Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH AGAMA ISLAM

KEKEKALAN ALLAH SECARA MUTLAK

Kelompok 5
1. Rika Chaya Sari
2. Yudi
3. Herdanisa
4. Efa Pratiwi
5. Siska Dewi Pratiwi
6. Herus
7. Windi Aulia Siregar
8. Zaman

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH MEDAN

2016-2017

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah dengan judul Kekekalan Allah Secara
Mutlak, guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami arti dari


Marifatullah, yang kami sajikan berdasarkan referensi-referensi yang ada. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas khususnya para mahasiswa
Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu kepada penulis meminta masukan berupa kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan pembuatan makalah ini. Akhir kata penulis berharap
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Medan, 26 November 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara fitrah, manusia memiliki standar. Dalam salah satu bukunya,


Imam al-Ghazali mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan
untuk mencintai dirinya, mencintai kesempurnaannya, serta mencintai
eksistensinya. Sebaliknya, manusia cenderung membenci hal-hal yang
dapat menghancurkan, meniadakan, mengurangi, atau memutuskan
kesempurnaan itu.

Orang besar, pejabat tinggi , banyak dipuji-puji, memiliki pengaruh


dan kekayaan yang melimpah, akan takut setengah mati jika takdir
mendadak mengubahnya menjadi miskin, lemah, bangkrut, terasing, atau
ditinggalkan manusia. Begitulah tabiat manusia. Padahal jika kecintaan kita
kepada selain Allah sampai begitu banyak maka cinta itu pasti akan
musnah.

Seharusnya kebutuhan kita akan kebahagiaan duniawi, membuat


kita berpikir bahwa Allah lah satu-satunya yang memiliki semua itu.
Adapun kekhawatiran-kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita,
semestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan
mengamalkan apa yang disukai-Nya.

Manusia mengetahui bahwa suatu ilmu dikatakan penting dan


dirasakan mulia sebetulnya tergantung kepada dua hal yaitu apakah yang
menjadi obyek ilmu itu dan seberapa besar manfaat yang dihasilkan
darinya. Berdasarkan alasan tersebut di atas marifatullah merupakan ilmu
yang paling mulia dan penting karena materi yang dipelajarinya adalah
Allah. Manfaat yang dihasilkannya pun tidak saja untuk kepentingan dunia
tapi juga untuk kebahagiaan akhirat.Orang yang mempelajari marifatullah
akan menjadi insan yang beriman dan bertaqwa bila Allah memberi
hidayah kepadanya (Gymnastiar, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui arti marifatullah.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian Marifatullah
2. Mengetahui manfaat Marifatullah
3. Mengetahui cara mengenal Allah
4. Mengetahui penghalang dalam mengenal Allah
5. Mengetahui arti Tauhidullah

1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Makalah ini berisi tentang arti Marifatullah serta cara-cara yang
membawa kita mendekatkan diri kepada-Nya secara baik dan benar.
1.4.2 Praktis
1. Sebagai himbauan untuk mahasiswa tentang pentingnya
mengenal Allah SWT
2. Menambah pemahaman mahasiswa yang akan mengantarkan pada
amalan baik dengan dasar tauhid.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Marifah berasal dari kata arafa yarifu marifah yang berarti mengenal.
Dengan demikian marifatullah berarti usaha manusia untuk mengenal Allah baik
wujud maupun sifat-sifat-Nya. Manusia sangat berkepentingan untuk mengetahui
siapa penciptanya dan untuk apa ia diciptakan. Karena itu, manusia pun mulai
melakukan penelitian dan mencari-cari siapa gerangan Tuhannya. Allah yang
Maha Rahman dan Maha Rahim tentu tidak akan membiarkan kita terkatung-
katung tanpa adanya pembimbing yaitu utusan-utusan-Nya para nabi dan rasul
yang akan menunjukkan kita ke jalan yang benar. Maka di antara manusia ada
yang berhasil mengetahui Allah dan banyak pula yang tersesat, berjalan dengan
angan-angannya sendiri. (Cahyadi, 2003)

Maka berpalinglah kamu dari orang yang telah berpaling dari peringatan
Kami dan dia tidak menghendaki, kecuali kehidupan dunia. Itulah kesudahan
pengetahuan mereka. Sungguh Tuhanmu lebih mengetahui orang yang telah
sesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang yang dapat petunjuk.
(QS. An Najm: 29-30).

B. Dzat Allah
Allah itu mutlak adanya, antara lain karena ada ciptaan-Nya dan
dibenarkan oleh pengalaman batin atau fitrah manusia serta diterangkan oleh
wahyu Allah sendiri dalam surat Ali Imran : 190-191 dan Al-Ankabut : 61.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190).
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memberikan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(191). (Ali
Imran: 190-191)
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu
mereka akan menjawab:Allah, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar). (Al-Ankabut : 61)

1. Keghaiban Dzat Allah dan kewajiban wujud-Nya


Ghaib itu adalah samara tau rahasia seperti yang dinyatakan Al-Quran,
dalam Surat Hud: 123.
Dan kepunyaan Allahlah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah
Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai
dari apa yang kamu kerjakan. (Hud: 123)
Wujud atau adanya Allah, bukanlah hal yang sukar sebab fitrah
manusia sendiri telah membuktikan dan mengakui adanya Allah itu. Fitrah
manusia dalam perjalanan hidupnya, akan bertemu dengan bukti-bukti
adanya Allah. Tetapi kenyataan kadang-kadang menjadikan adanya Dzat
Allah seolah-olah tidak ada, karena baik dzat maupun kekuasaan-Nya berada
sangat dekat dengan fitrah manusia, sehingga ia tidak menyadarinya atau
bahkan mengganggap diri sebagai Tuhan. Sebagaimana firman Allah dalam
Surat Fushshilat : 53.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah
bagi mereka bahwa Al-Qur`an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?
(Fushshilat : 53)

2. Perbedaan Allah dengan segala makhluk dan kekekalan-Nya secara mutlak


a. Wujud
Wujud Allah yang bersifat mutlak dan berdiri sendiri, tanpa awal dan
akhir adalah wajib, mesti ada karena tanpa adanya, alam semesta pun
tidak ada. Wujud Allah mempunyai keunikan jika dibandingkan dengan
wujud makhluk-Nya. Keunikan wujud Allah tampak jelas pada
perbedaan antara wujud Allah dan wujud makhluk-Nya.
b. Sifat Allah
Sebagaimana keunikan yang terdapat pada wujud Allah, demikian halnya
pada sifat Allah. Allah bersifat Esa meliputi segala kesempurnaannya
sebagamana halnya tersebut pada surat Asy-Syura : 11.
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syura: 11)
Seluruh sifat Allah sesuai dengan wujud-Nya adalah Abadi, sedangkan
sifat dan wujud manusia dan makhluk lainya tidak abadi dalam arti
menua, memburuk, rusak dan hancur kembali ke tanah. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Al-Qashash : 88 dan Ar-Rahman 26-27.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan
apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qashash
: 88)
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (26). Dan tetap kekal Dzat
Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (27). (Ar-
Rahman : 26-27)

3. Penciptaan-Nya
Proses penciptaan yang dilakukan Allah tidak fragmentaris, ciptaan-
Nya mempunyai sistematik dengan ciptaan lainnya, sehingga penciptaan-
Nya, merupakan kesatuan utuh (integral) dalam suatu pranata yang besar
(systems). Titik pusatnya adalah manusia yang diciptakan dalam keadaan
yang paling baik, dank arena itu kepadanya diserahkan tugas kemakmuran,
membudayakan di atas bumi. Firman Allah dalam Surat Hudd : 61.
Dan kepada Tsamud (Kami utus) sauda mereka Shaleh. Shaleh
berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurannya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do`a hamba-Nya).(Hudd :61)
Penciptaan yang dilakukan manusia cenderung antropocentris, artinya
kalau dia berbuat sesuatu adalah untuk mempertahankan, mengembangkan,
dan meningkatkan kualitas hidup manusia terarah kepada dirinya sendiri
(manusia), kecuali mereka yang mempunyai keterikatan yang kuat kepada
Tuhannya. Dengan demikian dia mempunyai keikhlasan untuk melakukan
sesuatu. Keterikatan dan keikhlasan seperti itu hanya dibentuk oleh ajaran
agama, khususnya agama Islam. Firman Allah dalam Surat Al-Bayyinah : 5.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan keta`atan kepadanya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah :5)

4. Ciptaan-Nya
Sifat dari ciptaan makhluk tidak bernyawa dan tidak berpribadi dan tidak
memiliki kemampuan untuk menerima dan melaksanakan petunjuk tanpa
melalui proses conditioning. Juga tidak mampu mengembangkan dirinya
sendiri dan selain itu tidak bisa bergerak kecuali sesuai dengan hukum alam
(hukum Allah). Benda bergerak sesuai dengan gaya tarik bumi.
(Daradjat, 1997)

C. Pembuktian Wujud Allah


Walaupun manusia telah menghayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya,
pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga
menginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan, Nabi Musa
A.S. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar
Dia menampakkan diri kepadanya, seperti diriwayatkan Al-Quran dalam Surat
Al-Araf (7) : 143
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa : Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada engkau . Tuhan berfirman : Kamu sekali-kali tidak
sanggup melihat-ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala
Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia
berkata : Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman Al-Araf (7) : 143
Oleh karena segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap
nisbi dan terbatas. Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibnu
Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu
menggunakan dalil nidham, (kerapian susunan alam) yang disebut dalil inayah
walikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) seperti tertulis dalam buku Kisah
mencari Tuhan, jilid 1 oleh Syekh Nadim Al-Iisr halaman 133. Adapun dalil
inayah ialah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud
Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu
umpamanay, diciptakannya air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan
kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini
membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistematik
(ikhtira). (Daradjat, 1997)
BAB III
KESIMPULAN

Dengan mengenal Allah SWT, kita akan lebih dapat untuk


mendekatkan diri kita kepada-Nya secara baik dan benar. Karena pemahaman yang
baik akan mengantarkan pada amalan yang baik. Amalan yang baik akan
mengarah pada hasil yang baik. Dan hasil yang baik, insya Allah akan
mendapatkan keridhaan Allah SWT. Semoga Allah SWT menjadikan kita
semua sebagai hamba-hamba-Nya yang benar-benar mentauhidkannya dalam
segenapaspek kehidupan kita. Dan kita berlindung kepada-Nya dari
kemusyrikan-kemusyrikan, baik yang kita sadari ataupun yang tidak kita sadari.

1. Pengertian Marifatullah
Marifah berasal dari kata arafa yarifu marifah yang berarti mengenal.
Dengan demikian marifatullah berarti usaha manusia untuk mengenal Allah
baik melalui asma al-istighna maupun melalui asma al-iftiqar.

2. Manfaat Marifatullah
-Tidak akan tertipu oleh kemilaunya kehidupan dunia.
-Kita mengetahui bahwa Allah SWT adalah Rab semesta alam
-Dengan mengenal Allah secara baik dan benar, maka secara langsung atau
tidak langsung akan lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT
-Akan diberikan oleh Allah Swt ketenangan lahir bathin hingga janji surga bagi
kaum yang memegang teguh Imannya.

Anda mungkin juga menyukai