Toksikologi Forensik REFARAT
Toksikologi Forensik REFARAT
PENDAHULUAN
1
dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi
dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis
dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang
penyebab keracunan dari suatu kasus.1
Dalam kurikulum pendidikan Kedokteran, pengetahuan Toksikologi secara
utuh disampaikan oleh bagian Kedokteran Forensik, artinya yang disampaikan
kepada mahasiswa tidak saja mengenai kelainan atau perubahan post mortem pada
kasus keracunan, tetapi juga mencakup bentuk dan sifat kimiawi zat-zat racun, gejala
keracunan, pemeriksaan laboratorium dan tindakan pengobatan yang dikenal sebagai
Toksikologi Klinis.2
BAB 2
ISI
2
2.1 Definisi Toksikologi
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya
zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Definisi lainnya
dari toksikologi forensik yaitu ilmu yang mempelajari aspek medikolegal dari bahan
kimia yang mempunyai efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai
untuk membantu mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan kasus
pembunuhan. 1,3
3
beracun seperti tumor (kanker), gangguan enzimatik, gangguan metabolisme,
gangguan sistem syaraf, mungkin saja merupakan akibat dari penggunaan berbagai
jenis bahan kimia yang bersifat toksis dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat.
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan
minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan
timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit,
bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan
mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan
gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di atas
digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi
dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi
hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang
dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Dosis terapi: dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang optimal
Dosis minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi
4
Dosis maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam
tanpa memperlihatkan efek toksik
Dosis toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik
Misalnya:
a) Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat
5
c) Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang
d) CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan
b) Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi
pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari
asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak.
a) Arsen
b) Garam Pb.
Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara
pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tertentu akan
memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun
tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat
yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada
tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti,
absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang sehat.
6
Keadaan tubuh
a) Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti
barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.
b) Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya
akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat
dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan
dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita
penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran
pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada
penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil
kesimpulan bahwa kematian seseorang karena penyakit tanpa penelitian yang teliti,
misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini gejala
keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang lumrah dijumpai.
c) Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat
menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya
toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap.
Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pecandu narkotik, yang dalam
beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang
dapat menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi kematian,
walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.
7
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-
preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat
rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan
tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban
memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan harus ditentukan pula apakah
pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi
preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan
dikenakan pada pemberi preparat tersebut.
Racunnya sendiri
a) Dosis
b) Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat
korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan
tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini
dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan
oleh racun tersebut.
8
keadaan lambung kosong tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan
orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
e) Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya.
f) Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu
macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut
saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini
dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk
mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik
9
Kebanyakan kecelakaan kerecunan yang terjadi di rumah-tangga, seperti:
keracunan pada anak-anak akibat kelalaian atau kurang tepatnya penyimpanan
bahan-bahan rumah tangga berbahaya (ditergen, pestisida rumah-tangga, obat-
obatan), sehingga dapa dijangkau oleh anak-anak, adalah umumnya akibat
ketidaksengajaan/kelalaian. Kecelakaan keracunan pada orang dewasa biasanya
berhubungan dengan hilangnya label “penanda” pada bahan beracun,
penyimpanan tidak pada tempatnya, misal disimpan di dalam botol minuman,
kaleng gula, kopi dll, yang dapat menyebabkan kekeliruan. Kecelakaan keracunan
mungkin juga dapat terjadi di industri, untuk menghidari kecelakan akibat
kelalaian kerja diperlukan protokol khusus tentang keselamatan kerja di industri.
Protokol ini berisikan standard keamanan, peraturan perlindungan kerja,
tersedianya dokter dalam penanganan kasus darurat pada keracunan fatal.
b) Penyalahgunaan obat-obatan
Penyalahgunaan obat-obatan adalah penggunaan obat-obatan atau bahan kimia
tertentu yang bukan untuk tujuan pengobatan, melainkan untuk memperoleh
perubahan perasaan atau menimbulkan rasa bahagia “eporia”. Fakta menunjukkan
sering akibat penyalahgunaan obat-obatan dapat mengakibatkan beberapa
keracunan, sampai kematian. Kematian pemakaian heroin umumnya diakibatkan
oleh depresi “penekanan” fungsi pernafasan, yang mengakibatkan kegagalan
pengambilan oksigen, sehingga terjadi penurunana kadar oksigen yang drastis di
otak. Pada kematian akibat keracunan heroin biasanya disertai dengan udema
paru-paru. Hal ini menandakan telah terjadi dipresi pernafasan. Umumnya
penyalahgunaan obat-obatan melibatkan penggunaan obat-obatan golongan
narkotika dan psikotropika, seperti narkotika (golongan opiat), hipnotika.sedativa
(barbiturat), halusinogen (3-4 metil deoksimetamfetamin “MDMA”, metil
dioksiamfetamin “MDA”, fensilidin “PCP”), dan stimulan (amfetamin, cocain).
Keracunan akibat penyalahgunaan obat-obatan dapat juga sebabkan oleh
kelebihan dosis, pengkonsomsi alkohol, atau salah pengobatan oleh dokter
(mismedication).
10
c) Bunuh diri dengan racun
Kasus kecelakan bunuh diri menggunakan pestisida rumah-tangga, ditergen, atau
menggunakan kombinasi obat-obatan yang komplek. Pada kasus bunuh diri
dengan obat-obatan kadang ditemukan 3 hingga 7 jenis obat. Untuk mencari
penyebab kematian pada kasus bunuh diri diperlukan analisis toksikologi, yaitu
analisis kualitatif dan kuantitatif racun di cairan lambung, darah, urin, dan organ
tubuh lainnya untuk mencari dan menentukan jumlah minimum penyebab
keracunan.
d) Pembunuhan menggunakan racun
Penyidikan kematian seseorang akibat pembunuhan dengan racun adalah
penyidikan yang paling sulit bagi penegak hukum dan dokter ferensin “termasuk
toksikolog forensik”. Secara umum bukti keracunan diperoleh dari simptom yang
ditunjukan sebelum kematian. Penyidikan pasca kematian oleh dokter patologi
forensik dengan melakukan otopsi dan pengambilan spesimen “sampel”, yang
kemudian dilakukan analisis racun oleh toksikolog forensik merupakan sederetan
penyidikan penting dalam penegakan hukum.
Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari
keracunan racun yang diduga
Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut,
memang racun yang dimaksud
Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang
sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak
dapat ditemukan adanya penyebab kematian lain
11
Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya
racun serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara
sistemik
12
Kematian yang tidak wajar Apakah pengobatannya Klaim malpraktek, tindak
di rumah sakit tepat? kriminal, pemeriksaan oleh
Kesalahan terapi? komite ikatan profesi
kedokteran (”IDI”)
13
rehabilitasi narkoba
Farmaseutikal dan Obat Identifikasi bentuk sediaan, Kriminal: pengedaran obat
palsu, atau tidak memenuhi kandungan sediaan obat, ilegal.
syarat standar ”Forensik penggunaan obat palsu. Sipil: tuntutan penggunan
Farmasi” obat palsu terhadap dokter
atau yang terkait
2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus
setiap jarak sekitar 60cm.
3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis,
a. femoralis dan sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi
bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet.
4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil
sebanyak 500gram.
14
5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat
khususnya, dan bila urin tidak tersedia.
6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan
sianida, hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami
pembusukan.
7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan
dieksresikan melalui urin, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika,
alcohol, dan stimulan.
8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai
racun terutama narkotika.
b. Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya
muskulus psoas sebanyak 200 gram.
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut,
bahan pengawet yang dianjurkan :
a. Alcohol absolute.
b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk setiap 10ml sampel)
15
Kedua bahan diatas untuk sampel cair adalah Natrium Benzoat dan phenyl mercury
nitrate khusus urin.
Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru.
1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastic darah
yang bersifat aak asam dapat melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri,
karena dapat membuat keliru pada analisa gas kromatografi.
2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah:
a. Pembuluh darah femoral.
b. Jantung
16
b. Jika dilakkukan tes untuk obat tersebut tidak dibawah efek obat pada saat
kematian.
d. Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk
mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.
17
Alcohol dan larutan garan jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1%
dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate
dan mercuric nitrat khusus untuk pengawetan urin.
1. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi.
b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal.
Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencuci dengan asam Kromat
hangat lalu dibilas dengan Aquades dan dikkeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang
dapat dilakukan selain penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat juga
dilakukan pemeriksaan.
a. Kristalografi.
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung
dimasukan ke dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air sampai kering,
kerimudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrate yang
didapat, diteteskan di bawah mikroskop. Bila bentuk Kristal-kristal seperti sapu, ini
adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
18
dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut
diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan
filitrat-filitrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia
Paladum klorida 0,5% dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam
alcohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi
sedangkan bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan
organofosfat.Untuk menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan
menentukan Rf masing-masing bercak. Angka yang didapat dicocokan dengan
standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan
intensitas warnanya dengan pembandingan, dapat diketahui konsentrasinya secara
semikuantatif.
2. Cara pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan
pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.
c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan
mengenai tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.
e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas
korban dengan lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.
f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat
sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak
diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara
penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula
19
berita acara penyegelan barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita
acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang
digunakan.
h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai
untuk desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan
kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai
gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli kedokteran kehakiman
maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam sebuah surat yaitu surat visum
et repertum. Setelah dibuat berdasarkan aturan yang berlaku maka surat tersebut
sudah dapat digunakan sebagai alat bukti didalam proses peradilan .
a. Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke
dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-
sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.
b. Pasal 203
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang
sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air
minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain,
20
sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
c. Pasal 204
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang
yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat;
berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.
d. Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-
bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2010).
21
2. Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika
22
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi
darahnya kaya akan O2.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau
NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30
menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
b. Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda
patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada mayat sehingga akan
keluar gas dari mulut dan hidung. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir,
busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang (red livor mortis),
karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan
oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Pemeriksaan selanjutnya biasanya
tidak memberikan gambaran yang khas.
23
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat
mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal dan postmortal.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat
dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksihemoglobin
(karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya
cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang
berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Mungkin
bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak
orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan
genetic (bukan berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan
pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. Para petugas
terkait menjadi sakit dan untuk sementara mengalami gangguan fungsi setelah
mengautopsi mayat bunuh diri yang telah menelan sejumlah besar kalium sianida.
Diasumsikan mungkin akibat menghirup hydrogen sianida dari isi perut mayat ketika
melakukan pemeriksaan organ dalam. Juga ditemukan tanda- tanda asfiksia.
Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis
terhadap isi lambung dan darah.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun
pendarahan didinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada
sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan
mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut
menjadi kristal/ bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat
sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan
terutama pada bagian mukosa esophagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa
24
mengalami perubahan post- mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi
sphincter jantung setelah mati. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang
spesifik dandiagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan warna kemerahan pada
jaringan dalam tubuh maupun kulit
25
mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfirmasi sebagai barang bukti dari
terjadinya keracunan.
26
cepat, ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi
bertambah cepat, koma dengan
kejang intermitten, pernapasan
Cheyne-Stokes
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi
jantung dan pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat,
gagal napas dan meninggal.
b. Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis
adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Red
pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb
mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai
kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.
Autopsi pada keracunan CO dapat memberikan petunjuk penyebab kematian.
Salah satu contoh keracunan CO mati didalam mobil dengan AC yang dibiarkan tetap
menyala, dengan gambaran patologi dari luar atau eksterna langsung tertuju pada CO.
Pada autopsi penampilan yang paling jelas adalah warna pada kulit terutama pada
post-mortem hipostasis. Pada autopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan
korban yang meninggal pada keracunan CO dengan melihat warna lebam mayat yang
berupa cherryred pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada
orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit
dikenali. Warnaklasik “ Chery-pink” pada CO-Hb sebagai bukti jika saturasi darah
kira-kira >30%.Dibawah ini secara jelas <20%, tidak tampak adanya warna. Pada
konsentrasi ini jarang mengakibatkan kematian. Terkadang sianosis yang semakin
27
gelap cenderung menutupi warna kulit, tapi batas pasa hipostasis dan warna bagian
dalam dapat terbukti.
Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan
jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang
ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat
ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30 menit.
Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru
meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah
kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme
kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah
petekie pada substantia alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang
simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat keracunan CO ditegakkan
dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.
c. Pemeriksaan Laboratorium
a. Uji Kualitatif
Menggunakan 2 cara:
Uji Dilusi Alkali
28
Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah
korban. Tabung kedua 1-2 tetes darah kontrol. Encerkan masing-masing darah dengan
menambahkan 10ml air. Tambahkan masing-masing tabung 5 tetes NaOH 10-20%
lalu dikocok.
Uji Formalin
Darah yang diperiksa ditambahkan dengan larutan formalin 40% sama banyak.
Bila darah mengandung COHb dengan saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat
berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Pada darah normal.
Terbentuk koagulat warna coklat.
b. Uji Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium Ferisianida à CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O à Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna
hitam.
Saran lain mengenai indikasi CO adalah ketika jaringan dimasukkan dalam
larutan garam untuk kepentingan histologis, mereka tidak terjadi pewarnaan secara
cepat sama seperti jaringan normal dan tetap merah muda sepanjang periode. Jika
keracunan CO dicurigai pada autopsi, test yang cepat dengan menambah beberapa
tetesdarah pada 10% cairan NaOH di kaca gelas yang member latar putih. Darah
normal akan segera menjadi hijau kecoklatan tapi jika terdapat monoksida, warnanya
akan menjadi merah muda, seperti tidak ada met-Hb yang terbentuk. Bagaimanapun
juga test kasar tidak disarankan sebagai alternative yang digunakan.
29
seringkali terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Insektisida yang
sering digunakan, antara lain :
a. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
30
ALdrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Lindane. DDT lambat diabsorbsi melalui
saluran cerna. Insektisida dalam bentuk bubuk tidak diabsropsi melalui kulit, tetapi
bila dilarutkan dalam solven organik mungkin dapat diabsorbsi melalui kulit. DDT
merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron,
yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas. Kematian
terjadi akibat depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel.
31
As2O3 ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan 35 sedikit rasa
(lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah
larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih.
Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri
(sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan
(sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun
organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada
dalam bentuk gas.
2. Gastrointestinal Type
32
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada
lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul
muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
Rasa sakit dan cramp pada perut
3. Subacute Type 36
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali
dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak
segera menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan
(slow excretion).
Gejalanya:
Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
33
Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea
berkepanjangan
Cramp dan dehidrasi
4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:
Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis
disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan
ke arah sentral.
Anaesthesia
Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki
b. Pemeriksaan Forensik
Keracunan Akut :
Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi
34
Keracunan Kronik :
Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi
coklat (melanosis arsenic), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis
arsenic). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mee’s lines) pada bagian
kuku yang tumbuh dan dasar kuku.
Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
Melanosis Arsenic
35
Mee’s Lines
2.1.15 Timah
Publum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar
dalam badan accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah
solder, bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas
(crystal lead). Pb juga terdapat pada bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut
surma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on.
Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul
protein yang menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim
yang dihambat adalah enzim delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan
dalam sintesi hemoglobin.
36
b. Pemeriksaan Forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala
keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin, Pada jenazah, dapat ditemukan,
Keracunan Akut :
Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung
warna putih. Usus spastic dan feses berwarna hitam.
Keracunan Kronik :
Tubuh sangat kurus, pucat terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronikm dan
pada usus nampak bercak-bercak hitam
Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak, sehingga bahan
pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar
Pb dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas
pada Pb, dan protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan
koproporfirin III juga dapat dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb.
I. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
37
dan dapat menimbulkan ketergantungan ( Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2009).
b) Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol.
c) Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.
Prekursor narkotika
UU 35/2009 PASAL 1 AYAT 2: “Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.”
Tujuan pengaturan prekusor Narkotik:
PASAL 48
a) melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika
38
Ergotamine Methyl ethyl ketone
Isosafrole Phenylacetic acid
b. Pemeriksaan Forensik
Pada korban hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk
pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan,
pembesaran kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia
(busa halus dari lubang hidung dan mulut), sianosis pada ujung jari dan biir,
perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan cara
sniffing (menghirup), kadang dijumpai perforasi septum nasi.
Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan cair, terdapat
gumpalan masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan bronkus kongesti dan
berbusa, paru kongesti dan edema.
39
Bekas suntikan
c. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan jaringan
sekitar suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan :
Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam sulfat pekat. Tes
ini cukup sensitive dengan sensitifitas berkisar antara 0,05 mikrogram – 1
mikrogram. Hasil positif unutk opium, morfin, heroin, kodein adalah warna
merah-ungu.
Uji MIkrokristal : lebih sensitive dan lebih khas. Caranya 1 tetes larutan
narkotika ditambah dengan reagen dan dengan mikroskop dilihat Kristal apa
40
yang terbentuk. Untuk morfin berupa plates, heroin berupa fine dendrites atau
rosettes, kodein berupa gelatinous rosettes dan pethidin berupa feathery
rosettes.
2.1.17 Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku,
digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 1997)
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam
bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan
Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
ampetamin dan metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006)
41
b. Pemeriksaan Forensik
Gambaran tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran
asfiksia, berupa sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spot dapat
ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang tidak tertekan.
Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dna seluruh organ dalam
menunjukkan tanda perbendungan. Esophagus menebal , berwarna merah coklat
gelap dan kongestif.
c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin
yang bila dihirup akan dapat memabukkan.
42
BAB 3
KESIMPULAN
43
(cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak
digunakan dalam 49 pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit
yang normal, dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi
dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Gas karbon monoksida (CO) sudah menjadi ancaman serius bagi kesehatan
masyarakat. Gas CO dapat menimbulkan dampak yang serius bagi korbannya, bahkan
dapat menyebabkan kematian. Namun, selama ini gejala keracunan gas CO memang
sulit ditentukan, mengingat gejala yang ditimbulkan serupa dengan gejala flu pada
umumnya. Karenanya dituntut memiliki pengetahuan yang lebih akan hal itu. Selain
itu juga dapat dilakukan sejumlah tindakan preventif atau pencegahan agar tidak
timbul keracunan tersebut. Pengetahuan dalam hal penanganannya pun tak kalah
penting, terutama pengetahuan mengenai penanganan pertama yang dapat dilakukan
sesegera mungkin setelah mengetahui korban keracunan gas CO.
Narkotika adalah obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau
menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada UU No.07 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Dilarang keras untuk mengkonsumsi dan menjualnya selain itu di dalam
UU RI No.27 Tahun 1997 tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
44
1. Wirasuta MAG. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):47-55
2. Amir A. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Hal. 24-25
3. Buchari. Toksikologi Industri. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/07002745.pdf
4. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko,
Nugroho, E. (terj.), Jakarta: UI Press
5. Sinaga EJ. 2010. Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et Repertum
Dugaan Pembunuhan Dengan Racun. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996
6. Wirasuta IMAG. Pengantar Toksikologi Forensik. Available from:
http://www.farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Pengantar-Toksikologi-
Forensik1.pdf
45