Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR TUGAS (PAPER)

Oleh :

SULASTRIANI R

P092182001

FAKULTAS TEHNIK TRANSPORTASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR


OPTIMALISASI PENANGANAN CRUDE OIL DI ATAS KAPAL
MT.SAMUDERA BIRU

Sulastriani R

Fakultas Teknik Transportasi Universitas Hasanauddin, Makassar – Indonesia

Email : lastriani25@gmail.com

ABSTRAK

Kertas kerja ini memiliki tujuan untuk mengetahui masalah masalah yang berhubungan
dengan 1) Bagaimana aksesibilitas, 2) Apa saja kondisi pendukung penanganan crude
oil, 3) bagaimana kondid pendukung terhadap lingkungan,4) menjelaskan tentang kriteria
4M+T, 5) Untuk mengetahui fungsi dari pembungkus pipa (laging) terhadap optimalisasi
penanganan crude oil di atas kapal, 6)Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan
muatan Crude Oil sebaik mungkin sehingga operasi kapal dapat berjalan dengan lancar.

Kata kunci : Optimalisasi, penanganan, crude oil.

PENDAHULUAN

Transportasi Laut dewasa ini berkembang sangat pesat, kapal sebagai sarana
angkutan laut yang dibangun lebih cenderung ke arah spesialisasi jenis muatan yang
diangkutnya, seperti kapal tanker dibagi ada Oil Tanker Chemical Tanker dan Crude Oil
Tanker. Sehubungan dengan masalah tersebut maka transportasi laut merupakan salah
satu sarana penting yang menunjang, terutama bermanfaat untuk pengangkutan dari
satu tempat ke tempat lainnya, khususnya untuk pengangkutan jenis minyak dari gas
bumi yang tidak mungkin diangkut menggunakan pesawat udara atau angkutan lainnya
dalam jumlah yang sangat banyak. Dalam pengoperasian kapal tanker, profesionalitas
dan loyalitas awak kapal sangatlah berpengaruh terutama dalam masalah persiapan
pemuatan dan penanganannya di atas kapal, karena ini merupakan masalah yang sangat
penting dalam proses pengangkutan minyak di kapal tanker. PT.Bahtera Laju Sentosa
adalah pemilik kapal dan di charter oleh PT.Pertamina yang berkantor pusat di Jakarta,
Indonesia. Operasi pelabuhan muat kapal adalah Dumai, Sei Pakning, Indonesia dan
pelabuhan bongkarnya yaitu Cilacap, Balikpapan, Palembang, Indonesia. Muatan kapal
yaitu Sumatran Light Crude(SLC),LSWR, yang dimuat dari terminal/kilang milik
PT.Pertamina diolah sendiri dari minyak mentah untuk dijadikan oil product untuk
kebutuhan migas yang dikonsumsi dalam negeri, Indonesia. Dalam proses
pengoperasian kapal MT.Samudera Biru pada saat itu tidak selalu berjalan lancar ada
beberapa masalah yang terjadi baik masalah yang datang dari kurangnya perhatian anak
buah kapal (ABK) dalam menangani crude oil maupun masalah yang timbul karena
rancangan bangunan (design) kapal yang kurang tepat, serta banyaknya lumpur (sludge)
sisa muatan pada saat pemuatan yang tidak bias dibongkar berpengaruh terhadap
penanganan muatan di atas kapal. Sehubungan dengan adanya masalah yang terjadi
dalam proses penanganan muatan diatas kapal MT.Samudera Biru, seperti yang telah
diuraikan diatas maka penulis dalam membuat makalah ini mengambil judul :“
OPTIMALISASI PENANGANAN CRUDE OIL DI ATAS KAPAL MT.SAMUDERA BIRU “.

Maksud dari optimalisasi tersebut adalah proses pencarian upaya-upaya atau


cara-cara yang lebih baik dan efektif dalam penanganan crude oil di atas kapal.
Tujuannya supaya proses penanganan crude oil di kapal dapat berjalan lancar.
Disamping itu juga bermanfaat bagi perusahaan Pelayaran karena pengoperasian kapal
dapat berjalan dengan aman dan selamat. Banyaknya informasi-informasi dan data-data
yang diperlukan dalam penanganan muatan yang akan dimuat sangat penting di dalam
proses pemuatan, sebelum kapal tiba di pelabuhan atau terminal harus sudah diadakan
pertukaran informasi dan koordinasi serta data-data yang di perlukan. Kesiapan dan
pelaksanaan muat bongkar di Kapal, khususnya MT. Samudera Biru tidak lepas dari dua
factor yang sangat berpengaruh yaitu :

1. Faktor Manusia (Awak Kapal)


2. Kondisi Bangunan (Design) Kapal.

Untuk mendapat gambaran yang jelas dari pengaruh kedua faktor tersebut, berikut
ini Deskripsi Data untuk proses penanganan muatan adalah sebagai berikut :

1. Pada tanggal 21 Desember 2011 jam 13.00 waktu setempat kapal sandar di
pelabuhan Sei Pakning untuk memuat muatan Crude Oil untuk Voyage pertama.
Schedule pertama kapal muat 15,000 Metric Tons (MT) LSWR Crude Oil, dimana
pada saat pembongkaran 15,000 MT disaksikan oleh Owner, Charterer, dan
Shipper yang ingin mengetahui proses pembongkaran muatan, kemampuan dari
pompa, kemampuan dari Pemanasan Muatan (Cargo Heating) dan keahlian dari
para Anak Buah Kapal dalam menangani proses Muat dan Bongkar. Dimana
muatan Crude Oil harus mendapat penanganan khusus terutama pada saat
musim dingin karena Temperature harus dipertahankan antara 48̊C - 50̊C pada
saat pemuatan, selama pelayaran dan selama pembongkaran muatan. Penerima
muatan (Consigne) dan pemilik muatan (Shipper) menginginkan kekuatan pompa
pada saat pembongkaran muatan minimal 550 KL per jam, akan tetapi pada saat
itu proses pembongkaran hanya mampu mendapatkan 350 KL per jam, ini di
sebabkan karena jarak dari kapal ke tanki darat sangat jauh sekitar 2 KM, juga
karena posisi kapal lebih rendah dari posisi Terminal, hal ini sangat menghambat
kelancaran operasi kapal yang mengakibatkan keberangkatan kapal di tunda
beberapa jam sampai kapal selesai pembongkaran dan Muat lagi 15,000 MT untuk
muatan selanjutnya.

2)Pada tanggal 29 Januari 2012 sewaktu kapal MT. Samudera Biru sandar di pelabuhan
Cilacap untuk melakukan kegiatan pemuatan, dimana muatan minyak sebelumnya Crude
Oil (Minyak Mentah) dan muatan yang akan dimuat adalah MFO minyak olahan (Marine
Fuel Oil). Pada saat Loading Master, Owner, Surveyor dan Charterer Surveyor
memeriksa tangki ruang muat diketemukan sedikit sludge (lumpur) dari dasar tangki.
Akibat kejadian itu Chaterer Surveyor Sucofindo memerintahkan kapal membuat surat
pernyataan (Statement of fact) dan membersihkan ulang tangki di luar pelabuhan dan
siap untuk muat maka pihak akan menghubungi Agent dan Operator / Owner kembali
bahwa kapal siap untuk menerima muatan Marine Fuel Oil (MFO). Setelah kapal
disandarkan maka segera dilaksanakan pemeriksaan ulang oleh Loading Master, dan
Charterer Surveyor, setelah dinyatakan bersih dikeluarkan Clean/Dry Certificate
sehingga kapal dinyatakan siap untuk dimuat. Dengan kejadian tersebut di atas kapal
mengalami hambatan kegiatan pemuatan, juga kerugian waktu dan tenaga yang
terbuang percuma disebabkan kebersihan tangki kurang sempurna, pengaruh dari
hambatan ini menjadi jadwal pelayaran berubah dan kapal tidak beroprasi sesuai dengan
rencana (Lay Can),

