Anda di halaman 1dari 43

Tugas Kelompok

Ranah Pengetahuan menurut Bloom + Bloom yang direvisi dan


Contoh Bentuk-bentuk Soalnya untuk Pembelajaran Matematika
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan
Evaluasi Pembelajaran Matematika

Oleh:
Kelompok 1
1.

Arifa Rahmi

( 15205061 )

2.

Muthia Rahmi

( 15205072 )

3.

Rahmi Fitri

( 15205076 )

4.

Siti Zulaika

( 15205079 )

5.

Susanti

( 15205080 )

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd, M.Sc
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sejalan dengan dinamika bangsa yang terus mencari bentuk yang lebih
baik demi menghasilkan generasi cerdas dan budiman, maka penulis membuat
makalah ini yang berjudul “Ranah Pengetahuan menurut Bloom + Bloom yang
direvisi dan Contoh Bentuk-bentuk Soalnya untuk Pembelajaran Matematika”
dengan baik. Untuk memenuhi tugas perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Matematika.
Penulis berharap agar semua orang dapat memperoleh berbagai informasi yang
berguna untuk pembaca dari karya tulis ini. Namun, walaupun demikian penulis juga
percaya bahwa tidak ada gading yang tak retak, untuk itu kritikan dan saran maupun
sumbangsih pikiran yang sifatnya constructive dari pembaca akan penulis terima
dengan senang hati. Demi kesempurnaan makalah ini dan untuk perbaikan makalah
yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan oleh Bapak Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd, M.Sc.
selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini, serta rekan-rekan yang ikut membantu terselesainya makalah ini.

Padang,

Penulis

Februari 2016
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR .........................................................................
.................. i
DAFTAR
ISI ...............................................................................
......................... ii

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................
......... 1
A. Latar
Belakang...........................................................................
..... 1
B. Rumusan
Masalah ..........................................................................
2
C. Tujuan
Penulisan .........................................................................
... 2
D. Manfaat
Penulisan .........................................................................
. 2

BAB II

PEMBAHASAN ........................................................................
........... 3
A. Ranah Pengetahuan Menurut Bloom .............................................. 3
B. Ranah Pengetahuan Menurut Bloom yang Direvisi ...................... 18

BAB III
PENUTUP ...........................................................................
................ 28
A.
Kesimpulan ........................................................................
............ 28
B.
Saran .............................................................................
................. 29
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian merupakan upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian
berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S.
Bloom.
Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam rangka evaluasi
pembelajaran adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip tersebut evaluator dalam
melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh
terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan
pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan
(aspek
afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah tersebut erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat
dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan
kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu
harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang
melekat pada diri peserta didik, yaitu ranah proses berfikir (cognitive domain),
ranah
nilai atau sikap (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotor domain).
Dalam konteks evaluasi pembelajaran, maka ketiga domain atau ranah itulah
yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi pembelajaran. Untuk
lebih memahami tentang ranah pengetahuan menurut Bloom tersebut, maka dalam
makalah ini penulis akan menjelaskan materi yang berjudul “Ranah Pengetahuan
menurut Bloom + Bloom yang direvisi dan Contoh Bentuk-bentuk Soalnya untuk
Pembelajaran Matematika”.

1
2

B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.

Bagaimana ranah pengetahuan menurut Bloom sebelum direvisi?

2.

Bagaimana ranah pengetahuan menurut Bloom yang direvisi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.

Untuk mengetahui ranah pengetahuan menurut Bloom sebelum direvisi.

2.

Untuk mengetahui ranah pengetahuan menurut Bloom yang direvisi.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.

Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang ranah pengetahuan menurut

Bloom dan Bloom yang direvisi.


2.

Digunakan untuk acuan pada pendidik atau calon pendidik untuk mengetahui
ranah pengetahuan serta dalam praktiknya dalam kegiatan belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ranah Pengetahuan Menurut Bloom


Pada tahun 1956 Benyamin S. Bloom menyampaikan gagasannya berupa
taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki,
selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Taksonomi berasal dari bahasa Yunani
tassein yang berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Oleh karena
itu,
taksonomi adalah sistem klasifikasi, artinya sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi.
Bloom dan krathwohl menggunakan 4 prinsip-prinsip dasar dalam merumuskan
taksonomi, antara lain:
1. Prinsip metodologi: perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara
pendidik dalam mengajar.
2. Prinsip psikologis: Taksonomi hendaknya konsisten fenomena kejiwaan yang
ada sekarang.
3. Prinsip logis: Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
4. Prinsip tujuan: Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan
tingkatantingkatan nilai-nilai. (S. Arikunto, 2005:116)

Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang
menujukkan tingkat kesulitan. Selain itu pada prinsip evaluator dituntut untuk
mengevaluasi

secara

menyeluruh

terhadap

peserta

didik,

baik

dari

segi

pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek
kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif) dan pengalamannya (aspek
psikomotorik).
Benjamin S.Bloom dan kawan-kawannya berpendapat bahwa taksonomi
(pengelompokkan) tujuan pendidikan. Ada 3 ranah atau domain besar yang mengacu
kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah pada diri peserta didik, yaitu

3
4

ranah proses berpikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affective domain)
dan ranah keterampilan (psychomotor domain).
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah
yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar, yaitu:
(1)
Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang
telah diberikan kepada mereka? (2) Apakah peserta didik sudah dapat
menghayatinya? (3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat
diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupan sehari-hari?

