Anda di halaman 1dari 25

PENGUKURAN DAN ASESMEN PEMBELAJARAN FISIKA

“TAKSONOMI TAKSONOMI PEMBELAJARAN”

Dosen Pengampu : Dr. Wawan Bunawan, M.Pd.,M.Si


Satria Mihardi, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :
Dinda Ramadhani Nim : 4181121018
Intan Purnama Sari Siregar Nim : 4181121016
Lisa Andriani Nim : 4181121031
Octavia Prihatini Halim Nim : 4812121008
Sintia Rantika Nim : 4181121025
Ummiatul Habibah Nim : 4181121017

Fisika Dik A 2018


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa pula
penulis berterima kasih kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas bimbingan dan
arahannya dalam menyelesaikan tugas ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas rutin dari mata kuliah Pengukuran dan
Asesmen Pembelajaran Fisika, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Medan.

Tugas ini diharapkan mampu menjadi bahan acuan dalam mencari informasi yang
berkaitan dengan materi perkembangan peserta didik sehingga pembaca yang lain mampu
mencari literatur sesuai dengan kebutuhan setelah mempelajari makalah ini. Kritik dan saran
sangat diperlukan oleh penulis agar terciptanya kualitas makalah yang lebih baik dan bermutu
kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya dan semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................5
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................13
A. Pembahasan...................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi sering digunakan karena, selama satu
periode pendidikan berlangsung orang perlu mengetahui hasil atau prestasi yang dicapai
baik oleh pihak pendidik maupun oleh peserta didik tersebut. Hal ini dapat dirasakan dalam
semua bentuk dan jenis pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun non formal

Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak terlepas dari tujuan evaluasi itu sendiri,
dimana tujuan dari evaluasi pendidikan adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang
akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan-tujuan kurikuler. Selain itu, juga dapat digunakan oleh para guru dan para
pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode
mengajar yang di gunakan.

Pada prinsipnya melakukan evaluasi adalah melakukan suatu penilaian dan


pengukuran sehingga dibutuhkan suatu alat ukur yang baik dan akurat. Alat ukur dalam
penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin dijabarkan berdasarkan latar belakang yang sudah
disajikan adalah:
1. Apa sa
2. Apa saja yang terdapat dalam klasifikasi hasil pembelajaran all domain?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah
1. Mengetahui cara menentukann kemampuan peserta didik
2. Mengetahui klasifikasi hasil pembelajaran all domain
BAB II
PEMBAHASAN
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk
mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang
lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
            Taksonomi Pembelajaran dapat didefinisikan berdasarkan pada asumsi, bahwa program
pendidikan dapat di pandang sebagai suatu usaha mengubah tingkah laku siswa dengan
menggunakan beberapa mata pelajaran. Bila kita uraikan tingkah laku dan mata pelajaran, kita
membuat suatu tujuan pendidikan. Sebagai contoh: siswa akan dapat mengingat kembali tokoh-
tokoh sejarah perjuangan kemerdekaaan Indonesia.
            Taksonomi juga mempunyai arti klasifikasi berhirarkhi dari sesuatu atau prinsip yang
mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada
kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi. Suatu kegiatan
pembelajaran dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu hasil belajar berupa perubahan
tingkah-laku mahasiswa. Tanpa adanya tujuan pembelajaran yang jelas, pembelajaran akan
menjadi tanpa arah dan menjadi tidak efektif. Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran
yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi
guru (pendidik). Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan dengan lebih jelas dan
tegas apakah tujuan pembelajaran lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual
tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotor.
            Menurut  Anderson dan Krathwohl (2010) Taksonomi bermanfaat bagi pendidik untuk :
1. Mengkaji tujuan-tujuan pendidikan dari kacamata siswa;
2. Memikirkan berbagai kemungkinan dalam bidang pendidikan;
3. Melihat hubungan integral antara pengetahuan dan proses kognitif yang inheren dalam
tujuan pendidikan;
4. Memperlihatkan secara lebih jelas konsistensi atau inkonsistensi antara cara merumuskan
tujuan satu unit pembelajaran, cara mengajarkannya, dan cara mengases pembelajaran
siswa. Perbandingan antara kategorisasi yang didasarkan pada rumusan tujuan, aktivitas
pembelajaran, dan pertanyaan assesmen menunjukkan apakah tahap-tahap pengalaman
pendidikan ini saling bersesuaian dalam sifat dan titik tekannya;
5. Memahami banyak sekali istilah yang dipakai dalam bidang pendidikan. Sembilan proses
kognitif mempunyai makna yang sangat spesifik. Misalnya proses kognitif
“menyimpulkan” menuntut siswa untuk mengenali pola informasi yang mereka terima,
sedangkan “menjelaskan” menuntut siswa mencari hubungan kausalitas dalam pola
informasi tersebut;
6. Menyusun unit pelajaran atau mata pelajaran sesuai dengan filosofi guru;
7. Menganalisis asesmen-asesmen eksternal sehingga guru dapat mengupas elemen-elemen
kulit asesmen untuk mengetahui tingkat-tingkat pembelajaran siswa yang lebih tinggi.
Sehingga , guru bukan “mengajarkan untuk menghadapi tes”, melainkan mengajar siswa
untuk pembelajaran yang dites;
8. Menilai kesesuaian antara tujuan dan pembelajaran. Penempatan tujuan secara tepat
dalam Tabel Taksonomi akan memberikan petunjuk tentang aktivitas pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan tersebut;
9. Menilai kesesuaian antara pembelajaran dan asesmen. Penempatan aktivitas
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan secara tepat dalam Tabel Taksonomi akan
memberikan petunjuk tentang tugas-tugas asesmen untuk mendapatkan hasil asesmen
yang sesuai dengan tujuan dan aktivitas pembelajaran tersebut;
10. Menilai kesesuaian antara tujuan dan asesmen. Dengan cara sebagai berikut: Pertama,
identifikasilah tujuan-tujuan pokok unit pembelajarannya, dan tentukan kotak-kotak
Tabel Taksonomi yang relevan. Kedua, identifikasilah assesmen-asesmen pokokny, dan
tentukan kotak-kotak Tabel taksonomi yang relevan. Perhatikan apakah penekanan pada
setiap tujuan tercermin dalam asesmennya. Jika kotak-kotak dan penekanan yang
dihasilkan oleh dua langkah pertama tidak bersesuaian, berarti memang terdapat
ketidaksesuaian antara tujuan dan asesmennya. Jika kotak-kotak tujuan dan asesmennya
sama, pelajarilah kesesuaian antara aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas
asesmennya.
A. Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan.
Taksonomi ini pertama kali oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.

