaknya suatu Surat Kuasa.
Seperti halnya dalam perkara ini Pengadilan Negeri sama sekali tidak
memper-timbangkan mengenai Surat Kuasa ini;

25. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :


Surat Kuasa Khusus
a. Tafsiran Majelis Peninjauan Kembali terhadap permohonan peninjauan
kembali sehingga dianggap diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH.)
adalah tepat;
Menurut hemat saya masih merupakan suatu pernyataan terbuka – SOR –
apakah Surat Kuasa yang keliru karena tidak menyebut apa yang harus
digugat, merupakan suatu kekeliruan yang nyata seperti yang dimaksudkan
oleh Pasal 67 dst. Undang-undang No. 14 th. 1985.
b. Bagaimana umpama kalau Tergugat tidak berkeberatan terhadap Surat Kuasa
tersebut atau seandainya pokok perkara sudah benar putusannya, hanya hal
Surat Kuasa saja yang salah.
Saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH.), kekeliruan tersebut tidak nyata
(mencolok). Kalau setiap kesalahan meskipun benar salah – dianggap sebagai
kesalahan mencolok, maka lembaga Peninjauan Kembalai akan menjurus ke
arah instansi peradilan ke 4 yang mutlak lebih tinggi dari Hakim Kasasi ;

12

Halaman Awal
YURISPRUDENSI TENTANG GUGATAN REKONPENSI

1. Putusan MA-RI No.476.K/Sip/1972, tanggal 22 Oktober 1973 :


Karena Penggugat asal bukan pihak yang bersangkutan dalam perkara (i.e.
bukanlah pemilik persil terperkara), maka gugatan Rekonpensi terhadapnya tidak
mungkin dikabulkan;

2. Putusan MA-RI No.239.K/Sip/1968, tanggal 15 Maret 1969 :


Gugatan Rekonpensi dapat diajukan selama masih berlangsung jawab-menjawab,
karena dalam Pasal 158 RBg./132 HIR hanya disebut “jawaban” saja dan
misalnya Duplik-pun merupakan jawaban, meskipun jawaban pertama;

3. Putusan MA-RI No.642.K/Sip/1972, tanggal 18 April 1973 :


Karena gugatan Rekonpensi diajukan setelah 8 kali sidang dan setelah
pendengaran saksi-saksi, gugatan Rekonpensi tersebut harus dinyatakan tidak
dapat diterima;

4. Putusan MA-RI No.1154.K/Sip/1973, tanggal 1 April 1975 :


Karena gugatan rekonvensi yang dimaksudkan oleh Penggugat untuk kasasi
materiil bukan merupakan gugatan rekonvensi yang sungguh-sungguh, maka
dianggap tidak ada rekonvensi

5. Putusan MA-RI No.1057.K/Sip/1973, tanggal 25 Maret 1973


Karena gugatan dalam Rekonpensasi tidak didasarkan atas inti gugatan dalam
kompetensi melainkan berdiri sendiri (terpisah), dengan tidak dapat diterimanya
gugatan dalam Konpensi, tidak dengan sendirinya gugatan dalam Rekonpensi ikut
tidak dapat diterima;

6. Putusan MA-RI No.551.K/Sip/1974, tanggal 10 Juli 1975 :


Karena Surat Kuasa Penggugat dalam Konpensi tidak memenuhi syarat yang
ditentukan Undang-undang, sehingga formalitas dalama mengajukan gugatan
tidak dipenuhi, dengan sendirinya gugatan Rekonpensi dari Tergugat untuk
seluruhnya tidak perlu dipertimbangkan dan harus pula dinyatakan tidak dapat
diterima;

7. Putusan MA-RI No.466.K/Sip/1973, tanggal 28 Nopember 1973 :


Karena gugatan dalam Konpensi ditujukan kepada Tergugat dalam Konpensi
pribadi, gugatan Rekonpensi yang diajukan oleh Penggugat dalam
Rekonpensi/Tergugat dalam Konpensi dalam kedudukannya yang berhubungan
dengan perusahaan Citrawati tersebut berdasarkan Pasal 131 a HIR harus
dinyatakan dapat diterima;

8. Putusan MA-RI No.291.K/Sip/1978, tanggal 24 April 1979 :


Karena pengadilan Negeri belum memeriksa dan memutus dalam tingkat pertama
mengenai gugatan balik (Rekonpensi) dalam perkara ini, kepadanya diperintahkan
untuk membuka kembali sidang dalam perkara ini untuk memeriksa dan memutus
gugatan balik tersebut;

13

Halaman Awal
9. Putusan MA-RI No.1527.K/Sip/1976, tanggal 2 Agustus 1977 :
Karena gugatan Rekonpensi yang telah diputus oleh Judex Facti sangat erat
hubungannya dengan gugatan Konpensi; sedang gugatan Konpensi ini
tidak/belum diperiksa, karena dinyatakan tidak dapat diterima; maka gugatan
Rekonpensi mestinya tidak dapat diperiksa dan diputus sebelum gugatan
Kompensinya diperiksa/diputus;

10. Putusan MA-RI No.512.K/Sip/1972, tanggal 14 April 1973 :


Dalam amar putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan putusan Pengadilan
Negeri yang ada gugatan Konpensi da Rekonpensi, juga harus menyebutkan
“Dalam Konpensi”;

11. Putusan MA-RI No.1069.K/Sip/19772, tanggal 2 April 1973 :


Penolakan gugatan Konpensi, tidak harus bersifat penolakan gugatan dalam
Rekonpensi;

12. Putusan MA-RI No.550.K/Sip/1979,


Petitum tentang ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak
diadakan rincian mengenai kerugian-kerugian yang dituntut; Gugatan Rekonpensi
harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dalam gugatan balik dituntut pula
orang-orang yang tidak menjadi pihak dalam perkara ini;

13. Putusan MA-RI No.209.K/Sip/1970, tanggal 6 Maret 1971 :


Suatu tuntutan baru (Rekonpensi) tidak dapat diajukan dalam tingkat kasasi;

14. Putusan MA-RI No.104.K/Sip/1968,


Dengan tidak memberi putusan terhadap tuntutan dalam Rekonpensi, Pengadilan
telah tidak melaksanakan Ps.132 b HIR dan putusan Pengadilan yang
bersangkutan harus dibatalkan;

15. Putusan MA-RI No.631.K/Sip/1973, tanggal 13 Agustus 1973 :


Karena Pengadilan Tinggi belum memutuskan gugatan Rekonpensi, putusan
Pengadilan Tinggi harus diperbaiki dan MA-RI akan memeriksa dan memutus
sendiri gugatan Rekonpensi tersebut.

16. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1972, tanggal 11 Juni 1973 :


Dengan diajukannya permohonan banding oleh Penggugat asal/Tergugat dalam
Rekonpensi, perkara harus diperiksa secara keseluruhannya, baik dalam Konpensi
maupun dalam Rekonpensi;

17. Putusan MA-RI No.1176.K/Pdt/1986, tanggal 29 Pebruari 1988 :


- Belum waktunya mengajukan gugatan Rekonpensi.
- Bahwa dalam gugatan Rekonpensi Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
tidak salah menerapkan hukum, karena dalam persidangan Neraca dan
perhitungan Laba-Rugi belum dibuat sehingga belum waktunya untuk
mengajukan gugatan ke Pengadilan;

18. Putusan MA-RI No.3306.K/Pdt/1986, tanggal 14 Mei 1987 :


- Gugatan Rekonpensi harus disebut secara tegas;
- Terhadap alasan Pemohon Kasasi II.
14

Halaman Awal
Meskipun menurut RID tidak secara tegas ditentukan syarat-syarat untuk gugatan,
tetapi pihak lawan harus mengerti ada gugatan Rekonpensi diajukan terhadapnya;

19. Putusan MA-RI No.1057.K/Sip/1973, tanggal 25 Maret 1976 :


Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung. Karena
Pembanding I tidak dapat membuktikan adanya kerugian materiil akibat perbuatan
Terbanding I, gugatan Rekonpensi (ganti rugi karena PMH) harus ditolak;

15

Halaman Awal
YURISPRUDENSI TENTANG SUBYEK HUKUM
(PARA PIHAK) DALAM GUGATAN PERKARA.

1. Putusan MA-RI No. 419.K/Sip/1988, tanggal 22 Oktober 1992 :


Suatu Badan Hukum seperti PT yang mengadakan, membuat dan menanda tangani
"perjanjian" dengan pihak subyek hukum lainnya (bila terjadi wanprestasi dan
tuntutan ganti rugi) haruslah ditujukan terhadap Badan Hukum (PT) dan bukan
ditujukan pada Direktur (Utama) Badan Hukum tersebut. Gugatan yang ditujukan
Ir.S. untuk diri sendiri dan sebagai Direktur PT. Graha Gapura berarti seolah-olah
memisahkan antara Direktur PT dengan PT. Graha Gapura itu sendiri, sehingga
gugatan terhadap Tergugat Ir. S tersebut Obscuur Libel dan harus dinyatakan tidak
dapat diterima.

Mengenai tidak digugatnya PT. Graha Gapura sebagai Tergugat, sedangkan Ir. S.
telah tidak lagi menjabat Direktur tersebut, maka gugatan menjadi kabur maka
seharusnya yang digugat adalah terhadap PT. Graha Gapura dan PT. Rencong
Aceh dan bukan kepada Direkturnya;

2. Putusan MA-RI No.2322.K/Pdt/1986, tanggal 30 Maret 1988 :


Tentang Kasus Tanah Adat di Jayapura, kemudian di PK dan dalam Putusan MA-
RI No. 381.PK/Pdt/1989, tanggal 28 Juli 1992 membatalkan putusan MA-RI No.
2322.K/Pdt/1986 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan
Negeri Jayapura serta mengabulkan gugatan para Penggugat sebahagian dan
menyatakan tanah sengketa adalah tanah adat yang dimiliki para Penggugat secara
turun menurun serta menghukum T.I, T.IV, T.VIII, membayar ganti rugi kepada
para Penggugat Rp 18.600.000.000,- (Delapan Belas Milyar Enam Ratus Juta
Rupiah), masing-masing untuk 1/6 bagian : Dalam Surat MA-RI No.
KMA/126/IV/1985, tanggal 5 April 1995 dinyatakan bahwa para Pejabat Negara
tersebut (Gubernur Kepala Daerah TK. I Irian Jaya dan kawan-kawan) bukan
merupakan Badan Hukum Publik yang mempunyai harta kekayaaan tersendiri,
maka putusan MA-RI tidak dibatalkan dan tetap ada, hanya saja tidak dieksekusi.
Gubernur Kepala Daerah TK. I adalah "Wakil" dari Daerah TK. I sedang status
Daerah TK. I itulah yang Badan Hukum Publik.

Pasal 23 (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah


Daerah menyatakan : "Bahwa Kepala Daerah (KDH) mewakili daerahnya di
dalam dan di luar Pengadilan". Jadi sebagai wakil di daerahnya dan tidak boleh
disimpulkan bahwa Gubernur Kepala Daerah adalah Badan Hukum Publik.

Pasal tersebut harus diartikan, yang disebut Badan Hukum Publik adalah Daerah
Tk. I, sedang Gubernur berstatus sebagai yang mewakilinya, sehingga tanggung
jawab yuridis tetap ada pada Badan Hukum Publik yaitu Daerah Tk. I. Surat MA-
RI tersebut, timbul berhubung dengan kewenangannya sebagaimana Pasal 32
Undang-Undang No. 14 tahun 1985 (Vide : Pendiriann P.P-IKAHI);

16

Halaman Awal
3. Putusan MA-RI No.244.K/Sip/1959, tanggal 5 Januari 1959 :
Gugatan penyerahan kembali harta warisan yang dikuasai seseorang tanpa hak,
dapat diterima walaupun tidak semua ahli waris ikut sebagai pihak (Saudara
kandung Penggugat), karena Tergugat tidak dirugikan dalam pembelaannya;

4. Putusan MA-RI No.25.K/Sip/1973, tanggal 30 Mei 1973 :


Menurut Statuten CV. diurus oleh Direktur yang bertindak di dalam dan diluar
Pengadilan, sedang Pasal 19-21 KUHD didalam CV. tak ada Direktur Utama,
maka gugatan yang diajukan oleh "Direktur Utama" atas nama CV. tidak dapat
diterima;

5. Putusan MA-RI No.495.K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 :


Karena kontrak adalah dengan CV. Palma, gugatan yang diajukan oleh Achmad
Paeru, Direktur CV. Palma tersebut secara pribadi, seharusnya tidak dapat
diterima;

6. Putusan MA-RI No.495.K/Sip/1975, tanggal 8 Agustus 1975;


Penggugat sebagai debitor hanya sekedar mempunyai kewajiban-kewajiban, ialah
kewajiban untuk melunasi hutangnya dan tidak mempunyai hak terhadap
kreditornya, sedangkan bagi suatu pengajuan gugatan harus ada suatu hak yang
dilanggar oleh orang lain, untuk dapat menarik yang bersangkutan sebagai
Tergugat dalam suatu proses peradilan;

7. Putusan MA-RI No.1771.K/Sip/1975, tanggal 19 April 1979 :


Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena itu gugatan ditujukan
terhadap Tergugat Pribadi, sedang gugatan itu mengenai tindakan-tindakannya
dilakukannya sebagai Pejabat;

8. Putusan MA-RI No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 : Tentang saksi


sebagai Kuasa pihak.
Bahwa orang yang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai
saksi, di Pengadilan Tinggi bertindak sebagai kuasa dari Terbanding/Penggugat
asal, tidaklah bertentangan dengan HIR;

9. Putusan MA-RI No.431.K/Sip/1973, tanggal 9 Mei 1974 :


Dengan meninggalnya Penggugat asli dan tidak adanya persetujuan dari semua
ahli warisnya untuk melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan
gugur;

10. Putusan MA-RI No.516.K/Sip/1973, tanggal 25 Nopember 1975 :


Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena hanya seorang ahli
waris yang menggugat, tidak dapat dibenarkan, karena menurut Yurisprudensi
Mahkamah Agung : tidak diharuskan semua ahli waris menggugat;

11. Putusan MA-RI No.457.K/Sip/1975, tanggal 18 Nopember 1975 :


Tidak dapat dibenarkan apabila Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan
Negeri untuk menarik pihak ketiga sebagai "Turut Tergugat" (juga dalam gugatan
asal dijadikan pihak dalam perkara);

17

Halaman Awal
12. Putusan MA-RI No.305.K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971 : Penarikan pihak
ketiga ke dalam perkara oleh Pengadilan Tinggi dilarang.
Pengadilan Tinggi tidak berwenang untuk karena jabatan (Ex Officio)
menempatkan seseorang yang tidak digugat (pihak ketiga) sebagai Tergugat,
karena hal tersebut adalah bertentangan dengan azas Acara Perdata bahwa hanya
Penggugatlah yang berwenang untuk menentukan : siapa-siapa yang akan
digugatnya;

13. Putusan MA-RI No.482.K/Sip/1975, tanggal 8 Januari 1976 :


Hakim Pertama telah menyalahi Hukum Acara karena menganggap Tergugat
dikeluarkan dari gugatan dan terhadapnya tidak menjatuhkan putusan;

14. Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 :


Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan Tergugat
digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya disebutkan Tergugat
sebagai Pengurus Yayasan yang menjual rumah-rumah milik Yayasan; seharusnya
Tergugat digugat sebagai Pengurus Yayasan.

15. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :


Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku Aparat
Pemerintah Pusat, Gugatan seharusnya ditujukan kepada Pemerintah RI.qq
Departemen Dalam Negeri, qq Gubernur Jawa Tengah, qq Pemerintah Kelurahan
Krajan;

16. Putusan MA-RI No.439.K/Sip/1968, tanggal 8 Januari 1969 :


Tentang tuntutan pengembalian barang harta warisan dari tangan pihak ketiga
kepada para ahli waris yang berhak, tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris;

17. Putusan MA-RI No.1260.K/Sip/1980 :


Gugatan tidak dapat diterima karena ditujukan terhadap kuasa daripada Ny.
Sukarlin, sedang yang seharusnya digugat adalah Ny. Sukarlin pribadi;

18. Putusan MA-RI No.2438.K/Sip/1980 :


Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena tidak semua ahli waris
turut sebagai pihak (Tergugat) dalam perkara;

19. Putusan MA-RI No.1072.K/Sip/1982 :


Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara feltelijk menguasai barang-barang
sengketa;

20. Putusan MA-RI No.546.K/Pdt/1984, tanggal 31 Agustus 1985 :


Gugatan tidak dapat diterima karena dalam perkara ini Pengadilan seharusnya
menggugat semua ahli waris almarhum, bukan hanya isterinya;

21. Putusan MA-RI No.443.K/Pdt/1984, tanggal 26 September 1985 :


Karena rumah yang digugat merupakan harta bersama (gono-gini), isteri Tergugat
harus juga digugat;

18

Halaman Awal
22. Putusan MA-RI No.400.K/Pdt/1984, tanggal 19 Juli 1985 :
Karena hubungan hukum yang sesungguhnya adalah hubungan hutang-hutang
antara Penggugat dengan anak Tergugat, anak Tergugat tersebut harus turut
digugat;

23. Putusan MA-RI No.951.K/Sip/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 :


Karena menurut kenyataan sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang
PT. Pelayaran Rakyat Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang
bertanggung jawab di dalam maupun di luar Pengadilan;

24. Putusan MA-RI No.503.K/Sip/1974, tanggal 12 April 1977 :


Bahwa karena yang berhak atas tanah tersengketa adalah ketiga orang tersebut,
maka mereka semuanya harus diikutsertakan dalam perkara ini, baik sebagai
Penggugat maupun sebagai Tergugat;

25. Putusan MA-RI No.297.K/Sip/1974, tanggal 21 Desember 1976 :


Belum diumumkannya PT dalam Berita Negara tidaklah berarti bahwa PT belum
merupakan Badan Hukum, melainkan pertanggung jawabannya terhadap pihak
ketiga adalah seperti yang diatur dalam Ps. 39 WvK dan hal ini tidaklah
mempunyai akibat hukum bahwa PT tersebut tidak mempunyai "Pesona Standi on
Judicio";

26. Putusan MA-RI No.2332.K/Pdt/1985 :


Untuk dapat mengajukan suatu gugatan tak perlu suatu Badan Hukum Perseroan
Terbatas (PT) harus terlebih dahulu memperoleh surat Kuasa dari Presiden
Direktur dan para pemegang saham, karena PT. sebagai suatu Badan Hukum dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan diwakili oleh Presiden
Direkturnya. Dengan alasan ini maka gugatan dapat diterima;

27. Putusan MA-RI No.268.K/Sip/1980 :


Dalam gugatan mengenai kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab PT.
harus disebutkan Pengurusnya yang sekarang, sebab tanggung jawab suatu Badan
Hukum melekat pada Badan Hukum itu sendiri;

28. Putusan MA-RI No.367.K/Sip/1972 :


Putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan karena mempertimbangkan dalam
putusannya bahwa perbuatan Direktur PT Bank Persatuan Dagang Indonesia yang
menarik cek kosong atas nama Bank tersebut dengan etikad tidak jujur dan
melanggar aturan-aturan yang semestinya dipatuhinya dianggap tanggung jawab
pribadi Direktur tersebut, yang tidak dapat dibebankan pada Bank tersebut;

MA-RI berpendapat, karena Direktur tersebut adalah salah seorang yang


ditentukan oleh Tergugat asal (Bank tersebut) untuk menarik Banker Cheque atas
nama Tergugat asal, hal mana merupakan prosedur intern Bank, mana akibat
apapun dari perbuatan Direktur tersebut adalah tanggung jawab sepenuhnya dari
Tergugat asal, lebih-lebih karena ternyata bahwa Cheque dalam perkara ini telah
ditarik tanpa paksaan atau tipu muslihat;

19

Halaman Awal
29. Putusan MA-RI No.201.K/Sip/1974 tanggal 28 Januari 1976 :
Karena pengertian "Turut Penggugat" tidak dikenal dalam Hukum Acara Perdata,
ke 8 orang tersebut (yang dalam putusan Pengadilan Negeri disebut sebagai
"Turut Penggugat") oleh Pengadilan Tinggi dianggap sebagai "Penggugat";

30. Putusan MA-RI No.1078.K/Sip/1972, tanggal 11 Nopember 1975 :


Kekurangan formal pihak-pihak.
- Bahwa Tergugat II Pembanding mendalilkan bahwa tanah sengketa telah
dijual kepadanya oleh Paultje Pinontoan dan ia minta agar Saartje dan Paultje
Pinontoan juga dipanggil dalam perkara ini;
- Bahwa seharusnya Paultje Pinontoan itu diikut sertakan dalam perkara,
sebagai pihak yang telah menjual tanah tersebut perkara, sebagai pihak yang
telah menjual tanah tersebut kepada Tergugat-Terbanding dan Saartje
Pinontoan berhak penuh atas warisan yang belum dibagi itu;
- Bahwa berdasarkan kekurangan formil ini gugatan Penggugat-Terbanding
harus dinyatakan tidak diterima;

31. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :


Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal,
apabila Penggugat tidak berkeberatan, perkara dapat diteruskan oleh ahli waris
Tergugat;

32. Putusan MA-RI No.23.K/Sip/1973, tanggal 30 Oktober 1975 :


Gugatan yang diajukan oleh Penggugat sendiri (sebagai ahli waris) dapat diterima
karena ahli waris lain-lainnya dari almarhum Ny. Tjoe Eng Nio telah menyatakan
menolak bagiannya dari harta peninggalan pewaris;

33. Putusan MA-RI No.151.K/Sip/1975, tanggal 13 Mei 1975 :


- Bahwa karena yang berhutang kepada Penggugat/Terbanding adalah 2 orang,
seharusnya gugatan ditujukan kepada kedua orang tersebut;
- Bahwa gugatan tidak lengkap (yang digugat hanya seorang), gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;

34. Putusan MA-RI No.1035.K/Sip/1973, tanggal 5 Maret 1975 :


- Karena Tatsuhiko Matsuda/Tergugat asal adalah wakil sah dari Shin
Asahigawa Co.Ltd., ia sebagai representative dapat digugat.
- Yang digugat dalam perkara ini Tatsuhiko Matsuda sebagai kuasa dari dan
atas nama Shin Asahigawa Co.Ltd. yang berkedudukn di Jl. Kramat Raya 94-
96 yang oleh Shin Asahigawa Co.Ltd. Tokio diakui sebagai kantornya di
Jakarta.
- Oleh Pengadilan Negeri dengan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi telah
diputuskan:
- "Menyatakan gugatan Penggugat yang ditunjukkan kepada "Tergugat pribadi"
tidak dapat diterima";

35. Putusan MA-RI No.938.K/Sip/1971, tanggal 4 Oktober 1972 :


Jual beli antara Tergugat dengan orang ketiga tidak dapat dibatalkan tanpa
diikutsertakannya orang ketiga tersebut sebagai Tergugat dalam perkara;

20

Halaman Awal
36. Putusan MA-RI No.938.K/Sip/1972, tanggal 30 September 1972 :
Putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan hubungan hukum antara Tergugat
dengan pihak ketiga harus dibatalkan, karena untuk itu pihak ketiga harus
diikutsertakan sebagai Tergugat;

37. Putusan MA-RI No.227.K/Sip/1961, tanggal 12 Pebruari 1962 :


Dalam perkara yang berisi sengketa antara Direktur dan Komisaris Perseroan
Terbatas (PT), sudah tepat yang dijadikan pihak-pihak dalam perkara adalah
Direktur dan Komisaris-komisaris yang bersangkutan;

38. Putusan MA-RI No.352.K/Sip/1973, tanggal 9 Juli 1973 :


Tentang Pengurus Firma
Walaupun dalam perkara ini gugatan tidak diajukan oleh Firma Penggugat (Fa.
Noor Sahid Maricar, Toko "MIMBAR MAS"). Tetapi karena dari isi gugatan
yang diajukan oleh Penggugat ternyata bahwa gugatan tidak bersifat pribadi, tetapi
menyangkut Firma, maka mengingat akan Pasal 5 Akta Perubahan Anggaran
Dasar serta Pasal 16 s/d 18 WvK, gugatan harus dinyatakan dapat diterima;

39. Putusan MA-RI No.459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975 :


Karena Tergugat I telah meninggal dunia sebelum perkara diputus oleh
Pengadilan Negeri adalah tidak tepat jika nama Tergugat I masih saja
dicantumkan dalam putusan Pengadilan Negeri, karena seandainya Penggugat
menginginkan Tergugat; diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara ini, yang
harus digugat adalah ahli warisnya;

40. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :


Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal,
apabila Penggugat tidak berkeberatan, perkara dapat diteruskan oleh ahli waris
Tergugat;

41. Putusan MA-RI No.231.K/Sip/1956, tanggal 10 Juli 1957 :


Gugatan untuk menuntut kembali barang gono-gini dari tangan pihak ketiga yang
menguasainya secara tidak sah, tidak harus ditujukan oleh suami-isteri bersama,
tetapi diajukan baik oleh suami maupun istri sendiri (i.e. gugatan diajukan oleh
istri sendiri) karena dalam hal ini memang tidak ada kepentingan bagi pihak lawan
yang mengharuskan turut sertanya suami-isteri kedua-duanya;

42. Putusan MA-RI No.476.K/Sip/1972, tanggal 22 Oktober 1973 :


Penggugat bukan pemilik tanah. Karena Penggugat asal bukan pihak yang
bersangkutan dalam perkara (i.e. ia bukan pemilik tanah persil terperkara) gugatan
rekonpensi terhadapnya tidak mungkin dikabulkan;

43. Putusan MA-RI No.589.K/Sip/1974, tanggal 31 Juli 1975 :


Karena Bupati Cirebon mengadakan perjanjian tersebut bukan selaku Kepala
Daerah/KDH melainkan selaku Ketua Proyek Pangan Kabupaten Cirebon, sedang
proyek ini bukanlah Badan Hukum, maka R.A. Soetisna (Bupati Cirebon) pribadi
juga bertanggung jawab;

21

Halaman Awal
44. Putusan MA-RI No.480.K/Sip/1973, tanggal 2 Juli 1974 :
Karena persil sengketa tercatat atas nama PT. Gunung Mas, untuk dapat berhasil
gugatan harus pula ditujukan kepada PT tersebut sebagai Tergugat atau Turut
Tergugat;

45. Putusan MA-RI No.25.K/Sip/1973, tanggal 30 Mei 1973 :


Menurut PP. No. 30 Th. 1965 PN. Telekomunikasi (PT. Telkom) adalah Badan
Hukum yang tertanggung jawab dan mempunyai keuangan sendiri terpisah dari
keuangan Negara, maka Pemerintah RI Cq. Departemen Perhubungan tidak dapat
digugat dalam perkara ini (mengenai perjanjian antara Telkom dengan
CV.ESGA).

46. Putusan MA-RI No.760.K/Sip/1973, tanggal 9 Januari 1974 :


Tanggung jawab dari persero Pengurus.
- Soal permodalan dan pembagian kerja dalam CV adalah persoalan intern dari
CV akibatnya tidak dapat dipikulkan pada pihak ketiga begitu saja.
- Dalam CV, masing-masing "Persero Pengurus" bertanggung jawab secara
tanggung renteng (hoofdelijk aansprakelijk) dan oleh karenanya yang
dilakukan oleh masing-masing Persero Pengurus "mengikat" juga Persero
Pengurus yang lain (hoofdelijk voor het geheel).
(Perkara antara: PT. South East Asia Bank Ltd. Lawan 1. CV. Kilang Minyak
Asahan, 2. Ong Yu Pao dkk).
(Perkara antara: Arief Soeratino (PT. Citrawati Tour & Travel lawan W.
Kusumanegara);

47. Putusan MA-RI No.1134.K/Sip/1972, tanggal 26 Juli 1974 :


- Bahwa PT. Darma Yasa belum merupakan suatu PT menurut Undang-Undang
karena belum ada pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.
- Bahwa dengan demikian yang ada antara Tergugat-Pembanding dan
Penggugat-Terbanding adalah hanya "usaha kerjasama" sebagai tercantum
dalam Akta Notaris dengan menggunakan) nama "PT. Darma Yasa". Jadi
subyek hukumnya bukan PT. (Perkara antara : S. Moehadi lawan
Darmasoewito);

48. Putusan MA-RI No.436.K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 :


Tanggung jawab Pengurus PT.
Pengurus PT yang menjaminkan harta pribadinya yang tertentu untuk pelaksanaan
suatu Perjanjian yang dibuatnya atas nama PT itu, dalam hal PT tidak
melaksanakan perjanjian (wanprestrasi), oleh pihak lawan hanya dapat dituntut
mengenai "harta benda yang dijaminkan" saja, sedang untuk selebihnya harus
dituntut PT-nya sebagai subyek hukum;

49. Putusan MA-RI No.21.K/Sip/1973, tanggal 5 Nopember 1973 :


Pengurus PT sebagai Perusahaan satu orang.
- Karena PT. Tujuhbelas praktis adalah suatu perusahaan satu orang dari
penggugat dengan nama PT. pembeslahan eksekusi atas rumah Penggugat,
mengingat banyaknya hutang PT tersebut secara yuridis tidak dijamin oleh
harta kekayaan lain daripada PT, dapat dibenarkan; maka perlawanan
Pembantah harus dinyatakan tidak dapat diterima;

22

Halaman Awal
(Perkara antara : O. Sibarani lawan PT. Perusahaan Pelayaran Samodra "Gesuri
Llyod"), Catatan : bandingkan dengan UU. No. 1 Th. 1995 tentang Perseroan
Terbatas.

50. Putusan MA-RI No.577.K/Sip/1969, tanggal 9 Mei 1970 :


Regres pada Cek.
Penarik cek dalam keadaan bagaimanapun juga wajib menyediakan dana yang
cukup bagi cek yang ditariknya (tiap klausula yang menghapuskan kewajiban itu
dianggap tidak tertulis) dan karena cek tidak mungkin di akseptir (lain halnya
pada wissel), maka Bank tertarik tidak mungkin berkedudukan sebagai Debitur
Cek;

51. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :


Dalam mempertahankan gono-gini (harta bersama) terhadap orang ketiga memang
benar salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena perkara
ini tidak mengenai gono-gini, si suami tidak dapat bertindak selaku kuasa dari
istrinya tanpa Surat Kuasa Khusus untuk itu;

52. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974, tanggal 5 Juni 1975 :


Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam jual-beli, tidak dapat secara
pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari Penjual) mengajukan gugatan terhadap pembeli,
gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima;

53. Putusan MA-RI No.369.K/Sip/1973, tanggal 4 Desember 1975 :


Menurut Ps. 144 (1) Rbg., orang yang diberi kuasa tidak mempunyai hak untuk
mengajukan gugat lisan;

54. Putusan MA-RI No.102.K/Sip/1972, tanggal 23 Juli 1973 :


Apabila dalam perkara baru ternyata subyek hukum para pihak berbeda dengan
pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus lebih dulu, maka tidak ada Ne bis
in Idem (perkara diteruskan);

55. Putusan MA-RI No.1121.K/Sip/1973, tanggal 22 Oktober 1975 :


Perkara ini benar obyek gugatannya sama dengan Perkara N0. 597/Perd/1971/
PN.Mdn, tetapi karena subyek hukum pihak-pihaknya tidak sama (berbeda), tidak
ada Ne bis in Idem (perkara diteruskan);

56. Putusan MA-RI No.177.K/Sip/1976, tanggal 26 Oktober 1976 :


Di dalam amar putusan orang-orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara,
tidak dapat dinyatakan sebagai Ahli waris;

57. Putusan MA-RI No.365.K/Pdt/1984, tanggal 30 Juli 1985 :


Dengan adanya pernyataan dari kontraktor, bahwa segala akibat dan resiko
pembangunan proyek pertokoan dan perkantoran tersebut menjadi tanggung jawab
kontraktor, kontraktor tersebut harus ikut digugat;

58. Putusan MA-RI No.878.K/Sip/1977, tanggal 27 Juni 1979 :


Antara perkara ini dengan perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi pada
tanggal 8 Juli 1974 tidak terjadi Ne bis in Idem, sebab putusan Pengadilan Tinggi
tersebut menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima oleh karena ada pihak
23

Halaman Awal
yang tidak diikut sertakan, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk
menggugat lagi;

59. Putusan MA-RI No.41.K/Pdt/1990, tanggal 27 Pebruari 1992 :


Tanggung jawab perdata pejabat-pejabat peradilan.
- Aparat peradilan yang bertindak melaksanakan tugas-tugas teknis peradilan
atau Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diperkarakan secara perdata;
- Tindakan aparat peradilan yang melanggar kewenangan atau melampaui batas
yang dibenarkan hukum, dapat diajukan kepada instansi peradilan yang lebih
tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, untuk
diadakan tindakan pengawasan;
- Atas tindakan penyelenggaraan peradilan yang mengandung cacat hukum
dapat diajukan gugatan perdata untuk pembatalan, dengan menarik pihak yang
mendapatkan hak dari tindakan tersebut sebagai Tergugat, dan bukan Hakim,
Juru sita atau Panitera yang bersangkutan.

24

Halaman Awal
YURISPRUDENSI BUKTI SUMPAH

1. Putusan MA-RI No.398.K/Sip/1967 :


Sumpah suppletoir yang telah diucapkan dan dipertimbangkan dalam putusan
Pengadilan Negeri walaupun tidak dimuat dalam Berita Acara dianggap telah
diucapkan;

2. Putusan MA-RI No.398.K/Sip/1967, tanggal 2 Juni 1971 :


Pengangkatan sumpah harus dilakukan oleh yang bersangkutan sendiri dan tidak
dapat dilakukan oleh orang lain meskipun ahli waris, kecuali apabila ada Surat
Kuasa Khusus untuk itu;

3. Putusan MA-RI No.809.K/Sip/1973, tanggal 18 Maret 1976 :


Untuk sumpah Tambahan (Suppletoir), lain daripada untuk sumpah decisior, tidak
diisyaratkan harus berkenan dengan perbuatan yang dilakukan sendiri oleh orang
yang disumpah;

4. Putusan MA-RI No.398.K/Sip/1967, tanggal 2 Juni 1971 :


Karena sumpah suppletoir yang telah diucapkan yang bersangkutan tidak secara
formal dimuat dalam Berita Acara Persidangan Pengadilan Negeri, haruslah
diperintahkan agar pengucapan sumpah tersebut diulangi lagi;

5. Putusan MA-RI No.324.K/Sip/1973, tanggal 9 Juli 1973 :


Sumpah tambahan (suppletoir) yang mengenai hal-hal yang tidak dialami sendiri
oleh yang bersumpah, adalah tidak sah;

6. Putusan MA-RI No.18.K/Sip/1975, tanggal 29 April 1976 :


Sumpah suppletoir yang dibebankan kepada Penggugat asal untuk membuktikan
bahwa yang mempunyai hak milik atas harta sengketa adalah almarhum Pak
Mertokromo adalah salah, karena hal tersebut bukanlah fakta-fakta yang ia alami
sendiri;

7. Putusan MA-RI No.200.K/Sip/1974, tanggal 15 April 1976 :


Oleh karena Tergugat-Pembanding (Tolong Karo-karo) telah meninggal dunia,
maka sumpah tambahan (Suppletoir) yang akan diucapkan Tergugat-Pembanding
dalam Putusan Sela Pengadilan Tinggi tanggal 25 Juli 1970 No. 528/1967
dibebankan kepada seluruh ahli warisnya yaitu dengan mengingat Ps. 185 HIR;

8. Putusan MA-RI No.104.K/Sip/1952, tanggal 17 Desember 1953 :


Perjanjian simpan menyimpan mempunyai 2 anasir :
- Bahwa pemberi simpan adalah yang berhak atas barang-barang yang
bersangkutan;
- Bahwa memang ada perjanjian simpan-menyimpan;
- Dengan telah terbuktinya Penggugat asli sebagai yang berhak atas "Grant"
tersebut pembebanan sumpah tambahan (suppletoir) kepada Penggugat-asli ini
tidaklah melanggar Pasal 182 RBg;

25

Halaman Awal
9. Putusan MA-RI No.316.K/Sip/1974, tanggal 25 Maret 1976 :
Syarat pembebanan sumpah Suppletoir ialah harus ada permulaan pembuktian dari
yang bersangkutan, sedang disini ternyata permulaan pembuktian tidak ada sama
sekali, sebab saksi pertama dari pihak Penggugat-asal, Halimah, yang mula-mula
di dengar sebagai saksi kemudian dijadikan Penggugat asal III (Voeging) sehingga
ia mempunyai kepentingan dalam perkara ini dan Penggugat asal I, Saleha, yang
melakukan sumpah Suppletoir itu, masih di bawah umur sewaktu terjadi peristiwa
pengambilan perhiasan-perhiasan itu oleh Tergugat-asal I: Di samping itu Hakim
Pengadilan Negeri sendiri dalam pertimbangannya meragukan tentang
pembebanan sumpah suppletoir kepada Penggugat asal adalah tidak tepat;

10. Putusan MA-RI No.898.K/Sip/1974, tanggal 13 Juli 1978 :


Cara pembuktian yang dilakukan Pengadilan Negeri dalam perkara ini adalah
tidak tepat, karena sumpah tambahan (suppletoir) yang dibebankan kepada
Penggugat berisikan kata-kata yang seolah-olah menunjukkan telah dibelinya
tanah sengketa padahal justru dengan sumpah itulah akan dibuktikan ada tidaknya
jual-beli yang bersangkutan;

11. Putusan MA-RI No.39.K/Sip/1951, tanggal 31 Juli 1952 :


- Pengadilan Tinggi yang telah menolak permintaan Penggugat
asal/Pembanding agar pihak lawan disumpah, dengan alasan karena dengan
adanya sumpah telah cukup alasan untuk menolak dakwa;
- Telah melanggar Pasal 156 (1) HIR, maka putusannya harus dibatalkan
dengan diperintahkan kepada Pengadilan Tinggi untuk memberi kesempatan
kepada Tergugat asal/Terbanding mengangkat sumpah dan apabila sumpah
ditolak, untuk memberi kesempatan kepada Penggugat asal/Pembanding
mengangkat sendiri sumpah termaksud;

12. Putusan MA-RI No. 1015.K/Sip/1972, tanggal 30 Juli 1974 :


- Bahwa untuk membuktikan bahwa dia betul-betul telah menerima barang-
barang sengketa tersebut di atas dari MONAH secara hibah, Tergugat I sudah
melaksanakan sumpah Mimbar (Decisior) yang dikenakan kepadanya;
- Bahwa sumpah Mimbar tersebut mempunyai kekuatan bukti yang sempurna
tentang hal bahwa dia, Tergugat I, telah menerima langsung dari MONAH
barang-barang tersebut, tetapi tidaklah tentang hal bahwa harta itu milik asal
dari MONAH seluruhnya;
- Keberatan yang diajukan dalam kasasi : bahwa Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi tidak melaksanakan Pasal 156 HIR karena memandang
bahwa sumpah Mimbar (sumpah Decisior) dipakai tidak untuk menentukan
selesainya perkaral tidak dapat dibenarkan oleh Mahkamah Agung RI;

13. Putusan MA-RI No.575.K/Sip/1978, tanggal 4 Mei 1976 :


Permohonan sumpah decisior (sumpah penentu, sumpah mimbar, sumpah
pemutus) hanya dapat dikabulkan kalau dalam suatu perkara sama sekali tidak
terdapat bukti-bukti;

26

Halaman Awal
YURISPRUDENSI ALAT BUKTI SAKSI

1. Putusan MA-RI No.191.K/Sip/1962, tanggal 10 Oktober 1962 :


Berapa banyak Saksi Ahli yang harus didengar dan penilaian atas keterangan saksi
terserah kepada kebijaksanaan Hakim yang bersangkutan dan hal ini tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi;

2. Putusan MA-RI No.213.K/Sip/1955, tanggal 10 April 1957 :


- Bagi Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak ada keharusan
untuk mendengar seorang Saksi Ahli berdasarkan Ps. 138 ayat (1) jo. Ps. 164
HIR;
- Penglihatan Hakim di sidang tentang adanya perbedaan antara dua buah
tangan- tangan dapat dipakai oleh Hakim sebagai pengetahuannya sendiri
dalam usaha pembuktian;

3. Putusan MA-RI No.300.K/Sip/1973, tanggal 10 April 1973 :


Saksi bekas ipar tidak termasuk yang disebut dalam Pasal 146 ayat (1) HIR,
sedang saksi keponakan ada hak untuk mengundurkan diri;

4. Putusan MA-RI No.140.K/Sip/1974, tanggal 6 Januari 1976 :


Bekas suami menurut Hukum Acara yang berlaku (pasal 172 RBg) tidak boleh di
dengar sebagai saksi;

5. Putusan MA-RI No.84.K/Sip/1975, tanggal 25 Juni 1973 :


Persaksian dari ibu tiri, sesuai dengan Pasal 145 ayat (1) HIR harus
dikesampingkan;

6. Putusan MA-RI No.1409.K/Sip/1975, tanggal 12 Mei 1976 :


- Bahwa Pengadilan Negeri telah memeriksa HM. Tohir selaku saksi di luar
sumpah dengan alasan saksi ini kakak kandung Penggugat/Terbanding;
- Bahwa berdasarkan Pasal 145 ayat (4) HIR Pengadilan dapat memeriksa
seorang saksi di luar sumpah terhadap anak-anak yang umurnya tidak dapat
diketahui benar sudah cukup 15 tahun atau orang gila yang kadang-kadang
ingatannya terang;
- Bahwa terhadap H.M. Tohir tesebut seharusnya diterapkan ketentuan Pasal
146 ayat (1) sub 1 HIR;
- Bahwa oleh karena itu keterangan HM. Tohir itu tidak mempunyai kekuatan
bukti menurut Undang-Undang;

7. Putusan MA-RI No.90.K/Sip/1973, tanggal 29 Mei 1975 :


Karena keterangan-keterangan dari Ambu Samilin diberikan tidak dibawah
sumpah, keterangan-keterangan tersebut hanya dinilai sebagai petunjuk untuk
menambah keterangan-keterangan saksi di bawah sumpah lainnya.

8. Putusan MA-RI No.218.K/Sip/1956, tanggal 12 Juni 1957 :


Tidak ada keberatan menurut hukum untuk meluluskan permintaan salah satu
pihak agar kuasa dari lawannya di dengar sebagai saksi;

27

Halaman Awal
9. Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, tanggal 16 Desember 1976 :
- Dalam Berita Acara sidang pemeriksaan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dan Barat, diperiksa 2 (dua) orang saksi secara bersama-sama dan sekaligus;
- Hal ini adalah bertentangan dengan Pasal 144 ayat (1) RID (salah menerapkan
hukum) sehingga kedua keterangan saksi tersebut tidak dapat dipergunakan;
- Ration dari Pasal 144 ayat (1) RID ialah agar kedua saksi tak dapat
menyesuaikan diri dengan keterangan masing-masing, sehingga diperoleh
keterangan saksi yang obyektif dan bukan keterangan saksi yang sudah
bersepakat menyatakan hal-hal yang sma mengenai sesuatu hal;

28

Halaman Awal
YURISPRUDENSI KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA

1. Putusan MA-RI No. 50.K/Sip/1962, tanggal 7 Juli 1962 :


Tentang bukti surat yang tidak disangkal.
Dengan tidak menggunakan alat pembuktian berupa saling tidak disangkalnya isi
surat-surat bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, Judex facti tidak
melakukan peradilan menurut cara yang diharuskan oleh Undang-Undang, maka
putusannya harus dibatalkan;

2. Putusan MA-RI No.74.K/Sip/1955, tanggal 11 September 1975 :


Apabila isi surat dapat diartikan dua macam, ialah menguntungkan dan merugikan
bagi penandatangan surat itu, penandatanganan ini patut dibebani untuk
membuktikan Positumnya;

3. Putusan MA-RI No.1122.K/Sip/1971, tanggal 22 Oktober 1975 :


Bukti surat kwitansi itu (P.1. merah), tidaklah merupakan suatu ikatan sepihak di
bawah tangan, oleh karena kwitansi itu tidak seluruhnya ditulis oleh Tergugat/
Pembanding sendiri ataupun paling sedikit selain tanda tangan harus ditulis
dengan tangan Tergugat/Pembanding sendiri suatu persetujuannya yang memuat
jumlah uang yang telah diterima;

4. Putusan MA-RI No.983.K/Sip/1972, tanggal 28 Agustus 1975 :


Kwitansi yang diajukan oleh Tergugat sebagai bukti, karena tidak bermaterai, oleh
Hakim dikesampingkan;

5. Putusan MA-RI No.701.K/Sip/1974, tanggal 1 April 1976 :


Karena Judex facti mendasarkan putusannya melulu atas surat-surat bukti yang
terdiri dari foto-foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya,
sedang terdapat diantaranya yang penting-penting yang secara substansial masih
dipertengkarkan oleh kedua pihak, Judex facti sebenarnya telah memutuskan
perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah;

6. Putusan MA-RI No.167.K/Sip/1959, tanggal 20 Juni 1959 :


Surat bukti pinjam uang yang diakui tanda tangannya tetapi disangkal jumlah uang
pinjamannya, dapat dianggap sebagai permulaan pembuktian tertulis;

7. Putusan MA-RI No.3901.K/Pdt/1985, tanggal 29 Nopember 1988 :


Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi
pernyataan tanpa diperiksa di persidangan (P.III), tidak mempunyai kekuatan
pembuktian apa-apa (tidak dapat disamakan dengan kesaksian);

8. Putusan MA-RI No.383.K/Sip/1971, tanggal 3 Nopember 1971 :


- Tidak dimintakannya pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM), dalam hal ini
tidak mengakibatkan tidak dapat diterimanya gugatan.
- Menyatakan batal surat bukti hak milik yang dikeluarkan oleh instansi Agraria
(sekarang : Kantor Badan Pertahanan) secara sah tidak termasuk wewenang
Pengadilan melainkan semata-mata termasuk wewenang Pengadilan
melainkan semata-mata termasuk wewenang administrasi/

29

Halaman Awal
- Pembatalan surat bukti hak milik harus diminta oleh pihak yang dimenangkan
Pengadilan kepada instansi Agraria berdasarkan putusan Pengadilan yang
diperolehnya;

9. Putusan MA-RI No.3738.K/Pdt/1987, tanggal 14 Pebruari 1990 :


- Wewenang Mahkamah Agung untuk menjatuhkan Putusan Sela dan
menambah pemeriksaan sendiri. Apabila dianggap perlu Mahkamah Agung
sebelum menjatuhkan Putusan Akhir dapat menjatuhkan Putusan Sela. Dalam
perkara ini Putusan Sela dijatuhkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung sendiri;
- Oleh karena surat-surat yang diajukan sebagai bukti adalah surat-surat palsu,
maka penggugat dianggap telah tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya;

10. Putusan MA-RI No.4069.K/Pdt/1985, tanggal 14 Juli 1987 :


Kekuatan bukti Akta di bawah tangan.
- Untuk memenuhi perumusan dalam Undang-Undang seyogyanya dalam
pertimbangan yang terlepas daari dalam Kasasi yang diajukan ditambahkan
bahwa hal itu dilakukan berdasarkan alasan kasasi Mahkamah Agung sendiri;
- Nampak kwitansi dianggap sebagai akta di bawah tangan yang bersifat
sepihak dan kewajiban untuk melunaskan hutangnya (Pasal 291 ayat(1) RBg).
- Untuk Jawa dan Madura Stb. 1867-29 tanggal 14 Maret 1967 tentang kekuatan
bukti akta di bawah tangan orang Indonesia dan yang disamakan dengan orang
Indonesia.

30

Halaman Awal
YURISPRUDENSI PENGGABUNGAN GUGATAN

1. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974 :


HIR tidak mengatur hal penggabungan gugatan, maka terserah Hakim dalam hal
mana diizinkan asal tidak bertentangan dengan prinsip cepat dan murah;

2. Putusan MA-RI No.677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :


Menurut Jurisprudensi, dimungkinkan "penggabungan" gugatan-gugatan jika
antara gugatan-gugatan itu terdapat hubungan yang erat, tetapi adalah tidak layak
dalam bentuk perkara yang satu (No. 53/1972.G) dijadikan gugatan rekonpensi
terhadap perkara yang lainnya (No. 521/1971.G);

3. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :


Dua perkara yang berhubungan erat satu dengan lainnya tetapi, masing-masing
tunduk pada Hukum Acara yang berbeda, tidak boleh digabungkan seperti :
Perkara atas dasar Undang-Undang No. 21 tahun 1961 dengan perkara atas dasar
Pasal 1365 BW;

4. Putusan MA-RI No. 880.K/Sip/1973, tanggal 6 Mei 1975 :


- Bahwa oleh Hakim pertama ke 3 buah gugatan tersebut digabungkan menjadi
satu perkara dan diputuskan dalam satu putusan tertanggal 24 Januari 1969
No. 10/ 1968/Mkl;
- Bahwa ke 3 gugatan itu ada hubungan satu dengan lainnya, sehingga
meskipun menggabungkan gugatan-gugatan itu tidak diatur dalam RBg. (juga
HIR) akan tetapi karena penggabungan itu akan memudahkan proses dan
menghindarkan kemungkinan putusan-putusan yang saling bertentangan, maka
penggabungan itu memang ditinjau dari segi acara (processuel doematig);

5. Putusan MA-RI No. 1652.K/Sip/1975 :


Kumulasi dari beberapa gugatan yang berhubungan erat satu dengan lainnya tidak
bertentangan dengan Hukum Acara (Perdata) yang berlaku;

6. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 20 Desember 1972 :


- Suatu perkara yang tunduk pada suatu Hukum Acara yang bersifat khusus,
tidak dapat digabungkan dengan perkara lain yang tunduk pada Hukum Acara
yang bersifat umum, sekalipun kedua perkara itu erat hubungannya satu sama
lain;
Misalnya : Gugatan perdata umum digabungkan dengan gugatan perdata khusus,
seperti gugatan tentang PMH dan tuntutan ganti rugi digabungkan dengan perkara
mengenai hak atas Merek (Merkenrecht); vide ketentuan-ketentuan tentang HAKI.

7. Putusan MA-RI No. 201.K/Sip/1974, tanggal 28 Agustus 1976 :


Karena sawah-sawah tersebut pemilikny berlainan, seharusnya masing-masing
pemilik itu secara sendiri-sendiri menggugat masing-masing orang yang
merugikan hak mereka dan kini memegang sawah-sawah itu; kumulasi gugatan-
gugatan yang tidak ada hubungannya satu sama lain seperti yang dilakukan
sekarang ini, tidak dapat dibenarkan;

31

Halaman Awal
8. Putusan MA-RI No.123.K/Sip/1963, tanggal 13 Juli 1963 :
Dengan digabungkannya 3 perkara menjadi satu, surat-surat kuasa yang oleh salah
satu pihak diberikan kepada seorang kuasa yang ada pada ke 3 perkara tersebut
seharusnya juga dipertimbangkan sebagai satu kesatuan; sehingga ketidak
sempurnaan yang terdapat pada salah satu dari surat-surat kuasa itu harus-lah
dianggap telah diperbaiki oleh surat Kuasa lainnya;

9. Putusan MA-RI No.343.K/Sip/1975, tanggal 17 Pebruari 1977 :


- Karena antara Tergugat-Tergugat I s.d. IX tidak ada hubungannya dengan
lainnya, tidaklah tepat mereka digugat sekaligus dalam satu Surat Gugatan;
seharusnya mereka digugat satu per satu secara terpisah.
- Gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;

10. Putusan MA-RI No.885.K/Sip/1985, tanggal 30 Juli 1987 :


Penggabungan Perkara.
Menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH), putusan Mahkamah
Agung sudah tepat dengan alasan-alasan sebagai berikut :
- Penggabungan perkara selalu terjadi atas inisiatif para/salah satu pihak;
- Perkara perlawanan terhadap sita tanggungan (C.B.) bukan merupakan pokok
perkara, sehingga penggabungan mempunyai akibat perlawanan masuk dalam
pokok perkara;
- Seharusnya kalau dianggap ada alasan, perkara-perkara tersebut diperiksa oleh
Majelis yang sama;

11. Putusan MA-RI No. 867.K/Pdt/1985, tanggal 4 Agustus 1987 :


Catatan : Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH :
Penggabungan Perkara
UMUM :
Mengenai "penggabungan gugatan" masih diperlukan perhatian yang lebih
seksama lagi istilah yang dipakai antara lain :
1. Samenloop van Rechtsvordering (Concursus), STAR BUSMANN, hlm. 177.
2. Samenvoeging van vordering, obyectieve cumulatie, Edisi CREMERS -
Wetboek Burgelijke Rechtvorderingen Wet RO, hlm. 19;
3. Cumulatie van vordering (hlm. 1-8a) BRv tentang azas Hukum Acara oleh
beberapa Sarjana Belanda a.l. : Funke.
Di dalam RID hal penggabungan gugatan-gugatan tidak diatur, akan tetapi
penggabungan gugatan-gugatan dikembangkan berdasarkan Yurisprudensi, buku-
buku yang diuraikan di atas memberikan komentar mengenai penggabungan
gugatan-gugatan sebagai salah satu aspek dari Ps. 1 Buku I BRv tentang hal
penggabungan gugatan-gugatan.
Pengertian lain lagi ialah penggabungan perkara-perkara (bukan peng-gabungan
gugatan-gugatan) mengenai sengketa yang mempunyai hubungan yang erat yang
mendasar dan semula ke 2 (dua) perkara tersebut diperiksa sebagai 2 (dua) perkara
yang terpisah dengan 2 (dua ) Nomor Register oleh seorang Hakim (Majelis)
dapat dimintakan (jadi atas permintaan) baik oleh Tergugat/Penggugat untuk
digabungkan menjadi satu perkara dengan satu Nomor Register;

32

Halaman Awal
12. Putusan MA-RI No. 885.K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 :
Salah melaksanakan tertib Hukum Acara.
Perkara ini merupakan gabungan dari perkara No. 250/Pdt/1983/PN Mdn,
mengenai tanah seluas 110 Ha milik Penggugat yang telah dikuasai dan diperjual
belikan secara melawan hukum oleh para Tergugat;
Dengan perkara-perkara perlawanan (verzet) masing-masing No.34/VZ/Pdt/
1983/PN Mdn, No.33/VZ/Pdt/1933/PN Mdn, No.27/VZ/Pdt, No.28/VZ/Pdt/1983/
PN Mdn, No. 29/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn, dan No. 30/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn.
Penggabungan dilakukan ditingkat banding tanpa permohonan para pihak;
Dari penggabungan ini kedudukan para Pelawan menjadi Tergugat bertentangan
dengan kehendak para Pelawan dan akan menempatkan kedudukan para Pelawan
di dalam hukum pembuktian berlawanan dengan kedudukannya semula sebagai
Pelawan, dan hal itu dapat mempersulit para Tergugat baru itu dalam menghadapi
gugatan;

33

Halaman Awal
YURISPRUDENSI KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA

1. Putusan MA-RI No. 50.K/Sip/1962, tanggal 7 Juli 1962 :


Tentang bukti surat yang tidak disangkal.
Dengan tidak menggunakan alat pembuktian berupa saling tidak disangkalnya isi
surat-surat bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, Judex facti tidak
melakukan peradilan menurut cara yang diharuskan oleh Undang-Undang, maka
putusannya harus dibatalkan;

2. Putusan MA-RI No.74.K/Sip/1955, tanggal 11 September 1975 :


Apabila isi surat dapat diartikan dua macam, ialah menguntungkan dan merugikan
bagi penandatangan surat itu, penandatanganan ini patut dibebani untuk
membuktikan Positumnya;

3. Putusan MA-RI No.1122.K/Sip/1971, tanggal 22 Oktober 1975 :


Bukti surat kwitansi itu (P.1. merah), tidaklah merupakan suatu ikatan sepihak di
bawah tangan, oleh karena kwitansi itu tidak seluruhnya ditulis oleh Tergugat/
Pembanding sendiri ataupun paling sedikit selain tanda tangan harus ditulis
dengan tangan Tergugat/Pembanding sendiri suatu persetujuannya yang memuat
jumlah uang yang telah diterima;

4. Putusan MA-RI No.983.K/Sip/1972, tanggal 28 Agustus 1975 :


Kwitansi yang diajukan oleh Tergugat sebagai bukti, karena tidak bermaterai, oleh
Hakim dikesampingkan;

5. Putusan MA-RI No.701.K/Sip/1974, tanggal 1 April 1976 :


Karena Judex facti mendasarkan putusannya melulu atas surat-surat bukti yang
terdiri dari foto-foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya,
sedang terdapat diantaranya yang penting-penting yang secara substansial masih
dipertengkarkan oleh kedua pihak, Judex facti sebenarnya telah memutuskan
perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah;

6. Putusan MA-RI No.167.K/Sip/1959, tanggal 20 Juni 1959 :


Surat bukti pinjam uang yang diakui tanda tangannya tetapi disangkal jumlah uang
pinjamannya, dapat dianggap sebagai permulaan pembuktian tertulis;

7. Putusan MA-RI No.3901.K/Pdt/1985, tanggal 29 Nopember 1988 :


Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi
pernyataan tanpa diperiksa di persidangan (P.III), tidak mempunyai kekuatan
pembuktian apa-apa (tidak dapat disamakan dengan kesaksian);

8. Putusan MA-RI No.383.K/Sip/1971, tanggal 3 Nopember 1971 :


- Tidak dimintakannya pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM), dalam hal ini
tidak mengakibatkan tidak dapat diterimanya gugatan.
- Menyatakan batal surat bukti hak milik yang dikeluarkan oleh instansi Agraria
(sekarang : Kantor Badan Pertahanan) secara sah tidak termasuk wewenang
Pengadilan melainkan semata-mata termasuk wewenang Pengadilan
melainkan semata-mata termasuk wewenang administrasi/

34

Halaman Awal
- Pembatalan surat bukti hak milik harus diminta oleh pihak yang dimenangkan
Pengadilan kepada instansi Agraria berdasarkan putusan Pengadilan yang
diperolehnya;

9. Putusan MA-RI No.3738.K/Pdt/1987, tanggal 14 Pebruari 1990 :


- Wewenang Mahkamah Agung untuk menjatuhkan Putusan Sela dan
menambah pemeriksaan sendiri. Apabila dianggap perlu Mahkamah Agung
sebelum menjatuhkan Putusan Akhir dapat menjatuhkan Putusan Sela. Dalam
perkara ini Putusan Sela dijatuhkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung sendiri;
- Oleh karena surat-surat yang diajukan sebagai bukti adalah surat-surat palsu,
maka penggugat dianggap telah tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya;

10. Putusan MA-RI No.4069.K/Pdt/1985, tanggal 14 Juli 1987 :


Kekuatan bukti Akta di bawah tangan.
- Untuk memenuhi perumusan dalam Undang-Undang seyogyanya dalam
pertimbangan yang terlepas daari dalam Kasasi yang diajukan ditambahkan
bahwa hal itu dilakukan berdasarkan alasan kasasi Mahkamah Agung sendiri;
- Nampak kwitansi dianggap sebagai akta di bawah tangan yang bersifat
sepihak dan kewajiban untuk melunaskan hutangnya (Pasal 291 ayat(1) RBg).
- Untuk Jawa dan Madura Stb. 1867-29 tanggal 14 Maret 1967 tentang kekuatan
bukti akta di bawah tangan orang Indonesia dan yang disamakan dengan orang
Indonesia.

35

Halaman Awal
YURISPRUDENSI HUKUM ACARA PERDATA

1. Putusan MA-RI No. 305.K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971 :


Pengadilan Tinggi tidak berwenang untuk secara jabatan tanpa Pemeriksaanan
Ulangan menempatkan seseorang yang tidak digugat sebagai salah seorang
Tergugat, karena tindakan tersebut bertentangan dengan azas Acara Perdata yang
memberi wewenang tersebut kepada Penggugat untuk menentukan siapa-siapa
yang akan digugatnya;

2. Putusan MA-RI No.85.K/Sip/1982 :


Pengeluaran (mengeluarkan) Tergugat II dari Proses perkara ini yang secara
ambtshalve tidak dapat dibenarkan, karena hal itu melanggar tertib Hukum Acara;

3. Putusan MA-RI No. 689.K/Sip/1974, tanggal 2 Nopember 1976 :


Dalam perkara ini ganti rugi tidak dapat diberikan karena tidak dituntut, soal ganti
rugi tersebut dapat dituntut kemudian dengan perkara lain;

4. Putusan MA-RI No.334.K/Sip/1972, tanggal 4 Oktober 1972 :


- Judex facti tidak boleh merubah dalil gugatan (posita) dari Penggugat (Ps. 178
ayat (3) HIR/189 ayat (3) RB.g);
- Putusan Pengadilan yang tidak diucapkan dimuka umum adalah tidak sah dan
harus dibatalkan (Ps. 18 UU No. 14 Tahun 1970);

5. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974 :


Menambahkan alasan-alasan hukum yang tidak diajukan oleh pihak-pihak
merupakan kewajiban Hakim berdasarkan Ps. 178 RID;

6. Putusan MA-RI No.983.K/Sip/1973 : tanggal 11 September 1975 :


Karena HIR tidak mengharuskan adanya penguasaan kepada Advokad (Azas
Procireur Stelling), tuntutan tentang upah Pengacara, ditambah 10% incasso
Komisi, ditambah Pajak Penjualan incasso komisi, tidak dikabulkan;

7. Putusan MA-RI No.698.K/Sip/1969 : tanggal 18 Desember 1970 :


Setiap penolakan atas suatu petitum, harus disertai pertimbangan Hukum mengapa
ditolaknya;

8. Putusan MA-RI No.638.K/Sip/1969 : tanggal 22 Juni 1970 dan lain-lain


putusan MA-RI :
Putusan-putusan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang kurang
cukup dipertimbangkan (Onvoldoende Gemotiveerd), harus dibatalkan;

