TINJAUAN PUSTAKA
Kekuatan sistem struktur pelat datar terdiri dari komponen utama pada
pertemuan pelat-kolom Gambar 2.1. Sistem join ini memiliki kekakuan yang relatif
kecil dibandingkan sistem struktur pelat-kolom dengan drop panel atau kepala
flexibel bila ada beban horizontal yang bekerja, sehingga struktur ini tidak
direkomendasikan pada wilayah gempa tinggi, atau dapat digunakan apabila ada
struktur khusus sebagai penahan beban gempa seperti portal khusus penahan gempa
maupun struktur dinding geser. Resiko kegagalan pertemuan pelat-kolom ini adalah
kegagalan geser pada pelat disekitar kolom yang disebut dengan kegagalan geser
Join Tengah
Join Tepi
(interior)
(edge)
(a)
(b)
Gambar 2.1
Sistem struktur pelat datar (a) dan identifikasi tipe pertemuaan pelat-kolom (b)
Sumber: MacGregor & Wight (2006)
7
8
Tipe join pelat kolom dibedakan menjadi tiga yaitu join tengah (interior),
join tepi (edge), dan join sudut (corner). Join tengah adalah hubungan pelat-kolom
pada bagian tengah struktur, join tepi berada pada tepi struktur, dan join sudut pada
posisi sudut struktur, seperti pada Gambar 2.1. Gaya yang diterima oleh pelat akan
ditransfer menuju kolom dan menimbulkan kondisi kritis pada pelat di sekeliling
kolom.
Kondisi kritis yang terjadi disekeliling pelat disebut bidang kritis yang
dapat ditentukan seperti Gambar 2.2. Pada bidang kritis tersebut ditentukan besar
gaya geser pons yang bekerja pada bidang kritis, yang mana bidang kritis ditentukan
berdasarkan keliling kritis dan tinggi efektif pelat. Perilaku geser pada pelat bukan
hanya tegangangan dua dimensi, namun merupakan masalah tegangan tiga dimensi.
Bidang kegagalan geser kritis ada pada keliling daerah yang dibebani (beba terpusat
atau kolom) dan terletak pada jarak yang memberikan keliling geser minimum
(Tabel 2.1). Banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan jarak bidang
9
geser pada pelat dan dari hasil eksperimental menunjukkan bidang geser ini tidak
akan lebih dekat dari d/2 dari beban terpusat atau daerah reaksi (Nawy, 2010).
Tabel 2.1
Penentuan bidang kritis pada pertemuan pelat-kolom berdasarkan SNI 2847:2013
Tipe
Luas Bidang Kritis
Pertemuan Keliling Kritis (b0)
(A0)
Pelat-Kolom
Tengah (2.1)
b0 = 2 (c1 + d + c2 + d)
(interior)
Keterangan :
b0 = keliling bidang kritis geser pons
A0 = luas bidang kritis geser pons
c1 = dimensi kolom terkecil
c2 = dimensi kolom terbesar
d = tinggi pelat efektif
Penomena geser pons atau punching shear merupakan transfer geser yang
terjadi di sekeliling kolom. Ketika beban berat bekerja pada pelat, retak pertama
terjadi berada disekitar pelat dekat kolom pada daerah momen lentur negatif (daerah
tarik pada beton) berbentuk radial. Dari retak tersebut, retak radial terbentuk akibat
momen negatif dengan arah melingkar. Seiring dengan peningkatan beban, retak
tangensial terbentuk dari posisi beban sekitar disekitar kolom menuju pelat. Pada
saat yang bersamaan, retak geser pons mulai terjadi pada pelat disekitar kolom.
Biasanya sudut yang terbentuk sekitar 25° sampai 45° pada pelat yang ditentukan
dari posisi tulangan lentur sampai tepi luar beton pada sisi yang berlawanan. Retak
geser pons berbentuk seperti kerucut atau piramida di sekitar kolom (Gambar 2.3).
10
Kegagalan geser pons (punching shear failure) merupakan penomena dimana retak
geser yang terjadi di sekitar kolom yang besar seolah-olah kolom menembuh pelat.
Geser pons bukan fenomena lemahnya kapasitas geser, tetapi selalu terjadi pada
lokasi momen yang besar dan merupakan fenomena kombinasi geser dan lentur
Gambar 2.3
Kegagalan geser pons (punching shear failure)
Sumber: Abdullah (2010)
pelat-kolom seperti kekuatan beton, rasio tulangan, bentuk dan dimensi elemen
struktur, pembebanan, serta layout dan kekuatan tulangan yang digunakan. Factor
beban menjadi dasar dalam melakukan desain dimensi elemen struktur, yang terkait
dengan fungsi dan lokasi daerah struktur tersebut digunakan. Selain beban gravitasi,
11
struktur juga menerima beban lateral seperti beban angin dan beban gempa. Beban
lateral akan menimbulkan momen tak imbang (unbalanced moment) selain akibat
pengaruh bentang dan bentuk kolom yang tidak simetris juga mengakibatkan
Kapasitas gaya geser untuk pelat dan pondasi telapak beton bertulang
nonprategang sesuai SNI 2847:2013, diambil nilai terkecil dari Persamaan (2.5),
2
Vc 0,171 f 'c b0 d (2.5)
Dimana β adalah rasio sisi panjang terhadap sisi pendek kolom pada beban terpusat
Vc 0,083 s 2 f 'c b0 d (2.6)
0
αs merupakan koefisien yang bernilai 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi
Gambar 2.4
Nilai β untuk daerah yang dibebani non-persegi
Sumber: SNI 2847:2013
12
dimana βp adalah yang terkecil dari 3,5 dan 0.083( s d / b0 1,5) , b0 adalah keliling
kritis sesuai Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3), fpc diambil sebagai niai fcp untuk
kedua arah, dan Vp adalah komponen vertikal semua gaya prategang efektif yang
tulangan yang rendah pada daerah momen negatif akan meningkatkan retak lentur
tidak meningkatkan kapasitas geser pada pelat karena penempatan penulangan yang
terkonsentrasi akan menyisakan area besar pada daerah yang tak bertulangan, serta
menyebabkan penurunan kekuatan dan daktilitas (Elstner & Hognestad, 1956; Moe,
Momen dan gaya geser yang didistribusikan pada lajur kolom dan tengah
Beban gravitasi, angin, gempa atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya
penyaluran momen tak berimbang Mu antara pelat dan kolom. Sekitar 60% momen
tak berimbang tersebut disalurkan sebagai lentur melintasi keliling penampang kitis
b0, dan 40% disalurkan melalui eksentrisitas geser terhadap pusat penampang kritis.
Untuk menjamin kekuatan tersebut sedemikian rupa, kira-kira 60% ditranfer oleh
sumbu berat penampang kritis. Gaya geser rencana dan momen tak imbang rencana
13
dianggap bekerja pada muka kolom, harus ditransfer ke sumbu berat penampang
kritis. Lokasi sumbu berat harus ditentukan dahulu agar dapat diperoleh lengan
gaya geser penampang kritis yang dipakai untuk transfer momen geser. Distribusi
tegangan geser akibat transfer momen melalui eksentrisitas geser harus dianggap
bervariasi linier terhadap pusat penampang kritis (Gambar 2.5). Tegangan geser
terfaktor (vu) dan momen tak imbang (Mu) ditentukan di sumbu pusat c-c
penampang kritis (Gambar 2.5). Tegangan geser vu dapat dihitung dari Persamaan
(2.8) berikut:
Vu v M u c AB Vu v M u cCD
vu ( AB) dan vu (CD ) (2.8)
Ac Jc Ac Jc
Fraksi γv dari momen yang ditranfer oleh eksentrisitas tegangan geser akan
mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen menjadi
besar, sehingga:
14
1
v 1
2 b1 (2.12)
1
3 b2
Keterangan :
= c2 + d (kolom tengah)
= c1 + d (kolom tengah)
Gambar 2.5
Distribusi tegangan geser
Sumber : (SNI 2847:2013)
15
geser terfaktor akibat transfer momen tak imbang pada setiap poin (x, y) sebagai
beikut:
Vu vx M ux vy M uy
vu y x (2.13)
b0 d Ix Iy
pada penampang kritis, dan Ix dan Iy merupakan momen inersia dari penampang
kritis terhadap sumbu x dan y. Nilai Ix dan Iy dihitung dengan Persamaan (2.14).
m m
li d 2 ld
Ix ( y1 y22 y1 y2 ) i dan I x i ( y12 y22 y1 y2 ) i (2.14)
i 1 3 i 1 3
Keterangan:
(x1, y1)i dan (x2, y2)i = koordinat kedua ujung dari sisi yang ditinjau
mendekati persegi. Namun, besar J sedikit lebih besar dari I, <3% (Megally &
Ghali, 2000; Ritchie et al., 2006), dan bernilai lebih kecil pada bidang kritis diluar
mendefinisikan bentuk yang lain dari penampang kolom selain persegi dan
16
perbedaan nilai J dan I yang kecil, maka nilai I digunakan dalam persamaan mencari
tegangan geser.
(2.15) sampai dengan Persamaan (2.17) pada jarak d/2 dari muka kolom untuk
mengakomodasi setiap bentuk dari bidang kritis (Elgabry & Ghali, 1996).
17
Pelat-kolom interior
1
vx 1
2
1 l y / lx
3 (2.15)
1
vx 1
2
1 lx / l y (2.16)
3
Pelat-kolom tepi
vx Persamaan (2.15)
1 l
vx 1 , saat x 0.2 , vx 0 (2.17)
2 ly
1 (l y / l x ) 0.2
3
Pelat-kolom sudut
vx 0.4
vx Persamaan (2.17)
Dimana lx dan ly adalah proyeksi dari bidang kritis terhadap sumbu x dan
y (Gambar 2.6). Friksi v telah di studi dengan elemen hingga dan dibandingkan
sesuai dengan hasil persamaan dari peraturan dan memberikan solusi untuk bentuk
bidang kritis selain persegi atau bentuk lain yang tidak terakomodasi dalam
peraturan (Megally & Ghali 2000). Persamaan ini telah digunakan dalam
mendesain kapasitas geser pons yang memberikan hasil yang sesuai dengan
dilakukan oleh para peneliti. Untuk mendapatkan perilaku pelat dengan beban
lateral yang realistis seperti beban angin dan beban gempa, simulasi pembebanan
perlu dikerjakan dari berbagai arah. Tetapi, penelitian eksperimen maupun analisis
18
dengan pembebanan ke berbagai arah, seperti perilaku akibat beban lateral dua arah
interior terhadap beban lateral dua arah dan beban gravitasi secara eksperimental.
Tujuan utama dari pengujiannya adalah untuk meninjau pengaruh dari beban lateral
dua arah dan pengaruh beban gravitasi terhadap perilaku lateral. Hasil pengujian
pengaruh beban lateral dua arah. Dibandingkan dengan hasil pengujian dengan
beban lateral satu arah, hasil pengujian dengan beban lateral dua arah menunjukkan
penurunan drastis pada kekakuan lateral, kekuatan, dan drift capacity dari
hubungan pelat-kolom.
peninjauan kekuatan geser pons pada pertemuan pelat-kolom tepi dan sudut beton
bertulang tanpa adanya tulangan geser terhadap kombinasi beban vertikal dan
momen tak imbang. Hasil pengujian menunjukkan tambahan momen tak imbang
kolom mengalami kegagalan geser pons yang terjadi saat beton pada zona tekan
Momen tak imbang yang bekerja pada pertemuan pelat-kolom tidak hanya
bekerja pada satu arah ketika terjadi gempa maupun angin kencang. Arah gaya
lateral bisa bekerja pada sembarang arah terhadap sumbu-sumbu bangunan. Selain
itu, gaya lateral akibat gempa maupun angina bisa bekerja lebih dari satu arah pada
struktur bangunan.
19
dengan material library yang luas yang dapat dimodelkan dengan berbagai bentuk
virtual. Abaqus dapat digunakan untuk menpelajari lebih jauh dari permasalahan
transfer panas, difusi massa, pengolahan suhu dari komponen elektronik, mekanika
tanah, dan analisis piezoelectric, serta cakupan yang luas mensimulasi aplikasi
linier dan nonlinier (Abaqus 2014b). Proses analisis Abaqus yang komplit selalu
Preprocessing (Abaqus/CAE)
membuat input file Abaqus. Objek yang akan dianalisis bisa dibuat dalam ukuran
atau dimensi sebenarnya dengan fitur-fitur yang degan mudah digunakan pada
Abaqus. Material yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi objek dapat dipilih
dengan berbagai pendekatan yang disediakan pada Abaqus sesuai dengan perilaku
yang diinginkan.
dan kekuatan komputer yang digunakan, mungkin mengambil waktu dari detik ke
Preprocessing
Abaqus/CAE or other software
Input file:
job.inp
Simulation
Abaqus/Standard
or Abaqus/Explicit
Output files:
job.odb, job.dat,
job.res, job.fil
Postprocessing
Abaqus/CAE or other software
Gambar 2.7
Analisis komplit menggunakan Abaqus terdiri dari tiga tahapan
Sumber: Abaqus (2014b)
Postprocessing (Abaqus/CAE)
yang lainnya. Modul Visualisasi, output file database yang dibaca, memiliki
berbagai pilihan untuk menampilkan hasil, termasuk plot kontur warna, animasi,
memodelkan perilaku plastis beton. Metode ini berbasis plastisitas dan model
retak tarik dan tekan. Metode ini menggunakan mekanisme leleh dengan persamaan
modifikasi oleh Lee & Fenves (1998) dari persamaan oleh Lubliner sebagai berikut:
1
F (q 3p (~ pl )( max ) ( max )) c (~cpl ) (2.18)
1
Parameter α merupakan perbandingan kuat tekan dua arah (σb0) dengan kuat tekan
satu arah (σc0) yang dihitung berdasarkan kurva Kupfer’s (Gambar 2.8), persamaan
Persamaan (2.20).
Gambar 2.8
Kurva Kupfer’s menunjukkan indikasi fungsi leleh pada bidang tegangan dua arah
Sumber: Abaqus (2014a)
22
b0
1
c0
(2.19)
2 b 0 1
c0
~ pl
~ pl c ~cpl (1 ) (1 ) (2.20)
t t
c ~cpl dan t ~t pl merupakan tegangan tekan efektif dan tegangan kohesi tarik.
dan q adalah tegangan efektif Mises ekivalen dan bidang p q (Gambar 2.10).
3(1 K1 )
(2.21)
2K c 1
Kc adalah ratio dari invariant tegangan kedua pada meridian tarik, q(TM),
dan pada meridian tekan, q(CM), yang menggambarkan bentuk dari leleh permukaan
pada bidang deviatory (Gambar 2.9). Kc =2/3 sesuai persamaan Rankine dan Kc = 1
secara tiga arah berdasarkan nilai b0 / c0 = 1,16 (nilai default). Kondisi ideal
adalah 0,5 < Kc < 1,0, tetapi disarankan nilai Kc menggunakan nilai 2/3 = 0,667
(nilai default). Nilai ini setara dengan kriteria kekuatan yang diformulasikan oleh
William dan Warnke (kombinasi dari tiga tangen eliptikal) yang berdasarkan hasil
Gambar 2.9
Batas permukaan Drucker-Prager (kiri) dan Potongan penampang deviatory dari
permukaan kegagalan plastis Kc = 1 dan Kc =2/3
Sumber: Abaqus (2014a)
sebagai berikut:
2
G( ) ( t 0 tan ) 2 q p tan (2.22)
potensial plastis dan σt0 adalah tegangan uniaksial. Sudut dilatasi (dilatation angle),
Dari hasil beberapa peninjauan terhapat nilai eksentrisitas pada metode ini adalah
ε = 0,1. Ketika ε = 0, permukaan dari bidang meridian menjadi garis lurus seperti
(Gambar 2.10).
(1 d ) (1 d ) E0 ( pl ) (2.23)
24
Gambar 2.10
Sudut dilatasi dan eksentrisitas pada bidang meridian berdasarkan fungsi
hiperbola Drucker-Prager
Sumber: Kmiecik & Kaminski (2011)
(1 d ) (1 st d c )(1 sc dt ) (2.24)
dengan sc dan st merupakan fungsi yang menentukan stiffnes recovery dari tarik
st 1 wc (1 r( )) (2.25)
sc 1 wt r( ) (2.26)
wc dan wt adalah factor berat yang menentukan recovery kekakuan dari tekan dan
Tarik, dan r(σ) adalah arah berat yang ditunjuk pada tegangan principal (principal
stresses).
1
vpl ( pl vpl ) (2.27)
1
dv (d d v ) (2.28)
(1 d v ) E0 : ( vpl ) (2.29)
a b
Gambar 2.11
Definisi regangan inelastis tekan (a), dan regangan tarik setelah retak (b)
Sumber: Abaqus (2014a)
dan tarik (Gambar 2.11), dapat digunakan dalam menentukan tegangan tarik (σt)
dan regangan tarik retak ( ~tck ), dan tegangan tekan (σc) dan regangan tekan hancur
Hubungan regangan tarik dan tekan inelastis dengan regangan plastis ( ~ ) dapat
pl
dc c
~cpl ~cin (2.30)
(1 d c ) E0
dt t
~t pl ~tck (2.31)
(1 d t ) E0
Tabel 2.2
Parameter plastisitas dan rekomendasi nilainya pada metode concrete damage
plasticity di Abaqus
Notasi Rekomendasi nilai
Ѱ 25° s/d 40°
ε 0.1
Kc 2/3
b0 / c0 1.16
μ 0.00001 s/d 0.001
Rekomendasi nilai pada Tabel 2.2 merupakan hasil terbaik dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan oleh Jankowiak & Lodygowski (2005); Kmiecik &
Genikomsou & Polak (2014; 2015); Sümer & Aktaş (2015); Tambusay et al. (2015;
2016).
eksperimen. Untuk proses ini, benda uji diambil dari penelitian El-Salakawy et al.
(1998), dengan kode benda uji XXX yang berupa hubungan pelat-kolom beton
bertulang tanpa adanya tulangan geser. Benda uji ini berdimensi kolom 250 x 250
mm dan tinggi 700mm yang diukur dari permukaan pelat atas dan pelat bawah,
27
dengan mutu beton karakteristik f’c = 33 MPa pada umur 28 hari, Modulus Young
dua yaitu tegangan leleh nominal fy = 545 MPa, Es = 195000 MPa, dan εy = 0,0028
untuk tulangan #10M dan tegangan leleh nominal fy = 430 MPa, Es = 195000 MPa,
Benda uji diletakkan sederhana di atas tumpuan kaku (susunan balok IWF)
sepanjang ketiga tepinya. Pelat baja dengan ketebalan 25mm dan lebar 40mm
difungsikan sebagai pelat tumpu antara permukaan pelat beton dan perletakan.
Untuk mendapatkan reaksi yang merata, digunakan neoprene (tebal 3mm) diantara
permukaan pelat beton dan pelat baja. Pada setiap sudut dari pelat ditahan pada
posisinya dengan pelat baja yang dibaut ke tumpuan. Pada bidang kontak pelat baja
dan sudut pelat juga ditambahkan neoprene setebal 3mm untuk meratakan
tegangan.
Gambar 2.12
Penulangan kolom (kiri) dan penulangan pelat (kanan)
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)
28
Gambar 2.13
Skema pengaturan pengujian
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)
0,3. Skema pembebanan seperti pada Gambar 2.13. Namun pemodelan di Abaqus
kondisi benda uji akan diputar atas dan bawah sehingga beban vertikal bekerja dari
bawah ke arah atas, dan perletakan berada pada tepi pelat atas (lihat Gambar 2.15).
Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengamatan dengan serat tarik pelat berada
pons (punching shear failure) pada beban vertikal (V) sebesar 125 kN dan momen
(M) sebesar 37,5 kNm, sedangkan deformasi vertikal yang diukur pada posisi beban
beban vertikal dikerjakan. Kurva hubungan antara gaya vertikal dan deformasi
Gambar 2.14
Kurva hubungan gaya vertical-deformasi benda uji XXX
Sumber: El-Salakawy et al. (1998)
Gambar 2.15
Skema pembebanan Slab XXX pada Abaqus