1.       Domain Kognitif


Kawasan Konitif adalah kawasan membahas tujuan pembelajaran dengan proses mental yang
berawal dari tingkat pengetahuan ketingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan kognitif
terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:
a) Tingkat pengetahuan (knowledge), diartikan kemampuan seseorang dalam menghafal atau
mengingat kembali atau mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh:
Siswa dapat menggambarkan satu buah segitiga sembarang.
b) Pemahaman (comprehension), diartikan kemampuan seseorang dalam mengartikan,
menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang
pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan kata-katanya sendiri
tentang perbedaan bangun geometri yang berdimensi dua dan berdimensi tiga.
c) Tingkat penerapan (application), diartikan kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul di kehidupan sehari-hari.
Contoh: Siswa dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga siku-siku jika
diketahui sisi lainnya (Uno, 2008).
d) Tingkat analisis (analysis), diartikan kemampuan menjabarkan atau menguraikan suatu
konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil
rinciannya. Contoh: Mahasiswa dapat menentukan hubungan berbagai variabel penelitian
dalam mata kuliah Metodologi Penelitian.
e) Tingkat sintetis (synthetis), diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara
terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh: Mahasiswa dapat
menyusun rencana atau usulan penelitian dalam bidang yang diminati pada mata kuliah
Metodologi Penelitian.
f) Tingkat evaluasi (evaluation), diartikan kemampuan membuat penilaian judgment tentang
nilai (value) untuk maksud tertentu. Contoh: Mahasiswa dapat memperbaiki program-
program computer yang secara fisik tampak kurang baik dan kurang efisien pada mata kuliah
Algoritma dan pemrograman (Suparman, 2001).

2. Domain Afektif
Kawasan afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest, apresiasi
atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afektif ini ada 5, yaitu:
a) Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan
tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar music, atau bergaul dengan orang yang
mempunyai ras berbeda.
b) Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif kegiatan
tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi kelas,
menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain.
c) Berkeyakinan, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu seperti
menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu,
sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.
d)  Penerapan karya, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda
berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya
keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang telah
dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
e) Ketekunan dan ketelitian, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu
menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap
objektif terhadap segala hal.

