Anda di halaman 1dari 9

“ Persprektif Tuhan Dalam

Agama Islam ”

Rizki Apriliantono (15117303)

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DOSEN : Bpk. HILMAN FAUZI NUGRAHA,S.E.I,M.E.SY
#tuhan dalam perspektif agama islam
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang
Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan
Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah,
nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal
dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-
rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi
saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di mana pun tanpa
harus menjelma dalam bentuk apa pun Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus
lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di
atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”

#etimologi
Beberapa teori mencoba menganalisa etimologi dari kata "Allah". Salah satunya
mengatakan bahwa kata Allāh (‫ )هللا‬berasal dari gabungan dari kata al-(sang) dan ʾilāh (tuhan)
sehingga berarti "Sang Tuhan". Namun teori ini menyalahi bahasa dan kaidah bahasa Arab. Bentuk
ma'rifat (definitif) dari ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal
dalam bahasa Arab. Penggunaan kata tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi
dalam Mushthalahatul Arba'ah fil Qur'an (h. 13) dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad
dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul Mu'ashirah (h. 54).
Kedua penulis tersebut bukannya menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai
bentuk ma'rifat dari ilah. Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata
sifat) nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan jamak, maka isim ma'rifat kata
itupun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlaku untuk kata Allah, kata ini
tidak mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan jamak. Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk
ma'rifat baik mutsanna (yaitu al-ilahani atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan
demikian kata al-ilah dan Allah adalah dua kata yang berlainan.Teori lain mengatakan kata ini
berasal dari kata bahasa Aram Alāhā.
#Konsep tuhan dalam alquran dan hadist
Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama Al-Quran (Al-'Alaq 96:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk di antaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya Al-Quran adalah kalam Allah,
sehingga semua keterangan Allah dalam Al-Quran merupakan "penuturan Allah tentang diri-Nya".
*Al-Quran (Al-'Alaq 96:1-5)
Selain itu menurut Al-Quran sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri manusia
sejak manusia pertama kali diciptakan. Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke
bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan
menjadi saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa
manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan
ingat keberadaan Tuhan. Al-Quran menegaskan ini dalam surah Az-Zumar 39:8 dan surah
Luqman 31:32.
*surah Az-Zumar 39:8

ُ‫عا َربَّهُ ُمنِيبًا ِإلَ ْي ِه ث ُ َّم ِإذَا خ ََّولَهُ نِ ْع َمةً ِم ْنه‬


َ َ‫ض ٌّر د‬ُ َ‫سان‬ َ ‫س اإل ْن‬ َّ ‫َو ِإذَا َم‬
َ ‫ع ْن‬
‫س ِبي ِل ِه‬ َ ‫ض َّل‬ ِ ُ‫عو ِإلَ ْي ِه ِم ْن قَ ْب ُل َو َجعَ َل ِ َّّلِلِ أَ ْندَادًا ِلي‬
ُ ‫ِي َما َكانَ يَ ْد‬ َ ‫نَس‬
)٨( ‫ار‬ ِ َّ‫ب الن‬ ِ ‫ص َحا‬ ْ َ‫قُ ْل تَ َمت َّ ْع ِب ُك ْف ِر َك قَ ِليال ِإنَّ َك ِم ْن أ‬
Artinya : “Dan apabila manusia ditimpa bencana, Dia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya; tetapi apabila Dia memberikan nikmat kepadanya
dia lupa (akan bencana) yang pernah dia berdoa kepada Allah sebelum itu, dan diadakannya
sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, "Bersenang-
senanglah kamu dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu. Sungguh, kamu termasuk
penghuni neraka.”
*surah Luqman 31:32.

ۚ ‫ٱَّللِ ِليُ ِريَ ُكم ِم ْن َءا َٰيَتِ ِ ٓۦه‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫أَلَ ْم ت َ َر أ َ َّن ْٱلفُ ْل َك ت َ ْج ِرى فِى ْٱلبَ ْح ِر ِبنِ ْع َم‬
‫غ ِشيَ ُهم َّم ْو ٌج‬ َ ‫( َو ِإذَا‬31)‫ور‬ ٍ ‫ش ُك‬ َ ‫َّار‬ٍ ‫صب‬ َ ‫ت ِل ُك ِل‬ ٍ َ‫ِإ َّن فِى َٰذَ ِل َك َل َءا َٰي‬
‫صينَ لَهُ ٱلدِينَ فَلَ َّما نَ َّج َٰى ُه ْم ِإلَى ْٱلبَ ِر فَ ِم ْن ُهم‬ ِ ‫ٱَّللَ ُم ْخ ِل‬َّ ‫ع ُو ۟ا‬ ُّ ‫َك‬
َ َ‫ٱلظلَ ِل د‬
‫ور‬ٍ ُ‫ار َكف‬ ٍ َّ ‫صدٌ ۚ َو َما يَ ْج َحدُ ِبـَٔا َٰيَ ِتنَا ٓ ِإ ََّّل ُك ُّل َخت‬
ِ َ ‫( ُّم ْقت‬32).
Artinya : “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut
dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
(kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur. (Luqman 31:31)”
“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di
daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (Luqman 31:32)”
#Sifat tuhan
Sesungguhnya sifat-sifat Allah yang mulia tidak terbatas/terhingga. Di antaranya juga
tercantum dalam Asma'ul Husna. Sebagian ulama merumuskan 20 Sifat Allah yang wajib dan
mustahil bagi Allah yang dipahami dan diimani oleh umat Islam, di antaranya adalah:
1. Wujud (ada) dan mustahil Allah itu tidak ada ('adam).

“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam. ”
— (Al A'raf 7:54)
2. Qidam (terdahulu) dan mustahil Allah itu huduts (baru).

“ Dialah Yang Awal… ”


— (Al Hadid 57:3)
3. Baqo’ (kekal) dan mustahil Allah itu fana’ (binasa/hilang). Allah sebagai Tuhan Semesta Alam
akan hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaan-Nya. Jika Tuhan itu fana’ atau
mati, bagaimana nasib ciptaan-Nya seperti manusia?

“ ...dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati… ”
— (Al Furqan 25:58)
4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (tidak serupa dengan makhluk-Nya) dan mustahil Allah itu sama
dengan makhluk-Nya (mumaatsalaatuhu lil hawaadits).

“ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia… ”


— (Asy-Syura 42:11)
5. Qiyamuhu binafsihi (berdiri dengan sendirinya) dan mustahil Allah itu qiyamuhu bi
ghairihi (berdiri-Nya dengan yang lain).

“ …Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam
semesta. ”
— (Al ‘Ankabut 29:6)
6. Wahdaaniyah (esa atau satu) dan mustahil Allah itu banyak (ta’addud) misalnya 2, 3, 4, dan
seterusnya. Allah itu Maha Kuasa.

“ Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain
beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. ”
— (Al Mu’minun 23:91)
“ Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia." ”
— (Al Ikhlas 112:1-4)
7. Qudrah (Maha Kuasa) dan mustahil Allah itu ‘ajaz (lemah). Jikalau Allah itu lemah, tentu saja
makhluk ciptaan-Nya dapat mengalahkan-Nya.

“ Jika Dia kehendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru
(untuk menggantikan kamu), dan yang demikian tidak sulit bagi Allah. ”
— (Fathir 35:16-17)
8. Iradah (Berkehendak) dan karahah (terpaksa).
9. Ilmu (Maha Mengetahui) dan mustahil Allah itu jahal (bodoh). Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu, karena Dialah yang menciptakan-Nya.

“ …dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya… ”
— (Al An'am 6:59)
10. Hayat (Hidup) dan mustahil Allah itu maut (mati). Hidupnya Allah tidak seperti hidupnya
manusia. Manusia dihidupkan oleh Allah yang kemudian akan mati, sedangkan Allah tidak akan
mati. Ia akan hidup terus selama-lamanya.

“ ...dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati… ”
— (Al Furqan 25:58)
11. Sama’ (Mendengar) dan mustahil Allah bersifat shumam (tuli).

“ …Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”


— (Al Baqarah 2:256)
12. Bashar (Melihat) dan mustahil Allah bersifat ‘amaa (buta).

“ Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi, dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. ”
— (Al Hujurat 49:18)
13. Kalam (Berkata-kata/berfirman) dan bukmon.
14. Qadirun (Maha Kuasa) dan 'ajizun (lemah).
15. Muridun (Maha Berkehendak) dan karihun (terpaksa).
16. ‘Alimun (Maha Mengetahui) dan jahilun (bodoh).
17. Hayyun (Maha Hidup) dan maiyiton (yang mati).
18. Sami’un (Maha Mendengar) dan ashamma (tuli).
19. Basirun (Maha Melihat) dan a’ma (buta).
20. Mutakallimun (Maha Berkata-kata) dan abkam (bisu).

#Konsep Tentang Tuhan di Arab Pra Islam


Konsep tuhan pada masa pra-Islam lebih bersifat pada politeisme. Hal ini yang
terjadi di Arab pra-Islam.Walaupun dalam kepercayaan orang arab menganut banyak
dewa, akan tetapi menyakini bahwa Tuhan itu satu. Pada masa Arab pra-Islam
bermula dengan adanya berhala ditanah Arab. Mereka lalu mencampur-adukkan
antara monoteisme yang dibawa Ibrahim dan paganisme. Mereka percaya takdir yang
bersifat samar, kuat, dan tidak dapat ditawar-tawar melebihi apa yang manusia tidak
dapat kendalikan.

Dalam sejarah peradaban Arab, kata “Allah” memang sudah biasa digunakan di
kalangan kaum kafir Quraisy Mekah, tempat dimana Rasulullah SAW dilahirkan. Sebagai
contoh konkret adalah nama ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah. Ini mengindikasikan
bahwa orang-orang Arab Jahiliyah biasa menggunakan kata Allah. Contoh lain adalah
kata ‘Ubaidillah (Hamba Kecil Allah), yang digunakan sebagai nama salah seorang
sahabat Nabi SAW.

Jika melihat konsep tuhan yang kita ketahui dalam pra-islam berarti berkaitan
dengan ketauhitan atau keimanan manusia terhadap Allah pada masa itu. Manusia
hanya memandang bahwa konsep tuhan sebagaian besar bersifat rububiyyah yaitu
konsep ketuhanan yang bersifat hanya sebagai pencipta.
Konsep “Allah” sebagai “rabb” di kalangan kafir Quraisy tidak menyentuh esensi
Allah SWT. Karena mereka banyak menggunakan kata “Allah” untuk tuhan-tuhan
menurut kabilah mereka masing-masing. Di dalam Ka‘bah terdapat 360 berhala, yang
seluruhnya sebagai bahan sembahan para kabilah-kabilah bangsa arab sebagai wujud
keyakinan bertuhan. Semuanya merujuk pada konsep rabb, karena tidak ada yang
berani menamakan berhala mereka sebagai “Allah”, karena Allah satu zat yang tidak
dapat disentuh.

Konsep “Allah” dalam Islam dan Kristen ini diakui dengan sangat baik dari kitab
masing-masing baik dalam Al-qur’an atau Al-kitab. Dalam hal ini menyatkan bahwa
“penggunaan kata Allah sering kali terdengar dalam bahasa theologi, bahkan dalam
dunia islam terkenal dengan Asmaul husna yang jumlahnya 99, dan hal lain yang kita
ketahui yaitu dalam konsep “Allah” sangat erat kaitannya dengan akidah (keyakinan)
tentang “keesaan” (oneness) Allah SWT.

Konsep inilah yang diputar 180 derajat oleh Al-Qur’an. Oleh karena itu, dalam
Islam, makna “tawhid” adalah ‘satu bentuk keyakinan (i‘tiqâd)’ bahwa Allah itu “Esa”
(wâhid) tidak ada sekutu bagi-Nya. Ilmu tawhid dinamakan dengan “tawhid”, karena
pentingnya bagian yang ada di dalamnya, yakni afirmasi (itsbât) keesaan Allah di dalam
zat dan aksi (al-fi‘l) dalam menciptakan segala makhluk (al-akwân, cosmos). Dan hanya
Dia-lah sebagai ‘rujukan’ (tempat kembali) setiap makhluk (kaun) dan akhir dari setiap
tujuan.

Allah adalah kata dalam bahasa Arab yang berasal dari pemadatan al dan Ilah. Ia
berarti Tuhan atau menyiratkan Satu Tuhan. Secara linguistik, bahasa Ibrani dan bahasa
Arab terkait dengan bahasa-bahasa kepercayaan atau ketahuitan dan istilah Arab kata
Allah atau al-Ilah terkait dengan El dalam bahasa Ibrani, yang berarti “Tuhan”.Dalam hal
ini sejarah membuktikan bahwa konsep tuhan sudah menujukan adanya keesesaan Allah
didalam umat manusia terdahulu.
#kesimpulan
Ketika kita memahami prespektif tuhan dalam agama islam banyak hal yang kita kaji dan
kita pahami kita mengetahui tentang konsep ketuhanan baik masa pra islam yang menyatkan
bahwa kata Allah sudah sering dipakai termasuk pada nama ayah Nabi Muhammad. Bahkan dalam
Bahasa Theologi kata Allah banyak digunakan baik dari orang islam ataupun kristiani.

Dalam surat-surat dan ayat-ayat didalam Al-qur’an banyak yang menerangkan


tetang konsep ketuhanan yaitu Allah sebagai rabb yang pencipta alam raya seisinya. Selain dari
hal tersebut Al-qur’an menerangkan keesaan Allah sebagai wujud konsep ketuhanan dalam
agama islam.

Manusia tidak akan bias lepas dari konsep ketuhanan, karena manusia akan berfikir dan
mencerna apa yang terjadi di sekelilingnya. Bahwa adanya ciptaan adanya perwujudan
manuasia dan alam seisinya sebagai bentuk rasa rahman dan rahim dari Allah. Dan setiap manusia
akan selalu berhubungan dengan tuhan sebagai bentuk keyakinan atau ketauhitan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai