Anda di halaman 1dari 16

RANAH BELAJAR DAN ANALISIS EVALUASI

PEMBELAJARAN PAI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI


Dosen Pengampu: Dr. Fathurrahman, S.Pd., MM

Disusun Oleh:
.

Sukma Nur Azizah 132210062


Saidatul Munawaroh 132210055
Muchamad Tri Santoso 132210044
Salim Azhar 132210057

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas kami ucapkan kecuali syukur Alhamdulillah Bagi
Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, mengalirkan air serta menggantikan
malam dan siang, hingga makalah ini dapat terselesaikan.

Solawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada sang proklamator


Islam, sang pembawa peradaban yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Karena
dengan syafat beliaulah kita bisa mencicipi manisnya iman dan ilmu pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr.


Fathurrahman, S.Pd., MM selaku Dosen pembimbing yang dengan sabar telah
membimbing kami untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang ilmu yang sejatinya.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan moral, pemikiran serta turut berpatisipasi dalam
penyelesaian makalah ini. Namun perlu diketahui bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, maka dari itu saran dan kritik yang membangun dari penulis sangat
diharapkan agar nantinya penulis bisa lebih paham secara mendalam tentang
penulisan makalah dan juga sebagai bentuk koreksi. Harapan kami semoga makalah
ini bermanfaat bagi semua kalangan terlebih pada kita. Amien.

Lamongan, 18 Maret 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
BAB I PEMBAHASAN .................................................................................. 3
1. Ranah Belajar ......................................................................................... 3
2. Analisis Evaluasi Pembelajaran PAI ..................................................... 5
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 10
Kesimpulan ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diwajibkan menuntut ilmu dalam setiap gerak dan nafas untuk
menjadi sempurna sesuai dengan kodratnya. Pencapain untuk menjadi manusia yang
sempurna diperlukan proses pembelajaran dari sisi formal dan non formal. Pembelajaran
adalah proses interaksi antar Peserta Didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Peningkatan proses pembelajaran diperlukan kurikulum yang
berafiliasi dengan kepentingan sekolah selain sebagai alat untuk mencapai tujuan
sekaligus sebagai pedoman dalam melaksanakan pendidikan dengan merencanakan hasil
pendidikan atau pengajaran yang diharapkan dapat menunjukan apa yang harus dilakukan
dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik.
Ada berbagai rumusan yang dikemukakan orang dalam upaya menjawab
pertanyaan dengan melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau
kacamata disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan sosiologik melihat pendidikan
dari aspek sosial antara lain mengartikan bahwa “Pendidikan adalah sebagai usaha
mentransformasikan pengetahuan dari generasi ke generasi” (Ishak, 2005:27).
Pandangan lain di lihat dari aspek budaya menyebutkan bahwa pedidikan itu adalah
sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya.
Sedangkan pandangan Psikologik melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu,
antara lain mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara
optimal. Pandangan dari sudut ekonomi antara lain melihat bahwa pendidikan itu adalah
sebagai usaha penanaman modal insan (Human Investmen), dan yang terakhir dilihat dari
sudut pandang politik antara lain melihatnya sebagai pembinaan usaha kader bangsa.
Dari uraian diatas kita dapat menarik benang merahnya bahwa pendidikan itu
adalah suatu kebutuhan yang akan menjamin kelangsungan hidup bagi setiap manusia.
Hal ini telah terbukti dengan adanya proses dari pendidikan itu sendiri dimana pada masa
sekarang ini, seseorang yang berpendidikan akan memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan dalam masyarakat.
Nah, untuk mendukung hal tersebut tentunya diperlukan metode-metode
ataupun cara-cara yang akan membuat peserta didik mampu menyerap dan memahami
materi apa yang akan kita sampaikan yang nantinya kapasitas kita tentu saja akan menjadi
seorang pendidik. Selain dengan metode atau cara-cara yang efektif kita juga harus
mampu memahami peserta didik secara personal maupun secara kelompok.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ranah belajar dalam pembelajaran PAI?
2. Bagaimana analisis evaluasi pembelajaran PAI?

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan ranah belajar dalam pembelajaran PAI.
2. Mendeskripsikan analisis evaluasi pembelajaran PAI.
BAB II
PEMBAHASAN

A. RANAH BELAJAR
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Ranah belajar adalah wilayah kompetensi
yang menjadi arah tujuan suatu pembelajaran. Dengan memperhatikan ranah apa yang
hendak dikembangkan adalah dasar dipilihnya suatu metode pembelajaran yang
merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajran yang direncanakan,
dikembangkan, dan dilaksanakan.

Taksonomi bloom adalah struktur hierarki (bertingkat) yang mengidentifikasikan


keterampilan berpikir mulai dari jenjang rendah sampai paling tinggi. Agar proses
pembelajaran dapat menghasilkan siswa berkompeten, maka disusunlah suatu taksonomi
bloom yang dipublikasikan pada tahun 1956 dengan judul "Taxonomy of Educational
Objectives: The Classification of Educational Goals".

Sedikit membahas sejarahnya, taksonomi bloom bermula di awal tahun 1950-an


dalam sebuah Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika. Pada saat itu, Benjamin S. Bloom
dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun
di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa
untuk mengutarakan hafalan mereka.

Kemudian, Bloom mengajukan idenya mengenai pembagian atau taksonomi


kognitif yang berfungsi untuk mempermudah proses penyusunan bank soal sehingga
memiliki tujuan pembelajaran yang sama. Pada akhirnya, di tahun 1956 Bloom bersama
Englehart, Furst, Hill, dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep
kemampuan berpikir yang bernama taksonomi bloom.

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang
yang paling tinggi.
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah
merupakan proses berfikir yang paling rendah. Seperti: Mengemukakan arti,
menceritakan apa yang terjadi.
2. Pemahaman (comprehension)
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan
memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan. Seperti: Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-
kata sendiri.
3. Penerapan (application)
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata
cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan
proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. Seperti: membuat peta,
melakukan percobaan.
4. Analisis (analysis)
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang
analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Seperti:
Mengidentifikasi faktor penyebab
5. Sintesis (syntesis)
kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada
jenjang analisis. Seperti: menemukan solusi masalah
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. Seperti:
mempertahankan pendapat, menulis laporan

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak
pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah,
motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang di terimanya,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya.
1. Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan),
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam
jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus,
mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina
agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka,
dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri
dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik
bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan
jauh-jauh, sering mendengarkan music, senang membaca puisi, senang mengerjakan
soal matematik, ingin menonton sesuatu, senang menyanyikan lagu
2. Responding (= menanggapi)
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya
untuk mempelajarinya lebih jauh, mengerjakan tugas, mengungkapkan perasaan,
menanggapi pendapat, meminta maaf atas kesalahan, mendamaikan orang yang
bertengkar, menunjukkan empati, menulis puisi, melakukan renungan, melakukan
introspeksi.
3. Valuing (menilai=menghargai).
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah
mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti
bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta
didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang
kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4. Organization (=mengatur atau mengorganisasikan),
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya
hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah
dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung
penegakan disiplin nasional, rajin, tepat waktu, berdisiplin diri mandiri dalam bekerja
secara independen, objektif dalam memecahkan masalah, mempertahankan pola hidup
sehat, mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar- teman.
5. Characterization by evalue or calue complex
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai
telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah
merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini
peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk
suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah
lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan


(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah
psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Dave (1967) dalam penjelasannya
mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:
imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
1. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis
dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik
dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang
sama sebelumnya.
2. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah
dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang
peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru
atau teori yang dibacanya.
3. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang
akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik
dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
4. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang
komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh,
peserta
didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola
sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan
tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola
dengan arah yang tepat pula.