3. Domain Psikomotor
Kawasan psikomotor berkaitan dengan ketrampilan atau skill yang bersikap manual atau
motorik. Tingkatan psikomotor ini meliputi:
a) Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan. Contoh: mengenal
kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang.
b) Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu kegiatan atau set
termasuk di dalamnya metal set atau kesiapan mental, physical set (kesiapan fisik) atau
(emotional set) kesiapan emosi perasaan untuk melakukan suatu tindakan.
c)  Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan menjadi
kebiasan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu kemahiran. Contoh:
menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas.
d) Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau mengikuti, mengulangi perbuatan
yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-coba (trial
and error)
e) Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh.
Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan
sedikit tenaga. Contoh: tampilan menyetir kendaran bermotor.
f) Adaptasi, berkenaan dengan ketrampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga
yang bersangkutan mampu memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi
tertentu. Contoh: orang yang bermain tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan
mematahkan permainan lawan.
g) Organisasi, berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi
atau masalah tertentu, biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai
ketrampilan tinggi, seperti menciptakan model pakaian, menciptakan tarian, komposisi musik
(Uno, 2008).

B. Revisi Taksonomi Bloom


Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom tersebut telah digunakan hampir setengah
abad sebagai dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum
di seluruh dunia. Kerangka pikir ini memudahkan guru memahami, menata, dan
mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan.  Berdasarkan hal tersebut Taksonomi Bloom
menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas dalam waktu yang lama.
Namun salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin W Anderson  beserta rekannya merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan
nama Revisi Taksonomi Bloom dalam bentuk sebuah buku yang berjudul A Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl
Objectives yang disusun oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl.
Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, Masing-masing kategori masih diurutkan
secara hirarkis dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan
berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori
pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru
yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.
Taksonomi  Hasil revisi Anderson pada Ranah Kognitif adalah: 
 Mengingat,  Kata-kata operasional yang digunakan adalah mengurutkan,
menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan
kembali.
 Memahami, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menafsirkan,
meringkas mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan.
 Menerapkan, Kata-kata operasional yang digunakan adalah melaksanakan,
menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai,
menyelesaikan, mendeteksi. 
 Menganalisis, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menguraikan,
membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur,
mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan,
membandingkan, mengintegrasikan.
 Mengevaluasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menyusun hipotesi,
mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
 Berkreasi,  Kata-kata operasional yang digunakan adalah merancang, membangun,
merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, menggubah.
Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap
menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat
dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah (1)  Sebelum kita
memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu, (2) Sebelum kita
menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu, (3) Sebelum kita mengevaluasi
dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai, (4) Sebelum kita berkreasi sesuatu maka
kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta
memperbaharui.
Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan dari sebagian orang.
Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya
dalam menciptakan sesuatu tidak harus melalui pentahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas
individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model pentahapan itu
sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara terintegrasi. Sebagian orang juga
menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti itu karena dalam kenyataannya siswa
seharusnya berpikir secara holistik. Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat
kehilangan kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah
terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek tertentu lebih
baik dalam memberikan tantangan terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.

(1) Tingkatan tingkah laku pada taksonomi bloom yang lama menggunakan kata sifat sedangkan
Anderson mengubahnya dengan menggunakan kata kerja. (2) Tingkatan terendah (C1)
Pengetahuan diganti dengan Mengingat. (3) Tingkatan C5 Sintesa dan tingkatan C6 Evaluasi
dilebur menjadi Mengevaluasi yang berkedudukan pada tingkatan C5. (4) Tingkatan C6
digantikan menjadi Berkreasi.

