Anda di halaman 1dari 3

6.

1 Definisi dan klasifikasi


A. Definisi:
Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi melewati
glans penis.
(PPK,2014)
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi
baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.
Pada fimosis, preputium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi
kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air kecil
(Basuki B Purnomo, 2011)
B. Klasifikasi
Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun patalogis.
1. Umumnya fimosis fisiologis terdapat pada bayi dan anak-anak. Pada anak
usia 3 tahun 90% preputium telah dapat diretraksi tetapi pada sebagian
anak preputium tetap lengket pada glans penis sehingga ujung preputium
mengalami penyempitan dan mengganggu proses berkemih.
2. Fimosis patologis terjadi akibat peradangan atau cedera pada preputium
yang menimbulkan parut kaku sehingga menghalangi retraksi
(PPK, 2014)
1. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo fimosis)
Terjadi pada anak laki-laki yang baru lahir. Preputium melekat pada glans
dan lama kelamaan akan dapat dipisahkan seiring bertambahnya usia.
Fimosis ini bukan disebabkan oleh kelainan anatomi melainkan karena
adanya faktor perlengketan antara kulit pada penis bagian depan dengan
glans penis sehingga muara pada ujung kulit kemaluan seakan-akan
terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak,
bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada
glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun
seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi
antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya
kulit preputium terpisah dari glans penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
fimosis)
Timbul kemudian setelah lahir. Fimosis patologis didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat
ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung
kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan
(higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.
(Tanagho, 2004)
Fimosis pada bayi dan laki-laki dapat di klasifikasikan berdasarkan keparahan:

a. Menurut Meuli et al, dibagi menjadi 4 grade


1. Grade I : preputium dapat di retraksi seluruhnya dengan
cincin stenotik di batang
2. Garde II : dapat diretraksi parsial dengan pembukaan parsial
pada glans
3. Grade III : dapat diretraksi parsial dengan pembukaan meatus
saja
4. Grade IV : tidak dapat diretraksi
b. Menurut Kikirosis et al, di bagi mnejadi 6 grade
1. Grade 0 : dapat diretraksi semprna
2. Grade 1 : dapat diretraksi sempurna, namun ketat pada glans
3. Grade 2 : penampakan parsial dari glans
4. Grade 3 : retraksi parsial , namun hanya meatus saja yang
terlihat
5. Grade 4 : dapat diretraksi sedikit namun tidak dapat terlihat
glans ataupun meatus
6. Grade 5 : tidak dapat diretraksi

(M. Meuli et al, 1994)

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto


Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014

Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition. USA:
Appleton and Lange; 2004.
Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for fimosis and
other medical indications in Western Australian boys". Med. J. Aust. 178 (4): 155–
8; 2003.
M. Meuli, J. Briner, B. Hanimann, and P. Sacher, “Lichen sclerosus et atrophicus causing
phimosis in boys: a prospectivestudywith5-
yearfollowupaftercompletecircumcision,” Journal of Urology, vol. 152, no. 3, pp.
1994

Anda mungkin juga menyukai