Dosen:
Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec.
Anggota Kelompok:
Ahmad Rifai K15190029
Faridatut Taqiyah Rahmawati K15190036
Reyhan Mahadika Supranoto K15190051
didirikan pada tahun 1926 oleh Henry A. Wallace dan berkantor pusat di
Johnston, Amerika Serikat. Pada tahun 2013 DuPont Pioneer telah menguasai
17% dari pangsa pasar benih dunia dan menghasilkan lebih dari 4 miliar Dolar
AS.
Sygenta adalah perusahaan gabungan dari Novartis Agribisnis dan Zaneca
Agrokimia berbasis di Basel, Swiss dan merupakan perusahaan terbesar pesaing
Monsanto. Syngenta selain memproduksi benih juga memproduksi bahan kimia
pertanian. Sygenta memiliki 9% dari pangsa pasar benih dunia. Bersama
Mosanto dan Pioneer mereka menguasai lebih dari 50% pangsa pasar benih
dunia. Pada tahun 2014 Sygenta membukukan pendapatan sebesar 15,13 miliar
Dolar AS.
PT Nestle Indonesia adalah perusahaan yang didirikan di Indonesia pada tahun
1873. Saat ini memiliki tiga pabrik yang terletak pada tiga provinsi dan memiliki
sekitar 3.700 karyawan. PT Nestle Indonesia juga memiliki empat pusat
distribusi yang terletak pada tiga provinsi dengan produk lebih dari 20 merek.
Berdasarkan laporan keuangan Nestle Global, Nestle mencatatkan penjualan
sebesar 88.8 miliar Swiss Franc (CHF) di tahun 2015 dengan laba sebesar 13.4
miliar Swiss Franc (CHF).
Unilever adalah perusahaan barang konsumen transnasional Inggris-Belanda
yang berkantor pusat di London, Inggris dan Rotterdam, Belanda. Produk-
produknya termasuk makanan dan minuman (sekitar 40 persen dari
pendapatannya), agen pembersih, produk kecantikan, dan produk perawatan
pribadi. Unilever merupakan salah satu perusahaan multinasional tertua dimana
produknya tersedia di sekitar 190 negara.
Tabel 2 PDB Indonesia berdasarkan lapangan usaha tahun 2014-2018 dengan tahun
dasar 2010 (miliar rupiah)
PDB Lapangan Usaha
2014 2015 2016 2017 2018
(Seri 2010)
Pertanian, Kehutanan, dan
1,129,052.7 1,171,445.8 1,210,955.5 1,257,875.5 1,307,025.7
Perikanan
1. Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa 880,389.5 906,805.5 936,356.9 969,773.9 1,005,440.8
Pertanian
a. Tanaman Pangan 268,426.9 280,018.8 287,216.5 293,858.0 298,201.3
b. Tanaman Hortikultura 124,300.9 127,110.0 130,832.3 135,647.0 145,133.6
c. Tanaman Perkebunan 338,502.2 345,164.9 357,137.7 373,054.0 387,501.5
d. Peternakan 132,221.1 136,936.4 143,036.5 148,357.1 155,152.2
e. Jasa Pertanian dan
16,938.4 17,575.4 18,133.9 18,857.8 19,452.2
Perburuan
2. Kehutanan dan
59,573.5 60,623.5 60,002.0 61,250.6 62,944.0
Penebangan Kayu
3. Perikanan 189,089.7 204,016.8 214,596.6 226,851.0 238,640.9
Industri Pengolahan Non
1,637,505.9 1,720,221.2 1,796,484.8 1,883,616.7 1,973,536.6
Migas
1. Industri Makanan dan
502,856.2 540,756.4 585,786.3 639,834.4 690,462.5
Minuman
2. Industri Pengolahan
78,878.7 83,798.7 85,119.7 84,572.4 87,548.7
Tembakau
3. Industri Tekstil dan
117,723.4 112,078.9 111,978.2 116,261.6 126,406.8
Pakaian Jadi
4. Industri Kulit, Barang dari
22,967.7 23,879.2 25,875.3 26,449.0 28,941.7
Kulit dan Alas Kaki
5. Industri Kayu, Barang
dari Kayu dan Gabus dan
Barang Anyaman dari 61,742.5 60,735.4 61,790.6 61,870.4 62,337.3
Bambu, Rotan dan
Sejenisnya
6. Industri Kertas dan
Barang dari Kertas;
70,670.1 70,556.8 72,399.9 72,640.6 73,681.6
Percetakan dan Reproduksi
Media Rekaman
7. Industri Kimia, Farmasi
153,191.9 164,843.0 174,469.8 182,380.2 179,791.9
dan Obat Tradisional
8. Industri Karet, Barang
72,777.3 76,442.1 69,940.9 71,666.8 76,627.8
dari Karet dan Plastik
PRODUK DOMESTIK
8,564,866.6 8,982,517.1 9,434,613.4 9,912,703.6 10,425,316.3
BRUTO
4
Nilai total pasar dari semua produksi barang dan jasa akhir di suatu negara
pada tahun tertentu, sama dengan jumlah konsumen, investasi dan pembelanjaan
pemerintah, ditambah nilai dari ekspor dikurangi impor sebagai penyumbang nilai
tambah terbesar dalam perekonomian nasional.
Sebesar 45% nilai tambah perekonomian nasional tercipta dari sektor
agribisnis (Tahun 1990), peranan tersebut meningkat menjadi 47% pada tahun
1995. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan GDP nasional adalah melalui
pembangunan agribisnis (Tabel 2). Struktur pendapatan rumah tangga pada tahun
1999 menunjukkan bahwa peranan kegiatan usahatani (on farm) adalah 54,35%
sedangkan off farm hanya 6,10%. Informasi ini menunjukkan peran dominan
agribisnis dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan pertumbuhan
perekonomian nasional.
Berdasarkan data BPS yang diolah, pada Tabel 3 disajikan PDB berdasarkan
lapangan usahan tahun 2014-2018 dengan tahun dasar 2010 (miliar rupiah) serta
persentase kontribusi tiap sektor kepada PDB nasional.
Tabel 4 Pasar Global: Penjualan ritel dan konsumsi per kapita berdasarkan wilayah
tahun 2017
Wilayah Penjualan Ritel (juta €) Konsumsi per Kapita (€)
Afrika* 16 -
Asia 9,601 2.1
Europe 37,351 50.3
Amerika Latin** 810 1.3
Amerika Utara 43,012 119.1
Oseania 1,293 31.8
Dunia 92,074 12.2
*data diambil dari Etiopia, Kenya dan Zimbabwe
** data diambil dari Belize, Brazil, Cili, Costa Rika, Jamaika, Meksiko dan Peru
kerja dan berusaha, serta devisa negara dapat dicapai melalui pembangunan
agribisnis.
4) Kontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah
Pendayagunaan berbagai sumber daya merupakan cara yang paling efektif
dan efisien dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sumber daya ekonomi yang dapat
digunakan dalam pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis
seperti sumber daya alam, sumberdaya manusia di bidang agribisnis, teknologi di
bidang agribisnis, dan lain-lain. Melalui percepatan modernisasi agribisnis di setiap
daerah akan secara langsung memodernisasi perekonomian daerah dan dapat
memecahkan sebagian besar persoalan ekonomi di daerah.
5) Kontribusi dalam ketahanan pangan nasional
Tanpa dukungan pangan yang bermutu dan cukup maka akan sulit untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang bermutu sehingga diperlukan ketahanan
pangan dalam arti keterjangkauan pangan. Perlu dibangun suatu sistem ketahanan
pangan yang berakar kokoh pada keragaman sumberdaya bahan pangan,
kelembagaan dan budaya lokal. Terjadinya defisit pada beberapa komoditas pangan
seperti gula dan kedelai sedangankan beras dan jagung telah mencukupi kebutuhan
masyarakat. Pembanguan agribisnis akan menunjang sistem ketahanan pangan
yang kokoh melalui penganekaragaman sumberdaya hayati di setiap daerah.
6) Kontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup
Terjadinya kemerosotan lingkungan yang mengancam keberlangsungan
hidup manusia. Peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan hidup: (a)
Membuka kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah sehingga akan menatik
penyebaran penduduk beserta aktiviasnya, (b) Pengembangan agribisnis dengan
mendayagunakan keanekaragaman hayati dapat mempertahankan keberlangsungan
keanekaragaman hayati tersebut, (c) Adanya perkebunan karbon yang efektif dalam
mengurangi emisi gas karbon atmosfir, (d) Pembangunan agribisnis menghasilkan
produk yang biodegradable yang dapat mengurangi produk-produk kimia, dan (e)
Pengembangan agribisnis 20 menghasilkan nilai tambah yang dapat mengurangi
tekanan sumberdaya dan lingkungan hidup.
7) Kontribusi dalam pemerataan hasil pembangunan
Pemerataan pembangunan sangat ditentukan oleh teknologi yang digunakan
dalam menghasilkan output nasional, yaitu apakah bias atau pro terhadap faktor-
faktor produksi yang dimiliki oleh rakyat banyak. Saat ini faktor produksi yang
banyak dimiliki oleh sebagian besar rakyat adalah sumber daya lahan, flora dan
fauna, serta sumber daya manusia. Untuk mewujudkan pemerataan di Indonesia
perlu digunakan teknologi produksi output nasional yang banyak menggunakan
sumber daya tersebut, yaitu agribisnis.
ini tentunya akan menguntungkan petani dalam memaksimalkan hasil produksi dan
meminimalisasi rantai distribusi. Untuk menuju pertanian modern berbasis revolusi
industri 4.0, diperlukan kesiapan dari seluruh aspek, terutama petani sebagai
pelaku.
Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian mulai berinovasi
dengan mengembangkan teknologi-teknologi cloud computing, mobile internet,
dan artificial intelligence yang kemudian akan digabung menjadi teknologi alat
mesin pertanian yang lebih modern, misalnya berupa tractor yang mampu
beroperasi tanpa operator, pesawat drone untuk deteksi unsur hara, dan robot
grafting. Semua teknologi yang dihasilkan, diharapkan mampu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas usaha tani. Dengan sentuhan teknologi diharapkan mampu
menghasilkan sistem pertanian yang lebih produktif dan berdaya saing. Salah satu
contoh pengembangan teknologi mekanisasi pertanian yang berhasil dibuat oleh
Badan Litbang Pertanian sebuah traktor dengan nama Autonomous Tractor. Traktor
ini berfungsi mengolah tanah dengan sistem navigasi Real Time Kinematika (RTK)
yang akan melakukan pengolahan lahan sesuai perencanaan dengan akurasi 5-25
cm.
Berdasarkan Laporan European Commision tentang Digital Transformation
Monitor Industry 4.0 in Agriculture: Focus on IoT Aspects tahun 2017 dijelaskan
bahwa tren industri 4.0 sedang mengubah kemampuan produksi semua industri,
termasuk domain pertanian. Konektivitas adalah landasan dari transformasi dan IoT
adalah kunci yang memungkinkan teknologi yang menjadi bagian dari peralatan
pertanian. Dari industri pertanian 4.0 ke tren industri 4.0 dipandang sebagai
transformasi kekuatan yang akan sangat berdampak pada industri. Trennya adalah
membangun berbagai digital teknologi (internet of things, big data, artificial
intelligence, dan digital practices), kerja sama, mobilitas, dan keterbukaan inovasi.
Selain itu, juga terjadi transformasi infrastruktur produksi seperti konektivitas
peternakan, peralatan produksi baru, traktor dan mesin yang terhubung. Hal ini
memungkinkan peningkatan produktivitas dan kualitas serta perlindungan
lingkungan. Akan tetapi, mereka juga menghasilkan modifikasi dalam rantai nilai
dan model bisnis dengan lebih banyak penekanan pada pengumpulan pengetahuan,
analisis dan pertukaran. Transformasi produksi metode dan alat digitalisasi
pertanian didasarkan pada pengembangan dan pengenalan alat dan mesin baru
dalam produksi.
