Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan Pelat-Kolom Pada Struktur Pelat Datar

Kekuatan sistem struktur pelat datar terdiri dari komponen utama pada

pertemuan pelat-kolom Gambar 2.1. Sistem join ini memiliki kekakuan yang relatif

kecil dibandingkan sistem struktur pelat-kolom dengan drop panel atau kepala

kolom maupun balok-kolom. Kekakuan yang kecil menyebabkan struktur menjadi

flexibel bila ada beban horizontal yang bekerja, sehingga struktur ini tidak

direkomendasikan pada wilayah gempa tinggi, atau dapat digunakan apabila ada

struktur khusus sebagai penahan beban gempa seperti portal khusus penahan gempa

maupun struktur dinding geser. Resiko kegagalan pertemuan pelat-kolom ini adalah

kegagalan geser pada pelat disekitar kolom yang disebut dengan kegagalan geser

pons (punching shear faillure).

Join Sudut Join Tepi


(corner) (edge)

Join Tengah
Join Tepi
(interior)
(edge)

(a)
(b)
Gambar 2.1
Sistem struktur pelat datar (a) dan identifikasi tipe pertemuaan pelat-kolom (b)
Sumber: MacGregor & Wight (2006)

7
8

Tipe join pelat kolom dibedakan menjadi tiga yaitu join tengah (interior),

join tepi (edge), dan join sudut (corner). Join tengah adalah hubungan pelat-kolom

pada bagian tengah struktur, join tepi berada pada tepi struktur, dan join sudut pada

posisi sudut struktur, seperti pada Gambar 2.1. Gaya yang diterima oleh pelat akan

ditransfer menuju kolom dan menimbulkan kondisi kritis pada pelat di sekeliling

kolom.

a. join tengah b. join tepi c. join sudut


Gambar 2.2
Bidang kritis pada hubungan pelat-kolom.
Sumber: Ritchie et al. (2006)

Kondisi kritis yang terjadi disekeliling pelat disebut bidang kritis yang

dapat ditentukan seperti Gambar 2.2. Pada bidang kritis tersebut ditentukan besar

gaya geser pons yang bekerja pada bidang kritis, yang mana bidang kritis ditentukan

berdasarkan keliling kritis dan tinggi efektif pelat. Perilaku geser pada pelat bukan

hanya tegangangan dua dimensi, namun merupakan masalah tegangan tiga dimensi.

Bidang kegagalan geser kritis ada pada keliling daerah yang dibebani (beba terpusat

atau kolom) dan terletak pada jarak yang memberikan keliling geser minimum

(Tabel 2.1). Banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan jarak bidang
9

geser pada pelat dan dari hasil eksperimental menunjukkan bidang geser ini tidak

akan lebih dekat dari d/2 dari beban terpusat atau daerah reaksi (Nawy, 2010).

Tabel 2.1
Penentuan bidang kritis pada pertemuan pelat-kolom berdasarkan SNI 2847:2013
Tipe
Luas Bidang Kritis
Pertemuan Keliling Kritis (b0)
(A0)
Pelat-Kolom
Tengah (2.1)
b0 = 2 (c1 + d + c2 + d)
(interior)

Tepi (edge) b0 = 2 (c1 + d/2 + c2 + d) (2.3) A 0 = b0 x d (2.2)

Sudut (corner) b0 = 2 (c1 + d/2 + c2 + d/2) (2.4)

Keterangan :
b0 = keliling bidang kritis geser pons
A0 = luas bidang kritis geser pons
c1 = dimensi kolom terkecil
c2 = dimensi kolom terbesar
d = tinggi pelat efektif

Perilaku Geser Pons (Puncing Shear)

Penomena geser pons atau punching shear merupakan transfer geser yang

terjadi di sekeliling kolom. Ketika beban berat bekerja pada pelat, retak pertama

terjadi berada disekitar pelat dekat kolom pada daerah momen lentur negatif (daerah

tarik pada beton) berbentuk radial. Dari retak tersebut, retak radial terbentuk akibat

momen negatif dengan arah melingkar. Seiring dengan peningkatan beban, retak

tangensial terbentuk dari posisi beban sekitar disekitar kolom menuju pelat. Pada

saat yang bersamaan, retak geser pons mulai terjadi pada pelat disekitar kolom.

Biasanya sudut yang terbentuk sekitar 25° sampai 45° pada pelat yang ditentukan

dari posisi tulangan lentur sampai tepi luar beton pada sisi yang berlawanan. Retak

geser pons berbentuk seperti kerucut atau piramida di sekitar kolom (Gambar 2.3).
10

Kegagalan geser pons (punching shear failure) merupakan penomena dimana retak

geser yang terjadi di sekitar kolom yang besar seolah-olah kolom menembuh pelat.

Geser pons bukan fenomena lemahnya kapasitas geser, tetapi selalu terjadi pada

lokasi momen yang besar dan merupakan fenomena kombinasi geser dan lentur

(Gardner & Shao, 1996).

Gambar 2.3
Kegagalan geser pons (punching shear failure)
Sumber: Abdullah (2010)

Paremeter utama yang mempengaruhi kekuatan geser pons pada hubungan

pelat-kolom seperti kekuatan beton, rasio tulangan, bentuk dan dimensi elemen

struktur, pembebanan, serta layout dan kekuatan tulangan yang digunakan. Factor

beban menjadi dasar dalam melakukan desain dimensi elemen struktur, yang terkait

dengan fungsi dan lokasi daerah struktur tersebut digunakan. Selain beban gravitasi,
11

struktur juga menerima beban lateral seperti beban angin dan beban gempa. Beban

lateral akan menimbulkan momen tak imbang (unbalanced moment) selain akibat

pengaruh bentang dan bentuk kolom yang tidak simetris juga mengakibatkan

momen tak imbang bekerja pada pelat.

Kapasitas gaya geser untuk pelat dan pondasi telapak beton bertulang

nonprategang sesuai SNI 2847:2013, diambil nilai terkecil dari Persamaan (2.5),

(2.6), dan (2.7) berikut:

 2
Vc  0,171   f 'c b0 d (2.5)
 
Dimana β adalah rasio sisi panjang terhadap sisi pendek kolom pada beban terpusat

atau daerah reaksi seperti pada Gambar 2.4.

 
Vc  0,083 s  2  f 'c b0 d (2.6)
 0 
αs merupakan koefisien yang bernilai 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi

dan 20 untuk kolom sudut.

Vc  0,33 f 'c b0 d (2.7)

Gambar 2.4
Nilai β untuk daerah yang dibebani non-persegi
Sumber: SNI 2847:2013
12

dimana βp adalah yang terkecil dari 3,5 dan 0.083( s d / b0  1,5) , b0 adalah keliling

kritis sesuai Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3), fpc diambil sebagai niai fcp untuk

kedua arah, dan Vp adalah komponen vertikal semua gaya prategang efektif yang

memotong penampang kritis.

Rasio tulangan lentur berpengaruh signifikan terhadap geser pons, rasio

tulangan yang rendah pada daerah momen negatif akan meningkatkan retak lentur

(Genikomsou & Polak, 2014). Namun, penempatan tulangan yang terkonsentrasi

tidak meningkatkan kapasitas geser pada pelat karena penempatan penulangan yang

terkonsentrasi akan menyisakan area besar pada daerah yang tak bertulangan, serta

menyebabkan penurunan kekuatan dan daktilitas (Elstner & Hognestad, 1956; Moe,

1961, dalam Abdullah, 2010).

Momen Tak Imbang (Unbalanced Moment)

Momen dan gaya geser yang didistribusikan pada lajur kolom dan tengah

pada pelat dilimpahkan ke tumpuan yang menopang pelat tersebut. Pelimpahan

yang terjadi menyebabkan adanya penyaluran momen pada pertemuan pelat-kolom.

Beban gravitasi, angin, gempa atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya

penyaluran momen tak berimbang Mu antara pelat dan kolom. Sekitar 60% momen

tak berimbang tersebut disalurkan sebagai lentur melintasi keliling penampang kitis

b0, dan 40% disalurkan melalui eksentrisitas geser terhadap pusat penampang kritis.

Untuk menjamin kekuatan tersebut sedemikian rupa, kira-kira 60% ditranfer oleh

lentur dan 40% ditransfer oleh geser (SNI 2847:2013).

Distribusi tegangan geser disekitar tepi kolom dianggap linier terhadap

sumbu berat penampang kritis. Gaya geser rencana dan momen tak imbang rencana
13

dianggap bekerja pada muka kolom, harus ditransfer ke sumbu berat penampang

kritis. Lokasi sumbu berat harus ditentukan dahulu agar dapat diperoleh lengan

gaya geser penampang kritis yang dipakai untuk transfer momen geser. Distribusi

tegangan geser akibat transfer momen melalui eksentrisitas geser harus dianggap

bervariasi linier terhadap pusat penampang kritis (Gambar 2.5). Tegangan geser

terfaktor (vu) dan momen tak imbang (Mu) ditentukan di sumbu pusat c-c

penampang kritis (Gambar 2.5). Tegangan geser vu dapat dihitung dari Persamaan

(2.8) berikut:

Vu  v M u c AB Vu  v M u cCD
vu ( AB)   dan vu (CD )   (2.8)
Ac Jc Ac Jc

Ac = luas beton penampang kritis asumsi

Ac = 2d (c1 + c2 + 2d) (2.9)

Jc = besar penampang kritis yang analog dengan momen inersia polar

Pertemuan pelat-kolom tengah

d (c1  d ) 3 d 3 (c1  d ) d (c2  d )(c1  d ) 2


Jc    (2.10)
6 6 2

Pertemuan pelat-kolom tepi dan sudut

(c1  d / 2)(d ) 3 2(d ) 3


Jc   (c AB  c 3 CD )  (c 2  d )(d )(c AB ) 2 (2.11)
6 3

Fraksi γv dari momen yang ditranfer oleh eksentrisitas tegangan geser akan

mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen menjadi

besar, sehingga:
14

1
 v  1
2 b1 (2.12)
1
3 b2
Keterangan :

b2 = lebar permukaan bidang kritis tegak lurus momen

= c2 + d (kolom tengah)

= c2 + d/2 (kolom tepi)

b1 = lebar permukaan bidang kritis sejajar momen

= c1 + d (kolom tengah)

= c1 + d/2 (kolom tepi)

Gambar 2.5
Distribusi tegangan geser
Sumber : (SNI 2847:2013)
15

Hammill & Ghali (1994) mengajukan rumusan persamaan untuk tegangan

geser terfaktor akibat transfer momen tak imbang pada setiap poin (x, y) sebagai

beikut:

Vu  vx M ux  vy M uy
vu   y x (2.13)
b0 d Ix Iy

b0 adalah keliling kritis, subscribe x dan y mengacu pada sumbu ordinat

pada penampang kritis, dan Ix dan Iy merupakan momen inersia dari penampang

kritis terhadap sumbu x dan y. Nilai Ix dan Iy dihitung dengan Persamaan (2.14).

m m
li d 2 ld
Ix   ( y1  y22  y1 y2 ) i dan I x   i ( y12  y22  y1 y2 ) i (2.14)
i 1 3 i 1 3

Keterangan:

m = jumlah sisi dari bidang kritis

i = sisi yang yang ditinjau

li = panjang sisi yang ditinjau

(x1, y1)i dan (x2, y2)i = koordinat kedua ujung dari sisi yang ditinjau

Tegangan geser vertikal akibat gaya geser vertikal terdistribusi merata

sepanjang keliling bidang kritis. Parameter J yang digunakan pada persamaan

peraturan ACI 318R-95, yang diganti I pada Persamaan (2.13), untuk

mendefinisikan besaran penampang kritis dengan bentuk sisi kolom yang

mendekati persegi. Namun, besar J sedikit lebih besar dari I, <3% (Megally &

Ghali, 2000; Ritchie et al., 2006), dan bernilai lebih kecil pada bidang kritis diluar

daerah tulangan geser. Dengan demikian, nilai J yang terbatas untuk

mendefinisikan bentuk yang lain dari penampang kolom selain persegi dan
16

perbedaan nilai J dan I yang kecil, maka nilai I digunakan dalam persamaan mencari

tegangan geser.

(a) bidang kritis dan gaya yang bekerja,

(b) momen yang ditahan oleh lentur,

(c) tegangan geser yang disebabkan oleh transfer momen


Gambar 2.6
Friksi momen tak imbang yang ditahan oleh lentur dan geser
Sumber: Hammill & Ghali (1994)

Berdasarkan analisis linier elastik elemen hingga dan validasi data

eksperimental, γv untuk setiap pertemuan pelat-kolom ditentukan seperti Persamaan

(2.15) sampai dengan Persamaan (2.17) pada jarak d/2 dari muka kolom untuk

mengakomodasi setiap bentuk dari bidang kritis (Elgabry & Ghali, 1996).
17

Pelat-kolom interior
1
 vx  1 
2
1 l y / lx
3 (2.15)
1
 vx  1 
2
1 lx / l y (2.16)
3
Pelat-kolom tepi
 vx  Persamaan (2.15)
1 l
 vx  1  , saat x  0.2 ,  vx  0 (2.17)
2 ly
1 (l y / l x )  0.2
3

Pelat-kolom sudut
 vx  0.4

 vx  Persamaan (2.17)

Dimana lx dan ly adalah proyeksi dari bidang kritis terhadap sumbu x dan

y (Gambar 2.6). Friksi  v telah di studi dengan elemen hingga dan dibandingkan

dengan data eksperimental. Hasilnya, persamaan empiris yang berdasarkan lx dan ly

sesuai dengan hasil persamaan dari peraturan dan memberikan solusi untuk bentuk

bidang kritis selain persegi atau bentuk lain yang tidak terakomodasi dalam

peraturan (Megally & Ghali 2000). Persamaan ini telah digunakan dalam

mendesain kapasitas geser pons yang memberikan hasil yang sesuai dengan

persyaratan ACI 318-95 (Ghali & Megally, 1999).

Perilaku hubungan pelat-kolom yang dibebani uniaxial sudah banyak

dilakukan oleh para peneliti. Untuk mendapatkan perilaku pelat dengan beban

lateral yang realistis seperti beban angin dan beban gempa, simulasi pembebanan

perlu dikerjakan dari berbagai arah. Tetapi, penelitian eksperimen maupun analisis
18

dengan pembebanan ke berbagai arah, seperti perilaku akibat beban lateral dua arah

dari hubungan pelat-kolom masih terbatas.

Austin & Moehle (1992) meneliti perilaku dari hubungan pelat-kolom

interior terhadap beban lateral dua arah dan beban gravitasi secara eksperimental.

Tujuan utama dari pengujiannya adalah untuk meninjau pengaruh dari beban lateral

dua arah dan pengaruh beban gravitasi terhadap perilaku lateral. Hasil pengujian

menunjukkan perilaku yang lebih buruk dari hubungan pelat-kolom akibat

pengaruh beban lateral dua arah. Dibandingkan dengan hasil pengujian dengan

beban lateral satu arah, hasil pengujian dengan beban lateral dua arah menunjukkan

penurunan drastis pada kekakuan lateral, kekuatan, dan drift capacity dari

hubungan pelat-kolom.

Sudarsana (2001) dan Sudarsana & Gardner (2003; 2006) melakukan

peninjauan kekuatan geser pons pada pertemuan pelat-kolom tepi dan sudut beton

bertulang tanpa adanya tulangan geser terhadap kombinasi beban vertikal dan

momen tak imbang. Hasil pengujian menunjukkan tambahan momen tak imbang

mereduksi kapasitas geser pons pada pertemuan pelat-kolom. Pertemuan pelat-

kolom mengalami kegagalan geser pons yang terjadi saat beton pada zona tekan

gagal karena beton mengalami kehancuran.

Momen tak imbang yang bekerja pada pertemuan pelat-kolom tidak hanya

bekerja pada satu arah ketika terjadi gempa maupun angin kencang. Arah gaya

lateral bisa bekerja pada sembarang arah terhadap sumbu-sumbu bangunan. Selain

itu, gaya lateral akibat gempa maupun angina bisa bekerja lebih dari satu arah pada

struktur bangunan.
19

Analisis Elemen Hingga (Finite Element Analysis)

Program Elemen Hingga Abaqus

Abaqus merupakan program pemodelan atau simulasi dari keteknikan,

berdasarkan metode elemen hingga, memberikan solusi dari permasalahan analisis

linier sederhana sampai simulasi nonlinier tingkat tinggi. Abaqus dilengkapi

dengan material library yang luas yang dapat dimodelkan dengan berbagai bentuk

virtual. Abaqus dapat digunakan untuk menpelajari lebih jauh dari permasalahan

struktur (tegangan/deformasi). Abaqus dapat juga mensimulasikan masalah seperti

transfer panas, difusi massa, pengolahan suhu dari komponen elektronik, mekanika

tanah, dan analisis piezoelectric, serta cakupan yang luas mensimulasi aplikasi

linier dan nonlinier (Abaqus 2014b). Proses analisis Abaqus yang komplit selalu

dilengkapi tiga tahapan sepeti Gambar 2.7.

Preprocessing (Abaqus/CAE)

Tahapan ini adalah mendefinisikan model dari bentuk, dimensi, dan

membuat input file Abaqus. Objek yang akan dianalisis bisa dibuat dalam ukuran

atau dimensi sebenarnya dengan fitur-fitur yang degan mudah digunakan pada

Abaqus. Material yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi objek dapat dipilih

dengan berbagai pendekatan yang disediakan pada Abaqus sesuai dengan perilaku

yang diinginkan.

Simulation (Abaqus/Standard or Abaqus/Explicit)

Simulasi adalah proses analisis yang biasanya dijalankan di latar belakang,

dimana Abaqus/Standar atau Abaqus/Explicit memecahkan masalah numerik yang

didefinisikan dalam model. Tergantung pada kompleksitas masalah yang dianalisis


20

dan kekuatan komputer yang digunakan, mungkin mengambil waktu dari detik ke

hari untuk menyelesaikan jalannya analisis.

Preprocessing
Abaqus/CAE or other software

Input file:
job.inp

Simulation
Abaqus/Standard
or Abaqus/Explicit

Output files:
job.odb, job.dat,
job.res, job.fil

Postprocessing
Abaqus/CAE or other software

Gambar 2.7
Analisis komplit menggunakan Abaqus terdiri dari tiga tahapan
Sumber: Abaqus (2014b)

Postprocessing (Abaqus/CAE)

Hasil dapat dievaluasi setelah simulasi telah selesai dan deformasi,

tegangan, atau variabel fundamental lainnya telah dihitung. Evaluasi umumnya

dilakukan secara interaktif menggunakan modul Visualisasi Abaqus/CAE atau

yang lainnya. Modul Visualisasi, output file database yang dibaca, memiliki

berbagai pilihan untuk menampilkan hasil, termasuk plot kontur warna, animasi,

plot bentuk kerusakan, dan plot data pada diagram X-Y.


21

Pemodelan Keruntuhan Beton pada Abaqus

Metode Concrete Damage Plasticity (CDP) digunakan dalam

memodelkan perilaku plastis beton. Metode ini berbasis plastisitas dan model

keruntuhan, yang mengasumsikan mekanisme kegagalan utama dari beton yaitu

retak tarik dan tekan. Metode ini menggunakan mekanisme leleh dengan persamaan

modifikasi oleh Lee & Fenves (1998) dari persamaan oleh Lubliner sebagai berikut:

1
F (q  3p   (~ pl )( max )   ( max ))   c (~cpl ) (2.18)
1

Parameter α merupakan perbandingan kuat tekan dua arah (σb0) dengan kuat tekan

satu arah (σc0) yang dihitung berdasarkan kurva Kupfer’s (Gambar 2.8), persamaan

α seperti ditunjukkan oleh Persamaan (2.19) dan fungsi β( ~ pl ) didefinisiskan seperti

Persamaan (2.20).

Gambar 2.8
Kurva Kupfer’s menunjukkan indikasi fungsi leleh pada bidang tegangan dua arah
Sumber: Abaqus (2014a)
22

 b0 
   1
  c0 
(2.19)
2 b 0  1

  c0 

 ~ pl 
 ~ pl   c ~cpl (1   )  (1   ) (2.20)
 t  t 

 c ~cpl  dan  t ~t pl  merupakan tegangan tekan efektif dan tegangan kohesi tarik.

Pada Persamaan (2.18), p adalah tegangan tensor (tegangan tekanan hidrostatis)

dan q adalah tegangan efektif Mises ekivalen dan bidang p  q (Gambar 2.10).

Bentuk permukaan beban pada bidang deviatory ditentukan oleh γ, parameter γ

akan aktif ketika principal stress maksimum bernilai negatif.

3(1  K1 )
 (2.21)
2K c  1

Kc adalah ratio dari invariant tegangan kedua pada meridian tarik, q(TM),

dan pada meridian tekan, q(CM), yang menggambarkan bentuk dari leleh permukaan

pada bidang deviatory (Gambar 2.9). Kc =2/3 sesuai persamaan Rankine dan Kc = 1

untuk kriteria Drucker-Prager, dimana Kc didefinisikan berdasarkan tes pada beton

secara tiga arah berdasarkan nilai  b0 /  c0 = 1,16 (nilai default). Kondisi ideal

adalah 0,5 < Kc < 1,0, tetapi disarankan nilai Kc menggunakan nilai 2/3 = 0,667

(nilai default). Nilai ini setara dengan kriteria kekuatan yang diformulasikan oleh

William dan Warnke (kombinasi dari tiga tangen eliptikal) yang berdasarkan hasil

test triaksial (Kmiecik & Kaminski, 2011).


23

Gambar 2.9
Batas permukaan Drucker-Prager (kiri) dan Potongan penampang deviatory dari
permukaan kegagalan plastis Kc = 1 dan Kc =2/3
Sumber: Abaqus (2014a)

Fungsi potensial aliran (flow potential function), G(σ) merupakan fungsi

yang digunakan dalam concrete damage plasticity model, dengan persamaan

sebagai berikut:

2
G( )  ( t 0 tan ) 2  q  p tan (2.22)

ε, adalah eksentrisitas yang merupakan nilai pendekatan asymptote dari fungsi

potensial plastis dan σt0 adalah tegangan uniaksial. Sudut dilatasi (dilatation angle),

ѱ pada Persamaan(2.23), diukur pada bidang p  q pada tekanan kekangan tinggi.

Dari hasil beberapa peninjauan terhapat nilai eksentrisitas pada metode ini adalah

ε = 0,1. Ketika ε = 0, permukaan dari bidang meridian menjadi garis lurus seperti

(Gambar 2.10).

Tegangan efektif untuk beban satu arah ditentukan sebagai beikut:

  (1  d )  (1  d ) E0 (   pl ) (2.23)
24

Gambar 2.10
Sudut dilatasi dan eksentrisitas pada bidang meridian berdasarkan fungsi
hiperbola Drucker-Prager
Sumber: Kmiecik & Kaminski (2011)

Kerusakan beton, d, mendefinisikan kerusakan berjangka dari kerusakan tekan dan

tarik, dc dan dt, sebagai berikut:

(1  d )  (1  st d c )(1  sc dt ) (2.24)

dengan sc dan st merupakan fungsi yang menentukan stiffnes recovery dari tarik

dan tekan dengan persamaan :

st  1  wc (1  r( )) (2.25)

sc  1  wt r( ) (2.26)

wc dan wt adalah factor berat yang menentukan recovery kekakuan dari tekan dan

Tarik, dan r(σ) adalah arah berat yang ditunjuk pada tegangan principal (principal

stresses).

Viscoplastic regularization berdasarkan pendekatan dari Devaut-Lions

dengan mendefinisikan parameter viskositas (viscus parameter). Parameter

viskositas (µ) akan memperbaharui regangan tensor plastis dan keruntuhan

ditentukan secara deduktif dengan tambahan relaksasi waktu. Persamaan (2.27)


25

mendiskripsikan rate regangan dengan regularisasi viskoplastis dan Persamaan

(2.28) merupakan hubungan peningkatan keruntuhan dengan viskoplastis.

1
vpl  ( pl   vpl ) (2.27)

1
dv  (d  d v ) (2.28)

  (1  d v ) E0 : (   vpl ) (2.29)

dv merupakan variable degradasi kekakuan viskositas. Hubungan antara tegangan

dan regangan berdasarkan model viskoplastis adalah seperti Persamaan (2.29).

a b
Gambar 2.11
Definisi regangan inelastis tekan (a), dan regangan tarik setelah retak (b)
Sumber: Abaqus (2014a)

Berdasarkan data eksperimental diagram tegangan-regangan pada tekan

dan tarik (Gambar 2.11), dapat digunakan dalam menentukan tegangan tarik (σt)

dan regangan tarik retak ( ~tck ), dan tegangan tekan (σc) dan regangan tekan hancur

( ~tin ) yang merupakan tegangan-regangan inelastis yang dibebani uniaksial.

Hubungan regangan tarik dan tekan inelastis dengan regangan plastis ( ~ ) dapat
pl

dilihat pada persamaan (2.30) dan (2.31) berikut:


26

dc  c
~cpl  ~cin  (2.30)
(1  d c ) E0
dt  t
~t pl  ~tck  (2.31)
(1  d t ) E0

Pada Tabel 2.2 merupakan ringkasan parameter-parameter concrete

damage plasticity pada Abaqus dan rekomendasi masing-masing nilainya:

Tabel 2.2
Parameter plastisitas dan rekomendasi nilainya pada metode concrete damage
plasticity di Abaqus
Notasi Rekomendasi nilai
Ѱ 25° s/d 40°
ε 0.1
Kc 2/3
 b0 /  c0 1.16
μ 0.00001 s/d 0.001

Rekomendasi nilai pada Tabel 2.2 merupakan hasil terbaik dari beberapa

penelitian yang telah dilakukan oleh Jankowiak & Lodygowski (2005); Kmiecik &

Kaminski (2011); Chaudhari & Chakrabarti (2012); Rodríguez et al. (2013);

Genikomsou & Polak (2014; 2015); Sümer & Aktaş (2015); Tambusay et al. (2015;

2016).

Referensi Validasi Pemodelan

Validasi dilakukan untuk menentukan keakuratan pemodelan dan

menentukan sensitivitas agar mendapatkan hasil yang setara dengan hasil

eksperimen. Untuk proses ini, benda uji diambil dari penelitian El-Salakawy et al.

(1998), dengan kode benda uji XXX yang berupa hubungan pelat-kolom beton

bertulang tanpa adanya tulangan geser. Benda uji ini berdimensi kolom 250 x 250

mm dan tinggi 700mm yang diukur dari permukaan pelat atas dan pelat bawah,
27

sedangkan ukuran pelat 1020 x 1540 mm dengan ketebalan 120mm. Penulangan

pelat dan kolom ditampilkan pada Gambar 2.12.

Mutu material yang digunakan berdasarkan hasil pengujian laboratorium

dengan mutu beton karakteristik f’c = 33 MPa pada umur 28 hari, Modulus Young

Ec = 26999 MPa, dan εc = 0,0024. Sedangkan mutu tulangan dibedakan menjadi

dua yaitu tegangan leleh nominal fy = 545 MPa, Es = 195000 MPa, dan εy = 0,0028

untuk tulangan #10M dan tegangan leleh nominal fy = 430 MPa, Es = 195000 MPa,

dan εy = 0,0024 untuk tulangan #5M.

Benda uji diletakkan sederhana di atas tumpuan kaku (susunan balok IWF)

sepanjang ketiga tepinya. Pelat baja dengan ketebalan 25mm dan lebar 40mm

difungsikan sebagai pelat tumpu antara permukaan pelat beton dan perletakan.

Untuk mendapatkan reaksi yang merata, digunakan neoprene (tebal 3mm) diantara

permukaan pelat beton dan pelat baja. Pada setiap sudut dari pelat ditahan pada

posisinya dengan pelat baja yang dibaut ke tumpuan. Pada bidang kontak pelat baja

dan sudut pelat juga ditambahkan neoprene setebal 3mm untuk meratakan

tegangan.

Gambar 2.12
Penulangan kolom (kiri) dan penulangan pelat (kanan)
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)
28

Gambar 2.13
Skema pengaturan pengujian
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)

Beban vertikal dan horisontal dikerjakan melalui kolom dengan

pengaturan pembebanan sedemikian rupa berdasarkan eksentrisitas, e=M/V yaitu

0,3. Skema pembebanan seperti pada Gambar 2.13. Namun pemodelan di Abaqus

kondisi benda uji akan diputar atas dan bawah sehingga beban vertikal bekerja dari

bawah ke arah atas, dan perletakan berada pada tepi pelat atas (lihat Gambar 2.15).

Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengamatan dengan serat tarik pelat berada

di sisi atas yang sesuai dengan kondisi kenyataan.

Hasil pengujian menunjukkan benda uji XXX mengalami kegagalan geser

pons (punching shear failure) pada beban vertikal (V) sebesar 125 kN dan momen

(M) sebesar 37,5 kNm, sedangkan deformasi vertikal yang diukur pada posisi beban

adalah sebesar 14.9mm. Pengukuran deformasi dilakukan pada kolom dimana

beban vertikal dikerjakan. Kurva hubungan antara gaya vertikal dan deformasi

dapat dilihat pada Gambar 2.14.


29

Gambar 2.14
Kurva hubungan gaya vertical-deformasi benda uji XXX
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)

Gambar 2.15
Skema pembebanan Slab XXX pada Abaqus

Anda mungkin juga menyukai