B. Analisis Evaluasi Pembalajaran PAI


Evaluasi dalam pembelajaran PAI merupakan cara atau teknik penilaian terhadap
tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensip dan
seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologi dan spiritual religius. Evaluasi
pendidikan islam dapat dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi diri sendiri dan evaluasi
terhadap orang lain. Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan intropeksi
atau perhitungan terhadap diri sendiri.
Evaluasi pembelajaran sangat penting dilakukan untuk mengetahui efektif atau
tidaknya suatu sistem pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga pendidik. Karena bila
seorang pendidik tidak melakukan evaluasi, sama saja tenaga pendidik tersebut tidak ada
perkembangan dalam merancang sistem pembelajaran.
ruang lingkup penilaian berbasis kelas adalah sebagai berikut:

a. Kompetensi dasar mata pelajaran. Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah


pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek
mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar merupakan bagian dari kompetensi
minimal pelajaran. Kompetensi dasar merupakan bagian dari tamatan.
b. Kompetensi rumpun pelajaran. Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata
pelajaran atau disiplin ilmu yang lebih spesifik. Kompetensi rumpun pelajaran pada
hakikatnya merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh
peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran tersebut.
Setiap rumpun pelajaran menentukan hasil belajar tamatan yang dapat dijadikan
acuan alat pengembangan alat penilaian pada setiap kelas.
c. Kompetensi lintas kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik melalui seluruh rumpun pelajaran dalam kurikulum.
Kompetensi lintas kurikulum yang diharapkan dikuasai peserta didik adalah:

1) menjalankan hak dan kewajiban secara bertanggung jawab terutama dalam


menjamin perasaan aman dan menghargai sesame
2) menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain
3) memilih, memadukan, dan menerapkan konsep dan teknik numeric dan spasial,
mencari dan menyusun pola, struktur hubungan
4) menemukan pemecahan masalah baru berupa prosedur maupun produk teknologi
melalui penerapan dan penilaian pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur yang
telah dipelajari
5) berpikir kritis dan bertindak sistematis dalam setiap pengambilan keputusan
berdasarkan pemahaman dan penghargaan terhadap dunia fisik makhluk hidup
dan teknologi
6) berwawasan kebangsaan dan global, terampil serta aktif berpartisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi dengan pemahaman terhadap nilai-
nilai dan konteks budaya, geografi dan sejarah
7) beradab, berbudaya, bersikap religious, bercita rasa seni, susila, kreatif dengan
menampilkan dan menghargai karya artistic dan intelektual, serta meningkatkan
kematangan pribadi
8) berfikir terarah/terfokus, berfikir lateral, memperhitungkan peluang dan potensi,
serta luwes untuk menghadapi berbagai kemungkinan 9) percaya diri dan
komitmen dalam bekerja, baik secara mandiri maupun bekerja sama.
d. Kompetensi tamatan. Kompetensi tamatan merupakan pengetahuan, ketrampilan,
sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
setelah peserta didik menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi ini
merupakan batas arah kompetensi yang harus dimiliki peserta didik setelah
mengikutiberbagai mata pelajaran tertentu.
e. Pencapaian ketrampilan hidup. Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui
berbagai pengalaman belajar ini, juga perlu dinilai sejauh mana kesesuaiannya dengan
kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kehidupannya
dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jenis-jenis kecakapan hidup yang
perlu dinilai antar lain:

1) Keterampilan pribadi, meliputi penghayatan diri sebagai makhluk tuhan yang


maha esa, motivasi berprestasi, komitmen, percaya diri dan mandiri.
2) Keterampilan berpikir rasional, meliputi: berpikir kritis dan logis, berpikir
sistematis, terampil menyusun rencana secara sistematis, terampil memecahkan
masalah secara sistematis.
3) Keterampilan social, meliputi : keterampilan berkomunikasi lisan dan tertulis,
keterampilan bekerja sama, kolaborasi, dan keterampilan berpartisipasi.
4) Keterampilan akademik meliputi; keterampilan merancang, dan melaporkan hasil
penelitian ilmiah, keterampilan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil
penelitian untuk memecahkan masalah, baik proses maupun produk.
5) Keterampilan vokasional meliputi: keterampilakn menemukan alogaritma, model,
prosedur untuk mengerjakansuatu tugas, keterampilan melaksanakan prosedur
dan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang
telah dipelajari.

Aspek-aspek yang harus dievaluasi harus bertitik tolak pada tujuan dan prinsip-
prinsip evaluasi itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar aspek-aspek tersebut relavan
dengan apa yang kita harapkan. Adapun aspek-aspek yang perlu dievaluasi meliputi hal-
hal sebagai berikut:
1. Input
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input
tidak lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari
segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup empat hal:
a. Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka
calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga
nantinya peserta didik tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan.
b. Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan
bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian
sangat diperlukan, sebab baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat
mempengaruhi mereka dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui
kepribadian seseorang disebut Personality Test.
c. Sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan
sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi
mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang
dinamakan Attitude Test.
d. Inteligensi
Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang digunakan tes inteligensi yang sudah
banyak diciptakan oleh para ahli. Seperti, tes Binet-Simon (buatan Binet dan Simon),
SPM, Tintum, dsb. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence Qoutient) yaitu angka
yang menunjukkan tinggi rendahnya inteligensi seseorang tersebut.
2. Transformasi
Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi
bahan jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi faktor
penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditentukan; karena itu objek-objek yang termasuk dalam
transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara berkesinambungan. Unsur-unsur dalam
transformasi yang menjadi objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang
diharapkan antara lain:
a. Kurikulum/materi pelajaran,
b. Metode pengajaran dan cara penilaian,
c. Sarana pendidikan/media pendidikan,
d. Sistem administrasi,
e. Guru dan personal lainnya dalam proses pendidikan.
3. Output
Sasaran evaluasi dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang
berhasil diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama
jangka waktu yang telah ditentukan. Ranah yang biasa digunakan adalah tiga trikhotomik
Benyamin Bloom, yaitu kognitif, Afektif dan psikomotor.
Sasaran di atas, merupakan obyek dari evaluasi pendidikan, evaluasi pengajaran dan
evaluasi kurikulum. Akan tetapi untuk evaluasi kebijakan, sasarannya adalah kebijakan
yang telah diputuskan dan diimplementasikan. Evaluasi ini meliputi dasar kebijakan,
desain, implementasi, dan hasilnya. Sedangkan evaluasi meta, sasarannya adalah proses
atau kegiatan evaluasi itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Ranah belajar adalah wilayah kompetensi
yang menjadi arah tujuan suatu pembelajaran. Dengan memperhatikan ranah apa yang
hendak dikembangkan adalah dasar dipilihnya suatu metode pembelajaran yang
merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajran yang direncanakan,
dikembangkan, dan dilaksanakan.

Ranah belajar kognitif terdiri atas kemampuan menghafal (C1), memahami (C2),
menerapkan (C3), menganalisi (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6). Sedangkan
ranah belajar psikomotorik terdiri atas kemampuan meniru, memanipulasi, ketepatan
gerakan, artikulasi, dan naturalisasi.

Evaluasi dalam pembelajaran PAI merupakan cara atau teknik penilaian terhadap
tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensip dan
seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologi dan spiritual religius. Evaluasi
pendidikan islam dapat dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi diri sendiri dan evaluasi
terhadap orang lain. Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan intropeksi
atau perhitungan terhadap diri sendiri.
Evaluasi pembelajaran sangat penting dilakukan untuk mengetahui efektif atau
tidaknya suatu sistem pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga pendidik. Karena bila
seorang pendidik tidak melakukan evaluasi, sama saja tenaga pendidik tersebut tidak ada
perkembangan dalam merancang sistem pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzzayin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara


Dimyanti, Dr dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. 2002 Rineka Cipta &
Departemen Pendidikan & Kebudayaan.
Muhammad Zaini. 2009. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi. Yogyakarta: Teras, 2009.
Mulyasa. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai