Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

INTERPRESTASI DATA KLINIK

Disusun oleh :

Nurhasanah 3311131148

Rismaya Desti Parwati 3311131138

Siti Rukmana 3311131159

Adri Aldei Vesna Jania D 3311131162

Yoana 3311131172

Kelas / Kelompok :3/D

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

FAKULTAS FARMASI

CIMAHI
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur untuk kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berbagai
nikmat sehat rohani dan nikmat sehat jasmani sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada para bapak dan ibu
dosen pembimbing kimia klinik selama praktek dan juga teman-teman yang banyak
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karna itu, kami meminta maaf atas
kekurangan dari makalah ini dan juga memohon kritik dan sarannya agar dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi untuk ke depannya.
Harapan kami semoga apa yang kami buat dapat memberikan manfaat
kepada diri sendiri, orang lain ataupun kepada siapapun yang membaca. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih kurang lebih nya mohon maaf
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Cimahi, 12 Desember
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PRINSIP PERCOBAAN


 Spektrofotometri UV-Visible
Berdasarkan penyerapan (absorpsi) energi sinar oleh molekul-molekul
tereksitasi dalam daerah ultraviolet dan visible.

 Pemeriksaan Kadar Kolestrol


Kolesterol esterase
Ester kolesterol + H2O kolesterol + asam lemak
Kolesterol oksidase
Kolesterol + O2 Kolesteol-3-one + H2O2
POD
2H2O + Fenol + 4-aminoantipyrine Quinonimine + 4H2O

 Pemeriksaan Kadar Trigliserida


lipase
Trigliserida gliserin + asam lemak
Gliserol kinase
Gliserin +ATP Gliserin-3-phospate + ADP
Gliserol Phospate Oksidase
Gliserol-phospate + O2 Dihidro-aseton-phospate +
H2O2
POD
2H2O + Aminoantipyrin + 4-chlorophenol Quinonimin + 4H2O +
HCl

 Pemeriksaan Glukosa Darah


Glukosa-O2 + GOD Asam glukonat + H2O2
H2O2 + Fenol + 4-aminofenazon POD Quinonimine dye (Reaksi Trinder)

 Pemeriksaan Kadar Asam Urat


Uric acid + 2H2O + O2 uricase Allantoine + CO2 + H2O2
2,4,6-Tribromo-3-Hydroxybenzoic Acid + 4-Amino antipyrine + H2O2
Peroksidase
Chinoimine + 2H2O+ HBr
 Pemeriksaan Kadar Urea
Urea + 2H2O urease 2NH4+ + CO42-
NH4+ + 2-Oxoglutarate + NADH GLDH L-Glutamate + NAD+ +H2O

 Pemeriksaan Kadar Kreatinin


Pada suasana pH alkalis, kreatinin bereaksi dengan asam pikrat
menghasilkan senyawa berwarna, yaitu kreatinin alkalin pikrat yang
dapat diukur secara fotometri.

 Pemeriksaan Kadar Bilirubin


Reaksi pembentukan zat warna azo, dimana bilirubin akan diazotasi
dengan asam sulfanilat dalam asam hidroklorida dan natrium nitrit,
menghasilkan azobilirubin yang mempunyai karakteristik warna ungu-
merah muda, dimana dapat diukur secara spektrofotometri.

 Pemeriksaan Kadar Glutamic Pyruvic Transaminase (GPT) dan


Glutamic Oxaloaceti Transaminase (GOT)
GPT
GOT : L-aspartat + 2-oxoglutarate L-glutamat + oxaloacetate
Oxaloacetate + NADH + H+ MDH L-malate + NAD+
GPT
GPT : L-alanine + 2-oxoglutarate L-glutamat + pyruvate
Pyruvate + NADH + H+ LDH
D-lactate + NAD+
1.2 Tujuan Percobaan
1. Tujuan Percobaan Spektrofotometri UV-Visible
a) Untuk membuat kurva kalibrasi menggunakan spektrofotometer
b) Untuk menentukan kadar secara spektrofotometri UV-Visible.

2. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Kolesterol


a) Menentukan kadar kolesterol dalam darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan kolesterol yang diperoleh

3. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Trigliserida


a) Menentukan kadar trigliserida dalam darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan trigliserida yang diperoleh

4. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah


a) Menentukan kadar glukosa darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan glukosa yang diperoleh

5. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Asam Urat


a) Menentukan kadar asam urat dalam darah dan urin
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan asam urat dalam darah dan urin

6. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Urea


a) Menentukan kadar urea dalam darah dan urin
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan urea dalam darah dan urin

7. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Kreatinin


a) Menentukan kadar kreatinin dalam darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan kreatinin yang diperoleh

8. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar Bilirubin


a) Menentukan kadar bilirubin total dan bilirubin direct dalam darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin
direct yang diperoleh

9. Tujuan Percobaan Pemeriksaan Kadar SGOT dan SGPT


a) Menentukan kadar SGOT dan SGPT dalam darah
b) Menginterpretasikan hasil pemeriksaan SGOT dan SGPT dalam darah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Kadar Kolesterol


Kolesterol merupakan unsur makanan yang banyak dijumpai dalam bahan
makanan sehari-hari yang berasal dari tumbuhan maupun dari produk hewan. Kadar
kolesterol dalam setiap jenis bahan makanan khususnya yang berasal dari produk
hewan bervariasi tergantung jenis dan macam produk hewan. Kandungan kadar
kolesterol pada setiap bagian tubuh hewan berbeda, ada bagian yang sangat banyak
mengandung kolesterol dan bagian lain sebaliknya. Sebagai contoh pada otak, hati
dan kuning telur memiliki kadar kolesterol yang sangat tinggi. Kolesterol secara
fisiologi penting bagi tubuh, karena merupakan bahan untuk membangun membran
sel dan hormon-hormon yang memiliki peranan vital khususnya kelompok hormon
steroid.
Kolesterol merupakan sterol yang paling banyak terdapat dalam badan
manusia, terutama pada otak, jaringan syaraf, cairan empedu dan darah. Senyawa
ini merupakan penyusun utama batu empedu. Kolestrol banyak dijumpai pada
lemak binatang, tetapi tidak pernah ditemukan pada lemak tumbuhan. Tumbuhan
mempunyai sterol yang disebut fitosterol.
Kolesterol atau yang disebut juga dengan lemak tak jenuh
merupakansubstansi seperti lilin yang warnanya putih, kolesterol secara alami
sudah ada dalam tubuh kita. Hati adalah yang memproduksi kolesterol, kolesteorol
berfungsi untuk membangun dinding sel dan juga untuk membuat hormon-hormon
tertentu. Sebenarnya tubuh manusia sudah bisa menghasilkan kolesterol sendiri,
namun karena manusia mengkonsumsi makan-makanan yang mengandung lemak
sehingga menyebabkan seseorang kadar lemak dalam tubuhnya sangat berlebih.
Penyakit jantung dan penyakit pembuluh darahmerupakan penyakit yang
disebabkan oleh kadar kolesterol yang berlebihan dalam darah. Hal itu bisa terjadi
karenakolesterolyang berlebih akanmembentuk bekuan dan plak yang akan
menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung yang akan
menyebabkan serangan jantung, dan ke otak akan menyebabkan stroke. Jadi agar
terhindar dariserangan jantung sangat disarankan untuk mengontrol kadar
kolesterol dalam tubuh kita. Jika seseorang pernah mengalami serangan jantung
atau pembedahan bay pass, kadar kolesterolnya harus diperiksa secara rutin.
Dengan menjaga kolesterol agar tetap wajar merupakan jaminan terbaik untuk
terhindar dari penyumbatan pembuluh darah arteri.

Jenis Kolesterol
Setiap orang memiliki kolesterol di dalam darahnya, di mana 80%
diproduksi oleh tubuh sendiri dan 20% berasal dari makanan. Kolesterol yang
diproduksi terdiri atas 2 jenis yaitu :
· Kolesterol HDL (High-Density Lipoprotein)
HDL adalah “kolesterol baik” karena mempunyai kemampuan untuk
membersihkan pembuluh darah arteri.
· Kolesterol LDL (Low-Density Lipoprotein)
LDL adalah “kolesterol jahat” yang membuat endapan dan menyumbat
pembuluhdarah arteri.
Selain itu ada juga Trigliserida. Lemak ini terbentuk sebagai hasil dari
metabolisme makanan, bukan saja yang berbentuk lemak tetapi juga makanan yang
berbentuk karbohidrat dan protein yang berlebihan, yang tidak seluruhnya
dibutuhkan sebagai sumber energi. Kadar trigliserida ini akan meningkat bila kita
mengkonsumsi kalori berlebihan, lebih besar daripada kebutuhan kita.
Kolesterol LDL sering disebut dengan kolesterol ‘jahat’, karena peningkatan
kadar kolesterol ini dalam darah dihubungkan dengan peningkatan resiko penyakit
jantung koroner. Kolesterol LDL akan berakumulasi di dinding arteri sehingga
membentuk semacam plak yang menyebabkan dinding arteri menjadi kaku dan
rongga pembuluh darah menyempit. Proses ini dikenal dengan nama
atherosklerosis. Kolesterol HDL sebaliknya sering disebut dengan kolesterol ‘baik’
karena kolesterol HDL mencegah terjadinya atherosklerosis dengan cara
mengeluarkan kolesterol ‘jahat’ dari dinding arteri dan mengirimkannya ke hati.
Jadi, bila kadar kolesterol LDL tinggi sedangkan kadar kolesterol HDL rendah
maka merupakan faktor resiko terjadinya atherosklerosis. Sebaliknya yang
diharapkan adalah kadar kolesterol LDL rendah dan kadar kolesterol HDL yang
tinggi.
Kadar kolesterol baik LDL maupun HDL juga dipengaruhi oleh faktor herediter
atau keturunan. Pada pasien dengan familial hypercholesterolemia (FH), terdapat
pengurangan jumlah yang signifikan dari reseptor kolesterol LDL dalam
hatinya.Pasien ini juga akan rentan menderita atherosklerosis dan serangan jantung
pada usia muda. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan kolesterol
akan meningkatkan kadar kolesterol LDL dalam darah. Lemak dibagi menjadi
lemak jenuh dan lemak tak jenuh berdasarkan pada struktur kimianya. Lemak jenuh
terutama berasal dari daging dan produk olahan susu yang akan meningkatkan
kadar kolesterol darah. Beberapa minyak tumbuhan yang dibuat dari buah kelapa,
sawit, dan cokelat juga tinggi kadar lemak jenuhnya. Menurunkan kadar kolesterol
LDL saat ini merupakan fokus utama dalam mencegah atherosklerosis dan serangan
jantung. Beberapa dokter dan ahli percaya bahwa keuntungan menurunkan kadar
kolesterol LDL antara lain :
1) Mengurangi dan menghentikan pembentukan plak kolesterol pada dinding
pembuluh darah.
2) Memperlebar rongga arteri.
3) Mencegah pecahnya plak kolesterol yang mempunyai resiko membentuk
gumpalan darah/trombus (faktor resiko stroke)
4) Menurunkan resiko serangan jantung.
5) Menurunkan resiko stroke.

Fungsi Kolesterol
Kolesterol adalah lemak yang sebagian besar dibentuk oleh tubuh sendiri
terutama di dalam hati. Fungsi kolesterol adalah sebagai bahan pembentuk berbagai
jenis hormon steroid antara lain hormonestrogen, progesteron, dan androgen. Juga
merupakan prvitamin D yang terdapat di jaringan bawah kulit. Dengan pertolongan
sinar matahari, terutamasinar ultravioletnya, pro vitamin D itu diubah menjadi
vitamin D. Fungsi kolesterol berikutnya adalah sebagai bahan pembentuk asam
empedu dan garam empedu. Bila kadar kolesterol dalam darah tinggi
dapatmenyebabkan timbulnya atherosklerosis yaitu kolesterol mengendap di
dinding pembuluh darah membentuk plak, sehingga saluran darah menyempitdan
mengeras lama – lama terjadi penyumbatan. Apabila penyumbatan terjadi di
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke dinding jantung maka menyebabkan
penyakit jantung koroner.

Hiperlipidemia
Yang dimaksud dengan Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
peningkatan kadar lipid / lemak darah. Berdasarkan jenisnya, hiperlipidemia dibagi
menjadi 2 yaitu:

Ø Hiperlipidemia Primer
Banyak disebabkan oleh karena kelainan genetik. Biasanya kelainan ini
ditemukan pada waktu pemeriksaan laboratorium secara kebetulan. Pada
umumnya tidak ada keluhan, kecuali pada keadaan yang agak berat tampak
adanya xantoma (penumpukan lemak di bawah jaringan kulit).
Ø Hiperlipidermia Sekunder
Pada jenis ini, peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu penyakit
tertentu, misal : diabetes mellitus, gangguan tiroid, penyakit hepar, dan penyakit
ginjal. Hiperlipidemia sekunder bersifat reversible ( berulang ).

2.2 Pemeriksaan Kadar Trigliserida


Trigliserida merupakan asam lemak yang dibentuk dari esterifikasi tiga
molekul asam lemak menjadi satu molekul gliserol. Jaringan adiposa memiliki
simpanan trigliserid yang berfungsi sebagai ‘gudang’ lemak yang segera dapat
digunakan. Dengan masuk dan keluar dari molekul trigliserida di jaringan adiposa,
asam-asam lemak merupakan bahan untuk konversi menjadi glukosa
(glukoneogenesis) serta untuk pembakaran langsung untuk menghasilkan energy
(Dipiro, 2008).
Trigliserida adalah penyebab utama penyakit-penyakit arteri dan biasanya
dibandingkan dengan menggunakan lipoprotein elektroforesis. Trigliserida adalah
lemak darah yang dibawah oleh serum lipoprotein. Bila terjadi peningkatan
trigliserida maka terjadi peningkatan VLDL yang menyebabkan
hiperlipoproteinemia (Baron, 1995).
Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang tidak larut
dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Komponen lipid utama
yang dapat dijumpai dalam plasma adalah trigliserida, kolesterol dan fosfolipid
(Baron, 1995).
Asam lemak dapat berasal dari makanan, tetapi juga berasal dari kelebihan
glukosa yang diubah oleh hati dan jaringan lemak menjadi energi yang dapat
disimpan. Lebih dari 95% lemak yang berasal dari makanan adalah trigliserida.
Proses pencernaan trigliserida dari asam lemak dalam diet (eksogenus), dan
diantarkan ke aliran darah sebagai kilomikron (droplet lemak kecil yang
diselubungi protein), yang memberikan tampilan seperti susu atau krim pada serum
setelah mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemaknya (Baron, 1995).
Kolesterol berasal dari makanan dan sintesis endogen di dalam tubuh. Sumber
kolesterol dalam makanan seperti kuning telur, susu, daging, lemak (gajih), dan
sebaginya terutama dalam keadaan ester. Dalam usus, ester tersebut kemudian
dihidrolisis oleh kolesterol esterase yang berasal dari pankreas dan kolesterol bebas
yang terbentuk diserap oleh mukosa usus dengan kilomikron sebagai alat transport
ke sistem limfatik dan akhirnya ke sirkulasi vena. Kira-kira 70% kolesterol yang
diesterifikasi (dikombinasikan dengan asam lemak), serta 30% dalam bentuk bebas
(Dipiro, 2008).
Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.
Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam
prosesnya mengonsumsi factor VIII, factor V, dan protrombin. Protein-protein
koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada
dalam serum dengan kadar serupa dengan dalam plasma. Serum normal tidak
mengandung fibrinogen, protrombin, factor VIII, factor V, dan factor XIII, tetapi
mengandung factor XII, XI, X, IX, dan VII. Apabila proses koagulasi berlangsung
secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen atau protrombin
yang belum dikonversi (Ronald,2004 ).
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak
antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak
di sebelah kiri garis midsernal. Jantung dilindungi mediastinum. Jantung berukuran
kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bentuknya seperti kerucut tumpul.
Ujung atas yang lebar (dasar) mengarah ke bahu kanan, ujung bawah yang
mengerucut (aspek) mengarah ke panggul kiri (Sloane, 2003).
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,
pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan
penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh kita. Apabila fungsi hati
terganggu maka akan terjadi dampak yang kompleks pada kesehatan tubuh
(Alfiansyah, 2012).

2.3 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah


Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa, karena
mempunyai sifat dapat memuta cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam,
glukosa terdapat dala buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal
mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu antara 70 – 100
mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah dapat bertambah setelah kita makan-makanan
sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa darah akan
kembali pada keadaan semula. Pada penderita diabetes melitus, jumlah glukosa
darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah ( Podjiadi, 1994).
Gula darah pada orang sehat dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah
hormon yang dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa dalam darah masuk
ke sel untuk menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa
pankreas tidak memproduksi cukup insulin, atau jumlah insulin cukup namun tidak
bereaksi secara normal. Hal ini disebut dengan resistensi insulin ( Girindra, 1989).
Level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa
fatal, yang disebut dengan hipoglikemia, yang mempunyai gejala perasaan lelah,
fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung dan kehilangan kesadaran.
Apabila levenya tetap tinggi, disebut dengan hiperglikemia, nafsu makan akan
tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat
menyebabkan masalah-masalah kesehatan, berkaitan dengan diabetes, termasuk
pada mata, ginjal dan saraf ( Anonim, 2010)¹.
Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk
mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah
dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi
untuk membutuhkan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang
menargetkan sel-sel di hati, kemudian sel-sel in mengubah glikogen menjadi
glukosa ( Anonim, 2010)².
Metode pemeriksaan darah meliputi metode induksi enzimatik dan lainnya.
Metode yang paling sering digunakan adalah metode enzimatik, yaitu metode
Glukosa Oksidase (GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak
digunakan pada saat ini. Akurasi dan presisi yang baik ( karena enzim GOD spesifik
untuk reaksi pertama). Tetapi reaksi kedua rawan interfen ( tak spesifik). Interfen
yang bisa menggangu antara lain bilirubin, asam urat dan asam askorbat. Harga
normal dalam menentukan kadar glukosa darah adalah : 1). Kadar gula darah
sewaktu : 60 – 120 mg/dl; 2). Kadar gula darah puasa : 50 – 100 mg/dl (
Hendromartono, 1998).

2.4 Pemeriksaan Kadar Asam Urat


Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal. Namun
dalam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara
seimbang, sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini
akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian dan tempat lainnya
termasuk di ginjal itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal ( Anonim, 2011)¹.
Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin
oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk filtrasi, direabsorbsi
sebagian, dan diekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin.
Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum bergantung pada fungsi ginjal,
kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin (
Hamdani, 2012)
Keadaan normal, setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuhnya, tapi
jumlahnya sedikit. Dalam beberapa keadaan, misalnya konsumsi makanan yang
mengandung purin tinggi, atau karena ginjal kurang mampu mengeluarkannya
dalam tubuh, maka kadar asam urat dalam darah akan meningkat. Kadar asam urat
dalam darah adalah : a). Laki – laki 3,4-8,5 mg/dl; b). Perempuan 2,8-7,3 mg/dl; c).
Anak-anak 2,0-5,5 mg/dl ( Antika, 2011).
Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebut juga hiperurisema.
Keadaan ini dapat menyebabkan penumpukan kristal asam urat disendi dan
menimbulkan peradangan di daerah tersebut. Jenis gangguan seperti ini disebut
artritis gout. Bahan makanan yang sebaiknya dihinadrai oarang denagn kadar asam
urat tinggi adalah : a). Makanan berkadar purin tinggi, adalah jerohan ( hati, ginjal,
otak, jantung), udang, remis kerang, ekstrak daging ( abon, dendeng), alkohol serta
makanan kaleng. b). Makanan berkadar purin sedang seperti ikan, daging sapi,
kerang-kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus,
buncis, jamur, daun pepaya, kangkung ( Cahyono, 2012)

2.5 Pemeriksaan Kadar Urea


Ginjal merupakan sepasang organ yang terletak di dalam pinggang, tepatnya di
daerah retroperitoneal di regio lumbal superior setinggi vertebra torak12 lumbal 3.
Ginjal kanan terdesak hati sehingga terletak lebih rendah dari ginjal kiri. Ginjal
berbentuk seperti kacang (bean shaped). Pada orang dewasa, berat ginjal kanan
sekitar 80-160 gram dan ginjal kiri sekitar 83-176 gram. Jika ginjal dipotong sagital,
maka akan terdapat 2 bagian, yaitu bagian luar yang disebut korteks dan bagian
dalam yang disebut piramida ginjal (medulla ginjal).
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan
diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau
fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar
dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi
fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah. Salah satu tes fungsi ginjal yaitu
pemeriksaan ureum.
Ureum adalah produk degradasi akhir,protein asam amino dan deaminasi.
Amonia yang terbentuk dalam proses ini dimetabolisme menjadi urea di hati .
Ini adalah jalur katabolisme yang paling penting untuk menghilangkan kelebihan-
kelebihan nitrogen dalam tubuh manusia. Pada tahun 1914 Marshal
memperkenalkan pengujian berdasarkan pada enzim urease untuk
menentukan urea dalam darah. Amonia dilepaskan dari urea oleh urease diukur
titrymetrically. Banyak teknik lain digunakan untuk mengukur amonia yang
dihasilkan. Ini termasuk uji Indophenol Bertholoth dan reaksi dari amoniak
dengan pereaksi nesller itu. Modifikasi berikutnya telah diterbikan ole
Fawcett,Scott,Chaney dan Morbacth. Pada tahun 1995 Talke dan schubert
menerbitkan prosedur yang benar-benar enzimatik untuk penentuan urea
menggunakan urease atau glutamat dehidrogenase yang digabungkan (GLDH)
sistem enzim. Uji analition urea didasarkan pada metode Berthelot.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang
stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea. Ureum berasal
dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang
makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang
normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan
rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila
kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea
bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik
dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim ureaseyang sangat spesifik
terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen
molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa
negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen
menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung
dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Masalah Klinis :
1) Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan
semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat)
pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab
prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenalterjadi karena gagalnya
mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut
meliputi :
2) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi
3) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal
disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis,
leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis
korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis,
diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit
kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi
ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi
leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.
Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat
nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren);
antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin,
kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa,
guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan
obat yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan
sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak
semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen
yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi.
Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena
peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air.
Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang.
Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline
intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu
disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap
kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai
kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada
rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal
mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan
BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada
dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada
kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus
meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat
akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada
azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.

2.6 Pemeriksaan Kadar Kreatinin


Kreatinin merupakan produk penguraian kreatin. Kreatin disintesis di hati dan
terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dalam bentuk kreatin
fosfat ( creatin phosphate, CP ), suatu senyawa penyimpanan energi. Dalam sintesis
ATP ( adenosine triphospate ) dari ADP (adenosine diphospate), kreatin fosfat
diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK).
Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi
kreatinin yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin.
( Riswanto, 2010 )
Kreatinin dalam urin terbentuk dan fosfokreatinin. Kecepatan ekskresi kreatinin
relative konstan dari hari ke hari. Oleh karena itu, ekskresi kreatinin dari setiap
individu manusia hampir selalu konstan seperti halnya kadar kalium di dalam tubuh
manusia. Dengan demikian cara terbaik untuk mengetahui volume urin yang
diekskresikan selama 24 jam adalah melalui penetapan kadar kreatinin dengan
berdasarkan fraksinya yang relatif konstan terhadap laju kreatinin setiap hari. Laju
ekskresi urin kreatinin dalam urin berbeda pada setiap individu. Kreatinin lebih
banyak diekskresikan oleh laki-laki daripada wanita. Dasar perbedaan ini dapat
dilihat pada pertumbuhan otot antara laki-laki dan wanita. Bayi mempunyai laju
ekskresi urin rendah dan akan terus bertambah pada masa kanak-kanak dan remaja.
( Murpratama, 2009 )
Ginjal mempertahankan kreatinin darah dalam kisaran normal. Kreatinin telah
ditemukan untuk menjadi indikator yang cukup handal fungsi ginjal. Sebagai ginjal
menjadi cacat dengan alasan apapun, tingkat kreatinin dalam urin akan meningkat
karena clearance miskin oleh ginjal. Abnormal tingkat tinggi kreatinin sehingga
memperingatkan kemungkinan malfungsi atau kegagalan ginjal. Pemeriksaan
jumlah kreatinin urin lebih tepat dari fungsi ginjal dapat diestimasi dengan
menghitung berapa banyak kreatinin dibersihkan dari tubuh oleh ginjal, dan ini
disebut kreatinin clearance. ( Siamak, 2009 )
Pemeriksaan kreatinin dapat menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
Jaffe reaction, dasar yang digunakan metode ini adalah kreatinin dalam suasana
alkalis dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jngga dan menggunakan
alat ukur photometer; Kinetik, metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran
dibutuhkan sekali pembacaan dan alat yang digunakan autoanalyzer; Enzimatik
darah, dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bareaksi dengan
enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer. ( Underwood,
1997 )
Kadar kreatinin memiliki batas normal, yaitu antara 0,5 -1,5 mg/dl. Namun nilai
rujukan dalam menentukan kadar kreatinin urin, yaitu 0,6 – 1,2 mg% untuk urin
sewaktu dan 1 – 1,5 mg % untuk urin 24 jam. Apabila hasil kadar kreatinin lebih
tinggi dari normal dapat menunjukkan bahwa terkena akut tubular nekrosis,
dehidrasi, diabetes nefropati, eklamsia (suatu kondisi kehamilan yang meliputi
kejang), glomerulonefritis, gagal ginjal, penyakit otot menyusun, preeklampsia
(kehamilan – induced hipertensi), pielonefritis, ginjal berkurangnya aliran darah
(syok, gagal ginjal, jantung kongestif), rhabdomyolysis, obstruksi saluran kemih.
Sedangkan hasil kadar kreatinin lebih rendah dari normal dapat menunjukkan:
muscular clystrophy (tahap akhir) dan myasthenia gravis. (National Institutes of
Health, 2007)

2.7 Pemeriksaan Kadar Bilirubin


Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian
kuning normal hemekatabolisme. Heme ditemukan dalam hemoglobin, komponen
utama dari sel darah merah . Bilirubin diekskresikan dalam empedu dan urin , dan
peningkatan kadar dapat mengindikasikan penyakit tertentu.Hal ini bertanggung
jawab untuk warna kuning memar , warna kuning air seni (melalui produk
pemecahan direduksi, urobilin ), warna coklat dari kotoran (melalui konversi
kepada stercobilin ), dan perubahan warna kuning pada penyakit kuning .
Bilirubin Secara Kimia : Bilirubin terdiri dari sebuah rantai terbuka dari
empat pirol -seperti cincin ( tetrapyrrole ). Dalam heme , sebaliknya, keempat cincin
yang terhubung ke sebuah cincin yang lebih besar, yang disebut porfirincincin.
Bilirubin adalah sangat mirip dengan pigmen phycobilin digunakan oleh ganggang
tertentu untuk menangkap energi cahaya, dan untuk pigmen fitokrom digunakan
oleh tanaman untuk merasakan cahaya.Semua ini mengandung rantai terbuka empat
cincin pyrrolic.Seperti ini pigmen lainnya, beberapa ganda obligasi di bilirubin
isomerize ketika terkena cahaya. Ini digunakan dalam fototerapi dari bayi kuning:.
E, Z-isomer bilirubin yang terbentuk setelah terpapar cahaya lebih larut daripada,
Z unilluminated Z-isomer, sebagai kemungkinan ikatan hidrogen intramolekul akan
dihapus Hal ini memungkinkan ekskresi bilirubin tak terkonjugasi dalam empedu.
Beberapa buku teks dan artikel penelitian menunjukkan isomer geometris
salah bilirubin. Para isomer alami adalah Z, Z-isomer. Fungsi bilirubin :
Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu
hijau tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika
teroksidasi, beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi
aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan hipotesis bahwa peran
utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler.
Pemeriksaan bilirubin : Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan
reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang
menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-
nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai
adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan
basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil
positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine
dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin
mengandung metabolit pyridium atau serenium.
Metabolisme bilirubin : Eritrosit secara fisiologis dapat bertahan/ berumur
sekitar 120 hari, eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang
dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut
lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan
dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi
komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein
terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang
kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga besar
sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α
metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier.
Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini
memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat
digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh
biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi
rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning
yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi
ini.
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin.
Pada orang dewasa dibentuk sekitar 250–350 mg bilirubin per hari, yang dapat
berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan
pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah
bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen
dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25
mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah
ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi ke jaringan.
Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan
dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme
ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E. Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada
albumin diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa
yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat
besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang
akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap
dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan
mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat diekskresikan
dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan
asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym
bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym
glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi
konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai
donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida
sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida
yang larut pada tahap kedua.
Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada
dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).

2.8 Pemeriksaan Kadar SGPT dan SGOT


SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama
oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis,
biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium,
keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati (Ronald, 2004).
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah
enzim yang secara normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan
kedalam darah ketika hati rusak. Level SDOT darah kemudian dihubungkan dengan
kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut aspartate
aminotransferase (AST) (Poedjiadi, 1994).
Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh,
terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai
akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT) dapat
meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan aku pada sel-sel hati
(Dorland, 1998).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase , SGPT
atau juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal
dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya ( joyce, 2007).
Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan
sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati
yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam
sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam
sitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada
ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini
ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan
peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti
untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT
= 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan
nama ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada
penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim
tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan
dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai
perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini
telah distandardisasi secara optimum baik substrat, koenzim maupun
lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki, 1983).
ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar,
efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat lebih
tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada ikretik dan ALT serum>300 unit, penyebab
yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak gangguan hemolitik (Joyce,
2007).
ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding
ASAT. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik
untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT
terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat
menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh
hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran
cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam
jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati, namun
dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa
(Hasan, 2008).
SGPT, ALT, prinsipnya adalah enzim yang terdapat dalam serum pasien
akan mengkatalisasi reaksi antara oksoglutarat dengan L alanin yang membentuk
glutamat dan piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH yang akan
membentuk laktat dan SGPT yang dapat dilihat dari ∆A setelah 1 menit reaksi
berlangsung (Zulbadar,2007).
2.9 Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan
yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang
dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat
berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya
polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu
saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan penting
adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi.
Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi),
berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron
dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut
transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka
elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya
akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi
yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi
suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel
disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya
mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian
lagi akan diteruskan.

Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung


banyaknya cahaya yang hamburkan:
dimana:
A = absorbansi
b = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam
molar)
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan


spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Profil pasien :
- Umur : 57 Tahun
- Jenis Kelamin : Pria

Sumber nilai rujukan : Pedoman Interprestasi Data Klinik Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia 2011
4.2 Pembahasan dan Interprestasi Hasil
Pada pemeriksaan kadar asam urat didapatkan kadar asam urat pasien
sebesar 9,2. Menunjukan kadar lebih tinggi dari kadar normalnya yaitu 3,6 – 8,5.
Pasien beresiko mengalami hiperurikemia. Hiperurisemia adalah keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Seseorang dapat
dikatakan hiperurisemia apabila kadar asam urat di dalam darahnya >7 mg/dL pada
laki-laki. Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya arthritis gout, nefropati
gout, atau batu ginjal. Hiperurisemia dapat terjadi akibat peningkatan metabolisme
asam urat (overproduction), penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion),
ataupun gabungan dari keduanya, hiperurisemia yang berlanjut dan berkembang
dapat berkembang menjadi gout.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
:
 Kandungan makanan tinggi purin karena meningkatkan produk asam urat
dan kandungan minuman tinggi fruktosa.
 Ekskresi asam urat berkurang karena fungsi ginjal terganggu misalnya
kegagalan fungsi glomerulus atau adanya obstruksi sehingga kadar asam
urat dalam darah meningkat. Kondisi ini disebut hiperurikemia, dan dapat
membentuk kristal asam urat / batu ginjal yang akan membentuk sumbatan
pada ureter .
 Pada pemakaian hormonal untuk terapi seperti hormon adrenokortikotropik
dan kortikosteroid.
 Beberapa macam obat seperti obat pelancar kencing (diuretika golongan
tiazid), asetosal dosis rendah, fenilbutazon dan pirazinamid dapat
meningkatkan ekskresi cairan tubuh, namun menurunkan eksresi asam urat
pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat dalam
darah.

Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil kreatinin klirens yang kurang dari
normalnya. Hal ini menyatakan pasien mengalami penurunan fungsi ginjal. Dilihat
dari Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens menunjukan
bahwa pasien menderita gangguan ginjal ringan sampai sedang .
Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens

Biasanya penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar asam


urat, urea, dan kreatinin. Namun pada pasien klinis tidak terjadi peningkatan yang
berarti pada urea dan kreatinin , sehingga hal ini dapat disebabkan akibat dari factor
usia dimana pasien laki-laki dengan usia lanjut berpotensi mengalami penurunan
fungsi ginjal. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan nilai kreatinin, hal ini
tidak menjadi masalah karena Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi
gangguan fungsi ginjal pada pasien lanjut usia (lansia) akibat penurunan masa otot.
Penurunan fungsi ginjal dapat disebabkan dari tingginya asam urat.
Dikarenakan asam urat dalam jumlah tinggi akan membentuk Kristal sehingga akan
memperberat kerja dari glomerulus. Selain daripada itu terdapat pula faktor lain
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal :
 Dehidrasi
Dehidrasi yang lebih parah dapat menyebabkan gangguan ginjal kronis
karena tidak ada cairan yang bisa diserap oleh ginjal. Penyakit ginjal kronis
bisa berujung pada gagal ginjal.
 cedera traumatis
cedera traumatis yang menyebabkan kehilangan darah. Sehingga aliran
darah ke ginjal rendah dan menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
 Konsumsi obat-obat tertentu dapat yang bersifat nefrotoksik :
 Analgesik: naproksen, salisilat, fenoprofen, ibuprofen
 Anestesi: ketamin
 Antibiotik: kolistin, oksasilin, tetrasiklin, aminoglikosida,
vankomisin, eritromisin,
 Antihistamin
 Allopurinol
 Antiinflamasi seperti, indometasin

Faktor-faktor yang mempengaruhi interprestasi data laboratorium adalah :


a. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan
menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu
pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot,
sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan
masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil
beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium misalnya :
 Diuretik, cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan
enzim dalam darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi,
terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit,
elektrolit. Pada urine akan terjadi pengenceran
 Tiazid mempengaruhi hasil tes glukosa, ureum
 Kontrasepsi oral dapat mempengaruhi hasil tes hormon, LED
 Morfin dapat mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT)
 Dan sebagainya (lihat pengaruh obat pada tes laboratorium)

b. Suku
Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada orang
kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan serupa
juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti perbedaan aktifitas amylase,
kadar vitamin B12 dan lipoprotein.
c. Olahraga
Aktifitas fisik dapat menyebabkan shift volume antara kompartemen di
dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena
berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terjadi
perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta terjadi
perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase, GOT,
LDH, KED, hemoglobin, hitung sel darah, dan produksi urine.

d. Umur pasien
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung
eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus daripada
dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol-LDL akan berubah
dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.

e. Gender
Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi
serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan ini
akan menjadi tidak bermakna lagi setelah umur lebih dari 65 tahun.
Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas CK dan kreatinin.
Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif lebih besar
daripada wanita. Sebaliknya, kadar hormon seks wanita, prolaktin, dan
kolesterol-HDL akan dijumpai lebih tinggi pada wanita.

f. Diet
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung, misalnya
pemeriksaan glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini dipengaruhi
secara langsung oleh makanan dan minuman. Karena pengaruhnya yang
sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah, pasien perlu
dipuasakan 10 – 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida, pasien
dipuasakan sekurang-kurangnya 12 jam sebelum pengambilan darah.
Saran yang dapat diberikan kepada pasien meliputi :
 Non Farmakologi
Dapat dilkukan beberapa hal yang dapat dilakukan agar fungsi ginjal
tidak bertambah parah :
 Menjaga tekanan darah
Tekanan darah tinggi dapat mempercepat perkembangan
kerusakan ginjal. Oleh karena itu penting untuk mengontrol
tekanan darah, yang dapat dilakukan dengan mengubah gaya
hidup seperti megurangi garam dan mengurangi berat badan.
Namun jika perubahan ini belum cukup untuk mengontrol
tekanan darah, anda mungkin membutuhkan obat-obat
antihipertensi seperti penghambatan ACE (angiotensin
converting enzyme inhibitor). Obat penghambat ACE
memberikan perlindungan tambahan pada ginjal dan
mengurangi tekanan pada pembuluh darah. Contoh
penghambatan ACE adalah ramipril dan lisinorpil.
 Perubahan gaya hidup
- Mengurangi berat badan, terutama bagi pnderita obesitas
- Olahraga teratur
- Berhenti merokok
- Konsumsi makanan sehat dan gizi seimbang dan rendah
lemak
- Tidak meminum minuman keras
- Menjaga konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram
 Mengkonsumsi makanan rendah protein
Kelebihan protein menyebabkan gangguan pada proses filtrasi
atau penyaringan, sehingga terjadilah peningkatan sisa hasil
metabolisme protein dalam darah. Dapat mencegah hal ini
dengan mengkonsumsi makanan rendah protein.
 Mengkonsumsi sedikit garamuntuk mempertahankan cairan
dalam tubuh. Untuk mengurangi kadar dalam tubuh, bila
membeli makanan, periksalah label makanan carilah makanan
yang mempunyai kandungan natrium dibawah 400 mg untuk
sekali makanan, gunakan saus yang berkadar natrium rendah,
dan jangan gunakan garam pengganti yang mengandung
kalium.
Garam natrium berfungsi

 Tidak minum terlalu banyak


Jika ginjal mengalami gangguan, maka akan terjadi masalah
pada pembentukan urine. Harus membatasi konsumsi air.
Sebaiknya hisaplah air jeruk lemon untuk membasahi bibir
yang kering , minum hanya untuk mengatasi haus, dan jika
menderita diabetes, jagalah kadar gula, agar tidak merasa
terlalu haus.

 Farmakologi
Pengobatan farmakologi utuk mengobati kadar asam urat yang tinggi
sebaiknya digunakan obat-obatan yang tidak bersifat nefrotoksik
seperti allopurinol. Sehingga dapat digunakan alternative lain yang
tidak menimbulkan kerusakan ginjal seperti obat-obatan urikosurik
yaitu probenesid dan Benzbromarone yang bekerja dengan
meningkatkan ekskresi asam urat dalam ginjal melalui penghambatan
reabsorbsi asam urat pada tubuli ginjal. Namun pada penggunaan obat
obat ini harus disertai pengaturan dosis yang tepat dikarenakan pasien
mengalami penurunan fungsi ginjal sehingga pengobatan harus
dimonitoring.
BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan kimia klinik yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
 Pasien diduga mengalami penurunan fungsi ginjal ringan sampai sedang
dengan nilai kreatinin klirens 55,5 mL/min/1,73 m2.
 Pasien mengalami hiperurikemia karena memiliki kadar asam urat yang
tinggi yaitu lebih dari 8,5.
 Pasien mengalami penurunan funsi ginjal dapat disebabkan oleh kadar asam
urat yang tinggi sehingga membentuk kristal dan memperberat kerja
glomerulus. Ataupun sebaliknya kadar asam urat yang tinggi disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan eksresi asam urat berkurang.
 Pasien beresiko mengalami penyakit arthritis gout, nefropati gout, atau batu
ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim.2010. Kolesterol. Diakses tanggal 31 Oktober 2010, jam 09.300


WIB. http://id.wikipedia.org/wiki/Kolesterol.
2. Dawiesah, I. S. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrien Dalam
Jaringan dan Plasma tubuh , Yogyakarta : PAU pangan dan gizi UGM
3. Linstromberg, Walter W. 1966. Organik Chemistry, A Brief Course. Boston
; D.C. Heath ang Company.
4. Schunack, Walter; Mayer, Klaus and Haake; Manfred. 1990. Senyawa Obat,
Buku Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi kedua. (Terjm. Joke R. Wattimena
dan Sriwoelan Soebito). Yogyakarta : GMU-Press.
5. Siswono.2001. Bahaya dari Kolesterol Tinggi. Diakses tanggal 31 Oktober
2010, jam 09.35 WIB. http://www.gizi.net/cgi-
bin/berita/fullnews.cgi?newsid997059568,35248.
6. Soeharto, I. 2004. Serangan Jantung dan Stoke Hubungannya Dengan
Lemak dan Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
7. Baron ,D.N., 1995, Kapita Selekta patologi Klinik Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
8. Dipiro, J.T., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, The
McGraw-Hill Companies., United States of America.
9. Ganiswarna, S., 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FKUI, Jakarta.
10. Majid, C., 2010, Ilmu Pemantapan Serum, Penerbit Buku Kedokteran:
EGC, Jakarta
11. Ronald, A, S. 2004. “Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium”.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
12. Rubenstein, D., 2005, Kedokteran Klinis, Erlangga, Jakarta
13. Girindra, A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor : ITB
14. Hendromartono, Consensus on the Management of Diabetes Mellitus
(Perkeni 1998). In Surabaya Diabetes Update. VI. Eds Tjokroprawiro A,
Hendromartono, dkk. Surabaya 1999 : 1 – 14
15. Peodjiadi, Anna. 1994. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
16. Antika. 2011. Penyebab reumatik gout. Diases dari http://delpanantika.com.
Tanggal 5 April 2013 pukul 08.47 WIB
17. Cahyono. 2012. Pengertian asam urat. Diakses dari
http://www.penyakitasamurat.com . tanggal 8 April 2013 pukul 11.05 WIB
18. Hamadani. 2012. Kadar asam urat normal dalam darah. Diakses dari
http://catatandokter.com. Tanggal 6 April 2013 pukul 15.31 WIB
19. Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
20. Arianda, Dedy. 2015. Sistem Urinaria dan Pemeriksaan Urinalisa. Bekasi
: AM-PUBLISHING
21. http://labkesehatan.blogspot.co.id/2010/03/ureum-darah-serum.html
22. https://lailanihikari.wordpress.com/2014/05/09/tes-fungsi-ginjal/
23. Depkes, 1991, Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium
Puskesmas,Jakarta,Depkes
24. Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2,
terjemahan Adji Dharma et al.,E.G.C., Jakarta.
25. Gunawan. 2011. http://www.totalkesehatananda.com/darahhati2.html.
jakarta. Diakses tanggan 25 juni 2011
26. Hasan, I. 2008. Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati.
Medicinus.No.2.Vol.21.http://www.dexamedica.com/images/publish_uplo
ad080711257643001215763044FA%20MEDICINUS%208%20MEI%202
008%20rev.pdf.
27. Joyce. L, 2007. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta
28. Panil Zulbadar, 2007, Memahami Teori dan Praktikan Kimia Dasar, EGC,
Jakarta.
29. Poedjiadi, 1994, Jakarta, “Dasar-Dasar Biokimia”. UI Press
30. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit
dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
31. Suryadi dan Marzuki. 1983. Pemeriksaan Faal Hati. Cermin Kedokteran.
No. 30. Vol. 1. 14 – 19.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk030diagnosislaboratorium.pdf
32. Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan
Laboratorium. Cetakan I, Amara Books, Yogjakarta
Lampiran Pertanyaan & Jawaban

1. Apakah pada penyakit asam urat terdapat obat pilihan lain, selain alupurinol ?
Jawaban :
Obat-obat hiperurisemia antara lain :
a. Probenesid
Probenesid adalah zat orikosurik, yang meningkatkan ekskresi asam
urat dalam ginjal melalui penghambatan reabsorbsi asam urat pada tubuli
ginjal. Secara normal, sekitar 90 % urat yang terfiltrasi di reabsorbsi, dan hanya
sekitar 10 % yang di ekskresi.
b. Kolkisin
Kolkisin adalah obat anti pirai terpilih penggunaannya dimulai saat
gejala datang dan sampai gejala hilang atau muncul efek meugikan. Sifat anti
radang kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan berbagai arthritis lainnya.
Kolkisin tidak mempengaruhi ekskresi asam urat melalui ginjal ataupun
konsentrasi asam urat dalam darah. Obat ini diabsorbsi di saluran cerna dengan
baik. Efek samping yang paling sering adalah muntah, mual, diare. Bila efek
ini terjadi, pengobatan harus dihentikan walaupun efek terapi belum tercapai.
Kolkisin mrupakan obat pilihan jika pasien juga menderita penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang mendapat diuretik untuk
gagal jantung dan pasien yang mengalami toksisitas gastrointestinal,
kecenderungan perdarahan atau gangguan fungsi ginjal.
c. Azapropazon
Azapropazon merupakan NSAID yang dapat menurunkan kadar urat
serum, mekanisme pastinya belum diketahui dengan jelas. Komite Keamana
Obat (CSM) membatasi penggunaan azapropazon untuk gout akut saja jika
NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil. Penggunaannya dikontraindikasikan
pada pasien dengan riwayat ulkus peptik, pada ganggunan fungsi ginjal
menengah sampai berat dan pada pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi
ginjal ringan.
d. Benzbromarone
Benzobromarone adalah obat urikosurik yang digunakan dengan dosis
100 mg/hari untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal moderat yang tidak
dapat menggunakan urikourik lain atau allopurinol karena hipersensitif.
Penggunaannya harus dimonitor ketat karena diakitkan dengan kejadian
hepatotoksik berat.

2. Pada pemberian terapi kepada pasien yang mengidap asam urat yang tinggi
diberikan dua terapi, yaitu dengan terapi farmakologi dan non-farmakologis,
pada terapi tersebut manakah terapi yang paling baik untuk diberikan pada
pasien ?
Jawaban :
Pada pasien Hiperurisemia pemberian terapi farmakologi dan terapi non-
farmakologi keduanya diberikan, karena keduanya saling berkaitan. Biasanya
terapi farmakologi yang diberikan ialah pemberian obat urikosurik, Kebanyakan
pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam urat dapat
diterapi dengan obat urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg‐1g
2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3‐4 kali/hari) merupakan alternative
allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadapa allopurinol.
Sedangkan terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam
penanganan Hiperurisemia. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan
kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan
berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif, Diet rendah
protein menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia,
tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan
negatif nitrogen. Pembatasan asupan protein dalam makanan pasien gagal ginjal
kronik dapat mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah. Pembatasan ini
juga telah terbukti menormalkan kembali dan memperlambat terjadinya gagal
ginjal. Asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga
menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan cedera
sekunder pada nefron intak. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pasien penyakit ginjal kronis akan secara spontan membatasi asupan protein
mereka. Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg /hari
dengan LFG kurang dari 10 ml / menit.

3. Kenapa jumlah kadar kreatinin klirensnya tidak sesuai dengan nilai normalnya?
Jawaban :
Jumlah kadar kreatinin klirens dapat dipengaruhi oleh :
a. Perubahan masa otot
b. Aktivitas fisik yang berlebihan
c. Mengonsumsi obat-obatan yang dapat menggangu sekresi kreatinin.
Misalnya sefalosporin.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Pemeriksaan Kadar Kolesterol


Absorbansi Sampel − Absorbansi Blanko
Kadar = x Kadar Standar
Absorbansi Standar − Absorbansi Blanko
0,082 − 0,024
= x 197,52 mg/dL
0,269 − 0,024
= 46,75 mg/dL

2. Pemeriksaan Kadar Trigliserida


Absorbansi Sampel − Absorbansi Blanko
Kadar = x Kadar Standar
Absorbansi Standar − Absorbansi Blanko
0,182 − 0,095
Kadar = x 195,01
0,217 − 0,095
= 127,38 mg/dL

3. Pemeriksaan Kadar Glukos a Darah


Absorbansi Sampel − Absorbansi Blanko
Kadar = x Kadar Standar
Absorbansi Standar − Absorbansi Blanko
0,172 − 0,009
= x 100 mg/dL
0,251 − 0,009
= 67,35 mg/dL

4. Pemeriksaan kadar Asam Urat


Absorbansi Sampel − Absorbansi Blanko
Kadar = x Kadar Standar
Absorbansi Standar − Absorbansi Blanko
0,133 − 0,034
= x 6,07 mg/dL
0,078 − 0,034
= 13,67 mg/dL

5. Pemeriksaan Kadar Urea


BUN serum klinis = 18,05 mg/dL x 0,467
= 8,43 mg/dL
6. Pemeriksaan kadar kreatinin
[98−(0,8 𝑥 (𝑢𝑚𝑢𝑟−20))]
Kreatinin klirens plasma (CrCl) = 1,23

[98−(0,8 𝑥 (57−20))]
= 1,23

= 55,5 mL/min/1,73 m2

7. Periksaan kadar bilirubin total dan direct


Bilirubin Indirect = Bilirubin Total – Bilirubin Direct
= 0,4 – 0
= 0,4 mg/dL
LAMPIRAN GAMBAR

Pemipetan serum klinis Pemipetan reagen

Penambahan reagen pada serum Sampel di alat homogenizer


Pengukuran sampel

Anda mungkin juga menyukai