Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Mandiri


Dalam Mengikuti Perkuliahan Desain Pengembangan Evaluasi
Pembelajaran PAI

Mata Kuliah: Desain Pengembangan Evaluasi Pembelajaran PAI


Dosen Pengampu :Dr. Rusydi Ananda, M.Pd

Disusun Oleh:
Hotmasarih Harahap, S.Pd 0331224023

Sri Wahyuni Harahap, S.Pd 0331224006

Semester II/PAI-B Non Reguler

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Ucapan rasa syukur senantiasa dihaturkan kepada Allah SWT, karena-Nya lah
Penulis bisa menyelesaikan tulisan ini diwaktu yang tepat. Sholawat beriringan salam
semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW. Penulis sangat berterimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam hal ini baik berupa sumbangan ide maupun
yang lainnya dalam mempersiapkan makalah ini. Besar harapan Penulis kiranya tulisan
ini mampu menambah wawasan pengetahuan bagi orang yang mendalaminya.

Makalah ini dibuat berdasarkan intruksi silabus mata kuliah Desain


Pengembangan Evaluasi Pembelajaran PAI “Taksonomi Tujuan Pembelajaran” dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu kewajiban sebagai mahasiswa dalam mengikuti
perkuliahan Desain Pengembangan Evaluasi Pembelajaran PAI. Karena terbatasnya ilmu
pengetahuan dan pengalaman, Penulis meyakini masih didapati banyak sekali kekurangan
dalam tulisan ini, dari segi materi maupun keterkaitan materi yang satu dengan yang
lainnya. Dengan demikian, Penulis tetap siap menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari Pembaca untuk menyempurnakan tulisan Penulis dikemudian harinya.

Medan, 12 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi........ ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1

Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

Tujuan ...................................................................................................................... 2

Manfaat ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Taksonomi ............................................................................................. 3

Taksonomi Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 4

Pembagian Taksonomi Tujuan Pembelajaran ......................................................... 5

Perbedaan Taksonomi Lama dan Baru .................................................................. 15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ........................................................................................................... 13

Saran ..................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika dikaji dari makna pendidikan, pendidikan yang merupakan suatu kegiatan
belajar mengajar, dengan melakukan interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik
sebagai bentuk bantuan dari tenaga pendidik terhadap peserta didik dalam mencapai
tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Kegiatan belajar mengajar ini tidak hanya
berlangsung disebuah lembaga pendidikan, tetapi bisa juga di rumah (keluarga),
masyarakat dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sebuah mekanisme yang baik
dalam mengatur berjalannya proses interaksi antara pendidik dan peserta didik tersebut
agar dapat mencapai tujuan pendidikan dengan tepat dan dapat menimimalisir tejadinya
kegagalan pencapaian tujuan pendidikan, karena akan dengan mudah ditemukannya
penghambat proses pendidikan.

Sampai saat ini telah diketahui perkembangan evaluasi hasil belajar didasarkan
pada teori-teori yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan pada
tahun 1956 melalui karya mereka, “Taxonomy of Educational Objective Cognitive
Domain” yang juga dikenal sebagai Taksonomi Bloom dalam bidang pendidikan.
Keberhasilan tujuan pembelajaran yang sesungguhnya merupakan salah satu alasan
mengapa Penulis merasa perlu untuk menyebutkan hal tersebut. Secara umum, tiga
domain taksonomi Bloom adalah domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam
pembuatan instrumen hasil belajar, ketiga ranah ini selalu dijadikan pedoman dalam
pendidikan.

Dari beberapa hal diatas Penulis bermaksud untuk membahas lebih lanjut tentang
tujuan pembelajaran dengan judul “Taksonomi Tujuan Pembelajaran” yang akan dibahas
lebih lanjut pada bagian pembahasan dengan sub topik; defenisi taksonomi, taksonomi
tujuan pembelajaran serta pembagian taksonomi dalam pendidikan. Besar harapan
Penulis semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi taksonomi?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan taksonomi tujuan pembelajaran?

1
3. Apasajakah pembagian taksonomi tujuan pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan defenisi taksonomi.
2. Untuk mengetahui maksud dari taksonomi tujuan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui pembagian taksonomi tujuan pembelajaran.
D. Manfaat
1. Sebagai pemenuhan tugas individu mata kuliah Desain Pengembangan Evaluasi
Pembelajaran PAI.
2. Agar dapat menambah wawasan tentang “Taksonomi Tujuan Pembelajaran”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Taksonomi

Nama "taksonomi" berasal dari dua kata Yunani: taxis, yang berarti divisi atau
organisasi, dan nomos, yang berarti hukum. Menurut etimologinya, taksonomi adalah
hukum yang mengatur hal-hal. Dalam hal ini, istilah "taksonomi" mengacu pada
klasifikasi item berdasarkan hierarki atau level tertentu. Level yang lebih tinggi dalam
taksonomi bersifat lebih umum, sedangkan posisi yang lebih rendah bersifat lebih khusus
(Soenarjo & Saputro, 2018). Istilah “taksonomi” dalam konteks pendidikan mengacu
pada skema klasifikasi untuk memprediksi kemampuan belajar siswa sebagai hasil dari
kegiatan pembelajaran. (Magdalena et al., 2020).

Taksonomi ini digunakan sebagai tujuan instruksional dalam pendidikan taksonomi


dan dikategorikan ke dalam tiga kategori umum: domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ini juga disebut sebagai tujuan pembelajaran, tujuan penampilan atau
sasaran pembelajaran. Saat ini, ada beberapa taksonomi berbeda dari tujuan pembelajaran
yang dikenal dengan nama penciptanya, antara lain: Bloom, Merril dan Gagne (Kognitif);
Krathwhol, Martin dan Briggs dan Gagne (afektif); dan Dave, Simpson dan Gagne
(psikomotor) (Magdalena et al., 2020).

Taksonomi Bloom mengacu pada klasifikasi tujuan pembelajaran. Taksonomi


pertama kali disajikan pada tahun 1956 melalui publikasi “The Taxonomy of Educational
Objectives, The Classification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain”
oleh Benjamin Bloom, M.D. Englehart, E.J Furst, W.H Hill dan David Krathwohl
(Michael, 2010). Tujuannya adalah untuk memotivasi pendidik agar fokus dalam ketiga
domain yang ada (Biggs, 1982). Taksonomi terdiri dari kategori (taksa) dan materi
pelajaran yang disusun berdasarkan prinsip atau dasar klasifikasi, seperti kesamaan dan
kontras dalam struktur, perilaku, dan fungsi. Dengan kata lain, taksonomi dapat
digunakan sebagai alat untuk belajar berpikir. Ini sangat membantu untuk mendapatkan
dan mencapai tujuan (S. Bloom, 1956). Taksonomi dapat menggunakan kata kunci untuk
mengelompokkan bagian-bagian secara komprehensif namun ringkas dan jelas menjadi

3
unit-unit yang berhubungan satu sama lain. Dengan demikian, banyak sumber
menganggap taksonomi sebagai kerangka kerja yang unik (Soenarjo & Saputro, 2018).

Taksonomi pada dasarnya adalah proses pengelompokan yang diatur dan diurutkan
menurut sifat-sifat tertentu. Misalnya, taksonomi menyebabkan benda-benda
dikategorikan menjadi benda cair, padat dan gas dalam disiplin ilmu fisika. Seorang
pengajar, pendidik, guru atau dosen bercita-cita untuk memiliki pengetahuan tentang
taksonomi tujuan instruksional untuk menentukan tujuan pembelajaran dari setiap mata
pelajaran. Setiap dosen dapat menilai keefektifan pelaksanaan pembelajarannya dengan
mengembangkan tujuan instruksional yang jelas, terukur dan dapat diamati (Soenarjo &
Saputro, 2018).

B. Taksonomi Tujuan Pembelajaran

Karena semua kegiatan pembelajaran berusaha untuk mencapai tujuan


pembelajaran yang baik dan akurat, maka tujuan pembelajaran merupakan salah satu
faktor yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di suatu
lembaga pendidikan. Beberapa Ahli menawarkan definisi tujuan pembelajaran berikut;
(Uno, 2006)

1. Robert F Mager, tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau
yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
2. Edward L. Dejnozka dan David E. Kapel serta Kemp, tujuan pembelajaran
adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau
penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang konkret (dapat
dilihat) serta fakta yang tersamar.
3. Fred Percival dan Henry Ellingtong, tujuan pembelajaran adalah suatu
pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa
tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran
memiliki arah yang sama yakni untuk mendapatkan hasil belajar yang diharapkan.

Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengklasifikasian dari tujuan pembelajaran


dimana tujuan pembelajaran adalah deskripsi mengenai tingkah laku yang meliputi

4
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang nantinya diharapkan dapat dicapai oleh siswa
setelah berlangsungnya proses pembelajaran (Ananda & Rafida, 2022). Taksonomi
sebagai alat yang digunakan untuk mengklasifikasikan tujuan pembelajaran, setidaknya
ada 4 informasi penting terkait dengan tujuan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
(Setiawan, 2018)

1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah atau program pembelajaran?


2. Pengalaman belajar apa yang dapat diberikan sehingga tujuan belajar tersebut
dapat dicapai?
3. Bagaimana pengalaman belajar disusun secara efektif?
4. Bagaimana efektivitas pembelajaran dievaluasi melalui tes dan prosedur
pengumpulan bukti tes lainnya?
C. Pembagian Taksonomi Tujuan Pembelajaran

Taksonomi tujuan pembelajaran mencakup 3 ranah, yaitu sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Bloom
mengelompokkan ranah kognitif kedalam enam kategori rentang kompleksitasnya
dari yang paling mendasar hingga yang paling rumit, tujuan pada tingkat tinggi
dapat dicapai jika tujuan pada tingkat rendah dapat dikuasai (Ananda & Rafida,
2022). Secara praktis, Taksonomi Bloom telah membantu pendidik untuk
merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan begitu tingkatan
dalam ranah kognitif adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal)


2. Pemahaman (menginterpretasikan)
3. Aplikasi (menggunakan konsep-konsep untuk memecahkan suatu
masalah)
4. Analisis (menjabarkan suatu konsep) dan sintesis (menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi satu konsep yang utuh)
5. Evaluasi (membandingkan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)
6. Kreatifitas (Hayati, 2017).

5
Dalam taksonomi Bloom yang juga dikenal dengan berpikir dari tingkat
rendah ke tinggi, kemampuan berpikir tingkat tinggi ini disebut dengan HOTS
(Higher Order Thinking Skills). Dari urutan berpikirnya HOTS berada pada
tingkatan analisis, sintesis dan evaluasi (Purba et al., 2022). Adapun tingakatan
pada kompetensi tersebut adalah sebagai berikut: (Almutairi et al., 2020)

Gambar 1. Domain Objektif Kognitif

Tahap pertama melibatkan pengetahuan, pemahaman dan aplikasi sebelum


beralih ke analisis, sintesis, dan penilaian. Pengetahuan tingkat pertama mencakup
ingatan akan hal-hal yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan, seperti fakta,
teknik pemecahan masalah, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang tersimpan
dalam memori kemudian dieksplorasi bila perlu dalam bentuk ingatan (recall) atau
mengingat kembali (recognition). Tahap kedua adalah pemahaman, yang
didefinisikan dengan memiliki kemampuan untuk membedakan, menyoroti
persamaan dan perbedaan, menunjukkan ciri-ciri, melakukan analisis, dan menarik
kesimpulan. Kemampuan untuk menerapkan atau menggunakan informasi yang
baru dipelajari dalam berbagai konteks atau situasi menjadi fokus penerapan tingkat
berikutnya, yang meliputi, misalnya, membuat kuesioner penelitian dalam hal

6
penyusunan skripsi penerapan prinsip-prinsip instrumen penelitian yang
sebelumnya telah dipelajari mahasiswa dalam mata kuliah metode penelitian
(Ananda & Rafida, 2022).