1.

Ranah kognitif (cognitive domain)


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut

Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif (A. Sudijono, 2007:49-50). Taksonomi Bloom mengklasifikasikan ranah
kognitif menjadi enam kategori dari yang sederhana sampai dengan yang lebih
kompleks. Daryanto (2012: 101-102) memberikan gambar secara visual dari keenam
kategori aspek ranah kognitif atas enam jenjang yang diurutkan secara hirarki
piramidal, sebagaimana terlukis pada Gambar 1. Keenam jenjang berpikir pada ranah
kognitif bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih), dimana ranah ranah
yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada di bawahnya (A. Sudijono,
2007:53). Overlap antara enam jenjang berpikir itu akan lebih jelas terlihat pada
Gambar 2.
Penilaian
Sintesis
Analisis
Penerapan
Pemahaman
Pengetahuan

(evaluation)
(synthesis)
(analysis)
(application)
(comprehension)
(knowledge)

Gambar 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif


5

6
5
4
3
2
1

Gambar 2. Overlap antara enam jenjang berpikir pada ranah kognitif

Keterangan:
Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar.
Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau Penerapan (3)
mencakup pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Analisis (4) mencakup aplikasi
(3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4),
aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga
sintesis (5), analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1).
Keenam kategori tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), disebut dengan C1


Pengetahuan (knowledge) merupakan proses berpikir yang paling rendah.

Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau


mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya (S. Arikunto, 2005:117).
Oleh karena itu pengetahuan menekan pada proses mental dalam mengingat dan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah peserta didik peroleh secara
tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang
dimaksud berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan,
fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip.
6

Secara terinci, jenjang pengetahuan ini mencakup hal-hal sebagai berikut:


(1) Pengetahuan tentang fakta yang spesifik; dalam hal ini peserta didik dituntut
untuk mengingat kembali materi yang mirip dengan materi yang telah dipelajari.
Contoh soal:

Bilangan prima yang genap adalah ...

Invers kali dari 5 adalah ...

Hasil penjumlahan dua bilangan rasional a/b + c/d adalah ...

Rumus untuk menentukan keliling lingkaran adalah ...

Sebutkan contoh-contoh dari bilangan rasional dan irrasional ...

(2) Pengetahuan tentang terminologi; dalam hal ini kemampuan yang paling besar
adalah mengetahui arti tiap kata.
Contoh soal:

Himpunan yang tidak mempunyai anggota adalah ...

Sifat penjumlahan bilangan a + b = b + a disebut dengan ...

Nilai mutlak dari suatu bilangan k ditulis dengan lambang ...

Garis yang menghubungan satu titik sudut sebuah segitiga dengan


pertengahan sisi di depannya adalah ...

(3) Kemampuan untuk mengerjakan aksioma (manipulasi rutin)


Contoh soal:

b.

6 – (–3) = ...

(2/3) : (1/6) = ...


Jika x + 2 = y, maka │x - y│ + │x + y│ adalah ...

Penyelesaian dari persamaan x + (1/x) = x – (1/x) adalah ...

1/20 dijadikan bentuk persen adalah ...

Pemahaman (comprehension), disebut dengan C2


Tahap pemahaman lebih tinggi tingkatannya dari tahap pengetahuan.

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau


memahami sesuatu setelah sesuatu itu telah diketahui dan diingat. Dengan kata lain,
7

memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi. Dalam tingkatan ini peserta didik diharapkan mampu memahami ide-ide
matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa
perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
Menurut S. Arikunto (2005:118), dengan pemahaman, peserta didik diminta
untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta
atau konsep. Sehingga peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Daryanto (2012: 106) menjelaskan bahwa
kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu: (1) menerjemahkan
(translation), (2) menginterpretasikan (interpretation) dan (3) mengekplorasi
(eksploration).
Secara terinci, jenjang kognitif pemahaman mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1) Pemahaman Konsep
Contoh soal:

Jika f(x) = 2x + 1 dan g(x) = 3x – 2, maka f(g(x)) adalah ...

Persamaan garis yang melalui titik (1,2) dan (-3,5) adalah ...

Jelaskan pengertian dari bilangan rasional dan irrasional!

(2) Pemaham prinsip, aturan dan generalisasi


Contoh soal:

Jika pembilang dan penyebut suatu pecahan dikali dengan bilangan yang
sama, maka ...

Jika irisan dua bidang tidak kosong, maka irisannya akan berbentuk ...

Sudut luar sebuah segitiga sama dengan ...

(3) Pemahaman terhadap struktur matematika


Contoh soal:

Nilai a dalam 3 x 39 = (3 x 13) +(3 x a) adalah ...

Jika (n + 68)2 = 654.461, maka (n +58) (n+78) adalah ...

Jika a . b = 0, maka ...


8

(4) Kemampuan untuk membuat transformasi


Contoh soal:

Seperdelapan persen dari 10.000 sama dengan ...

Jika a * b = a + ab, maka 2 * 7 = ...

Sebuah lingkaran yang berjari-jari r dilukis dalam suatu persegi, dimana


lingkaran tersebut menyingung keempat sisi persegi. Luas daerah persegi
yang berada di luar lingkaran adalah ...

(5) Kemampuan untuk mengikuti pola berpikir


Contoh soal:
Perhatikan pola bilangan berikut:

Maka jumlah bulatan pada gambar ke 10 adalah ...


(6) Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial dan
masalah matematika.
Contoh soal:

Untuk n anggota bilangan cacah, tentukanlah nilai n yang memenuhi


pertaksamaan 5 < n + 3 < 15 ...

c.

Jika irisan dua bidang tidak kosong, maka irisannya akan berbentuk ...

Sudut luar sebuah segitiga sama dengan ...

Penerapan (application), disebut dengan C3


Penerapan atau aplikasi ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih

tinggi ketimbang pemahaman. Penerapan atau aplikasi (application) adalah


kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata
cara

ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori

dan

sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Kemampuan kognisi yang
mengharapkan peserta didik mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka
9

berkenaan dengan sebuah abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat


ketika mereka diminta untuk itu.
Daryanto (2012:109) menjelaskan jenjang kemampuan pemahaman ini dituntut
kesanggupan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip serta
teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Dengan demikian peserta didik dituntut
memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep,
hukum, dalil, aturan, gagasan dan cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu
situasi baru dan menerapkannya secara benar.
Secara terinci, jenjang kognitif penerapan atau aplikasi mencakup hal-hal sebagai
berikut:
(1) Kemampuan untuk menyelesaikan masalah rutin
Contoh soal:
Pak Herman membeli kemeja dengan harga Rp. 75.000,-. Untuk pembeliah
kemaja tersebut, pak Herman mendapat potongan (diskon) 15%. Harga yang
harus dibayar pak Herman adalah ...
(2) Kemampuan untuk membandingkan
Contoh soal:

Tentukan data terbesar dari 23, 34, 33, 43, 15, 34, 43, 24, 25, 34, 33, 45, 41,
39 adalah ...

d.

Bagaimana menyelesaikan hitungan ini 51 x 40 = n?

Analisis (analysis), disebut dengan C4


Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau

menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang
jenjang penerapan/aplikasi.
Menurut Daryanto (2012:109) menjelaskan bahwa jenjang kemampuan ini
dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-
10

unsur

atau

komponen-komponen

pembentuknya.

Kemampuan

analisis

diklasifikasikan atas tiga kelompok yaitu: analisis unsur, analisis hubungan dan
analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Sehingga kemampuan ini dapat memilah
sebuah informasi ke dalam komponen-komponen sedemikan hingga hirarki dan
keterkaitan antar ide dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.
Secara terinci, jenjang kognitif sintesis mencakup analisis yaitu:
Contoh soal:

Nilai x yang memenuhi persamaan 2.8x + 4. 8-x – 9 = 0 adalah ...

Amir ingin membeli 6 pasang sepatu. Toko X menjual Rp. 75.000 untuk tiga
pasang, sedangkan toko Y menjual Rp. 50.000 untuk 2 pasang. Agar
ekonomis, Amir harus membeli di toko ...

Jumlah peserta didik SMK A 1400 orang, terdiri dari jurusan akuntansi,
bisnis manajemen, perkantoran dan broadcasting. Bila jurusan akuntasi 200
orang, bisnis manajemen 250 orang, perkantoran 450 orang dan sisanya
broadcasting, maka persentase jumlah peserta didik jurusan broadcasting
adalah ...

Peserta didik disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada
angin kencang tidak segera turun hujan.

e.

Sintesis (synthesis), disebut dengan C5


Sintesis (synthesis) adalah memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian

untuk membentuk suatu kesatuan.. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih


tinggi ketimbang jenjang analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Dalam matematika, sintesis melibatkan
pengkombinasian

dan

pengorganisasian

konsep-konsep
dan

prinsip-prinsip

matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan


berbeda dari yang sebelumnya. Sehingga sintesis merupakan suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga menjelma menjadi
11

suatu pola struktur atau bentuk. Misalnya memformulakan teorema-teorema


matematika dan mengembangkan struktur-struktur matematika.
Dengan demikian pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan
sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan beberapa faktor yang ada. Dimana
hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa : tulisan dan rencana atau
mekanisme (Daryanto 2012:112). Apabila penyusun soal tes bermaksud meminta
peserta didik melakukan sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian
rupa sehingga meminta peserta didik untuk menggabungkan atau menyusun kembali
hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru. (S. Arikunto,
2005:119)
Secara terinci, jenjang kognitif sintesis mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1) Kemampuan untuk menemukan hubungan
Contoh soal:

Panjang diagonal suatu bujur sangkar adalah x + y. Tentukanlah luas bujur


sangkar tersebut.

Manakah dari bilangan-bilangan berikut ini yang merupakan bilangan


irrasional?
a. 2

b. 0, 524389

c. 4

d. 0,123123123

e. 2

(2) Kemampuan untuk menyusun pembuktian


Contoh soal:
Buktikan untuk setiap bilangan real a, buktikanlah bahwa a . 0 = 0 . a = 0.

f.

Penilaian (evaluation), disebut dengan C6


Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir

paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Kegiatan membuat
penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara atau metode. Evaluasi
dapat
memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih
baik, penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sintesis. Oleh
karena itu, jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi
12

situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu.


Evaluasi
dalam pengukuran aspek kognitif menyangkut masalah “benar/salah“ yang
didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan.
Secara terinci, jenjang kognitif evaluasi mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1) Kemampuan untuk mengkritik pembuktian
Contoh soal:
Uraikan berikut adalah sebuah bukti mengenai dua bilangan riil yang sama.
Langkah mana yang salah?

misalkan


(

)(



(2) Kemampuan untuk merumuskan dan memvalidasi generalisasi
Contoh soal:
Tuliskan langkah-langkah atau prosedur untuk menentukan apakah 12.807
sebuah bilangan prima.

2.

Ranah efektif (affective domain)


Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David

R.Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang diberi judul Taxonomy of
Educational Objecyives:Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang
berhubungan dengan sikap dan nilai. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif
yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai
tingkah laku. Misalnya, perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
belajar,
menghargai pendidik dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada
beberapa

kategori

dalam
ranah

afektif

sebagai

hasil

belajar

yaitu

(a)
13

receiving/attending (menerima/memperhatikan), (b) responding (menanggapi), (c)


Valuing (penilaian), (d) organization (organisasi), (e) characterization by a value
or
value complex (karakteristik nilai atau internalisasi nilai). Di bawah ini
merupakan
gambaran secara visual dari kelima kategori aspek ranah afektif atas lima jenjang
yang diurutkan secara hirarki piramidal menurut Taksonomi Krathwohl dan Bloom
dkk, sebagaimana terlukis pada Gambar 3.
Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
Organisasi
Penilaian
Menanggapi
Menerima
Gambar 3. Lima jenjang berpikir pada ranah afektif

Kelima kategori dalam ranah afektif sebagai berikut:


a.

Receiving/attending (menerima/memperhatikan)
Receiving/attending (menerima/memperhatikan) adalah semacam kepekaan

dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada peserta didik
dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk
kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian
sebagai
kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini
peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan
kepada
mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau
mengidentifikasi diri dengan nilai itu. Menurut Daryanto (2012:117), Dipandang dari
segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan dan
mengarahkan perhatian peserta didik. Contohnya hasil belajar afektif jenjang
receiving yaitu bagaimana peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan,
sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh?.
14

b.

Responding (menanggapi)
Responding (menanggapi) adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya

partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki peserta


didik untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada
dirinya. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh
hasil
belajar ranah afektif jenjang responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya
untuk
mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi makna dari materi-materi
matematika tentang kedisiplinan. Misalnya bagaimanakah pendapat anda tentang
peserta didik yang tidak menyukai pelajaran matematika? Bagaimana tindakan Anda
jika seandainya yang menjadi pengajar matematika itu Anda?

c.

Valuing (menilai/menghargai)
Valuing (menilai/menghargai) artinya memberikan nilai atau penghargaan

terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,
dirasakan akan membawa kerugian dan penyesalan. Valuing adalah merupakan
tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam
kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai
yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena
baik atau buruk.
Sejalan dengan penjelasan Daryanto (2012:117) bahwa kemampuan ini
bertalian dengan partisipasi peserta didik. Sehingga peserta didik tidak hanya
menghadiri suatu fenomena tetapi juga mereaksi terhadap fenomenanya dengan salah
satu cara. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk
mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani
proses penilaian. Nilai itu telah dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan
demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil
belajar
afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik
15

untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan


masyarakat. Bagaimanakah pendapat Anda seandainya pelajaran matematika itu tidak
dipelajari di sekolah? Mengapa pendapat Anda demikian?

d.

Organization (Organisasi)
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan

perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem
organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Termasuk ke dalam organisasi ialah konsep
tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Daryanto (2012:117)
berpendapat
bahwa jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan peserta didik terhadap
suatu
objek, fenomena atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini merupakan jenjang sikap
atau
nilai yang lebih tinggi lagi ketimbang receiving, responding dan valuing. Contoh
hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan
disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto pada
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995.

e.

Characterization by a value or value complex (karakteristik nilai atau


internalisasi nilai)
Characterization by a value or value complex (karakteristik nilai atau

internalisasi nilai) adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai. Nilai
itu telah
tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jadi
pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik (pola
hidup) tingkah laku, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif
pada jenjang ini adalah peserta didik telah memiliki kebulatan sikap, wujudnya
16

peserta didik menjadikan peraturan sekolah untuk melatih kedisiplinan, baik


kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

3.

Ranah psikomotor (psychomotor domain)


Ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan

geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Secara mendasar terdapat dua hal yang terkait
yaitu keterampilan (skill) dan kemampuan (abilities). Dengan demikian ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Menurut N.
Sudjana (2007), ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan
atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Walaupun ranah psikomotor meliputi enam jenjang kemampuan, namun masih
dikelompokkan dalam tujuh kategori menurut Retno Utari, yakni:
a.

Persepi; Kemampuan menggunakan saraf sensori dalam menginterpretasikannya


dalam memperkirakan sesuatu. Kata kerja kuncinya yaitu mendeteksi,
mempersiapkan

diri,

memilih,

menghubungkan,

menggambarkan,

mengidentifikasi, mengisolasi, membedakan menyeleksi. Contoh: menurunkan


suhu AC saat merasa suhu ruangan panas.
b.

Kesiapan; kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik, dan emosi,
dalam menghadapi sesuatu. Kata kerja kuncinya yaitu memulai, mengawali,
memprakarsai, membantu, memperlihatkan mempersiapkan diri, menunjukkan,
mendemonstrasikaan. Contoh: melakukan pekerjaan sesuai urutan, menerima
kelebihan dan kekurangan seseorang

c.

Reaksi yang diarahkan; kemampuan untuk memulai ketrampilan yang kompleks


dengan bantuan/bimbingan dengan meniru dan uji coba. Kata kerja kuncinya
yaitu meniru, mentrasir, mengikuti, mencoba, mempraktekkan, mengerjakan,
17

membuat,

memperlihatkan,

memasang,

bereaksi,

menanggapi.

Contoh:

Mengikuti arahan dari instruktur.


d.

Reaksi natural (mekanisme); kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat


ketrampilan ahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan peserta didik
akan terbiasa melakukan tugas
Mengoperasikan,
melaksanakan
mengendalikan,

membangun,
sesuai

rutinnya. Kata kerja kuncinya yaitu


memasang,

standar,

mempercepat,

membongkar,

mengerjakan,
memperlancar,

memperbaiki,

menggunakan,
mempertajam,

merakit,
menangani.

Contoh: menggunakan computer.


e.

Reaksi yang kompleks; kemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam


melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari kecepatan, ketepatan, efsiensi dan
efektivitasnya. Semua tindakan dilakukan secara spontan, lancar, cepat, tanpa
ragu. Kata kerja kuncinya yaitu mengoperasikan, membangun, memasang,
membongkar, memperbaiki, melaksanakan

sesuai standar, mengerjakan,

menggunakan,
mempercepat,

merakit,

mengendalikan,

memperlancar,

mencampur, mempertajam, menangani, mngorganisir, membuat draft/sketsa,


mengukur. Contoh: Keahlian bermain piano.
f.

Adaptasi; kemampuan mengembangkan keahlian, dan memodifikasi pola sesuai


dengan yang dbutuhkan. Kata kerja kuncinya yaitu mengubah, mengadaptasikan,
memvariasikan, merevisi, mengatur kembali, merancang kembali, memodifikasi.
Contoh: Melakukan perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak
terduga tanpa merusak pola yang ada.

g.

Kreativitas; kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan


kondisi/situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi masalah dengan
mengeksplorasi kreativitas diri. Kata kerja kuncinya yaitu merancang,
membangun, menciptakan, mendisain, memprakarsai, mengkombinasikan,
membuat, menjadi pioneer. Contoh: membuat formula baru, inovasi dan produk
baru.
18

B. Ranah Pengetahuan Menurut Bloom yang Direvisi


Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom telah lama digunakan sebagai
dasar untuk penyusunan kerangka pikir ini memudahkan pendidik memahami,
menata dan mengimplementasikan tujuan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut
Taksonomi Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas
dalam waktu yang lama. Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin
Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki
taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi
tersebut hanya dilakukan pada ranah kognitif.
Ada beberapa alasan mengapa Handbook Taksonomi Bloom perlu direvisi,
yakni: pertama, terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik
pada handbook, bukan sekedar sebagai dokumen sejarah. Alasan kedua adalah
adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan dan pemikiran baru (kemajuan
dalam ilmu pengetahuan) dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.
Alasan yang ketiga adalah taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus
yang menjadi dasar untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Rumusan tujuan
pendidikan harus memuat dua dimensi yaitu dimensi pertama untuk menunjukkan
jenis perilaku peserta didik dengan menggunakan kata kerja dan dimensi kedua untuk
menunjukkan isi pembelajaran dengan menggunakan kata benda.
Alasan keempat yaitu proporsi yang tidak sebanding dalam penggunaan
taksonomi pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan pembelajaran dengan
penggunaan taksonomi pendidikan untuk asesmen. Alasan yang kelima adalah pada
kerangka pikir taksonomi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam
kategorinya (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi)
daripada sub-subkategorinya. Taksonomi Bloom menjabarkan enam kategori tersebut
secara mendetail, namun kurang menjabarkan pada subkategorinya.
Alasan keenam adalah ketidakseimbangan proporsi subkategori dari taksonomi
Bloom. Kategori pengetahuan dan komprehensi memiliki banyak subkategori namun
19

empat kategori lainnya hanya memiliki sedikit subkategori. Alasan ketujuh adalah
taksonomi Bloom versi aslinya lebih ditujukan untuk dosen-dosen, padahal dalam
dunia pendidikan tidak hanya dosen yang berperan untuk merencanakan kurikulum,
pembelajaran dan penilaian. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah revisi taksonomi yang
dapat lebih luas menjangkau seluruh pelaku dalam dunia pendidikan.

Revisi Taksonomi Bloom tersebut meliputi:


1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi.
2. Perubahan hampir terjadi pada semua level hirarki, namun urutan level masih
sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak
pada level 5 dan 6. Perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering (mengingat).

b.

Pada

level

2,

comprehension

dipertegas

menjadi

understanding

(memahami).
c.

Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).

d.

Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).

e.

Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan


perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).

f.

Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan


evaluating (menilai).

Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari
enam level yaitu remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis/ mengurai), evaluating (menilai) dan creating
(mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar
yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.
20

Perubahan dari kerangka pikir asli ke revisinya diilustrasikan pada Gambar 4.


Kata Benda
Dimensi
pengetahuan

Dimensi tersendiri
Pengetahuan
Mengingat

Kata Kerja

Pemahaman

Memahami

Aplikasi

Mengaplikasikan

Analisis

Manganalisis

Sintesis

Mengevaluasi

Evaluasi

Mencipta

Dimensi proses
kognitif

Gambar 4. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi (Anderson dan


Krathwohl, 2001:268)

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui perubahan taksonomi ini, dibuat agar


sesuai dengan tujuan pendidikan.yang mengindikasikan bahwa peserta didik akan
dapat melakukan sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu (kata benda). Berikut ini
merupakan Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan
Krathwohl (2001:66-88) memiliki dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan
dimensi kognitif proses.

Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan merupakan dimensi tersendiri dalam Taksonomi Bloom
revisi. Dalam dimensi ini terdiri atas pengetahuan kongkrit sampai dengan
pengetahuan abstrak. Dimensi ini akan dipaparkan empat jenis kategori pengetahuan.
Keempat kategori tersebut yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif. Kategori-kategori tersebut
akan dijelaskan dalam Tabel 1. (David R. Krathwohl, 2002:214)
21

Tabel 1 The Knowledge Dimension – Major Types and Subtypes


Concrete knowledge
Factual

Abstract knowledge
Conceptual

Procedural

Metacognitive

Knowledge
terminology

of Knowledge
of Knowledge
of Strategic knowledge
classifications and subject-specific skills
categories
and algorithms
knowledge
of Knowledge
of Knowledge
of Knowledge
about
specific
details principles
and subject-specific
cognitive
tasks,
and element
generalizations
techniques
and including appropriate
methods
contextual
and
conditional knowledge
Knowledge
of Knowledge
of Self-knowledge
theories, models, criteria
for
and structures
determining when to
use
appropriate
procedures

1.

Pengetahuan faktual (factual knowledge)


Pengetahuan faktual yaitu elemen dasar dimana peserta didik harus tahu akan

berkenalan dengan disiplin atau memecahkan masalah. Termasuk di dalamnya


pengetahuan terminologi dan pengetahuan tentang rincian spesifik dan unsur.
2.

Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge)


Pengetahuan konseptual yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam

struktur yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersamasama.
Diantaranya pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang
prinsip-prinsip dan generalisasi, pengetahuan tentang teori, model dan struktur.

3.

Pengetahuan prosedural (procedural knowledge)


Pengetahuan prosedural yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan

dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, teknik dan metode. Diantaranya


pengetahuan tentang subyek-keterampilan khusus, pengetahuan subjek-teknik khusus
22

dan metode, pengetahuan kriteria untuk menentukan ketika untuk menggunakan


prosedur yang tepat.

4.

Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge)


Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta

kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi sendiri. Diantaranya pengetahuan


strategis, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk sesuai kontekstual
dan
kondisi pengetahuan, serta pengetahuan diri.

Dimensi Proses Kognitif


Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi membagi enam jenis
kategori dimensi proses kognitif yaitu mengingat (remember), memahami/mengerti
(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate),
dan menciptakan (create). Kategori-kategori tersebut akan dijelaskan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kategori Taksonomi Anderson dan Kratwohl


Kategori dan Proses
Nama-Nama Lain
Definisi dan Contoh
Kognitif
1. Mengingat – Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang
Mengenali
Mengidentifikasi
Menempatkan pengetahuan dalam memori
jangka panjang yang sesuai dengan
pengetahuan
tersebut
(misalnya,
mengenali tanggal terjadinya peristiwa
penting dalam sejarah Indonesia)
Mengingat kembali

Mengambil

2. Memahami – Mengkonstruksi makna dari


diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru
Menafsirkan
Mengklarifikasikan,
Memparafrasekan,
Mempresentasi,
Menerjemahkan

Mengambil pengetahuan yang relevan dari


memori jangka panjang (misalnya
mengingat kembali tanggal peristiwaperistiwa penting dalam sejarah Indonesia)
materi pembelajaran, termasuk apa yang
Mengubah
satu
bentuk
gambaran
(misalnya angka) jadi bentuk lain
(misalnya kata-kata)
23

Mencontohkan

Mengilustrasikan,
Memberi contoh

Menemukan contoh atau ilustrasi tentang


konsep atau prinsip (misalnya memberi
contoh tentang aliran-aliran seni lukis)
Mengklasifikasikan
Mengategorikan,
Menentukan sesuatu dalam satu kategori
Mengelompokkan
(misalnya mengklasifikasikan sifst-sifst
penjumlahan)
Merangkum
Mengabstraksi,
Mengabstraksikan tema umum atau poinMenggeneralisasi
poin pokok (misalnya menulis ringkasan
pendek tentang peristiwa-peristiwa yang
ditayangkan di televisi)
Menyimpulkan
Menyarikan,
Membuat kesimpulan yang logis dari
Mengesktrapolasi,
informasi yang diterima (misalnya dalam
Menginterpolasi,
belajar bahasa Inggris, menyimpulkan tata
Memprediksi
bahasa berdasarkan contohnya)
Membandingkan
Mengontraskan,
Menentukan hubungan antara dua ide, dua
Memetakan,
objek, dan semacamnya (misalnya,
Mencocokkan
membandingkan peristiwa sejarah dengan
keadaan sekarang)
Menjelaskan
Membuat model
Membuat model sebab–akibat dalam
sebuah sistem (misalnya, menjelaskan
sebab-sebab terjadinya peristiwa-peristiwa
penting pada abad ke-18 di Indonesia
3. Mengaplikasikan – Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan
tertentu
Mengeksekusi
Melaksanakan
Menerapkan gaya gravitasi dalam
kehidupan sehari-hari
Mengimplementasikan
Menggunakan
Menerapkan suatu prosedur pada tugas
yang
tidak
familier
(misalnya,
menggunakan Hukum Newton kedua pada
konteks yang tepat)
4. Menganalisis – Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan
menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian
tersebut dengan keseluruhan struktur atau tujuan
Membedakan
Menyendirikan,
Membedakan bagian materi pelajaran
Memilah,
yang relevan dan tidak relevan,
Memfokuskan,
(membedakan antara bilangan prima dan
Memilih
bukan bilangan prima dalam matematika)
Mengorganisasi
Menemukan
Menentukan bagaimana elemen-elemen
koherensi,
bekerja atau berfungsi dalam sebuah
Memadukan,
struktur (misalnya, menyusun bukti-bukti
Membuat
garis dalam cerita sejarah menjadi bukti-bukti
besar,
yang mendukung dan menentang suatu
Mendeskripsikan
penjelasan historis)
peran,
Menstrukturkan
Mengatribusikan
Mendekonstruksi
Menentukan sudut pandang, bias, nilai,
24

atau maksud dibalik materi pelajaran


(misalnya menunjukkan sudut pandang
penulis suatu cerita berdasarkan latar
belakang pendidikan penulis tersebut)
5. Mengevaluasi – Mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar
Memeriksa
Mengoordinasi,
Menemukan kesalahan dalam suatu proses
Mendeteksi,
atau produk; menemukan efektivitas suatu
Memonitor,
prosedur yang sedang dipraktikkan
Menguji
(misalnya memeriksa apakah kesimpulan
seseorang sesuai dengan data-data
pengamatan atau tidak)
Mengkritik
Menilai
Menemukan inkonsistensi antara suatu
produk dan kriteria eksternal; menentukan
apakah suatu produk memiliki konsistensi
eksternal, menemukan ketepatan suatu
prosedur untuk menyelesaikan masalah
(misalnya, menentukan satu metode dari
dua metode untuk menyelesaikan suatu
masalah)
6. Mencipta – Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren
atau untuk membuat suatu produk yang orisinal
Merumuskan
Membuat hipotesis Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan
kriteria (misalnya membuat hipotesis
tentang sebab-sebab terjadinya gempa
bumi)
Merencanakan
Mendesain
Merencanakan
prosedur
untuk
menyelesaikan suatu tugas (misalnya
merencanakan proposal penelitian tentang
topik sejarah Candi Borobudur)
Memproduksi
Mengonstruksi
Menciptakan suatu produk (misalnya
membuat habitat untuk spesies tertentu
demi suatu tujuan)

1.

Mengingat (remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori

atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah
lama didapatkan. Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition)
dan memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui
pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, sedangkan
25

memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan


pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat.

2.

Memahami/mengerti (understand)
Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari

berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti


berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan
(comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang peserta didik berusaha
mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.
Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau
lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan
dengan proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek yang
diperbandingkan.

3.

Menerapkan (apply)
Menerapkan

menunjuk

pada

proses

kognitif

memanfaatkan

atau

mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan


permasalahan. Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan
mengimplementasikan (implementing). Menerapkan merupakan proses yang kontinu,
dimulai dari peserta didik menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur
baku/standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga peserta
didik benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian
berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi peserta
didik, sehingga peserta didik dituntut untuk mengenal dengan baik permasalahan
tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.

4.

Menganalisis (analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan

tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian
26

tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan


permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak
dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Menganalisis berkaitan
dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan
(organizing). Memberi atribut akan muncul apabila peserta didik menemukan
permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang
menjadi permasalahan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur
hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini
dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan memungkinkan peserta
didik membangun hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan-potongan
informasi yang diberikan.

5.

Mengevaluasi (evaluate)
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan

kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah
kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat
pula
ditentukan sendiri oleh peserta didik. Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan
mengkritisi (critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang
tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Mengkritisi mengarah
pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar
eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Peserta didik
melakukan
penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian
melakukan
penilaian menggunakan standar ini.

6.

Menciptakan (create)
Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara

bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan peserta


didik untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa
unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat
27

berkaitan erat dengan pengalaman belajar peserta didik pada pertemuan sebelumnya.
Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara
total berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk menciptakan. Menciptakan di
sini mengarahkan peserta didik untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya
yang dapat dibuat oleh semua peserta didik. Perbedaan menciptakan ini dengan
dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti,
menerapkan, dan menganalisis peserta didik bekerja dengan informasi yang sudah
dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan peserta didik bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang baru.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi
(producing). Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang
merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan
dimensi pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognisi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein yang berarti mengklasifikasi dan
nomos yang berarti aturan. Oleh karena itu, taksonomi adalah sistem klasifikasi,
artinya sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga dapat berarti
ilmu
yang mempelajari tentang klasifikasi. Benjamin S.Bloom dan kawan-kawannya
berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokkan) tujuan pendidikan. Ada 3 ranah
atau domain besar yang mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah
pada diri peserta didik, yaitu ranah proses berpikir (cognitive domain), ranah
nilai
atau sikap (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotor domain).
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Ada enam
kategori dari ranah kognitif sebagai hasil belajar yaitu
pengetahuan/hafalan/ingatan
(knowledge), disebut dengan C1; pemahaman (comprehension), disebut dengan C2;
penerapan (application), disebut dengan C3; analisis (analysis), disebut dengan C4;
sintesis (synthesis), disebut dengan C5; dan penilaian (evaluation), disebut dengan
C6. Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Ada lima
kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar yaitu

(a) receiving/attending

(menerima/memperhatikan), (b) responding (menanggapi), (c) valuing (penilaian),


(d) organization (organisasi), (e) characterization by a value or value complex
(karakteristik nilai atau internalisasi nilai).
Ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan
geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Secara mendasar terdapat dua hal yang terkait
yaitu keterampilan (skill) dan kemampuan (abilities). Ada enam aspek ranah
psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c)
kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

28
29

Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari enam
level yaitu remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis/ mengurai), evaluating (menilai) dan creating
(mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar
yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

B. Saran
Demikianlah penyusunan makalah ini, kami sadar bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan kami atau
kurangnya referensi. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi para pembacanya dan bisa menambah ilmu
pengetahuan kita semua. Amin.
30

Daftar Pustaka

Ana Ratna Wulan. Taksonomi Bloom-Revisi. FPMIPA UPI. Pdf. Di download tanggal
03 Februari 2016.
Anderson, L.W., dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching,
and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives.
New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Anas Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Ed. 1-8. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Daryanto. 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahasatya
Krathwohl, David R. 2002. A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview. Volume
41, Number 4, Autumn 2002. College of Education, The Ohio State University.
Nana Sudjana. 2007. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
S. Arikunto. 2005. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Cet. V. Jakarta: Bumi Aksara
Taksonomi Bloom-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas,dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi Bloom diakses tanggal 03 Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai