Anda di halaman 1dari 10

Pengertian CB atau PMT

Circuit Breaker atau Sakelar Pemutus Tenaga (PMT) adalah suatu peralatan pemutus rangkaian listrik
pada suatu sistem tenaga listrik, yang mampu untuk membuka dan menutup rangkaian listrik pada
semua kondisi, termasuk arus hubung singkat, sesuai dengan ratingnya. Juga pada kondisi tegangan
yang normal ataupun tidak normal.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu PMT agar dapat melakukan hal-hal diatas, adalah sebagai
berikut:

1. Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara terus-menerus.


2. Mampu memutuskan dan menutup jaringan dalam keadaan berbeban maupun terhubung
singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus tenaga itu sendiri.
3. Dapat memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi agar arus hubung singkat tidak
sampai merusak peralatan sistem, membuat sistem kehilangan kestabilan, dan merusak pemutus tenaga
itu sendiri.

Setiap PMT dirancang sesuai dengan tugas yang akan dipikulnya, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam rancangan suatu PMT, yaitu:
1. Tegangan efektif tertinggi dan frekuensi daya jaringan dimana pemutus daya itu akan dipasang.
Nilainya tergantung pada jenis pentanahan titik netral sistem.
2. Arus maksimum kontinyu yang akan dialirkan melalui pemutus daya. Nilai arus ini tergantung pada
arus maksimum sumber daya atau arus nominal beban dimana pemutus daya tersebut terpasang
3. Arus hubung singkat maksimum yang akan diputuskan pemutus daya tersebut.
4. Lamanya maksimum arus hubung singkat yang boleh berlangsung. hal ini berhubungan dengan waktu
pembukaan kontak yang dibutuhkan.
5. Jarak bebas antara bagian yang bertegangan tinggi dengan objek lain disekitarnya.
6. Jarak rambat arus bocor pada isolatornya.
7. Kekuatan dielektrik media isolator sela kontak.
8. Iklim dan ketinggian lokasi penempatan pemutus daya.

Tegangan pengenal PMT dirancang untuk lokasi yang ketinggiannya maksimum 1000 meter diatas
permukaan laut. Jika PMT dipasang pada lokasi yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter, maka
tegangan operasi maksimum dari PMT tersebut harus dikoreksi dengan faktor yang diberikan pada tabel
di bawah ini.
Tabel 1. Faktor Koreksi antara Tegangan vs Lokasi

Proses Terjadinya Busur Api

Pada waktu pemutusan atau penghubungan suatu rangkaian sistem tenaga listrik maka pada PMT akan
terjadi busur api, hal tersebut terjadi karena pada saat kontak PMT dipisahkan , beda potensial diantara
kontak akan menimbulkan medan elektrik diantara kontak tersebut, seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 3.1 Pembentukan Busur Api


Arus yang sebelumnya mengalir pada kontak akan memanaskan kontak dan menghasilkan emisi thermis
pada permukaan kontak. Sedangkan medan elektrik menimbulkan emisi medan tinggi pada kontak
katoda (K). Kedua emisi ini menghasilkan elektron bebas yang sangat banyak dan bergerak menuju
kontak anoda (A). Elektron-elektron ini membentur molekul netral media isolasi dikawasan positif,
benturan-benturan ini akan menimbulkan proses ionisasi. Dengan demikian, jumlah elektron bebas yang
menuju anoda akan semakin bertambah dan muncul ion positif hasil ionisasi yang bergerak menuju
katoda, perpindahan elektron bebas ke anoda menimbulkan arus dan memanaskan kontak anoda.

Ion positif yang tiba di kontak katoda akan menimbulkan dua efek yang berbeda. Jika kontak terbuat
dari bahan yang titik leburnya tinggi, misalnya tungsten atau karbon, maka ion positif akan akan
menimbulkan pemanasan di katoda. Akibatnya, emisi thermis semakin meningkat. Jika kontak terbuat
dari bahan yang titik leburnya rendah, misal tembaga, ion positif akan menimbulkan emisi medan tinggi.
Hasil emisi thermis ini dan emisi medan tinggi akan melanggengkan proses ionisasi, sehingga
perpindahan muatan antar kontak terus berlangsung dan inilah yang disebut busur api.

Untuk memadamkan busur api tersebut perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menimbulkan proses
deionisasi, antara lain dengan cara sebagai berikut:
1. Meniupkan udara ke sela kontak, sehingga partikel-partikel hasil ionisai dijauhkan dari sela kontak.
2. Menyemburkan minyak isolasi kebusur api untuk memberi peluang yang lebih besar bagi proses
rekombinasi.
3. Memotong busur api dengan tabir isolasi atau tabir logam, sehingga memberi peluang yang lebih
besar bagi proses rekombinasi.
4. Membuat medium pemisah kontak dari gas elektronegatif, sehingga elektron-elektron bebas
tertangkap oleh molekul netral gas tersebut.

Jika pengurangan partikel bermuatan karena proses deionisasi lebih banyak daripada penambahan
muatan karena proses ionisasi, maka busur api akan padam. Ketika busur api padam, di sela kontak akan
tetap ada terpaan medan elektrik. Jika suatu saat terjadi terpaan medan elektrik yang lebih besar
daripada kekuatan dielektrik media isolasi kontak, maka busur api akan terjadi lagi.
Potensial Transformer ( PT )
Trafo tegangan atau Potential Transformer (PT) adalah peralatan yang mentransformasi tegangan
sistem yang lebih tinggi ke suatu tegangan sistem yang lebih rendah untuk kebutuhan peralatan
indikator, alat ukur/meter dan relai.

Prinsip kerja trafo tegangan adalah sebagai berikut:

Rangkaian Trafo Tegangan

Dimana:

a : Ratio transformasi
N1 > N2
N1 : Jumlah belitan primer
N2 : Jumlah belitan sekunder
E1 : Tegangan primer
E2 : Tegangan sekunder

Rangkaian Ekuivalen Trafo Tegangan


Dimana:

Im : Arus eksitasi / magnetisasi


Ie : Arus karna rugi besi
Trafo tegangan memiliki prinsip kerja yang sama dengan trafo tenaga tetapi rancangan trafo tegangan
berbeda yaitu:

o Kapasitasnya kecil (10 – 150 VA), karena digunakan hanya pada alat-alat ukurrelai dan peralatan
indikasi yang konsumsi dayanya kecil.

o Memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.

o Salah satu ujung terminal tegangan tingginya selalu ditanahkan.

Fungsi Trafo Tegangan

o Mentransformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke besaran tegangan listrik yang
lebih rendah sehingga dapat digunakan untuk peralatan proteksi dan pengukuran yang lebih
aman, akurat dan teliti.

o Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi dengan bagian sekunder yang
tegangannya rendah untuk digunakan sebagai sistem proteksi dan pengukuran peralatan
dibagian primer.

o Sebagai standarisasi besaran tegangan sekunder (100, 100/√3, 110/√3 dan 110 volt) untuk
keperluan peralatan sisi sekunder.

o Memiliki 2 kelas, yaitu kelas proteksi (3P, 6P) dan kelas pengukuran (0,1; 0,2; 0,5; 1;3).

Jenis Trafo Tegangan

Trafo tegangan magnetik (Magnetik Voltage Transformer / VT)

o Disebut juga Trafo tegangan induktif. Terdiri dari belitan primer dan sekunder pada inti besi
yang prinsip kerjanya belitan primer menginduksikan tegangan kebelitan sekundernya.

Trafo tegangan kapasitif (Capasitive Voltage Transformer / CVT)

o Trafo tegangan ini terdiri dari dua bagian yaitu Capacitive Voltage Divider (CVD) dan inductive
Intermediate Voltage Transformer (IVT). CVD merupakan rangkaian seri 2 (dua) kapasitor atau
lebih yang berfungsi sebagai pembagi tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan rendah pada
primer, selanjutnya tegangan pada satu kapasitor ditransformasikan oleh IVT menjadi teganggan
sekunder.
Current Transformator (CT)
Trafo Arus atau Current Transformer (CT) adalah peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengukuran besaran arus pada intalasi tenaga listrik disisi primer (TET, TT dan TM) yang berskala besar
dengan melakukan transformasi dari besaran arus yang besar menjadi besaran arus yang kecil secara
akurat dan teliti untuk keperluan pengukuran dan proteksi.

Prinsip kerja trafo arus adalah sebagai berikut:

Rangkaian CT

Untuk trafo yang dihubung singkat :

Untuk trafo pada kondisi tidak berbeban :

Dimana
Rangkaian Ekuivalen

Tegangan induksi pada sisi sekunder adalah

Tegangan jepit rangkaian sekunder adalah

Dalam aplikasinya harus dipenuhi U1 > U2Dimana


Diagram fasor arus dan tegangan pada trafo arus (CT)

Fungsi Trafo Arus (CT)

o Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari besaran primer menjadi besaran
sekunder untuk keperluan pengukuran sistem metering dan proteksi.

o Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer, sebagai pengamanan terhadap


manusia atau operator yang melakukan pengukuran.

o Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 Amp dan 5 Amp.

Secara fungsi trafo arus dibedakan menjadi dua yaitu

Trafo Arus Pengukuran

1. Trafo arus pengukuran untuk metering memiliki ketelitian tinggi pada daerah kerja (daerah
pengenalnya) 5% - 120% arus nominalnya tergantung dari kelasnya dan tingkat kejenuhan yang
relatif rendah dibandingkan trafo arus untuk proteksi.

2. Penggunaan trafo arus pengukuran untuk Amperemeter, Watt-meter, VARh-meter, dan cos phi
meter.

Trafo Arus Proteksi

1. Trafo arus untuk proteksi, memiliki ketelitian tinggi pada saat terjadi gangguan dimana arus
yang mengalir beberapa kali dari arus pengenalnya dan tingkat kejenuhan cukup tinggi.

2. Penggunaan trafo arus proteksi untuk relai arus lebih (OCR dan GFR), relai beban lebih, relai
diferensial, relai daya dan relai jarak.

Perbedaan mendasar trafo arus pengukuran dan proteksi adalah pada titik saturasinya.
Kurva Kejenuhan CT untuk Pengukuran dan Proteksi

Trafo arus untuk pengukuran dirancang supaya lebih cepat jenuh dibandingkan trafo arus proteksi
sehingga konstruksinya mempunyai luas penampang inti yang lebih kecil

Luas Penampang Inti Trafo Arus


Sebuah transformator dihubungkan dengan PLN pada tegangan 100 V menyebabkan
kuat arus pada kumparan primer 10 A. Jika perbandingan jumlah lilitan primer dan
sekunder 1 : 25, hitunglah tegangan pada kumparan sekunder dan kuat arus pada
kumparan sekunder.

Penyelesaian:
Diketahui:
Vp = 100 V
Ip = 10 A
Np : Ns = 1 : 25
Ditanya: Vs = ... ? dan Is= ... ?
Jawab:
Vp/Vs = Np/Ns
Vs = (Ns/Np) x Vp
Vs = (25/1) x 100 V
Vs = 2.500 V

Np/Ns = Is/Ip
Is = (Np/Ns) x Ip
Is = (1/25) x 10 A
Is = 0,4 A

Jadi, tegangan sekundernya 2.500 V dan kuat arus sekundernya 0,4 A.

Anda mungkin juga menyukai