Kemampuan untuk mengenali, memisahkan atau membedakan bagian-bagian


atau unsur-unsur dari suatu fakta, ide, pendapat, anggapan, hipotesis, atau
kesimpulan dan menelaah setiap bagian tersebut untuk menentukan apakah ada
kontraksi, seperti ketika mengkritik suatu tulisan atau karya seni, semuanya adalah
contoh analisis pada tingkat ini. Tahap sintesa berikutnya, ketika setiap komponen
saling terkait untuk menghasilkan bentuk baru, seperti ketika membuat unit studi
atau ide penelitian. Tingkat sintesis ini melibatkan kapasitas untuk membangun unit
atau pola baru. Tingkatan terakhir adalah evaluasi, yaitu memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk menilai kualitas suatu konsep, teknik, produk atau objek dengan
menggunakan kriteria tertentu, contoh; kemampuan dalam mengevaluasi suatu
program video apakah memenuhi syarat sebagai suatu program instruksional yang
baik atau tidak. Pertimbangan yang harus dipertimbangkan adalah dari segi isi,
strategi persentase, budaya, karakteristik pengguna dan sebagainya (Ananda &
Rafida, 2022).

Tahapan berpikir dalam taksonomi bloom dirancang oleh Anderson dan


Krathwhol pada tahun 2001 (Anderson & David, 2001). Hal ini dilakukan dalam
upaya mengadaptasi pendidikan abad ke-21. Taksonomi bloom yang diperbarui
kemudian digunakan untuk menggambarkan perkembangan ini, yang dianggap
masih dalam domain kognitif. Taksonomi Bloom versi HOTS berada pada level
analisis, evaluasi, mencipta atau kreativitas (Purba et al., 2022). Perubahan yang
terjadi tertera pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. Perubahan pada level HOTS

7
Pergeseran besar dalam taksonomi bloom yang diperbarui adalah peralihan
dari kata benda ke-kata kerja. Perubahan ini dilakukan untuk memenuhi tujuan
pendidikan yang menunjukkan bahwa siswa dapat melakukan sesuatu (kata kerja)
dengan sesuatu (kata benda) (Gunawan, 2019). Dimulai dari tingakatan mengingat
cakupannya adalah; mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menyatakan,
mengidentifikasi, menghapal, mencatat dan meniru. Dilanjut pada tingkatan
memahami, kata kerja operasionalnya adalah memperkirakan, menceritakan,
merinci, mengubah menjabarkan, mencontohkan, menguraikan, menerangkan,
menafsirkan, memprediksi dan lain-lain. Kemudian tingkatan menerapkan, yaitu
dengan memecahkan, menegaskan, menyimpulkan, menjelajah, memfokuskan,
memadukan dan lain-lain (Almutairi et al., 2020; Ananda & Rafida, 2022).

Pada tingkatan menganalisis yakni dengan mengabstraksi, mengatur,


mengumpulkan, mengkategorikan, merangkum dan lain-lain. Tingkatan
mengevaluasi yakni dengan membandingkan, menilai, mengarahkan, mengukur
dan lain-lain. Yang terakhir adalah tingkatan mencipta yakni dengan membuat,
mengatur, merancang, mengumpulkan, merumuskan, menciptakan, menampilkan
dan lain-lain (Almutairi et al., 2020; Ananda & Rafida, 2022).

Untuk mengukur ranah kognitif adalah dengan tes, yaitu berupa tes lisan
dikelas berupa pilihan berganda, uraian obyektif atau uraian non obyektif, jawaban
singkat, menjodohkan, unjuk karya dan portofolio (Ananda & Rafida, 2022). Dalam
taksonomi bloom revisi ranah kognitif (pengetahuan) merupakan ranah tersendiri
yangmana ada 4 jenis kategori pengetahuan yang dipaparkan, yaitu; (Ari Widodo,
2005; Gunawan, 2019)

a. Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh


para pakar dalam menjelaskan, memahami dan secara sistematis menata
disiplin ilmu mereka.
b. Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori,
klasifikasi dan hubungan antara dua atau lebih kategori pengetahuan yang
lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan konseptual meliputi skema,
model, mental dan teori yang mempresentasikan pengetahuan manusia
tentang bagaimana suatu materi kajian ditata dan distrukturkan,

8
bagaimana bagian-bagian informasi saling berkaitan secara sistematis,
dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama.
c. Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang cara” melakukan
sesuatu. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang keterampilan,
algoritma, teknik dan metode, yang semuanya disebut dengan prosedur.
d. Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi
revisi. Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi
pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang
peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan
kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar.

Taksonomi Bloom memiliki kekuatan yaitu sesuai dengan pengembangan


tujuan instruksional serta target penilaian. Namun hal ini sudah termasuk kuno atau
bersifat lama. Sejak tahun 1950-an sudah banyak peneliti yang melakukan
penelitian mengenai hal ini. Saat ini guru sependapat bahwa pengetahuan yang
didefinisikan hanya sebagai ingatan dan kata-kata. Namun dalam tingkat yang lebih
tinggi terdapat dua masalah dalam hal ini, yaitu; Pertama, berkaitan dengan aplikasi
dan pemahaman. Kemampuan siswa dalam menerapkan hal yang telah dipelajari
menentukan pemahaman. Dengan kata lain, kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan ilmu adalah bukti bahwa guru telah berhasil dalam mengajar.
Namun saat ini aplikasi dan pemahaman adalah sinonim. kedua, penelitian Richard
Stiggens (1994), mempertanyakan bahwa asumsi tingkat taksonomi harus hirarki
(Lee et al., 2017). Artinya, setiap tingkat harus berturut-turut. Hal ini merupakan
tantangan kognitif bagi pelajar. Stiggen mengemukakan bahwa tidak menemukan
suatu konsep yang kompleks dalam tahap penalaran (Phye, 1997).

2. Ranah Afektif

Dalam kegiatan belajar mengajar, ranah afektif mengacu pada sikap, nilai,
perasaan, dan tingkat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek (Almutairi
et al., 2020). Ranah afektif merupakan internalisasi sikap yang menunjuk kearah
pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai
yang diterima kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya
dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku (Jaya et al., 2022).

9
Kedewasaan sikap yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan siswa yang
diwujudkan dalam tingkah laku atau sikap sehari-hari dalam proses pembelajaran
baik di dalam maupun di luar kelas dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kompetensi siswa yang menunjukkan afeksi yang baik. Banyak contoh perilaku
siswa yang menunjukkan sikap atau afeksi yang positif, antara lain kedisiplinan
dalam memenuhi segala kewajiban yang berkaitan dengan proses pembelajaran,
tanggung jawab terhadap tindakan, semangat dalam mengikuti proses
pembelajaran, menghormati dan menghargai teman sebaya dan guru, dan lain
sebagainya (Nafiati, 2021).

Gambar 3. Taksonomi Tujuan Afektif

Bloom dan Kartwohl membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu sebagai
berikut: (Jaya et al., 2022)

a. Receiving (Penerimaan)

Seberapa bersemangat siswa menerima atau memperhatikan (Receive or


Attend) terhadap suatu stimulus atau rangsangan yang disajikan dalam bentuk
masalah, keadaan, fenomena, dan lain sebagainya. Contoh Keterampilan pada

10
tingkat penerima adalah siswa yang mau mendengarkan temannya berbicara
dengan hormat.

b. Responding (Menanggapi)

Tingkat di mana siswa mereaksi atau menanggapi (Responding) suatu


rangsangan atau stimulus yang diberikan dalam bentuk persoalan, situasi,
fenomena, dan sebagainya. Contoh kemampuan dalam tingkat menanggapi
adalah siswa aktif berpartisipasi dalam diskusi kelompok, seperti
memberikan penjelasan dan menanggapi pendapat dari teman.

c. Valuing (Penilaian)

Tingkat di mana siswa menunjukkan kesediaan menerima dan


menghargai (valuing) suatu nilai-nilai yang disodorkan kepadanya. Contoh
kemampuan dalam tingkat menghargai adalah mengajukan rencana untuk
perbaikan kehidupan masyarakat.

d. Organization (Organisasi/mengelola)

Tingkat di mana siswa menjadikan nilai-nilai yang disodorkan


itu sebagai bagian internal dalam dirinya, menjadikan nilai-nilai itu
prioritas dalam dirinya (Organization). Contoh kemampuan dalam tingkat
menginternalisasi adalah memprioritaskan waktu untuk belajar, membantu
teman dan sebagainya.

e. Charachterization (Karakteristik/pengalaman)

Tingkat di mana siswa menjadikan nilai-nilai itu sebagai pengendali


perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi gaya hidup
(Characterization). Contoh kemampuan dalam tingkat mengamalkan adalah
menunjukkan sikap mandiri ketika bekerja.

3. Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik dicetuskan oleh Simpson (1966) yang berkaitan dengan


fisik, koordinasi, dan penggunaan bidang keterampilan motorik yang harus
dilatih secara terus menerus dan diukur dari segi kecepatan, presisi, jarak,

11
prosedur atau teknik dalam eksekusinya (Nafiati, 2021). Kemampuan psikomotorik
adalah kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-
bagiannya dimulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang
kompleks (Jaya et al., 2022). Simpson mendefinisikan kemampuan
psikomotorik tersebut didasarkan pada penelitian dibidang pendidikan industrial,
pertanian, ekonomi rumah tangga, pendidikan bisnis, musik, seni, dan olah
raga. Simpson (1972) menyampaikan terdapat tujuh aktifitas untuk
mengkategorikan kemampuan psikomotorik yang dimulai dari yang paling
sederhana meningkat menjadi ke hal yang rumit. Kategori tersebut terdiri dari;
persepsi, kesiapan, meniru, membiasakan, mahir, alami dan orisinal.

Tokoh lain yang mengkaji tentang kemampuan psikomotorik yaitu Dave


(1967) yang membagi kemampuan psikomotorik dalam 5 tingkatan, yaitu; meniru,
memanipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi (Nafiati, 2021).

Gambar 4. Taksonomi Tujuan Psikomotorik

12
Kategori kemampuan psikomotorik yang disampaikan oleh dua tokoh di atas,
saat ini dipergunakan untuk mengukur kegiatan pembelajaran yang melibatkan
fisik, motorik dan kinestetik, seperti; olahraga, seni musik, seni rupa, seni tari,
drama dan berbagai percobaan dalam sains. Simpson dan Dave merumuskan
kemampuan psikomotorik lebih kepada kemampuan konkret. Sedangkan jika
dicermati, ada beberapa kemampuan yang sifatnya abstrak tetapi masuk ke dalam
ranah psikomotorik.

Kemampuan psikomotorik yang bersifat abstrak seperti; menulis, membaca,


menghitung, menggambar dan mengarang dalam bidang bahasa, sosial dan agama,
yang kurang melibatkan fisik, motorik, dan kinestetik, serta lebih banyak
melibatkan abstraksi, inovasi, dan kreativitas (Nafiati, 2021). Adapun kata kerja
operasional yang bisa digunakan untuk ranah ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kata Kerja dalam Ranah Psikomotorik

13
D. Perbedaan Taksonomi Lama dan Baru
Perbedaan mendasar antara taksonomi yang baru dengan taksonomi yang
lama adalah dalam hal pemisahan antara dimensi pengetahuan (knowledge) dan
dimensi proses kognitif (cognitive processes) (Lee et al., 2017). Dalam taksonomi
yang lama kedua dimensi tersebut disatukan dalam kategori pengetahuan
sehingga kategori pengetahuan berbeda dari kategori-kategori yang lain (Ari
Widodo, 2005).

Tabel 2. Perbedaan Taksonomi Lama dan Baru

14
Seperti terlihat dalam tabel 1, kategori 1.0 merupakan rincian tentang
macam-macam pengetahuan (isi) sedangkan kategori 2.0 – 6.0 merupakan “proses
kognitif”. Pengetahuan merupakan kata benda sedangkan kategori-kategori yang
lain merupakan kata kerja yang menunjukkan berbagai kemungkinan bagaimana
kata benda tersebut diperlakukan.
Rumusan tujuan pembelajaran sesungguhnya merupakan gabungan antara
kategori 1.0 dengan kategori-kategori yang lain. Sebagai contohnya kategori 1.23
(Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori) dapat dikombinasikan sebagai
berikut:
1. Dengan kategori 2.10 (translasi), menjadi bagaimana mentranslasikan
“prinsip dan generalisasi”.
2. Dengan kategori 3.0, menjadi bagaimana mengaplikasikan “prinsip dan
generalisasi”.
3. Dengan kategori 4.20, menjadi bagaimana menganalisis hubungan-hubungan
antara “prinsip dan generalisasi” dalam suatu fenomena.
4. Dengan kategori 5.20, menjadi bagaimana membuat rencana dengan
memanfaatkan “prinsip dan generalisasi”.
5. Dengan kategori 6.10, menjadi bagaimana menilai “prinsip dan generalisasi”
berdasarkan bukti internal yang tersedia.
Dalam taksonomi yang baru dimensi pengetahuan dan dimensi proses
kognitif dipisahkan. Dimensi pengetahuan hanya memuat jenis-jenis pengetahuan
sedangkan dimensi proses kognitif memuat macam-macam proses kognitif.
Pemisahan ini bukan hanya memperjelas kedudukan kedua dimensi tersebut
namun juga memperluas cakupan kedua dimensi tersebut (Ari Widodo, 2005).
1. Dimensi pengetahuan
Dalam taksonomi yang baru pengetahuan dikelompokkan dalam 4
kelompok, yaitu:
a. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual merupakan unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu
disiplin ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut
untuk saling berkomunikasi dan memahami bidang tersebut. Pengetahuan
faktual pada umumnya merupakan abstraksi level rendah.

15
1) Pengetahuan tentang terminologi: mencakup pengetahuan tentang
label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non
verbal.
2) Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur merupakan
pengetahuan tentang kejadian tertentu, orang, waktu dan sebagainya.
b. Pengetahuan Konseptual: merupakan keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.
Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori
baik yang implisit maupun eksplisit, sebagai berikut:
1) Pengetahuan Klasifikasi yang berupa pengetahuan tentang kategori,
kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu
tertentu.
2) Pengetahuan Generalisasi yang mencakup abstraksi dari hasil observasi
ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan
generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta, kejadian, dan
saling keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi
biasanya cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum
sepenuhnya menguasai fenomena-fenomena yang merupakan bentuk
yang “teramati” dari suatu prinsip atau generalisasi
3) Pengetahuan Teori yang mencakup pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan
kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks.
c. Pengetahuan Prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu. Seringkali pengetahuan prosedural berisi tentang
langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu
hal tertentu.
d. Pengetahuan Metakognitif yang mencakup pengetahuan tentang kognisi
secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Siswa dituntut untuk
lebih menyadari dan bertanggung jawab terhadap diri dan belajarnya
(Charles Secolsky, 2012).

16
2. Dimensi kognitif
Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam taksonomi yang
lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori
sintesis kini dinamai membuat (create), yang terdapat pada tabel 1. Seperti
halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga
menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses
kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi
yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses
kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif
yang lebih rendah sebagai berikut (Marzano, 2008):
a. Menghafal (remember)
Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah
tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi
bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan
dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang
lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup kegiatan mengenali
(recognizing) dan mengingat (recalling).
b. Memahami (understand)
Memahami merupakan membangun makna atau pengertian
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan
pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran
siswa. Kategori memahami mencakup proses menafsirkan (interpreting),
memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying),
meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan
(comparing), dan menjelaskan (explaining).
c. Mengaplikasikan (applying)
Mengaplikasikan mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu
mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Kategori
ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan (executing)
dan mengimplementasikan (implementing).

17
d. Menganalisis (analyzing)
Menganalisis dilakukan dengan menguraikan suatu permasalahan
atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling
keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif
yang tercakup dalam menganalisis yaitu menguraikan (differentiating),
mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
e. Mengevaluasi (evaluation)
Mengevaluasi dilakukan dengan suatu pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang
tercakup dalam kategori ini yaitu memeriksa (checking) dan mengritik
(critiquing).
f. Membuat (create)
Hal ini adalah proses menggabungkan beberapa unsur menjadi
suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong
dalam kategori ini, yaitu membuat (generating), merencanakan
(planning), dan memproduksi (producing) (Ari Widodo, 2005).

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Secara bahasa kata taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu taxis yang artinya
pengaturan atau divisi dan nomos yang artinya hukum, jadi secara etimologi taksonomi
dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur sesuatu. Dalam hal ini taksonomi diartikan
sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki atau tingkatan tertentu.
Taksonomi yang memiliki posisi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi
dengan posisi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.

Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan


dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar dalam sebuah lembaga pendidikan, sebab
segala kegiatan pembelajaran muaranya adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang
baik dan benar. Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengklasifikasian dari tujuan
pembelajaran dimana tujuan pembelajaran adalah deskripsi mengenai tingkah laku.
Pembagian taksonomi tujuan pembelajaran ada 3, yaitu; ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang nantinya diharapkan dapat dicapai oleh siswa setelah berlangsungnya
proses pembelajaran.

B. SARAN

Penulis sangat sadar bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekeliruan, untuk itu
kritik dan saran yang membangun dari para Pembaca dan dari dosen pengampu sangat
diharapkan guna untuk memperbaiki tulisan Penulis berikutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Almutairi, B. A., Alraggad, M. A., & Khasawneh, M. (2020). The impact of Servant
Leadership on Organizational Trust: The Mediating Role of Organizational Culture.
European Scientific Journal ESJ, 16(16), 1–10.
https://doi.org/10.19044/esj.2020.v16n16p49
Ananda, R., & Rafida, T. (2022). Evaluasi Pembelajaran (Perspektif Sains dan Islam).
Pusdikra Mitra Jaya.
Anderson, L. W., & David R. Krathwol. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching
and Assessing (A Revision Of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives ).
Library of Congress Cataloging.
Ari Widodo. (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Jurnal Didaktis, 4(2).
Biggs, J. B. (1982). Evaluating The Quality of Learning. Academic Press Inc.
Charles Secolsky. (2012). Handbook on Measurement, Assessment, and Evaluation in
Higher Education. Routledge.
Gunawan, I. dan A. R. P. (2019). Taksonomi Bloom-Revisi Ranah Kognitif: Kerangka
Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian. Jurnal Pendidikan Dasar
Dan Pembelajaran, 2 (2)(1), 16–40.
Hayati, S. (2017). Belajar dan Pembelajaran Cooperative Learning. Graha Cendekia.
Jaya, I., Ananda, R., & Wijaya, C. (2022). Evaluasi Pembelajaran Perspektif
Transdisipliner. CV. Pusdikra Mitra Jaya.
Lee, Y.-J., Kim, M., Jin, Q., Yoon, H.-G., & Matsubara, K. (2017). East-Asian Primary
Science Curricula An Overview Using Revised Bloom’s Taxonomy. Springer.
Magdalena, I., Fajriyati Islami, N., Rasid, E. A., & Diasty, N. T. (2020). Tiga Ranah
Taksonomi Bloom Dalam Pendidikan. EDISI : Jurnal Edukasi Dan Sains, 2(1), 132–
139.
Marzano, R. J. (2008). Designing &Assessing Educational Objectives. Corwin Press.
Michael, I. (2010). Benjamin Bloom’s Taxonomy of Learning Objectives as Applied to
Folktales of Northern New Mexico. University School of Education.
Nafiati, D. A. (2021). Revisi taksonomi Bloom: Kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Humanika, 21(2), 151–172. https://doi.org/10.21831/hum.v21i2.29252
Phye, G. D. (1997). Handbook of Classroom Assessment (Learning, Achievement and
Adjustment). Academic Press Inc.
Purba, P. B., Chamidah, D., Anzelina, D., Saputro, A. N. C., Panjaitan, M. M. J., Lestari,
H., Salamun, Suesilowati, Rahmawati, I., & Kato, I. (2022). Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi. Yayasan Kita Menulis.
S. Bloom, B. (1956). Taxonomy Of Educational Objectives. Longmans Green and CO.
Setiawan, D. F. (2018). Prosedur Evaluasi dalam Pembelajaran. CV. Budi Utama.

20
Soenarjo, F., & Saputro, S. H. (2018). Modul PKT. 06. Taksonomi Tujuan Instuksional,
0–21.
Uno, H. B. (2006). Perencanaan Pembelajaran. PT. Bumi Aksara.

21

Anda mungkin juga menyukai