3)Pada tanggal 14 Februari 2012 kapal sandar di pelabuhan muat Chevron, Dumai untuk
memuat crude oil yang akan dimuat di tangki 1C,2C,3C,4C,5C,6C,7C,8C dimana sesuai
dengan perintah dari pencharter suhu muatan harus dipertahankan antara 48°C -50°C
baik selama pemuatan, selama pelayaran dan selama pembongkaran muatan. Setelah
kapal dinyatakan siap muat oleh surveyor maka pihak terminal darat memberikan tanda
dan memberitahu kapal bahwa kegiatan pemuatan akan segera dimulai. Selama proses
pemuatan berjalan lancar sesuai dengan perjanjian ( loading agrement) yang
sebelumnya sudah diadakan persetujuan dari kedua belah pihak mengenai tekanan
manifold (manifold pressure) dan kemampuan pompa per jam (loading rate) sehingga
pemuatan berjalan seperti yang diharapkan. Setelah selesai proses pemuatann surveyor,
loading master dan mualim I mengadakan pengecekan jumlah muatan (ullaging) yang
kemudian didapat total jumlah muatan yang masuk ke dalam ruang muat. Setelah itu
proses dokumentasi berjalan dimana agent segera menyiapkan bill of lading, mate receipt
dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk proses Clearance. Segera setelah proses
dokumentasi selesai maka mualim I memberi perintah kepada bosun untuk
mempersiapkan jalur pipa pemanas muatan (heating line) dan juga menginformasikan
kepada chief engineer untuk mempersiapkan boiler karena kapal akan melakukan
heating cargo untuk mempertahankan temprature. Setelah mualim 1 mendapatkan
informasi dari kamar mesin bahwa boiler siap dan steam line siap di alirkan ke deck maka
mualim I juga menginformasikan kepada bosun atau pumpman untuk mengecek apakah
steam atau uap panas dari kamar mesin telah masuk tangki muat atau belum, dan pada
sekitar 5 menit setelah pipa katup (steam valve )yang dari kamar mesin dialirkan pressure
di kamar mesin melonjak naik dan di deck tidak ada uap air atau uap panas yang keluar
dari heating line , hal ini terjadi karena pada saat kapal selesai heating cargo pada proses
pembongkaran muatan sebelumnya anak buah kapal khususnya di bagian deck
departement tidak melakukan pengeringan sisa air yang ada pada jalur pipa pemanas
(Drying) , juga karena heating line di deck tidak dilengkapi dengan pembungkus,

4). pada tanggal 18 april 2012 kapal melakukan proses pembongkaran muatan di
pelabuhan jepang ( kainan power station), segera setelah kapal sandar di
pelabuhan makan diadakannya rapat (meeting) antara master, chief officer, terminal
superintendent, surveyor, dan agent untuk menjelaskan proses system pembongkaaran
yang akan berlaku di terminal tersebut. Maka setelah dimengerti dan disetujui oleh semua
pihak meeting selesai dan dilanjutkan dengan manifold leak test yaitu mengetes pada sisi
lubang pipa bongkar yang ada di kapal di hubungkan dengan pipa muat dari terminal
kemudian diikat kuat dan dikasih tekanan angin sampai 3kg, ini dilaksanakan untuk
mengetahui apakah manifold tersebut sudah kedap untuk menghindari adanya
kebocoran yang dapat mencagah terjadinya oil pollution. kemudian setelah selesai
manifold leak test maka kapal dinyatakan siap untuk membongkar muatan dan chief
officer mendapat order dari terminal untuk mulai melakukan pembongkaran dengan slow
speed selama 10 menit, kemudian setelah selesai lewat dari 10 menit maka chief officer
memerintahkan kepada mualim jaga untuk menambahkan kekuatan pompa sampai
maksimal dimana untuk 1 jam harus mencapai 550 KL. Dalam proses pembongkaran
pada saat itu berjalan lancar, juga pada proses cargo heating kerena setelah 30 menit
pembongkaran dimulai maka mualim 1 juga menyiapkan jalur pipa pemanas untuk
memanaskan muatan atau mempertahankan suhu muatan antara 48°C – 50°C. Sebelum
muatan habis dibongkar semua sesuai persetujuan pada saat meeting, sisakan 20cm
muatan sebelum stripping atau gathering dimana muatan tersebut dari tangki
1C,2C,3C,4C,5C,6C,7C dikumpulkan semua di 8C. Pada saat pengumpulan muatan
tersebut jalur pipa yang ke terminal (manifold) ditutup, setelah selesai pengumpulan
muatan di 8C maka proses pembongkaran muatan ke darat atauterminal dilanjutkan
sampai habis . Segera setelah selesai pembongkaran pompa di stop maka surveyor dan
mualim I melakukan pengecekan semua tangki ruangmuat untuk mendapatkan dry
certificate. Akan tetapi setelah di chek maka semua tangki masih terdapat muatan yang
tidak dapat di bongkar dalam be tuk lumpur sekitar +/- 15cm pada tiap tangki, maka
surveyor membuat keterangan (statement of fact) bahwa semua tangki kapal masih
terdapat muatan yang tidak dapat di bongkar atau non liquid cargo. Hal ini terjadi karena
kapal dibangun untuk muatan oil product bukan untuk muatan crude oil , dimana apabila
kapal memuat muatan crude oil harus dilengkapi dengan pengoperasian dan alat – alat
manualnya yaitu crude oil washing (COW) system, yang mana pada saat membongkar
muatan COW harus dijalankan yang berfungsi untuk pencucian tangki juga untuk
mengurangi terjadinya endapan muatan yang tidak dapat terbongkar, karena proses
COW ini adalah sirkulasi muatan yang dibongkar sehingga resiko endapan muatan
dikurangi semaksimal mungkin. Selain daritidak tersedianya COW juga karen kurangnya
pengetahuan crew kapal dalam menangani muatan crude oil.

METODE

Penulisan kerja tugas ini menggunakan lokasi di atas kapal MT. Samudera Biru.
Alasannya karena penulis menemukan beberapa kendala saat melakukan bongkar muat
di atas kapal tersebut sehubungan dengan pembongkaran dengan jenis muatan crude
oil. Dalam penulisan kerja tugas ini dilakukan sampling terhadap muatan tersebut.
Banyaknya informasi-informasi dan data-data yang diperlukan dalam penanganan
muatan yang akan dimuat sangat penting di dalam proses pemuatan, sebelum kapal tiba
di pelabuhan atau terminal harus sudah diadakan pertukaraninformasi dan koordinasi
serta data-data yang di perlukan. Kesiapan dan pelaksanaanmuat bongkar di Kapal,
khususnya MT. Samudera Biru tidak lepas dari dua faktoryang sangat berpengaruh yaitu
:

1. Faktor Manusia (Awak Kapal),

2. Kondisi Bangunan (Design)

Kapal Untuk mendapat gambaran yang jelas dari pengaruh kedua faktor tersebut,
berikut ini pada deskripsi data selanjutnya akan diceritakan beberapa peristiwa yang
terjadi di atas kapal MT.Samudera Biru, yang dapat digunakan sebagai Deskripsi Data
untuk proses penanganan muatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada deskripsi data yang telah diuraikan dan diketahui bahwa setiap kendala
yang terjadi diatas kapal menunjukan faktor dari bangunan atau design kapal dan tingkat
pengetahuan anak buah kapal (ABK) sangat berperan sekali terhadap kelancaran
operasi kapal. Perlu diketahui tersedianya sarana atau peralatan yang diperlukan dalam
operasional kapal sangat menunjang untuk mengoptimalkan kelancaran pelaksanaan
kegiatan muat dan bongkar di setiap pelabuhan dalam setiap situasi sehingga kapal
selalu bisa dikatakan siap pakai kapan dan dimanapun, sehingga operasi kapal bisa
berjalan lancar dan aman. Selain dari faktor kelengkapan peralatan juga faktor dari
manusia yaitu kecakapan dari anak buah kapal dalam menangani muatan tertentu yang
harus ditangani secara khusus, ini sangat penting karena apabila anak buah kapal (ABK)
kurang pengetahuan dan keterampilan dalam menangani suatu jenis muatan maka akan
berakibat terhadap pelaksanaan muat dan bongkar suatu kapal akan terhambat dan juga
secara otomatis perusahaan akan mengalami kerugian. Untuk itu maka penulis dalam
makalah ini akan membahas tentang penanganan muatan crude oil di atas kapal MT.
Samudera Biru. Adapun yang dapat dijadikan bahan analisa adalah sebagai berikut :

1. Tidak tersedianya pembungkus pipa pemanas (laging) diatas deck.

Beberapa faktor mengapa tidak tersedianya laging di atas deck yaitu :


a. Stuktur bangunan kapal (design) yang tidak sesuai. MT. Samudera Biru adalah
jenis kapal oil product,akan tetapi pada saat itu kapal di charter (time charter) oleh
PT. Pertamina, dimana kapal memuat muatan crude oil LSWR yang mana muatan ini
perlu mendapat penanganan yang khusus baik dalam proses memuat, dalam
pelayaran ataupun pembongkaran.
b. Kurangnya perhatian dari pihak pemilik kapal (owner) terhadap kondisi kapal.
Nahkoda dalam perannya sebagai wakil dari perusahaan sudah melaksanakan tugas
dan kewajiban yaitu melaporkan kondisi kapal yang sebenarnya, dimana tidak
adanya laging pada cargo heating line yang berada di main deck , akan tetapi pihak
pemilik kapal (owner) menganggap haltersebut tidak perlu, karena dalam waktu
beberapa bulan lagi yaitu apabila kapal habis masa charter, maka kapal akan kembali
untuk kembali memuat muatan oil product yaitu ( fuel oil ).

2. Banyaknya lumpur dari sisa muatan crude oil yang tidak dapat terbongkar.

Ada berapa faktor yang mengakibatkan adanya lumpur muatan crude oil yaitu :

a. Kurangnya perhatian anak buah kapal dalam menangani muatan crude oil .
Mempertahankan suhu muatan agar muatan kapal tidak rusak juga agar proses
pembongkaran berjalan dengan lancar dan menghindari terjadinya penyusutan
muatan yang akan mengakibatkan klaim dari pemilik muatan.akan tetapi dalam
pelaksanaannya juru mudi jaga yang mengecek temprature jurang melaksanakan
tugasnya sesuai perintah mualim I,dimana mualim I memerintahkan untuk mengecek
setiap 1 jam sekali tapi dalam pelaksanaannya juru mudi mengecek setiap 4 jam
sekali. Ini sangat berbahaya sekali karena sesuai standard dan perintah dari terminal
muat dan pemilik muatan, kapal harus menjaga suhu muatan (temprature) antara
48°C – 50°C hal lain adalah apabila temprature tidak ada perubahan dalam waktu
yang cukup lama, misalnya dalam 3 sampai 4 jam suhu muatan masih menunjukan
angka yang sama maka juru mudi jaga harus drain heating line yang ada di
deck,karena apabila suhu muatan tidak naik dalam waktu culup lama ini berarti
heating line penuh dengan air sehingga uap panas yang disalurkan ke tangki ruang
muat kurang maksimal. Untuk itu perlu dilaksanakan pengecekan tugas (controlling)
oleh mualim I terhadap kerja anak buah kapal agar semua pekerjaan yang terjadi
diatas kapal berjalan sesuai dengan rencana.
b. Tidak adanya crude oil washing (COW) systemkapal MT.Samudera Birul ialah
kapal tidaktersedianya crude washing oli (COW), karen MT.Samudera Biru adalah
jenis kapal oil tanker yang tidak dirancang untik memuat crude oil akan tetapi
dirancang untuk membuat oil product. “MARPOL 2006, Anneex I, regulation 35,
hal :118 “every oil tanker operating with crude oil washing system shall be
provided with an operations and equipment manual “ sesuai dengan keterangan
diatas sudah jelas bahwa MT. Samudera Biru tidak sesuai untuk memuat muatan
crude oil karena tidak dilengkapi dengan crude oil washing system.
Adapun alternative pemecahan masalah

1. Tidak tersediannya pembungkus pipa pemanas (laging) diatas deck.


a. Penyediaan pembungkus pipa heating line secepat mungkin dipelabuhan terdekat.
Penyediaan pembungkus pipa heating line secepat mungkin di pelabuhan terdekat.

b. Kapal harus supplay barang dan teknisi memasang pembungkus pipa panas.
Pemilik kapal (owner) harus peduli terhadap kondisi kapal yang telah dilaporkan oleh
nahkoda, pemilik kapal harus segera menyediakan alat atau pembungkus pipa panas
agar operasi kapal berjalan dengan lancar juga untuk keselamatan anak buah kapal.

2. Banyaknya Lumpur dari Sisa Muatan Crude Oil yang tidak dapat terbongkar.

Untuk mengatasi masalah yang ada yaitu banyaknya lumpur dari sisa muatan
yang tidak dapat dibongkar maka harus dilaksanakannya pembersian tangki atau
ruang muat.

Adapun persiapan pembersihan ruang muat dapat dibedakan menjadi :

a. Melaksanakan pembersihan tangki oleh anak buah kapal.


Dalam melaksnakan pembersihan tangki ini digunakan tekhnik Metode POAC
( Planning, Organization, Actuating, danControlling ).

1. Perencanaan ( Planning )
Harus direncanakan dengan baik, cara kerja yang efektif cepat dan efisien.
Semua harus mengetahui jenis muatan yang akan dimuat, sifat dari
muatan, kondisi dari muatan, rperlengkapan peralatan sehubungan dengan
rencana pembersihan muatan

2. Pengaturan ( Organizing)

Setelah direncanakan maka dilakukanlah pengaturan terhadap


pembersihan tangki, yaitu beberapa orang yang akan melakukan
pembersihan tangki, di bagi berapa kelompok dan siapkan kepala regu dari
tiap kelompok tersebut. Kemudian Mualim 1 segera memutuskan kapan
pelaksanaan pembersihan tangki dilakaksanakan.
3. Pelaksanaan ( Actuating )

Pelaksanaan Pembersihan tangki diatas kapal MT. Samudera Biru dari


Crude Oil ke Low Sulfur Fuel Oil ( LSFO ) yaitu :

a). Butterwrothing dengan air dingin sekitar 2 jam


b) Butterworthing dengan air panas 80 0 C selama 2 jam
c). Penguapan ( Steaming)
d). Pengumpulan sisa air ( Draining of Tanks, Line and Pump )
e). Pengeringan ( Drying )

4. Pengecekan ( Controling )

Setelah selesai pelaksanaan Tank Cleaning maka Mualim I segera


melaksanakan pengecekan Tangki Ruang Muat, Pipe Line, Strainer dan
Pump. Apabila dinyatakan ruang muat , Pipe Line, Strainer dan Pump siap
pakai maka Mualim I segera melaporkan kepada Nahkoda wajib
memerintahkan kepada Anak Buah Kapalnya untuk melaksanakan
pembersihan ulang sampai tangki ruang muat benar- benar bersih dan siap
untuk dimuat.

2. Meminta pekerja dari darat untuk melakukan tank cleaning.


Kapal harus berlabuh jangkar dan meminta izin untuk melakukan tank cleaning
dengan bekerjasama dengan agent setempat dan menunggu pekerjaan
pembersihan tangki sampai selesai oleh pekerja dari darat.
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dari pembahasan dan penjelasan untuk usaha mengoptimalkan


penanganan muatan crude oil, ada beberapa simpulan yang diuraikan sebagai berikut:

1. Prasarana yang ada tidak memadai dalam penanganan muatan di atas kapal
sebabkan oleh tidak adanya pembungkus pipa ( laging ). Heating line yang ada di deck
tidak dilengkapi dengan pembungkus akibatnya panas yang dialirkan terbuang pada saat
air panas bercampur uap panas yang dialirkan dari kamar mesin ke deck sebelum masuk
ke tangki ruang muat telah dingin.

2. Pelaksanaan pembersihan tangki tidak maksimal ( tank cleaning ) yang menyebabkan


ketidaksiapan ruang muat untuk membawa muatan crude oil, akibat nya muatan rusak
menjadi sludge / Lumpur dan tidak bisa dibongkar dari kapal ke terminal.

Hal yang dapat direkomendasikan dari penulis Untuk mengoptimalkan penanganan


muatan crude oil diatas kapal maka:

1. Meningkatkan kemampuan dan disiplin anak buah kapal :

a. Nakhoda / Mualim I memberikan pengarahan dan bimbingan serta penjelasan-


penjelasan tentang tugas- tugas dan tanggung jawab masing- masing dalam
melaksanakan heating / pemanasan muatan crude oil yang optimal. Mulai dari persiapan
sampai dengan penyelesaian bongkar muat di pelabuhan bongkar.

b. Mualim jaga / pimpinan jaga harus memperhatikan proses pelaksanaan dari kerja ABK
untuk menghindari kemungkinan – kemungkinan terjadinya kesalahan – kesalahan
ataupun penyimpangan - penyimpangan yang dilakukan ABK yang dapat menghambat
kelancaran operasional kapal.

c. Nahkoda atau mualim harus memperhatikan kebutuhan – kebutuhan dan


kesejahteraan awak kapal serta menjalin hubungan kerja yang harmonis diantara awak
kapal dilingkungan kerja dapat tercipta, dan semangat kerja ABK dapat meningkat untuk
menunjang kelancaran operasional kapal.

2. Untuk memaksimalkan pelaksanaan Tank Cleaning disarankan kepada Nakhoda


untuk selaku mengawasi pelaksanaan kerja dan selalu melaksanakan Safety Meeting
REFERENSI

Arnolds Tannenbaum , The Consept of Organization Control, Journal OF Social Issues,


1956.

Capt. Diman Dali, Capt. Armand Ferdinand dan Capt. Arso Martopo, Memuat, 1983.

Capt. Istopo M.Sc, Unimoda dan Multimodal Transport ( Angkutan Barang Terpadu Darat
Laut Udara )

Dr. A. Verwey, Tank Cleaning Guide, Stanford Maritime, London, 1998,

Ernest Dale, alih bahasa oleh Dr. Winardi SE, Principles of Management

Franklin G Moore, Management, Organizatio and Practice, Harper & Row oleh, New
York,1964

International Safty Guide for Oil Tanker and Terminal ( ISGOTT ), Fourth Edition 2007,

MARPOL Consoliadated Edition 2006, IMO

STCW Code bab V Section B V/I 1996

Anda mungkin juga menyukai