Revisi Taksonomi ini sudah menjawab permasalahan-permasalahan yang sudah


dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi Menurut Anderson dan Krathwohl (2010) Revisi Taksonomi
ini masih ada aspek-aspek yang akan menjadikan kerangka berpikir ini lebih bermanfaat belum
dimasukkan. Sebagian aspek tersebut yang perlu dikaji oleh generasi mendatang adalah sebagai
berikut:
1. Perencanaan dan analisis yang lebih matang;
Revisi Taksonomi membantu guru mempelajari proses analisis, ketika mata
pelajaran diajarkan ulang dalam kelas-kelas yang sangat besar. Kategori-kategori dalam
dalam kerangka pikir ini mendorong guru untuk meluaskan rentang pengetahuan dan
proses kognitif dalam mata pelajaran mereka, yang tentu akan menjadi lebih berkualitas.
Kerangka – kerangka pikir lain boleh jadi memberi manfaat yang lebih baik untuk kasus-
kasus yang lebih sulit dan membutuhkan perencanaan dan analisis yang lebih matang.
2. Hubungan antara tujuan dan pembelajaran;
 Hubungan antara tujuan dan pembelajaran perlu dikaji secara lebih mendalam.
Revisi taksonomi memang telah menunjukkan contoh ciri-ciri aktivitas pembelajaran
yang sesuai dengan tujuannya, tetapi spesifikasi tujuan belajar tidak otomatis
memunculkan metode pembelajarannya. Para peneliti harus menemukan metode-metode
pengajaran, strategi-strategi pembelajaran, atau kreasi-kreasi guru untuk menciptakan
proses belajar (pembelajaran) dalam lingkungan-lingkungan tertentu.
Kerangka pikir yang bermanfaat bagi guru ialah kerangka pikir yang
memudahkan mereka menerjemahkan tujuan-tujuan yang abstrak jadi strategi-strategi
pengajaran dan kemudian jadi aktivitas-aktivitas pembelajaran konkret yang membantu
siswa mencapai tujuan-tujuan tersebut. Mungkinkah membuat kerangka pikir baru yang
lebih memudahkan tugas guru tersebut dibandingkan dengan kerangka-kerangka pikir
yang sudah ada? Ini merupakan pertanyaan empiris yang tidak mudah dijawab.

3. Format Tes pilihan ganda yang tak kunjung maju;


Ciri penting dari Handbook adalah penggunaan format tes pilihan ganda secara
ekstensif untuk setiap kategori taksonomi. Bab 5 Handbook memang memaparkan
format-format asesmen, tetapi contoh-contohnya lebih menjelaskan dan mengilustrasikan
jenis-jenis proses kognitif yang diharapkan dalam sebuah kategori proses ketimbang
menunjukkan beragam cara belajar siswa dalam sebuah kategori.
Teknologi pengetesan telah berkembang pesat sejak penerbitan Handbook, tetapi
tes uraian kurang berkembang. Dalam kata-kata Sternberg (1997), “ Ada sebuah
industri... yang terkecualikan dari arus deras kemajuan teknologi....” Dia melanjutkan
dengan nada ironis, “contoh inovasi... (seperti diumumkan belum lama ini oleh sebuah
perusahaan pengetesan) yang berupa butir-butir tes kemampuan matematika, bukan butir
tes pilihan ganda melainkan tes uraian (pengisian titik-titik yang kosong)’ (hlm. 1137).
Empat puluh empat tahun setelah penerbitan Handbook, hanya mencatat sedikit
kemajuan dalam tes uraian (Anderson dan Krathwohl, 2010).

4. Teori belajar dan kognisi;


 Idealnya, dimensi-dimensi dalam kerangka pikir revisi taksonomi dan urutan
kategori-kategorinya didasarkan pada satu teori belajar yang diterima luas dan
fungsional. Temuan-temuan baru dalam teori-teori belajar memberi kontribusi bagi revisi
taksonomi. Meskipun muncul banyak temuan sejak penerbitan Handbook, belum ada
sebuah teori psikologis yang bisa menjadi dasar untuk seluruh proses belajar.

5. Hubungan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

C. Taksonomi Krathwohl (Domain Afektif)


David R. Krathwohl dulunya adalah seorang murid dari Benajamin Bloom, yang
menciptakan Taksonomi Bloom, yang kemudian juga melakukan beberapa penelitian dalam
pengembangan taksonomi tersebut. Banyak pendapat dari Krathwohl yang dipengaruhi oleh
pendapat ilmiah Bloom, sehingga kemudian pada bahasan ini, juga akan ditampilkan mengenai
taksonomi bloom.
Hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains,
misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif.
Krathwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa.

Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending),
responding, valuing, organization,dan characterization.

1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu
fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas
pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran
afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang
bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2.  Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi.
Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan
memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini
adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas
khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang
dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3.  Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4.  Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran
pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.
5.  Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik
memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk
gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

Karakteristik Ranah Afektif


Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua,
perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian
orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan
berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan
itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik
afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide
sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika,
situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-
kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali
peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar
bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai,
dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi
terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap
peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran.
Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:


a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang
tepat dalam penyampaian materi,
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya
seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti
sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu
daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.
Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta
didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah
sebagai berikut.
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
• Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
• Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
• Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
• Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
• Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
• Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
• Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
• Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
• Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
• Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi
pembelajaran yang dilakukan.
• Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
• Peserta didik mampu menilai dirinya.
• Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
• Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan
nilai mengacu pada keyakinan.

Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap
dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat
dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan
kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi
positif terhadap masyarakat.

5. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya
mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema
hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang
lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan
keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi
moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:


• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang
lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama
dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang
bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

D. Taksonomi Simpson dan Hallow (Domain Psikomotorik)

Dalam rangkaian kategorisasi taksonomi pendidikan Bloom sebenarnya bukanlah utuh


pemikiran Bloom semua. Akan tetapi adanya sumbangan pemikiran dan gagasan cemerlang lain
dari para pemikir dan para ahli pendidikan lainnya. Hal ini terlihat ketika pada ranah afektif
dalam taksonomi Bloom, Bloom bekerja sama dengan Kratwohl. Begitu juga dengan
karakteristik yang dimunculkan pada ranah psikomotorik, di sana Bloom hanya sebagai peletak
dasar taksonomi akan tetapi lebih jauh telah dikembangkan oleh Simpson, Dave, dan lain-lain..
Meski demikian, tetap saja taksonomi ini begitu kental dengan peletak dasar gagasannya, yaitu
Benjamin S. Bloom, sehingga tidak heran jika sampai detik ini taksonomi tersebut terkenal
dengan sebutan Taksonomi Bloom.

Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu
berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan sesuatu tersebut,
meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Rincian dalam
domain ini tidak dibuat oleh Bloom, namun dibuat oleh ahli lain tetapi tetap berdasarkan pada
domain yang dibuat Bloom. Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh Simpson, dan
klasifikasi ranah psikomotorik tersebut adalah:

1)      Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. Persepsi ini
mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau
lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan
hadirnya ransangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.

2)      Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan mencakup


kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau
rangakaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.

3)      Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya


imitasi dan gerakan coba-coba.

4)      Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan


dan cakap. Ini mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangakaian gerakan dengan lancer
karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.
5)      Respon Tampak Yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks. Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan,
yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa
subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.

6)      Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai


situasi. Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan
poila gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang
telah mencapai kemahiran.

7)      Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
Penciptaan atau kreativitas adalah mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-
gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Pengertian Psikomotor 

             Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit.
Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda.
Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah
psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan
pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif (Depdiknas, 2008). Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. 

          
  Berkaitan dengan kata " motor ", " sensory motor ", " perceptual motor ". ranah psikomotor
berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-
bagiannya. ada dua hal dalam Psikomotor yaitu : 

1. Keterampilan (  skills  )
2. Kemampuan ( abilities ) 

Berkaitan dengan psikomotor, Lorin Anderson salah seorang murid Bloom merevisi


taksonomi bloom (2001) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar
yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.
Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah
mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan
keterampilan tangan.

            Kompetensi ranah psikomotor meliputi kompetensi yang dapat diraih dengan aktivitas
yang memerlukan gerak tubuh atau perbuatan, kinerja (performance), imajinasi, kreativitas dan
karya-karya intelektual (Chatib, 2009). Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang
dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan
sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya
dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Oleh sebab itu, dalam
hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan
kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. 

Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui


keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Mata pelajaran yang berkaitan
dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan
pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat
keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003:
143), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu gerakan refleks, gerakan dasar,
kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan
refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan
dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan
perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik
adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan
yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.

- Taksonomi Tujuan  Psikomotor 

Menekankan pada perilaku yang berhubungan keterampilan  yang menyangkut gerakan otot (


Harrow 1972 ). Dikembangkan dalam 5 tingkatan secara hierarkis.

1. Imitation ( Meniru ) P1 

 Perilaku yang dilakukan oleh siswa setelah ia meniru perilaku yang dilakukan orang lain.

 contoh kata kerja : mengikuti, mengulangi, menggambarkan, menguapkan,


menggabungkan, mengatur, menyesuaikan, dan sebagainya.
 contoh tujuan intruksional : siswa dapat mengikuti gerakan tari yang diajarkan oleh guru
tari sehingga membentuk suatu tarian yang bagus. Siswa dapat mengulangi sila-sila
dalam pancasila yang diajarkan oleh guru Kewarganegaraannya. 

