Anda di halaman 1dari 18

Makalah Seni Budaya

Simbol-Simbol yang Terdapat di Rumah Adat Suku Batak

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

Nama : Alfonso S. H Sitanggang


Kelas : XII MIA 8
Mata Pelajaran : Seni Budaya (SBU)

TP : 2019/2020
SUKU BATAK, RUMAH ADAT BATAK, DAN SIMBOL - SIMBOL YANG TERDAPAT
DIDALAMNYA

Suku Batak Batak merupakan salah satu bangsa di Indonesia. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola dan
Batak Mandailing. Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia, namun
tidak diketahui kapan nenek moyang Orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera
bagian Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia
dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman
batu muda(Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum yang ditemukan di
wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang orang Batak baru berimigrasi ke Sumatera Utara
pada zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus,
di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur barus yang diusahakan oleh petani-petani di
pedalaman. Kapur barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di
samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya
pedagang- pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa berikutnya, pedagang kapur barus mulai
banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang medirikan koloni dipesisir barat dan timur Sumatera
Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.

Ruma yang artinya rumah, Gorga yang artinya hiasan.Ruma Gorga dapat disimpulkan yaitu
rumah yang memiliki hiasan, yang terletak pada bagian luar (exterior) rumah adat tradisional khas Batak.
Nenek moyang orang Batak menyebut Rumah Batak yaitu “jabu na marampang na marjual”.Ampang dan
Jual adalah tempat mengukur padi atau biji-bijian seperti beras, kacang, dll. Jadi Ampang dan Jual adalah
alat pengukur, oleh karena itu Ruma Gorga ada ukurannya, memiliki hukum-hukum, aturan- aturan,
kriteria-kriteria, serta batas-batas tertentu.

Ruma gorga atau sering disebut ruma bolon atau "Si Baganding Tua" adalah rumah adat suku
Batak yang sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat yang tinggal di Tapanuli, Sumatera Utara.
Mereka yang dikategorikan sebagai suku Batak itu meliputi 6 puak, yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak
Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Rumah adat Batak terdiri atas 2
bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo (lumbung padi). Letak keduanya saling berhadapan
dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Rumah adat ini berbentuk
empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan terbuka tanpa kamar atau pun sekat
pemisah. Dahulu, sebuah rumah adat Batak berukuran besar (rumah bolon) dihuni 2 hingga 6 keluarga.
Sapukan pandangan Anda pada rumah adat ini yang atapnya berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Amati
bagaimana di setiap puncak dan segitiganya terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan
bagi penghuni rumahnya. Ciri utama bagian atap yang berbentuk segitiga tersebut berbahan anyaman
bambu (lambe-lambe). Biasanya lambe-lambe menjadi personifikasi sifat pemilik rumah tersebut yang
ditandai dengan warna merah, putih dan hitam. Perhatikan juga lekukan ketelitian dari ukiran tradisional
di dinding rumah adat ini. Bagian luar dan depan rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu
merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik yang menampilkan pandangan
kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah kiri dan kanan tiang rumah ada ukiran yang
menggambarkan payudara sebagai lambang kesuburan (odap-odap). Ada juga ukiran cicak sebagai
lambang penjaga dan pelindung rumah (boraspati). Kampung Siallagan di Pulau Samosir, Sumatera
Utara. Keunikan desain ruma bolon adalah hiasan pada kusen pintu masuknya berupa ukiran telur dan
panah. Tali-tali pengikat dinding miring (tali ret-ret) terbuat dari ijuk atau rotan yang membentuk pola
seperti cicak berkepala 2 saling bertolak belakang. Cicak itu dikiaskan sebagai penjaga rumah dan 2
kepala saling bertolak belakang melambangkan penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan
saling menghormati. Pada konsep tradisional, nyatanya memang rumah-rumah tradisional di Nusantara
tidak hanya memiliki dimensi fungsional sebagai tempat hunian tetapi juga sekaligus melalui unsur-unsur
bentuk tertentu. Posisi ruma bolon juga menunjukan tentang kepercayaan suku ini yaitu banua ginjang
(dunia atas), banua tonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Penataan perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua saling berhadapan berporos ke
arah utara selatan dan membentuk perkampungan yang disebut lumban atau huta. Perkampungan tersebut
memiliki 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatannya. Sekeliling lingkungan dipagari tembok
setinggi 2 meter berbahan tanah liat dan batu. Selain itu, di setiap sudutnya dibuat menara pengawas
karena dahulu mereka masih sering berperang. Tidak berlebihan apabila bentuk asli perkampungan suku
Batak dulunya menyerupai benteng. Sebutan untuk rumah Batak disesuaikan dengan hiasannya. Rumah
adat dengan beragam hiasan yang indah yang rumit dinamakan disebut ruma gorgasarimunggu atau jabu.
Sementara rumah adat yang tidak memiliki ukiran dinamakan jabu ereng atau jabu batara siang. Untuk
ruma gorga yang berukuran besar dinamakan ruma bolon. Selain sebagai tempat tinggal dahulu ruma
bolon juga berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat religius. Sementara itu, ruma gorga
yang berukuran kecil disebut jabu parbale-balean. Selain keduanya ada juga ruma parsantian, yaitu rumah
adat yang menjadi hak seorang anak bungsu. Ruma bolon kini tidak lagi dibangun oleh masyarakat Batak
mengingat semakin sedikitnya orang yang mampu membangunnya. Selain itu, bahan pembuat
bangunannya sulit didapat serta harganya akan jauh lebih mahal dari rumah modern.

Pengertian Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)

Ragam hias rumah adat Batak Toba atau Gorga adalah macam-macam pola hiasan yang dibuat
untuk memperindah rumah adat (exterior rumah), yang diwariskan turun-temurun melatarbelakangi pola
pikir masyarakat suku Batak Toba. Gorga tersebar diseluruh wilayah Toba maupun tidak selamanya
merata sub-sub Wilayah Toba. Masyarakat Batak Toba khususnya saat ini, kurang atau bahkan tidak
mengerti dengan hal-hal mengenai kebudayaannya. Salah satunya yaitu pemahaman tentang Gorga.
Gorga Batak merupakan salah satu karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua.
Sebuah seni pahat tradisional yang dibuat secara alami. Pada zaman dahulu, gorga hanya dibuat untuk
rumah yang dianggap terhormat, karena Nenek Moyang Batak menganggap bahwa gorga bukan hanya
sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencerminkan hidup Orang Batak.

Menurut Warnanya Hanya tiga warna yang dipakai pada Gorga Batak Toba. Ketiga warna itu
adalah hitam, merah dan putih; melambangkan tiga bagian alam semesta (kosmos) yaitu Banua Toru
(alam bagian bawah, di bawah tanah, bukan neraka), Banua Tonga (kosmos bagian tengah,
permukaan Bumi tempat manusia, binatang- binatang dan tumbuh-tumbuhan hidup), Banua Ginjang
(kosmos bagian atas: langit, tempat bersemayam para dewa). Ketiga warna gorga juga melambangkan
tiga penguasa alam semesta yaitu Batara, Guru penguasa Banua Toru dilambangkan dengan warna
hitam, Debata Sori penguasa Banua Tonga dilambangkan dengan warna merah, dan Mangala Bulan
penguasa Banua Ginjang, dilambangkan dengan warna putih. Ketiga dewa yang dikenal dengan
sebutan ‘Debata Sitolu Sada’, atau tritunggal dewa dan tiga bagian alam semesta ini sangat
mempengaruhi hampir seluruh kebudayaan Batak.

1. Hitam
Warna hitam adalah symbol dari Banua Toru (kosmos bagian bawah) dan penguasaanya
Batara Guru yang selalu mengendarai kuda hitam. Di dalam kehidupan sehari-hari warna hitam
dianggap sebagai simbol kekuatan pengobatan dan kedukunan. Parmalim (adalah suatu
kepercayaan kuno Orang Batak) memakai warna hitam, sebagai simbolnya. Warna hitam sering
disebut sebagai Raja Warna, sebab kalau warna ini dicampur dengan warna lain, dengan
perbandingan yang sama, maka warna yang lebih kuat adalah warna hitam. Selain itu warna
hitam disebut sebagai raja warna karena warna ini melambangkan kekuatan, pelindung dan
kekuasaan yang adil dan bijaksana.Itulah sebabnya ikat kepala kepala raja di Tanah Batak selalu
berwana hitam. Dalam Gorga Batak Toba warna hitam selalu dibuat pada andor yaitu bidang
gorga yang selalu dikontur dengan garis besar berwarna putih.

2. Merah
Warna merah adalah simbol Banua Tonga (kosmos bagian tengah) dan penguasanya
adalah Debata Sori yang selalu mengendarai kuda berwarna merah. Dahulu warna merah sangat
ditakuti oleh Orang Batak, karena warna ini dianggap sebagai penyebab kematian. Keyakinan itu
di dapat dari kenyataan pada kehidupan tanam-tanaman, yang pada mulanya berwarna hijau,
kemudian nampak berwarna kekuning-kuningan suatu pertanda mendekati kematian. Dan apabila
telah pasti mati, daun tanaman yang dulunya berwarna hijau itu kelihatan merah (marrara). Warna
merah dibuat pada latar belakang gorga yaitu pada sela-sela andor, di antara andor dengan daun
gorga dan diantara andor dengan batas bidang gorga. Merah adalah lambang keberanian dan
kesaktian.

3. Putih

Warna putih adalah symbol dari Banua Ginjang (kosmos bagian atas) dan penguasanya Mangala
Bulan. Putih melambangkan kesucian dan kehidupan.Orang Batak percaya membuat hidup adalah
gota(getah), suatu tenaga ajaib yang mengalir dalam tubuh makhluk hidup. Orang Batak zaman dahulu
menganggap manusia hidup dari gota ni (getah nasi), gota ni gadong (getah ubi), dan gota ni ingkau
(getah sayur-sayuran). Memang tidak semua getah berwarna putih tetapi karena kebanyakan getah
berwarna putih, maka Orang Batak menganggap bahwa getah itu berwarna putih. Warna putih dibuat
pada garis gorga (hapur atau lili), yaitu garis kontur dan garis tengah yang selalu mengikuti andor (garis
berwarna hitam). Warna putih melambangkan ketulusan dan kejujuran yang berbuah kesucian.

Ukiran gorga merupakan kesenian ukiran yang biasanya terdapat pada setiap bagian luar eksterior
rumah Batak. Ukiran gorga memiliki nilai estetika yang tinggi karena memiliki makna didalamnya. Pada
ukiran gorga terdapat bentuk-bentuk yang bermacam-macam.

Ukiran gorga memiliki makna yang berbeda pada setiap bentuknya. Menurut Sitanggang (2008),
terdapat beberapa jenis ukiran gorga, yaitu:

Gorga Sompi

Gorga sompi berasal dari kata Tompi, artinya alat yang digunakan untuk mengikat leher kerbau pada
gagang bajak sewaktu membajak di sawah. Gorga sompi dimaknai sebagai lambang ikatan kebu- dayaan.
Pada masyarakat Batak Toba yang hidupnya selalu bekerja bergotong royong terjalin sebuah ikatan
kekeluargaan. Oleh karena itu untuk melakukan suatu peker- jaan, tidak baik mengabaikan golongan
lemah. Golongan lemah tidak boleh dipan- dang rendah. Fungsi dari ukiran ini dianggap sebagai
peringatan bahwa tidak baik menyisihkan golongan-golongan tertentu dalam masyarakat supaya terdapat
kehidupan sosial yang saling mencintai (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Sompi

Gorga ipon-ipon

Gorga Ipon-ipon merupakan gorga yang disebut sebagai hiasa tepi, berfungsi sebagai keindahan yang
memperkuat komposisi. Beberapa gorga Ipon-ipon memi- liki bentuk yang sama yaitu geometris, dan
salah satu bentuk geometrisnya berlapis menyerupai empun , sehingga disebut sebagai Ombu Marhehe.
Ombu Marhehe dimaknai sebagai lambang kemajuan, karena setiap insan mengharapkan keturunannya
ber- pendidikan (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Ipon-ipon


Gorga Desa na Ualu (Mata angin)

Gorga Desa na Ualu merupakan ukiran gorga yang terdapat pada kanan kiri rumah adat Batak. Gorga
Desa na Ualu sebagai simbol perbintangan yang menentukan saat-saat baik untuk manusia dalam
melakukan aktivitas kerjanya seperti bertani, menangkap ikan, atau bahkan aktivitas ritual-ritual
(Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Desa na Ualu (Mata Angin)

Gorga Simata ni ari (Matahari)

Gorga Simata ni ari umunya diletakkan disebelah sudut dorpi. Mataniari bermakna sebagai sumber
kekuatan hidup dan sebagai penentu jalan kehidupan. Oleh karena itu, Gorga Simata ni ari sering disebut
purba manusia (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Simata ni ari (Matahari)

Gorga Simarogung-ogung

Ogung berarti alat musik Gong. Ukiran gorga simarogung-ogung terdapat disetiap rumah adat. Ukiran ini
dimaknai sebagai kegembiraan. Gong dianggap sebagai simbol pesta yang diharapkan oleh masyarakat.
Ukiran ini juga melambangkan kejayaan dan kemakmuran. Bagi orang yang yang memiliki kekayaan
maka akan disebut parbahul-bahul na bolo, artinya seorang yang kaya yang penuh pengasih dan
pemurah.
Gambar Ukiran Gorga Simarogung-ogung

Gorga Singa-singa

Gorga singa-singa berasal dari kata singa-singa, yang diartikan sebagai ber- kharisma dan berwibawa.
Gorga singa-singa terdiri dari wajah manusia dengan lidah yang terjulur ke luar hampir mencapai dagu.
Kemudian kepala dihiasi dengan kain tiga bolit dan sikap kaki yang berlutut persis di bawah kepala
tersebut.

Gambar Ukiran Gorga Singa-singa.

Gorga Jenggar dan jorngom

Gorga Jenggar dan jorngom merupakan gorga yang berbentuk raksaksa yang biasa terdapat pada bagian
tengah tomboman adop-adop dan halang gordang. Gorga ini mirip seperti hiasan yang terdapat di candi.
Gorga Jenggar dan jorngom dimaknai sebagai penjaga keamanan. Bentuk raksasa diang- gap sebagai
dewa yang sanggup melawan segala jenis setan. Oleh karenanya, Gorga Jenggar dan jorngom dijadikan
sebagai menjaga pintu untuk melawan segala jenis setan (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Jenggar dan Jorngom


Gorga Boras pati (Cecak)

Gorga Boras pati (Cecak) disebut juga sebagai bujonggir yang berarti gambar cicak yang ekornya
bercabang dua. Cicak tersebut terkadang memberikan peringatan sebuah tanda-tanda melalui tingkah laku
dan suaranya yang bisa membantu manu- sia terhindar dari bahaya ataupun mendapatkan kekayaan. Oleh
karenanya gorga ini memiliki makna yang menyimbolkan akan pelindung harta kekayaan manusia dan
mengharapkan dapat berlipat ganda.

Gambar Gorga Boras Pati (Cecak)

Gorga Adop-adop (Susu)

Gorga Adop-adop (Susu) berbentuk hiasan susu yang selalu dihiasi oleh boras- pati sehingga seolah
mulutnya mendekati susu. Gorga Adop-adop (Susu) bermakna sebagai susu atau payudara yang melam-
bangkan kesuburan dan kekayaan. Sering dibuat sebagai lambang keibuan ( inanta parsonduk bolon)
artinya pengasih dan penyayang.

Gambar Gorga Adop-adop (Susu)

Gorga Hariara Sudung di Langit

Gorga Hariara Sudung di Langit memiliki bentuk seperti pohon hayat yang dimiliki seperti suku
Sumatera Selatan atau gunu- ngan suku Jawa. Gambar burung sebelah atas disebut manuak-manuak
hulambujati , dan warna putih membawa berkah.
Gambar Ukiran Gorga Hariara Sudung di Langit

Sedangkan pada ranting bawah terlukis gambar manuak-manuak imbulu buntal yang berwarna merah,
membawa pada patuk- nya. Gorga Hariara Sudung di Langit bermak- na sebagai manusia yang harus
senantiasa mengingat penciptanya.

Gorga Gaja Dompak

Gorga Gaja Dompak memiliki bentuk seperti jenggar, hanya berbeda dalam posisi pemakaiannya. Gaja
Dompak diletakkan tergantung pada ujung dila paung. Gorga ini bermakna sebagai simbol kebenaran
bagi orang Batak. Artinya manusia harus mengetahui hukum yang benar ialah hukum yang diturunkan
oleh Tuhan Mulajadi Nabolon. Oleh karena itu, Gorga Gaja Dompak berfungsi sebagai penegak hukum
kebenaran terhadap semua umat manusia (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Gaja Dompak

Gorga Dalihan na Toru

Gorga Dalihan na Toru merupakan gorga yang berbentuk jalinan sulur yang saling terikat. Hal ini
melambangkan falsafah Dalihan na Toru yang merupakan falsafah hidup orang Batak dalam menjalin
hubu- ngan dengan sesama manusia.
Gambar Ukiran Dalihan na Tolu

Gorga Simeol-Eol

Gorga Simeol-Eol berasal dari kata Meol- meol, yang artinya melenggak-lenggok. Pada ukiran gorga ini
bentuk garisnya melengkung meliuk keluar yang menunjukkan keindahan sehingga menimbulkan kesan
gaya klasik. Gorga Simeol-Eol bermakna sebagai lambang kegembiraan dan berfungsi untuk menambah
keindahan (Sitanggang, 2008).

Gambar Ukiran Gorga Simeol-Eol

Gorga Sitagang

Gorga Sitagang berasal dari kata Tagan, yang artinya kotak kecil untuk menyimpan sirih, rokok, dan
benda kecil lainnya. Pada Gorga Sitagang memiliki bentuk simetris, seperti tutup kotak dan kotak yang
ditutup pada tagan tersebut. Gorga Sitagang memi- liki makna kerendah hatian dalam menerima tamu.

Gorga Sijonggi

Gorga Sijonggi berasal dari kata jonggi, artinya lambang dari kejantanan, yang terkenal pada kelompok
sapi. Sapi jantan yang memimpin rombongan dikatakan sebagai lombu jonggi. Makna pada Gorga
Sijonggi ialah keperkasaan yang dihargai dan dihormati (pahlawan).

Gorga Silintong

Gorga Silintong memiliki bentuk seperti putaran air. Gorga Silintong dianggap sebagai gerakan pusaran
air yang garisnya indah. Air silitong terdapat dalam guci yang disebut pagar, yaitu sejenis air yang
mengandung kesaktian. Air sakti dianggap istimewa kejadiannya, oleh karenanya tidak semua rumah
memilikinya. Gorga Silintong bermakna simbolik, dianggap memiliki kekuatan yang sakti, yang dapat
melindu- ngi manusia dari segala bala. Dan biasanya pemilik ukiran ini ialah raja-raja adat yang dianggap
berilmu seperti datu atau guru dalam ilmu yang dianggap ajaib sehingga mampu melindungi masyarakat.

Gorga Iran-iran

Iran ialah sejenis penghias muka manusia supaya dapat terlihat menarik dan berwibawa. Oleh karenanya
Gorga Iran-iran dimaknai sebagai lambang kecantikan.

Gorga Hoda-hoda

Gorga Hoda-hoda merupakan gambaran ilustrasi yang disebut diulang-ulang dengan gambar orang yang
sedang me- ngendarai kuda ( hoda). Gambar pada gorga ini menceritakan suasana pesta adat, yaitu pesta
mangaliat horbo (pesta besar). Gorga Hoda-hoda bermakna sebagai kebesaran. Melalui gambar
mangaliat horbo menan- dakan pemilik rumah berhak untuk mela- kukan pesta mangaliat horbo (pesta
besar).

Gorga Ulu Paung

Gorga Ulu Paung berbentuk menyerupai gambaran setengah manusia dan setengah hewan. Ulu Paung
bermakna sebagai simbol keperkasaan untuk melindungi manusia seisi rumah. Oleh karenanya gorga ulu
paung dijadikan sebagai penjaga setan-setan dari luar kampung.
Kesenian Suku Batak Seni Bangunan

Rumah adat Batak disebut ruma/jabu (bahasa Toba) merupakan kombinasi seni pahat ular serta
kerajinan. Ruma akronim Ririt di Uhum Adat yang artinya sumber hukum adat dan sumber pendidikan
masyarakat Batak. Ruma berbentuk panggung yang terdiri atas tiang rumah yang berupa kayu bulat, tiang
yang paling besar disebut tiang persuhi. Tiang-tiang tersebut berdiri di tiap sudut di atas batu sebagai
pondasi yang disebut batu persuhi. Bagian badan terbuat dari papan tebal, sebagai dinding muka belang,
kanan dan kiri, dinding muka belakang penuh ukiran cicak. Atap sebelah barat dan timur menjulang ke
atas dan dipasang tanduk kerbau sebagai lambang pengharapan.
Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumahyang hanya memiliki satu ruang tanpa
kamar atau pembatas, yang berfungsiuntuktempat tinggal serta memusyahwarakan peraturan adat dan
sidang adat. Selain itu, sopo godang ini juga dijadikan untuk pertunjukan kesenian, tempat belajar adat
dan kerajinan, bahkan juga tempat musyafir bermalam bahkan juga tempat menerima tamu-tamu
terhormat. Rumah adat SopoGodang dirancang berkolong karena berfungsi untuk memelihara hewan
ternak seperti kerbau dan babi. Mengapa dikatakan Gorga yang berarti ornamen, Sopo yang berarti rumah
untuk menyimpan dan Godang yang berarti besar dan luas.Rumah adat adalah bagunan yangmemiliki ciri
khas khusus, digunakan untuk tempat hunian oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah adat merupakan
salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku/masyarakat.
Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang penting dalam perspektif
sejarah, warisan dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban. Rumah-rumah adat di Indonesia
memiliki bentuk dan arsitektur masing-masing daerah sesuai dengan budaya adat lokal. Rumah adat pada
umumnya dihiasi ukiran-ukiran indah. Pada zaman dulu rumah adat yang tampak paling indah bisa
dimiliki para keluarga kerajaan atau ketua adat setempat menggunakan kayu-kayu pilihan dan
pengerjaannya dilakukan secara tradisional.
Rumah adat masyarakat Batak Toba yang disebut dengan Gorga Sopo Godang, terdapat berbagai
jenis ornamen yang diletakkan di berbagai tempat danmemiliki makna dalam kehidupan masyarakat
Batak Toba. Rumah adat dalam masyarakat Batak Toba berbentuk persegi panjang dengan bahan dasar
utama yang digunakanadalah kayu balok maupun papandan ijuk sebagai atap rumahnya. Dasar rumah
dibangun setinggi 1,5sampai dengan 2 meter dari permukaan tanah, dan bagian bawah biasanya
digunakan untuk tempat ternak seperti ayam danbabi. Untuk masuk ke dalam rumah atau Sopo Godang
digunakan tangga yang anak tangganya biasanya berjumlah ganjil. Hal ini berhubungan dengan adanya
aturan yang berlaku pada masyarakat waktu itu,anak tangga genap hanya digunakan oleh kalangan
hatoban, budak dan masyarakat biasa. Pintu rumah memiliki dua jenis daun pintu, yaitu daun pintu
horizontal dan vertikal. Namun sekarang, daun pintu horizontal tidak digunakan lagi. Untuk masuk ke
dalam rumah orang harus menundukkan kepala karena adanya balok melintang yang menandakan bahwa
orang yang berkunjung harus menghormati pemilik rumah. Ruangan di rumah tradisional ini adalah
sebuah ruangan terbuka tanpa kamar-kamar walaupun di situ didiami beberapa keluarga, tetapi itu tidak
berarti tidak ada pembagian areakarena ini disesuaikan dengan pembagian kediaman dari rumah tersebut
yang diatur oleh adat yang kuat.Di Gorga Sopo Godang terdapat hiasan yang disebut dengan
ornamen/gorga. Ornamen merupakan hiasan arsitektur dan kerajinan tangan. Lukisan, perhiasan yang
dibuat, digambar atau dipahat dan sebagainya. Ornamen atau ragam hias merupakan warisan budaya
nenek moyang, yang hingga sekarang masih bias dijumpai di seluruh pelosok tanah air, biasanya di dalam
perwujudannya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat religius. Ornamen ini sudah ada sejak dulu dan
menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Ornamen juga dulunya dijadikan sebagai simbol-simbol hidup
oleh masyarakat terhadap suatu peristiwa ataupun sebagai simbol kemakmuran bahkan sebagai simbol
kemarahan atau kemurkaan dari roh-roh nenek moyang. Demikian juga halnya dengan Gorga Sopo
Godang ” Rumah Adat Batak Toba”, memiliki berbagai macam corak ornamen. Setiap ornamen tersebut
memiliki bentuk dan makna yang berbeda-beda. Gorga Sopo Godang Batak Toba banyak dijumpai di
Desa Cinta Dame Kecamatan Simanindo, Samosir. Salah satu contoh ornamen yang terdapat pada Gorga
Sopo Godang ialah kepala kerbau yang diukir di atas dinding rumah adat, yang bermakna lambang
kejayaan. Kerbau dianggap sejenis hewan yang perkasa tidak sembarangan mengganggu manusia, orang
yang mengganggu akan di tanduk.
Sopo Godang adalah rumah-rumah adat Batak Toba. Keberadaan rumah adat Batak Toba
tradisional ini makin hari semakin berkurang jumlahnya. Pada rumah adat Batak Toba dapat dijumpai
sejumlah ornamen yang diukir/ditatahkan di atas permukaan kayu baik di dinding, di tiang, maupun pada
beberapa bagianlainnya. Adapun ragam ornamen yang ditemukan di beberapa rumah adatBatak Toba
dapat dibagi dalam tigakelompok yaitu :

1.Ornamen bercorak perhiasan atau perkakas


2.Ornamen bercorak hewan/raksasa
3.Ornamen bercorak bagian tubuh manusia

Cicak biasanya berada di atas rumah. Jika cicak banyak datang, rumah tersebut akan terhindar
dari nyamuk. Boras pati sering nampak di rumah manandakan tanaman menjadi subur dan panen berhasil
baik menandakan kekayaan.
Sebagai lambang hiasan untuk memperindah rumah adat Batak Toba. Rumah tanpa perabot
tidaklah indah dilihat, begitu juga gorga, tanpa adanya ukiran-ukiran tersebut rumah tersebut tidak akan
indah. Gorga Boras pati atau cicak tersebut sering memberikan tanda-tanda tertentu melalui tingkah laku
dan suaranya yang bisa membantu manusia terhindar dari bahaya ataupun memperoleh kekayaan. Boras
pati jarang kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras pati sering nampak, menandakan
tanaman menjadi subur dan panen berhasil baik menuju kekayaan (hamoraon). Oleh karena itu, Gorga
Boras Pati ini menjadi simbol pelindung manusia. Untuk pengkajian makna terhadap ornamen/gorga
semiotik merupakan salah satu pendekatan yang tepat. Semiotik adalah cabang ilmu yang mengkaji
mengenai tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang
berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Kajian semiotik sangat bermanfaat untuk menjabarkan
sejumlah tanda-tanda dan makna yang tepat pada ornemen yang digunakan pada Rumah Adat Gorga Sopo
Godang.Pada penelitian ini penulis memilih objek kajian makna ornamen tanda dan maknapadaGorga
Sopo Godangkarena belum ditemukannya penelitian yang terkait dengan Rumah Adat Gorga Sopo
Godang ini. Selain itu,unik dan menggunakan ornamen yang berbeda dari rumah adat lain. Rumah adat
Gorga Sopo Godang ini juga menggunakan ornamen dari bagian tubuh manusia. Selanjutnya
penulisjugaingin lebih mengenal budaya yang ada pada masyarakat Batak Toba dan bisa mengenalkannya
kepada siapa pun yang ingin mengetahui kebenarannya.

Rumah Bolon

Rumah Bolon adalah rumah adat dari suku Batak yang ada di Indonesia. Rumah Bolon berasal
dari daerah Sumatra Utara. Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat Batak yang tinggal di
Sumatra Utara. Pada zaman dahulu kala, rumah Bolon adalah tempat tinggal dari 13 raja yang tinggal di
Sumatra Utara. 13 Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja Bakkaraja,
Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja
Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam. Ada beberapa jenis rumah Bolon dalam masyarakat
Batak yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing,
rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola. Setiap rumah mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Sayangnya, rumah Bolon saat ini jumlah tidak terlalu banyak sehingga beberapa jenis rumah Bolon
bahkan sulit ditemukan. Saat ini, rumah bolon adalah salah satu objek wisata di Sumatra Utara. Rumah
Bolon adalah salah satu budaya Indonesia yang harus dilestarikan.
Bentuk

Rumah Bolon memilik bentuk persegi empat. Rumah Bolon mempunyai model seperti rumah
panggung. Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah. Tingginya rumah Bolon
menyebabkan penghuni rumah atau tamu yang hendak masuk ke dalam rumah harus menggunakan
tangga. Tangga rumah Bolon terletak di tengah-tengah badan rumah. Hal ini mengakibatkan jika tamu
atau penghuni rumah harus menunduk untuk berjalan ke tangga. Bagian dalam rumah Bolon adalah
sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa kamar. Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang
oleh tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari rumah
Bolon. Rumah Bolon memiliki atap yang melengkung pada bagian depan dan belakang. Rumah Bolon
memiliki atap yang berbentuk seperti pelana kuda.

Ciri Khas

Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari ijuk atau daun rumbia.
Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas kamar. Namun, tidak
berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam rumah Bolon. Ruangan terbagi atas tiga bagian yaitu
jabu bona atau ruangan belakang di sudut sebelah kanan, ruangan jabu soding yang berada di sudut
sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bona, ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan,
ruangan tampar piring yang berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona.
Ruangan jabu bona dikhususkan bagi keluarga kepala rumah. Ruangan jabu soding dikhususkan bagi
anak perempuan pemilik ruma, tempat para istri tamu yang datang dan tempat diadakannya upacara adat.
Ruangan jabu suhat dikhususkan bagi anak lelaki tertua yang telah menikah. Ruangan tampar piring
adalah ruangan bagi tamu. ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona dikhususkan bagi keluarga besar.
Sebagian besar dari rumah Bolon terbuat dari kayu. Rumah Bolon tidak menggunakan paku. Rumah
Bolon hanya menggunakan tali untuk menyatukan bahan-bahan rumah. Tali ini diikatkan kepada kayu
dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat. Pada badan rumah Bolon terdapat
berbagai ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak.

Rumah adat ini disebut sebagai “Si Baganding Tua” oleh suku Batak, yaitu makhluk seperti ular yang
panjangnya sekira dua jengkal. Dahulu nenek moyang orang Batak percaya bahwa nasib mujur dan
rezeki yang melimpah dibawa “Si Banganding Tua”.

Ruma gorga atau sering disebut ruma bolon atau “Si Baganding Tua” adalah rumah adat suku
Batak yang sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat yang tinggal di Tapanuli, Sumatera Utara.
Mereka yang dikategorikan sebagai suku Batak itu meliputi 6 puak, yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak
Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Rumah adat Batak terdiri atas 2 bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo (lumbung
padi). Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan
warganya. Rumah adat ini berbentuk empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan
terbuka tanpa kamar atau pun sekat pemisah. Dahulu, sebuah rumah adat Batak berukuran besar (rumah
bolon) dihuni 2 hingga 6 keluarga.
Sapukan pandangan Anda pada rumah adat ini yang atapnya berbentuk segitiga dan bertingkat
tiga. Amati bagaimana di setiap puncak dan segitiganya terdapat kepala kerbau yang melambangkan
kesejahteraan bagi penghuni rumahnya. Ciri utama bagian atap yang berbentuk segitiga tersebut berbahan
anyaman bambu (lambe-lambe). Biasanya lambe-lambe menjadi personifikasi sifat pemilik rumah
tersebut yang ditandai dengan warna merah, putih dan hitam.
Perhatikan juga lekukan ketelitian dari ukiran tradisional di dinding rumah adat ini. Bagian luar
dan depan rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya
penuh makna simbolik yang menampilkan pandangan kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah
kiri dan kanan tiang rumah ada ukiran yang menggambarkan payudara sebagai lambang kesuburan (odap-
odap). Ada juga ukiran cicak sebagai lambang penjaga dan pelindung rumah (boraspati).
Keunikan desain ruma bolon adalah hiasan pada kusen pintu masuknya berupa ukiran telur dan
panah. Tali-tali pengikat dinding miring (tali ret-ret) terbuat dari ijuk atau rotan yang membentuk pola
seperti cicak berkepala 2 saling bertolak belakang. Cicak itu dikiaskan sebagai penjaga rumah dan 2
kepala saling bertolak belakang melambangkan penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan
saling menghormati.
Pada konsep tradisional, nyatanya memang rumah-rumah tradisional di Nusantara tidak hanya
memiliki dimensi fungsional sebagai tempat hunian tetapi juga sekaligus melalui unsur-unsur bentuk
tertentu. Posisi ruma bolon juga menunjukan tentang kepercayaan suku ini yaitu banua ginjang (dunia
atas), banua tonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Penataan perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua saling berhadapan
berporos ke arah utara selatan dan membentuk perkampungan yang disebut lumban atau huta.
Perkampungan tersebut memiliki 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatannya. Sekeliling
lingkungan dipagari tembok setinggi 2 meter (parik) berbahan tanah liat dan batu. Selain itu, di setiap
sudutnya dibuat menara pengawas karena dahulu mereka masih sering berperang. Tidak berlebihan
apabila bentuk asli perkampungan suku Batak dulunya menyerupai benteng.
Sebutan untuk rumah Batak disesuaikan dengan hiasannya. Rumah adat dengan beragam hiasan
yang indah yang rumit dinamakan disebut ruma gorga sarimunggu atau jabu. Sementara rumah adat yang
tidak memiliki ukiran dinamakan jabu ereng atau jabu batara siang.
Untuk ruma gorga yang berukuran besar dinamakan ruma bolon. Selain sebagai tempat tinggal
dahulu ruma bolon juga berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat religius. Sementara itu,
ruma gorga yang berukuran kecil disebut jabu parbale-balean. Selain keduanya ada juga ruma
parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak seorang anak bungsu.
Ruma bolon kini tidak lagi dibangun oleh masyarakat Batak mengingat semakin sedikitnya orang
yang mampu membangunnya (pande). Selain itu, bahan pembuat bangunannya sulit didapat serta
harganya akan jauh lebih mahal dari rumah modern.
Akan tetapi, Anda tidak masih dapat melihat langsung rangkaian utuh rumah adat kaya nilai
budaya Batak ini di beberapa tempat seperti di Kabupaten Tapanuli Utara di Desa Tomok, Desa
Ambarita, Desa Silaen, dan Desa Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa tersebut hingga kini terus
menjadi daya tarik wisata budaya dan banyak dikunjungi wisatawan.

Denah Sopo
Pada konsep tradisional, nyatanya memang rumah-rumah tradisional di Nusantara tidak hanya
memiliki dimensi fungsional sebagai tempat hunian tetapi juga sekaligus melalui unsur-unsur bentuk
tertentu. Posisi ruma bolon juga menunjukan tentang kepercayaan suku ini yaitu banua ginjang (dunia
atas), banuatonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Interior bangunan rumah bolon

Penataan perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua saling berhadapan
berporos ke arah utara selatan dan membentuk perkampungan yang disebut lumban atau huta.
Perkampungan tersebut memiliki 2 pintu gerbang ( bahal ) di sisi utara dan selatannya. Sekeliling
lingkungan dipagari tembok setinggi 2 meter ( parik ) berbahan tanah liat dan batu. Selain itu, di setiap
sudutnya dibuat menara pengawas karena dahulu mereka masih sering berperang. Tidak berlebihan
apabila bentuk asli perkampungan suku Batak dulunya menyerupai benteng. Dahulu sebuah
perkampungan suku Batak dibuat dengan menggali tanah membentuk parit mengelilinginya juga ditanami
bambu setinggi 3 meter. Bentuk perkampungan itu jadinya lebih menyerupai sebuah benteng untuk
melindungi warganya dari serangan suku lain.
Sebutan untuk rumah Batak disesuaikan dengan hiasannya. Rumah adat dengan beragam hiasan
yang indah yang rumit dinamakan disebut ruma gorgasarimunggu atau jabu. Sementara rumah adat yang
tidak memiliki ukiran dinamakan jabu ereng. Budaya rumah Bolon ini sampai sekarang tidak ditinggalkan
oleh masyarakatnya. Terlihat hingga sekarang, bangunan-bangunan baru yang berdiri masih
menggunakan konsep rumah Bolon.

Filosofi Simbol Cicak Dan 4 Payudara Wanita

Cicak merupakan binatang yang selalu ada dimana-mana, termasuk di setiap rumah. Nah, orang
Batak juga diharapkan bisa menjadi seperti cicak, bisa ‘menempel’ dimana-mana, meskipun bukan di
rumahnya sendiri. Maksudnya, para suku Batak yang seringkali merantau haruslah dapat tinggal dan
beradaptasi dimanapun tempat perantauannya. Juga saat dalam situasi genting, dapat menyelamatkan diri
dengan mengecoh musuhnya.

Sementara empat payudara dimaksudkan untuk melambangkan sosok ibu yang penuh dengan
unsur kehidupan, kasih sayang, kesucian, dan kesuburan. Seperti suku-suku lainnya, suku Batak juga
selalu menjunjung dan menghormati ibunya. Dulu, sosok wanita ideal pada suku Batak juga digambarkan
dengan wanita yang berpayudara besar karena diyakini dapat memberikan ASI yang berlimpah dan
bermanfaat bagi kesehatan anak-anaknya. Simbol cicak dan empat payudara tersebut juga posisinya selalu
sama, yakni cicak yang menghadap keempat payudara. Ini artinya adalah orang Batak selalu mengingat
dan pulang ke tanah kelahiran dimana ibunya berada, walau sejauh apapun mereka merantau.

Dalam filosofi orang batak, cicak memiliki arti tersendiri yang menjadi salah satu simbol dalam
kehidupan masyarakat Batak. Masyarakat Suku Batak ini sekarang sudah tersebar sampai di seluruh tanah
Indonesia. Namun, dulunya Suku Batak ini dipercaya berpusat dari Pulau Samosir dan alun-alun Danau
Toba. Kemudian dijelaskan oleh para sejarahwan bahwa Suku Batak ini terpecah menjadi beberapa
bagian yang diantaranya sebut saja Suku Batak Toba, Simalungun , Karo , Nias Mandailing & Angkola
dan Pakpak. Cicak dan empat payudara dalam filosofi orang Batak dapat ditemui di rumah adat suku
Batak yang bernama Rumah Bolon. Pada ornament yang terletak dibagian depan rumah akan ditemui
ukiran cicak yang menghadap kekiri atau kekanan.

Ornament tersebut terlihat sangat jelas dengan cicak yang menghadap kepada 4 payudara. Dalam
filosofi orang Batak, cicak menjadi sumber filosofis kehidupan mereka karena memiliki gerak-gerik yang
jeli diamati oleh mereka. Pertama, gerak-gerik cicak yang mampu hidup di setiap rumah menandakan
cicak mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini kemudian dijadikan filosofi Orang Batak bahwa mereka
harus seperti cicak. Mampu menyesuaikan diri di rumah atau lingkungan manapun, bahkan walaupun
dalam kondisi sesulit apapun.
Kedua, cicak memiliki kecerdikan tersendiri yang tak luput dari pengamatan mereka. Cicak
mampu menyusuri dinding dan ruangan manapun tanpa terjatuh. Ditambah lagi hewan tersebut dengan
cerdiknya mampu memakan nyamuk yang memiliki sayap untuk terbang. Dalam simbol yang ada didepan
rumah adat suku Batak ini, cicak dihadapkan dengan 4 payudara. Gambar tersebut memiliki arti tersendiri
untuk orang batak. Empat ormanen payudara ini memiliki 4 arti berbeda. Pertama simbol kesetiaan, kedua
simbol kesucian, ketiga simbol kesejahteraan dan yang keempat simbol kesuburan. Yang kemudian
keempat simbol ini disimbolkan sebagai seorang ibu, dan cicak sabagai anaknya.

Sehingga berarti bahwa orang batak diharuskan menghormati ibunya sendiri yang telah
menyusuinya ketika bayi. Dua macam oranamen cicak dan payudara ini diletakkan dibagian depan rumah
adat Suku Batak yang memiliki arti bahwa dimanapun orang Batak sukses, dia harus ingat kepada
kampung halaman. Kampung dimana dia lahir dan menghabiskan masa kecilnya. Sebuah kesetiaan yang
mulia dari orang Batak. Sementara empat payudara dimaksudkan untuk melambangkan sosok ibu yang
penuh dengan unsur kehidupan, kasih sayang, kesucian, dan kesuburan. Seperti suku-suku lainnya, suku
Batak juga selalu menjunjung dan menghormati ibunya.

Anda mungkin juga menyukai