Transformasi digital atas metode dan alat produksi pertanian didasarkan pada
pengembangan dan pengenalan alat dan mesin baru dalam produksi. Traktor yang
terhubung Traktor adalah instrumen utama pengembangan industri pertanian.
Teknologi konektivitas dan lokalisasi (GPS) mengoptimalkan penggunaan alat
pertanian ini. Hal ini termasuk bantuan pengemudi untuk mengoptimalkan rute dan
mempersingkat panen dan perawatan tanaman, sekaligus mengurangi konsumsi
bahan bakar, tetapi juga bergantung pada penyebaran sensor pada alat pertanian.
Sensor yang ketat memonitor dan mengontrol perawatan tanaman yang
memungkinkan keuntungan dalam efisiensi dan produktivitas. Selain itu,
konektivitas juga memungkinkan evolusi model bisnis dengan pelacakan
penggunaan peralatan yang lebih tepat.
Jim Rogers, tokoh ternama di Wall Street, jika Anda ingin kaya ia memberikan
nasihat untuk kembali menjadi petani. Kata dia, kita tidak memerlukan lebih banyak
bankers tetapi lebih banyak petani di masa yang akan datang. Berita selengkapnya
dapat Anda baca di
1) http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,2080767,00.html
2) http://www.elitetrader.com/et/index.php?threads/jim-rogers-farmers-will-make-
morethan-bankers.223245/
Selain itu, menurut Arifin dan Biba (2016) dijelaskan bahwa unit-unit atau
kegiatan bisnis (business entity) di dalam sistem agribisnis dapat digolongkan ke
dalam lima kelompok (identik dengan komponen sistem) yaitu sebagai berikut.
1. Agriindustri hulu adalah unit bisnis yang memproduksi input untuk
komponen-komponen lainnya dalam sistem agribisnis, termasuk
untuk usaha tani, usaha perikanan, dan kehutanan.
2. Agriservis adalah unit bisnis penyedia jasa (selain jasa niaga).
Termasuk di dalam komponen ini antara lain kegiatan riset dan
pengembangan, penyuluhan, informasi, perkreditan, asuransi,
pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain.
3. Agriproduksi adalah unit bisnis yang menghasilkan produk-produk
primer, identik dengan usahatani, usaha perikanan dan kehutanan.
4. Agriindustri hilir unit bisnis yang menjalankan fungsi pengolahan
produk primer menjadi barang siap konsumsi (final product) ataupun
produk antara (intermediate product) untuk unit bisnis lainnya.
5. Agriniaga (agrimarketing) adalah unit bisnis yang berfungsi
menyelenggarakan proses distribusi barang dan jasa antar-unit usaha
(atau komponen) dan antara sistem agribisnis dengan konsumen akhir.
4. Perubahan iklim
Sektor agribisnis harus mampu menyesuaikan dengan perubahan iklim.
Sektor agribisnis harus mampu mengurangi dampak kekeringan dan mengurangi
jumlah energi dan emisi yang diperlukan untuk menanam. Produk perlindungan
tanaman menguntungkan masyarakat dengan meningkatkan produktivitas pertanian
dan pengurangan emisi CO2.
Berdasarkan empat kondisi di atas maka diperlukan usaha-usaha untuk
memproduksi bahan pangan lebih banyak, lebih berkualitas, dan terjangkau dengan
sumber daya yang terbatas melalui pemuliaan, bioteknologi, teknologi
perlindungan tanaman, dan praktik agronomi tingkat lanjut untuk membantu petani.
Usaha ini bertujuan untuk menghasilkan makanan lebih banyak dari lahan yang
terbatas, mengurangi penggunaan air secara berkelanjutan, mempertahankan dan
membangun kesehatan tanah, mengurangi dampak kekeringan, dan mengurangi
jumlah energi dan emisi yang diperlukan untuk menanam.
Kebijakan-kebijakan Pendukung
pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Model ini diterjemahkan dalam
bentuk intervensi program antara lain: kajian strategis potensi ekonomi daerah,
pengembangan dokumen dan kesepakatan perencanaan secara partisipatif,
pengembangan forum multipihak, advokasi kebijakan publik yang dibutuhkan
untuk membangun iklim pembangunan inklusif dan dukungan bagi usaha kecil dan
menengah (terutama yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam).
Daryanto (2017) menjelaskan bahwa pertumbuhan inklusif merupakan
pertumbuhan yang tidak hanya menguntungkan para pelaku usaha berskala besar,
tetapi juga meningkatkan peran serta para pelaku usaha kecil. Peternakan diambil
sebagai contoh kasus dalam hal ini, strategi pembangunan peternakan yang inklusif
dapat dilakukan dengan jalan menerapkan dua model yakni pertumbuhan dengan
pemerataan (growth with equity) dan pertumbuhan yang berkualitas (equality
economic growth).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai pertumbuhan inklusif
adalah dengan meningkatkan daya saing melalui analisis rantai nilai (value chain).
Rantai nilai yang tercipta dari serangkaian proses produksi hingga produk sampai
di tangan pelanggan bisa jadi memiliki keunggulan kompeititf yang terdapat dalam
salah satu atau beberapa tahap. Terdapat tahap kegiatan yang menjadi kegiatan
utama yang langsung berkontribusi menambahkan nilai pada produk dan kegiatan
pendukung yang menambahkan nilai pada produk secara tidak langsung.
Porter (1985) dalam Daryanto (2017) menjelaskan analisis daya saing suatu
usaha tidak semata-mata pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi. Daya saing usaha dapat dianalisis lebih jauh lagi mencakup
perancanganproduk, pengadaan input produksi, logistik, pemasaran, penjualan,
purna jual dan kegiatan pendukung lain seperti perencanaan strategis, manajemen
SDM serta penelitian dan pengembangan. Analisis rantai nilai menjadi alat penting
untuk meningkatkan daya saing inklusif perusahaan baik di pasar domestik maupun
internasional.
Tabel 5 Perusahaan Agribisnis dalam Fortune 500 tahun 2012 dan peringkatnya
saat ini (tahun 2019)
Perusahaan Agribisnis (2012) Peringkat (2019) Perubahan Peringkat
Archer Daniel Midlands 49 -1
Dow chemical - X
Merck 76 +2
CHS 97 -1
DuPont de Nemours 35 +12
John Deere - X
Tyson Foods 80 -
TIAA/CREF 79 +5
Eli Lilly 123 +6
Land O’Lakes 212 +4
Monsanto - X
Smithfield Foods - X
Mosaic 325 +57
AGCO 335 +12
Seabord 455 +26
CF Industries - X
Andersons - X
Keterangan: +: naik peringkat; -: turun peringkat; X: tetap.
b. Menurut editor FORTUNE: “Just 57 companies have made the Fortune 500
list every year since its 1961 inception. The industry with the most companies
qualifying for that honor? Food and beverage, with 10 long-lasting big firms”.
Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja ekselen
perusahaan agribisnis kelas dunia sehingga daya saing perusahaan tersebut
berkelanjutan (sustainable competitive advantage)?
Perusahaan makanan dan minuman sangat besar peluangnya karena
kebutuhan makanan dan minuman yang selalu dibutuhkan manusia. Semakin
banyak nilai tambah yang diberikan terhadap produk, semakin besar permintaan
produk tersebut. Nilai tambah yang dapat diberikan terhadap produk diantaranya
adalah keragaman jenis, rasa, bentuk, bahkan kemasan. Setiap perusahaan yang
besar dan memiliki daya saing tinggi pasti memiliki keunikan yang
membedakannya dari perusahaan atau produk lain. Hal ini disebut distinguishing
feature atau sustainable competitive advantage (SCA).
Tidak ada pengertian umum terhadap “competitive advantage” namun
Hoffman (2000) dalam Baraskova (2010) menganalisis dari berbagai sudut pandang
dan mengajukan definisi SCA sebagai keuntungan berkepanjangan dari
mengimplementasikan beberapa nilai unik, menciptakan strategi yang tidak
digunakan oleh pesaing maupun pesaing potensial, bersamaan dengan sulitnya
strategi ini untuk diduplikat. Sumber keuntungan SCA secara besar berasal dari dua
komponen, yakni aset dan kapabilitas. Aset merupakan sumber daya bisnis yang
diakumulasi sedangkan kapabilitas adalah perekat yang membuat aset tersebut tetap
melekat dan memungkinkan aset dikerahkan untuk mendapatkan keuntungan.
Kapabilitas tidak berwujud seperti aset namun tertanam dalam rutinitas
organisasi dan tidak dapat ditiru dan diperjual-belikan. Kapabilitas tersebut dapat
14
terwujud dalam kebiasaan yang tidak dapat ditiru seperti budaya keterbukaan,
pemberdayaan pegawai dan komitmen eksekutif. Kapabilitas penting dalam
menciptakan organisasi yang berorientasi pasar yaitu market sensing capability dan
customer linking capability. Market sensing capability adalah kemampuan
mempelajari tentang pelanggan, kompetitor dan saluran anggota untuk merasakan
dan mengambil tindakan pada kejadian dan kecenderungan saat ini dan yang akan
datang secara berkesinambungan. Customer linking adalah membuat dan mengatur
hubungan pelanggan setia (Baraskova 2010).
Keunikan dan ciri khas perusahaan dapat ditiru perusahaan lain melalui dua
cara, duplikasi dan substitusi. Perusahaan besar mengatasinya dengan
menggunakan sumberdaya dan kapabilitas sosial yang kompleks seperti reputasi,
kepercayaan, pertemanan, kerjasama dan budaya yang tidak dapat dipatenkan akan
sulit ditiru. Patrick (1999) dalam Baraskova (2010) menjelaskan perbedaan inti
kapabilitas berdasarkan dua hal, yakni kemampuan (apa yang dapat dilakukan
perusahaan) dan aset (apa yang dimiliki perusahaan). Keuntungan kompetitif
diperoleh dari menarik konsumen dari taget pasar sedangkan keuntungan kompetitif
berkelanjutan adalah hasil dari kapasitas khas dalam memanfaatkan sumber daya
intangible seperti kepemimpinan dan reputasi yang sulit untuk ditiru dan digantikan
oleh kompetitor. Perusahaan global yang memiliki kinerja ekselen memiliki gaya
kepemimpinan yang menghasilkan kinerja perusahaan yang unggul dengan
menyeimbangkan 4 kriteria persaingan kinerja: (1) profitability dan productivity,
(2) continuity dan effeciency, (3) commitment dan morale, dan (4) adaptability dan
innovation.
Salah satu cara untuk memperkuat keuntungan kompetitif perusahaan tidak
hanya memperkuat kapabilitas di tingkat top management, tetapi juga
mengikutsertakan seluruh stakeholder termasuk masyarakat luas untuk
berkontribusi dan merasakan manfaat dari perusahaan.
dengan menekan biaya input dan memepertahankan volume produksi, bahkan dapat
meningkatkan kapasitas produksi.
Penambahan skala perusahaan yang tidak diiringi dengan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan maka akan mengakibatkan kerugian sebab dieconomies of
scale. Keduanya memberikan nilai tambah yang didapat dari kualitas produkdan
harga produk tersebut. Arah efisiensi dalam industri manufaktur adalah penurunan
biaya produksi, pemberian nilai tambah pada produk dari turunnya harga produk
akibat penekanan biaya produksi. Efektivitas mengarah pada peberian prioritas
aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah terbanyak dalam produksi,
pemberian nilai tambah melalui peningkatan kualitas tanpa perubahan harga produk
(Gozali 2009)
Aktivitas utama CP Group dalam sektor agribisnis adalah produk unggas
terkemuka dunia, nugget diambil sebagai contoh. Era kini yang menuntut gaya
hidup praktis dan cepat dapat menjadi faktor yang meningkatkan permintaan olahan
ayam praktis yakni nugget. Bahan baku atau input produksi nugget yang tidak
sepenuhnya dari ayam menghasilkan jumlah produk lebih banyak dengan bahan
tambahan lainnya. Pengolahan nugget dibantu dengan teknologi dan mekanisasi
yang meningkatkan efisiensi produksi. Tenaga kerja jelas masih dibutuhkan dalam
proses produksi, namun bisa ditekan dengan penggunaan teknologi. Pengurangan
tenaga kerja yang telah digantikan mesin adalah efisiensi yang dihasilkan dari
penerapan teknologi. Pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja sangat dibantu oleh
mesin yang juga mengatur tempo pekerjaan sehingga produksi dapat terukur dari
waktu.
Pemanfaatan hasil barang sampingan dari pengolahan nugget dapat menjadi
produk baru yang dihasilkan CP Group. Bahan baku nugget umumnya
menggunakan ayam bagian dada yang memiliki banyak daging dan sedikit bagian
non-edible. Bagian ayam lainnya yang tidak mendukung untuk dijadikan nugget
diolah menjadi produk lainnya seperti menjadi Spicy Wings dan Chicken
Drumsticks yang siap saji dan dilengkapi bumbu maupun ayam mentah seperti
Family Pack Chicken Drumsticks. Pengolahan yang menghasilkan beragam produk
baru dengan berbagai value added yang ditambahkan ini disebut diversifikasi
produk yang dapat meningkatkan economies of scope dari perusahaan.
Economies of scope atau lingkup ekonomi mengacu pada pengurangan
biaya marjinal ketika menyediakan produk tambahan pada produk utama dari suatu
perusahaan. Semakin banyak jenis produk atau semakin luas diversifikasi produk
maka semakin besar lingkup ekonomi (economies of scope) suatu perusahaan.
Economies of scope terjadi jika produksi output bersama oleh sebuah perusahaan
lebih besar dari output yang dihasilkan oleh dua perusahaan berbeda yang
menghasilkan produknya sendiri-sendiri dengan asumsi input produksi yang
dialokasikan sama antar kedua perusahaan. Jika produksi berbagai macam produk
yang dihasilkan sebuah perusahaan lebih kecil dari yang dapat dicapai dua
perusahaan terpisah maka terjadi diseconomies of scope dalam proses produksi
(Rifani 2012).
Diversifikasi yang dilakukan CP Group tidak hanya memanfaatkan input
produksi secara optimum, tetapi juga menyediakan input produksi bagi bahan
bakunya sendiri seperti produksi pakan ternak unggas, obat-obatan unggas, hingga
bibit ayam umur sehari (Day Old Chicken). Produk-produk baru tersebut
merupakan pencapaian dari hasil penelitian dan pengembangan. Peningkatan
17
kualitas dan inovasi yang bersanig tidak luput dari kerja keras penelitian dan
pengembangan yang dituntut untuk terus menghasilkan produk yang unggul di
pasar. Hasil penelitian dan pengembangan tidak hanya produk yang dihasilkan
perusahaan, tetapi juga sistematis proses produksi hingga pelayanan customer.
Suatu perusahaan harus berani menghabiskan pengeluaran pada penelitian dan
pengembangan sebagai indivisible investment yang menyatakan bahwa rata-rata
fixedcost akan turun seiring dengan meningkatkan jumlah penjualan.
produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu
yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat.” UU memberikan penjelasan terkait Pasal 14 yakni “Yang dimaksud
dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian
produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah penguasaan
serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau
proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu.
Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan
harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang
merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang
sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat.”
CP Group menerapkan vertical integration dalam proses usahanya yang
membuat perusahaan ini tumbuh dan berkembang membentuk beberapa anak
perusahaan yang saling mendukung. Kelanjutan proses produk CP Group
disediakan oleh grup perusahaan sendiri mulai dari penyedia bibit dan benih, pakan
ternak, peternakan, perkebunan, produksi pengolahan produk, wholesaler,
penjualan ritel, distribusi hingga telekomunikasi. Penguasaan produksi dan
pemasaran produk oleh CP Group sendiri tidak termasuk dalam
penguasaanmonopoli karena (1) barang dan jasa yang disediakan terdapat banyak
substitusinya, (2) tidak menghambat pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam
persaingan usaha pada produk yang sama, dan (3) CP Group tidak menguasai lebih
dari 50% pangsa pasar satu jenis produk tertentu.
ayam yang dihasilkan akan diserap sepenuhnya oleh inti. Hal ini diliput Tribun
Makassar di empat Kabupaten yaitu Gowa, Sidrap, Parepare dan Pinrang. KPPU
menemukan perjanjian kemitraan pada peternak ayam dan perusahaan yang
merupakan anak perusahaan dari inti yang hanya mencarikan pemasaran dan tidak
memberi kepastian ayam yang dihasilkan tidak dibeli. Hal tersebut dapat merugikan
peternak karena melewati umur 40 hari ayam akan mati. Kelemahan ini tentu tidak
terjadi di semua kemitraan, namun demi menjaga lingkungan pertumbuhan inklusif
hal seperti ini harus segera ditindaklanjuti agar terbangun kepercayaan ketiga pihak
yakni peternak plasma, perusahaan inti dan pemerintah. Perbaikan sistem antara inti
dan plasma akan menciptakan lingkungan strategis dalam pertumbuhan dengan
pemerataan serta pertumbuhan dengan kualitas.
20
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun
2015.
[KPPU] Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2007. Undang-Undang republik
Indonesia No 55 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Alfi AN. 2017. Kemitraan Charoen Pokphand Undang Apresiasi UNS. Diakses
pada 12 Agustus 2019. Tersedia pada:
https://industri.bisnis.com/read/20170715/99/671761/kemitraan-charoen-
pokphand-undang-apresiasi-uns.
Arifin dan Biba MA. 2016. Pengantar Agribisnis. Bandung (ID): Mujahid Press.
Atikah F. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal
industri mobil di Indonesia. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Eknomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Baraskova J. 2010. Strategic Positioning and Sustainable Competitive Advantage
in Food Industry. Aarhus School of Business: Departemen of Marketing and
Statistics. Heming (DK): Aarhus University.
Daryanto A. 2017. Daya Saing dan Rantai Nilai Inklusif Industri Peternakan.
Bogor (ID): IPB Press.
Elsner W, Heinrich T dan Schwardt H. 2015. Introduction to the Microeconomics
of Complex Economies. The Microeconomics of Complex Economies, 3–23.
Gozali H. 2009. Analisis industri dan keunggulan bersaing melalui pengembangan
resources dan capabilities dalam penerapan economies of scales dan
exferiencee curve di industri manufaktur vel aluminium. [Tesis]. Depok (ID):
Magister Manajemen, Universitas Indonesia.
Harahap YA. 2016. Agroindustri Hulu & Hilir. Skripsi. Yogyakarta (ID):
Muhammadiyah University of Yogyakarta.
Penabulu Foundation. 2015. Pembangunan Inklusif. Diakses pada 11 agustus 2019.
Tersedia pada: https://penabulufoundation.org.
Pramisti NQ. 2016. Proyeksi Jumlah Penduduk Dunia. Diakses 11 Agustus 2019.
Tersedia pada https://tirto.id/bjdF.
Rifai HY. 2011. Creating Shared Value (CSV) sebagai Soulsi Peningkatan Profit
dan Social Welfare. Skripsi. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
Rifani A. 2012. Pengaruh skala ekonomi (economies of scale) dan lingkup ekonomi
(economies of scope) terhadap reksa dana di Indonesia periode 2007-2011.
Skripsi. Depok (ID): Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia.
Tribun Makassar. 2019. Perjanjian Kemitraan Dinilai KPPU Rugikan Peternak
Ayam. Diakses pada 12 Agustus 2019. Tersedia pada:
https://makassar.tribunnews.com/2016/02/07/video-perjanjian-kemitraan-
dinilai-kppu-rugikan-peternak-ayam.