2. Manipulation ( Manipulasi ) P2

 perilaku yang dilakukan oleh siswa tanpa bantuan visual. Perilaku tersebut jika diberi petunjuk
berupa intruksi tertulis maupun intrusi verbal. 

 contoh kata kerja : mendapatkan, membuat, memanipulasi, merancang, dan sebagainya.


 contoh tujuan intruksional : dengan mendapatkan penjelasan verbal siswa dapat
menggambarkan bagan hierarki perundang-undangan di Indonesia.
3. Precision ( Ketepatan Gerak, Ketelitian ) P3 

siswa dapat melakukan suatu perilaku dengan baik tanpa contoh visual, instruksi tertulis maupun
instruksi verbal.

 contoh kata kerja :dengan tepat, dengan lancar tanpa kesalahan, dan sebagainya.
 contoh tujuan intruksional : siswa dengan tepat dapat menggambarkan bagan hierarki
perundang-undangan RI.

4. Articulation ( Artikulasi ) P4

 perilaku siswa yang menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat , urutan yang benar dan
tepat.

 contoh kata kerja : selaras, terkoordinasi, stabil, lancar, mensketsa, menimbang,


menjeniskan dan sebagainya.
 contoh tujuan intruksional : siswa dapat mendemostrasikan gerakan baris berbaris dengan
lancar dalam waktu 12 menit.

5.  Naturalization ( Naturalisasi, Pengalamiahan ) P5 

 perilaku atau gerakan tertentu yang dilakukan siswa secara spontan dan otomatis.

 contoh kata kerja : dengan otomatis, dengan sempurna, dengan benar,


memutar,memindah, menarik, mendorong dan sebagainya.
 contoh tujuan intruksional : siswa dapat mendemostrasikan tata cara menggunakan
komputer dengan benar.

Contoh kata kerja operasional dalam ranah psikomotor adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kata Kerja Operasional

Menirukan  Memanipulasi Ketepatan      Artikulasi Pegalamiahan


(P1) (P2) (P3) (P4) (P5)
Mengaktifkan Mengoreksi Mendemontrasi Mengalihka Mengalihkan
kan n
Menyesuaikan Mendemontrasika Mengantikan
n Menunjukan Mempertaja
Menggabungk
an Merancang Melengkapkan m Memutar
membentuk
Melamar Memilah Mengkalibrasi Mengirim
Memadanka
Mengatur Melatih Mengkontrol Memindahkan
n
Menggumpulk Memperbaiki Mendorong
Menggunak
an
Mengidentifikasi an Menarik
Menimbang kan
Memulai Memproduksi
Memperkecil Mengisi
Menyetir Mencampur
Membangun Menepatkan
Menjeniska Mengoperasik
Mengubah Membuat n an

Membersihka Memanipulasi Menempel Mengemas


n
Mereparasi Mensketsa Membngkus
Memposisikan
Mencampu Melonggark
Mengontruksi an

Menimbang
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin W  et al. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi
Taksonomi. 2010. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Aslan, Christian. 2012, Contoh dalam Taksonomi, Sumber: http://biology-
knowledges.blogspot.com/2012/04/contoh-dalam-taksonomi.html diunduh pada tanggal 27 Juli
2013
Fink, L Dee, 2003, What is Significant Learning? ,
Sumber: http://www.wcu.edu/WebFiles/PDFs/facultycenter_SignificantLearning.pdf diunduh
pada tanggal 30 Juli 2013
Hamalik, Oemar, 2009, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
cetakan ketiga, hal 138-139.
Hamsa, Ali, 2012, Revisi Taksonomi Bloom. Sumber : http://alief-hamsa.blogspot.com/2012/11/revisi-
taksonomi-bloom.html diunduh pada tanggal 23 Juli 2013
Prasmala, Erfitra Rezqi.  2011, Perbandingan Taksonomi Bloom, Bloom Revisi, SOLO, Sumber :
http://oursketsa.blogspot.com/2011/02/perbandingan-taksonomi-bloom-bloom.html diunduh
pada tanggal 26 Juli 2013
Rokhim, 2013, Taksonomi Pembelajaran, Sumber:http://www.rokhim.net/2013/04/taksonomi-
pembelajaran.html  diunduh pada tanggal 21 Juli 2013
Suparman, Atwi, 2001, Desain Instruksional, Jakarta:PAU-PPAI, Universitas Terbuka, hal.78-92.
Uno, Hamzah, 2008, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wikipedia, 2013, Kategori:Taksonomi, Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi diunduh pada
tanggal 21 Juli 2013

Anda mungkin juga menyukai