9. Putusan MA-RI No.194.K/Sip/1975, tanggal 30 Nopember 1976 :


Dalam peradilan banding, Pengadilan Tinggi harus memeriksa dan memutus
(mengadili) perkara dalam keseluruhannya, termasuk bagian-bagian (Kompensi
dan Rekonpensi) yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri;

36

Halaman Awal
10. Putusan MA-RI No.698.K/Sip/1969, tanggal 19 April 1970 :
Amar putusan yang berbunyi = “Mengabulkan seluruh gugatan” saja tanpa
merinci apa-apa yang dikabulkan itu (suatu keharusan dalam suatu Diktum), tidak
dapat dibenarkan;

11. Putusan MA-RI No.797.K/Sip/1972, tanggal 8 Januari 1973 :


Dalam hal Pengadilan = “Mengabulkan gugatan untuk sebagian” dalam amar
putusan, harus dicantumkan pula bahwa Pengadilan = “Menolak gugatan untuk
selebihnya”;

12. Putusan MA-RI No.588.K/Sip/1975, tanggal 13 Juli 1976 :


Putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, karena kurang tepat dan tidak
terinci, harus dibatalkan;

13. Putusan MA-RI No.903.K/Sip/1972 :


Bahwa Putusan harus memuat alasan-alasan dan pertimbangan hukum;

14. Putusan MA-RI No.432.K/Sip/1973 : tanggal 6 Januari 1976 :


Dalam hal biaya perkara dipikulkan (dibebankan) kepada kedua belah pihak, harus
ditegaskan berapa bagiankah yang dibayar oleh masing-masing pihak;

15. Putusan MA-RI No.200.K/Sip/1974 : Tangga; 15 April 1976 :


Tergugat – Pembanding tidak hadir untuk melakukan pembayaran ongkos-ongkos
perkara tersebut, walaupun telah dipanggil dua kali; dengan alasan ini Pengalian
Tinggi berpendapat bahwa Tergugat-Pembanding tidak menginginkan lagi
perubahan putusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri;

16. Putusan MA-RI No.1739.K/Sip/1975, tanggal 19 April 1979 :


Uang biaya eksekusi harus dibayar lebih dulu oleh pihak yang meminta eksekusi
itu, yang nantinya harus dibayar oleh pihak yang dikalahkan dalam putusan,
melalui tagihan tersendiri;

17. Putusan MA-RI No. 361.K/Sip/1958, tanggal 26 Nopember 1958 :


a. Pengadilan Tinggi yang mempergunakan alat hukum pelepasan hak
(rechtsverweking) tanpa semau dari pihak Tergugat, adalah melanggar tata-
tertib dalam Hukum Acara (proces-orde), maka putusannya yang berdasarkan
atas pelepasan hak itu, harus dibatalkan;
b. Kekuatan Putusan Desa.
Telah menjadi Yurisprudensi tetap dari Mahkamah Agung, Bahwa Pengadilan
tidak berwenang untuk meninjau kembali suatu putusan Desa mengenai hal tanah;

18. Putusan MA-RI No.263.K/Sip/1974, tanggal 13 Juli 1976 :


Tidak/belum dibayarnya biaya perkara yang disebabkan karena penagihannya
tidak dilakukan secara resmi, tidak dapat mengakibatkan diputusnya perkara
dengan putusan akhir, sedangkan menurut Pengadilan Tinggi masih diperlukan
pemeriksaan tambahan untuk melengkapi pemeriksaan pokok perkaranya;

Compiled by Ade Firman Fathony, SHI., MSI.

37

Halaman Awal
YURISPRUDENSI PERDATA AGAMA

1. Putusan MA-RI no. 608 K/AG/2003, tanggal 23 Maret 2005:


- Gugatan rekonpensi yang diajukan oleh Kuasa Termohon dalam perkara cerai
talak yang melampaui batas kewenangan yang diberikan kepadanya, sebatas
mengenai akibat perceraian, dapat dikabulkan secara ex officio.
- Kewajiban seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya adalah lil intifa’
bukan lil tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah
kepada anaknya (nafkah madhiyah anak), tidak dapat digugat.
- Jumlah nilai mut’ah, maskan dan kiswah selama masa iddah serta nafkah anak
harus memenuhi kebutuhan hidup minimum berdasarkan kepatutan dan rasa
keadilan sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam dan perundang-undangan yang
berlaku.

2. Putusan MA-RI no. 90 K/AG/2003, tanggal 10 Nopember 2004:


- Harta bersama harus dirinci antara harta yang diperoleh selama perkawinan dan
harta milik pribadi (harta bawaan, hadiah, hibah, warisan).
- Obyek sengketa yang tidak dapat dibuktikan harus dinyatakan ditolak, sedangkan
obyek sengketa yang obscuur libel harus dinyatakan tidak dapat diterima.

3. Putusan MA-RI no. 280 K/AG/2004, tanggal 10 Nopember 2004:


Bahwa apabila telah terjadi perceraian, maka akibat perceraian harus ditetapkan
sesuai dengan kebutuhan hidup minimum berdasarkan kapatutan dan keadilan, dan
untuk menjamin kepastian dan masa depan anak perlu ditetapkan kewajiban suami
untuk membiayai nafkah anak/anak-anaknya.

4. Putusan MA-RI no. 1354 K/Pdt/2000, tanggal 8 September 2003:


Suami isteri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 (empat) tahun dan tidak saling
memperdulikan sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran
sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga dapat dijadikan
alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian.

5. Putusan MA-RI no. 126 K/Pdt/2001, tanggal 28 Agustus 2003:


Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya
seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu.

6. Putusan MA-RI no. 11 K/AG/2001, tanggal 10 Juli 2003:


Bahwa pemberian ½ bagian dari gaji Tergugat kepada Penggugat sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 dirubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
bukan merupakan hukum acara Peradilan Agama, karena pemberian ½ gaji Tergugat
kepada Penggugat merupakan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara.

38

Halaman Awal
7. Putusan MA-RI no. 299 K/AG/2003, tanggal 8 Juni 2003:
- Keterangan dua orang saksi dalam sengketa cerai talak yang hanya menerangkan
suatu akibat hukum (Rechts Gevolg), mempunyai kekuatan hukum sebagai dalil
pembuktian untuk itu harus dipertimbangkan secara cermat.
- Alat bukti berupa keterangan saksi harus memenuhi azas klasifikasi “unus testis
nullus testis’, sebagai azas yang berlaku dalam hukum acara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Putusan MA-RI no. 01 K/AG/2002, tanggal 17 Januari 2003:


- Menetapkan memberikan hak kepada Penggugat/Pembanding Sulistiyo untuk
bertemu secara intensif dengan anak bernama Dimas Chandra selama 3 (tiga) hari
dalam seminggu terhitung sejak putusan ini dijatuhkan sampai secara hukum anak
tersebut dapat memilih sendiri untuk ikut ibu atau bapaknya (umur 12 tahun).
- Menghukum Penggugat/Pembanding dan Tergugat /Terbanding untuk
melaksanakan diktum 2 di atas.
- Memerintahkan Penggugat rekonpensi untuk memperbolehkan dan tidak
menghalangi Tergugat rekonpensi kalau sewaktu-waktu ingin menjumpai anak-
anak tersebut (Putusan PTA Medan no. 103/Pdt.G/2006/PTA Mdn. , tanggal 31
Januari 2007).

9. Putusan MA-RI no. 02 K/AG/2001, tanggal 29 Agustus 2002:


Bahwa suatu perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang telah mempunyai isteri,
seyogiyanya harus disertai izin dari Pengadilan Agama sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam Pasal 3, 9, 24 dan 25 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

10. Putusan MA-RI no. 285 K/AG/2000, tanggal 10 November 2000:


Bahwa dikarenakan perselisihan yang terus menerus dan sudah tidak dapat
didamaikan kembali serta sudah tidak satu atap lagi/tidak serumah karena tidak
disetujui oleh keluarga kedua belah pihak, maka dapat dimungkinkan jatuhnya ikrar
talak.

11. Putusan MA-RI no. 83 K/AG/1999, tanggal 24 Februari 2000:


Didalam hal gugatan talak bain shughra dimana pihak ayah, ibu, dapat diangkat
sebagai saksi dan disesuaikan dengan keterangan pada saksi dari Tergugat.

12. Putusan MA-RI no. 237 K/AG/1998, tanggal 17 Maret 1999:


Perceraian dapat dikabulkan apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 19 f Peraturan
pemerintah No. 9 Tahun 1975.

13. Putusan MA-RI no. 249K/AG/1996, tanggal 8 Januari 1998:


- Bila dalam perkara yang pihak Termohonnya sakit ingatan, maka ntuk mewakili
kepentingannya dalam perkara bisa diwakili oleh orang tuanya sebagai wali dari
Termohon;
- Dalam perkara izin poligami, bila isteri tidak dapat dimintai persetujuannya,
pengadilan dapat memberikan izin untuk beristri lebih dari seorang (poligami)

39

Halaman Awal
tanpa persetujuan istrinya tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 58 ayat 93)
Kompilasi Hukum Islam;

14. Putusan MA-RI no. 1513 K/Pdt/1994, tanggal 26 Agustus 1997:


Karena petitum berisi permohonan tentang perceraian dan tentang perwalian yang
seharusnya dapat diperiksa dan diputus dalam satu putusan, maka petitum perwalian
yang telah diputus dalam bentuk penetapan harus dianggap sebagai putusan sehingga
permohonan kasasi atas putusan (penetapan) tentang perwalian harus dianggap
sebagai permohonan banding terhadap suatu putusan.

15. Putusan MA-RI no. 233 PK/Pdt/1991, tanggal 20 Juni 1997:


Bahwa dalam suatu putusan perceraian dimana seorang Hakim tidak boleh memutus
apa yang tidak menjadi petitum gugatan dimana dalam gugatan perceraian tersebut
tidak dikenal adanya gugatan balik terhadap rekonvensi.

16. Putusan MA-RI no. 196 K/AG/1994, tanggal 15 Nopember 1996:


Pemohon bukan pejabat yang berwenang mengajukan pembatalan perkawinan yang
dilangsungkan secara Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat
harus dinyatakan tidak dapat diterima.

17. Putusan MA-RI no. 138 K/AG/1995, tanggal 26 Juli 1996:


Perceraian dapat dikabulkan karena telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU
No. 1 tahun 1974, Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 f Kompilasi
Hukum Islam.

18. Putusan MA-RI no. 534 K/Pdt/1996, tanggal 18 Juni 1996:


Bahwa dalam hal perceraian tidak perlu dilihat dari siapa penyebab percekcokan atau
salahsatu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat adalah
perkawinan itu sendiri apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan lagi atau
tidak.

19. Putusan MA-RI no. 237 K/AG/1995, tanggal 30 Agustus 1995:


Perceraian tidak dapat dikabulkan apabila tidak memenuhi alasan-alasan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 19 f PP No. 9 Tahun 1975.

20. Putusan MA-RI no. 10 K/AG/1995, tanggal 15 Agustus 1995:


Gugatan rekonvensi ternyata tidak terperinci, tidak jelas dan kabur. Tuntutan nafkah
yang diajukan oleh Penggugat Konpensi/Tergugat rekonpensi diajukan ke
persidangan pada saat memberikan kesimpulan, maka harus dinyatakan tidak dapat
diterima.

21. Putusan MA-RI no. 09 K/AG/1994, tanggal 25 Nopember 1994


Hakim berkeyakinan bahwa rumah tangga kedua belah pihak antara Pemohon dan
Termohon benar telah retak dan sulit untuk dirukunkan kembali, maka cukup alasan

40

Halaman Awal
bagi hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk menjatuhkan talak satu kepada
Termohon.

22. Putusan MA-RI no. 110 K/AG/1992, tanggal 24 Juli 1993:


Dalam perkara sengketa perkawinan termasuk hadhanah, tidak berlaku asas "nebis in
idem.

23. Putusan MA-RI no. 27 K/AG/1982, tanggal 30 Agustus 1983:


Dalam hal terjadi perceraian, anak yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun)
adalah hak Ibunya.

24. Putusan MA-RI no. 1282 K/Sip/1979, tanggal 20 Desember 1979:


Dalam gugat cerai atas alasan perselisihan dan pertengkaran, ibu kandung dan
pembantu rumahtangga dapat didengar sebagai saksi.

25. Putusan MA-RI no. 1762 K/Pdt/1994, tanggal 29 September 1977:


Adanya surat penyerahan antara bekas suami isteri yang perkawinannya dinyatakan
putus karena perceraian, yang merupakan perdamaian di luar sidang adalah
kesepakatan bersama yang harus ditaati oleh keduabelah pihak yang membuatnya.

26. Putusan MA-RI no. 140 K/Sip/1974, tanggal 6 Januari 1976:


Bekas suami menurut hukum acara yang berlaku, tidak boleh didengar sebagai saksi.

27. Putusan MA-RI no. 906 K/Sip/1973, tanggal 25 Juni 1974:


Kepentingan si anak yang harus dipergunakan selaku patokan untuk menentukan
siapa dari orang tuanya yang diserahi pemeliharaan si anak.

28. Putusan MA-RI no. 906 K/Sip/1973, tanggal 25 Juni 1974:


Kewajiban membiayai kehidupan pendidikan dan pemeliharaan anak, tidak hanya
dibebankan kepada ayahnya saja, tetapi juga kepada ibunya sehingga patut kepada
masing-masing dibebankan separoh dari termaksud.

29. Putusan MA-RI no. 803 K/Sip/1970, tanggal 5 Mei 1970:


Apa saja yang dibeli, jika uang pembeliannya berasal dari harta bersama, maka dalam
barang tersebut tetap melekat harta bersama meskipun barang itu dibeli atau dibangun
berasal dari pribadi.

30. Putusan MA-RI no. 392 K/Pdt/1969, tanggal 1 Oktober 1969:


Terjadi perceraian serta pembagian harta bersama antara bekas suami-isteri masing-
masing 1/2 bagian. Bahwa dipertimbangkan perihal harta benda tersebut termasuk
biaya hidup, pendidikan dan pemeliharaan anak yang menurut yurisprudensi sebagai
hukum yang hidup biaya-biaya tersebut tidak hanya dibebankan kepada ayah saja
tetapi juga kepada ibu, sehingga untuk menjamin pembagian tersebut, conservatoir
beslag dapat disahkan dan dinyatakan berharga teristimewa untuk jaminan
pelaksanaan putusan (eksekusi).

41

Halaman Awal
YURISPRUDENSI WARIS

1. Putusan MA-RI no. 332 K/AG/2000, tanggal 3 Agustus 2005:


- Dalam membagi ahrta warisan harus disebutkan secara jelas orang-orang yang
berhak menjadi ahli waris dan bagian masing-masingnya.
- Apabila dilakukan hibah kepada pihak lain terhadap harta warisan yang belum
dibagikan kepada ahli waris, maka hibah tersebut batal demi hukum karena salah
satu syarat hibah adalah barang yang dihibahkan harus milik pemberi hibah
sendiri, bukan merupakan harta warisan yang belum dibagi dan bukan pula harta
yang masih terikat dengan suatu sengketa.
- Hibah yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, maka Hibah tersebut tidak
dilakukan berdasarkan Hukum Islam, Oleh karenanya, untuk menilai sah tidaknya
hibah tersebut, bukan merupakan wewenang Pengadilan Agama.

2. Putusan MA-RI no. 32 K/AG/2002, tanggal 20 April 2005.


- Dalam perkara sengketa waris mal waris, tidak perlu ditetapkan taksiran harta dan
penunjukan obyek sengketa yang menjadi bagian masing-masing, karena harga
tersebut dapat berubah pada saat eksekusi.
- Untuk membagi harta peninggalan yang di dalamnya terdapat harta bersama,
maka harta bersama harus dibagi terlebih dahulu, dan hak pewaris atas harta
bersama tersebut menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris
yang berhak.

3. Putusan MA-RI no. 3574 K/Pdt/2000, tanggal 5 September 2002:


Terhadap harta bawaan dari istri tidak dapat disita sebagai jaminan atas hutang
almarhum suaminya sebab bukan merupakan harta peninggalan almarhum suaminya.

4. Putusan MA-RI no. 38 K/AG/1998, tanggal 5 Oktober 1998:


Perkawinan pewaris dengan isteri kedua sampai saat pewaris meninggal dunia tidak
pernah dibatalkan, karena itu isteri kedua dan anak perempuannya adalah ahli waris.

5. Putusan MA-RI no. 184 K/AG/1996, tanggal 27 mei 1998:


Permohonan kasasi dapat dikabulkan, karena gugatan Penggugat kurang pihak atau
tidak semua ahli waris dijadikan pihak dalam gugatan Penggugat.

6. Putusan MA-RI no. 537 K/AG/1996, tanggal 11 Juli 1997:


Yudex Factie telah salah menerapkan hukum karena ada ahli waris lainnya yang tidak
diikutsertakan sebagai pihak-pihak dalam memfaraidhkan harta peninggalan pewaris.

7. Putusan MA-RI no. 350 K/AG/1994, tanggal 28 Mei 1997:


Bahwa dalam pembagian harta warisan menurut Hukum Islam, maka harta warisan
tersebut harus dibagi diantara para ahli warisnya dengan perbandingan 2 bagian bagi
anak laki-laki dan satu bagian bagi anak perempuan.

42

Halaman Awal
8. Putusan MA-RI no. 86 K/AG/1994, tanggal 27 juli 1996:
Selama masih ada anak laki-laki maupun anak perempuan, maka hak waris dari
orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris kecuali orang tua,
suami dan isteri menjadi tertutup (terhijab).

9. Putusan MA-RI no. 177 K/Sip/1976, tanggal 26 Oktober 1976


Di dalam amar putusan, orang-orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara,
tidak dapat dinyatakan sebagai ahli waris.

10. Putusan MA-RI no. 437 K/Sip/1973, tanggal 9 Desember 1975:


Karena tanah-tanah sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat
I/Pembanding sendiri tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya
gugatan ditujukan terhadap Tergugat I Pembanding bersaudara bukan hanya terhadap
Tergugat I Pembanding sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus dinyatakan
tidak dapat diterima.

11. Putusan MA-RI no. 431 K/Sip/1973, tanggal 9 Mei 1974:


Dengan meninggalnya Penggugat asli dan tidak adanya persetujuan dari semua ahli
warisnya untuk melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan gugur.

12. Putusan MA-RI no. 429 K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971:


Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal,
apabila Penggugat tidak berkeberatan perkara dapat diteruskan oleh ahli waris
Tergugat.

13. Putusan MA-RI no. 332 K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971:


Putusan PT dan PN harus dibatalkan, karena pada waktu putusan PN diucapkan
sebenarnya belumlah jelas siapa dari ahli waris Tergugat asal (yang meninggal dunia)
yang akan meneruskan kedudukannya sebagai Tergugat asal.

43

Halaman Awal
YURISPRUDENSI HIBAH

1. Putusan MA-RI no. 75 K/AG/2003, tanggal 14 Mei 2004:


Sebelum menerapkan Pasal 210 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, maka terlebih
dahulu harus dijelaskan oleh Penggugat jumlah harta keseluruhannya sehingga dapat
ditentukan apakah hibah tersebut melampaui batas 1/3 harta hibah atau tidak.

2. Putusan MA-RI no. 27 K/AG/2002, tanggal 26 Pebruari 2004:


Bahwa seseorang yang mendalilkan mempunyai hak atas tanah berdasarkan hibah,
harus dapat membuktikan kepemilikan atas hibah tersebut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, dan apabila diperoleh berdasarkan
hibah, maka segera tanah tersebut dibaliknamakan atas nama penerima hibah, jika
tidak demikian kalau timbul sengketa di kemudian hari, maka status tanah tersebut
tetap seperti semula kecuali benar-benar dapat dibuktikan perubahan status
kepemilikannya.

3. Putusan MA-RI no. 55 K/AG/1998, tanggal 29 Juli 1999:


Bahwa di dalam perkara gugatan mengenai hibah dapat dinyatakan batal apabila si
penerima hibah tidak dapat membuktikan secara nyata barang tersebut telah
dihibahkan kepadanya.

4. Putusan MA-RI no. 3704 K/Pdt/1991, tanggal 25 Juni 1996:


Hibah wasiat baru berlaku setelah orang yang menghibahwasiatkan meninggal dunia
sedangkan penghibah sebagai yang menghibahwasiatkan masih hidup, maka hibah
wasiat dapat dicabut kembali.

5. Putusan MA-RI no. 76 K/AG/1992, tanggal 23 Oktober 1993:


Hibah yang melebihi 1/3 dari luas obyek sengketa yang dihibahkan adalah
bertentangan dengan ketentuan hukum.

Compiled by Ade Firman Fathony, SHI., MSI.

44

Halaman Awal

Anda mungkin juga menyukai