Anda di halaman 1dari 14

Magnetometer Kumparan Induksi

MAKALAH

ADI SUGIARTO
140310160037

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
1. Pendahuluan
Sensor kumparan induksi atau yang disebut juga dengan search coil sensor, pickup coil
sensor, magnetic antennae merupakan salah satu tipe sensor magnetic yang paling dikenal.
Fungsi alih dari sensor ini didasarkan pada Hukum Induksi Faraday, yaitu :

𝑑𝛷 𝑑𝐵 𝑑𝐻
𝑉 = −𝑛 = −𝑛𝐴 = −𝜇0 𝑛𝐴 … (1)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

Dimana  adalah flux magnetic yang melewati kumparan dengan luas penampang A dan
jumlah lilitan n. Seperti yang diketahui bahwa besarnya sensitivitas kumparan bergantung pada
jumlah lilitan n dan luas penampang A. Namun pada banyak kasus, proses kinerja kumparan
tidaklah mudah.
Sensor magnetic jenis ini memiliki keuntungan yaitu, biaya murah, material mudah dicari,
hasil akurat dan praktis (dapat dibuat secara langsung oleh pengguna). Pada review jurnal
“induction coil magnetometer” oleh tummansky ini dibahas dua desiain utama sensor
kumparan, yaitu dengan inti berupa udara dan inti feromagnetik). Dari dua desain utama ini
dijelaskan pula analisis respon frekuensi dan output masing-masing.

2. Kumparan inti udara vs inti feromagnetik


Sensitivitas yang rendah dari kumparan inti udara dan masalah miniaturisasi dapat diatasi
dengan penggabungan inti ferromagnetic, yang berfungsi sebagai konsentrator di dalam
kumparan. Untuk kumparan dengan inti ferromagnetic dapat ditulis dengan persamaan :

𝑑𝐻
𝑉 = −𝜇0 𝜇𝑟 𝑛𝐴 … (2)
𝑑𝑡

Bahan magnet lunak menunjukkan permeabilitas lebih dari 105, sehingga dapat
meningkatkan sensitivitas sensor yang signifikan. Namun harus diperhitungkan bahwa
permebilitas yang dihasilkan inti bisa jauh lebih rendah dari permeabilitas material ( 𝜇𝑟 )
kumparan. Ini karena efek medan demagnetisasi yang ditentukan oleh faktor demagnetisasi N
yang bergantung pada geometri dari inti.
𝜇𝑟
𝜇𝑐 = … (3)
1 + 𝑁(𝜇𝑟 − 1)

Faktor demagnetisasi N bergantung pada panjang inti lc dan dan diameter inti Dc, yang
memenuhi persamaan :

𝐷𝑐 2 2𝑙𝑐
𝑁≅ 2 (𝑙𝑛 − 1) … (4)
𝑙𝑐 𝐷𝑐

Melalui persamaan (4) dapat diketahui nilai N yang kecil dan permebilitas c yang besar
dihasilkan jika inti kumparan yang panjang dan memiliki diameter kecil. Sebagi contoh inti
dari pita amorf (Metglas 2714AF). Dengan dimensi lc = 300 mm dan Dc = 10 mm (rasio aspek
sama dengan 30). Jika nilai-nilai tersebut disubstitusikan pada persamaan (4) maka diperoleh
nilai N  3,5 x 10-3 yang berarti nilai sensitifitasnya 300 kali lebih besar dari inti kumparan
menggunakan udara.
Penggunaan inti kumparan dengan menggunakan soft magnet dapat meningkatkan
sensitivitas sensor kumparan induksi, Namun peningkatan ini dapat mengurangi keuntungan
lain yaitu linearitas sensor. Walaupun menggunakan bahan ferromagnetic terbaik, fungsi alih
sensor akan tetap terpengaruh pada faktor linier yang bergantung pada suhu, frekuensi, rapat
fluks magnetic, dll. Noise magnetic tambahan (seperti noise berkhausen) juga mempengaruhi
resolusi sensor. Selain itu, inti ferromagnetic juga mempengaruhi distribusi rapat fluks
magnetik yang diamati.

Gb 1. Sensor berbasis kumparan paling sederhana untuk mendeteksi rapat fluks magnetic
dan medan magnet

Gb 2. Tipe desain senosor kumparan magnetic dengan inti berupa udara (l – Panjang
kumparan, D – diameter luar kumparan, Di – diameter dalam kumparan, d – diameter kawat)

3. Desain Sensor Magnetic dengan Inti Udara


Tipe desain senosor magnetic dengan inti udara dapat dlihat pada Gb 2, dengan jumlah
luas area multilayer kumparan dapat dikalkulasikan menggunakan integral.

Namun persamaan (5) memiliki akurasi yang kurang, sehingga akan lebih baik luas area dicari
secara eksperimental melalui kalibrasi dengan medan yang diketahui. Persamaan (5) juga dapat
disederhanakan dengan mengasumsikan bahwa diameternya merupakan rata-rata Dm =
(D+Di)/2. Sehingga :

Jika kita mengasumsikan bahwa fluks magnetic yang diukur merupakan fungsi sinusoidal
b = Bm sin ωt dimana kumparan memiliki diameter D, maka persamaan (1) menjadi :

Dimana f adalah frekuensi dari medan yang diukur, n merupakan jumlah lilitan, D adalah
diameter kumparan dan B merupakan densitas flux yang diukur. Persamaan (7) dapat diubah
untuk medium non-ferromagnetik, menjadi :

Diambil dari persamaan (6), maka persamaan (8) menjadi :

Jumlah lilitan bergantung pada diameter kawat yang digunakan d, packing factor k (k ≈
0.85) dan dimensi kumparan. Sehingga :

Dengan demikian sesitivitas kumparan S = V/H dapat ditulis menjadi :

Resolusi sensor kumparan magnetic dipengaruhi oleh gangguan termal VT , yang


bergantung pada resitansi kumparan R, suhu T dan bandwidth frekuensi f yang setara dengan
faktor Boltzman kB = 1.38 x 10-23 W s K-1.

Resistansi kumparan dapat dihitung sebagai


Dan rasio signal-to-noise SNR dari kumparan udara adalah

Seperti yang dapat diketahui melalui persamaan (14), sensitivitas sensor kumparan
magnetic naik sebanding dengan D3 dan SNR naik sebanding dengan D2, sehingga cara yang
paling efektiv untuk meningkatkan senssitivitas sensor kumparan magneti adalah dengan
meningkatkan diameter kumparan. Menaikkan panjang kumaran tidak begitu efektiv, karena l
hanya menaikkan sensitivitas, sedangkan SNR naik hanya sebanding dengan √𝑙. Sensitivitas
juga dapat diatur dengan menaikkan jumlah lilitan, karena sesitivitas sebandimg dengan d2 dan
SNR tidak bergantung dengan diameter kawat.
Sensor kumparan magnetic hanya senstiv terhadap medan magnet yang tegak lurus dengan
sumbu utamanya. Oleh karena itu, untuk menentukan semua komponen arah dari vector medan
magnet yang diukur, maka sensor kumparan magnetic perlu dirancang dalam 3 arah, seperti
yang ditunjukkan pada Gb. 3 berikut.

Gb. 3 Konsep kumparan yang disusun untuk mengukur medan magnet dalam arah 3 sumbu.

4. Desain Sensor Magnetic dengan Inti Ferromagnetik


Sensor kumparan magnetic dengan inti ferromagnetic digunakan untuk menaikkan
sensitivitas. Skema desain sensor kumparan magnetic jenis ini ditunjukkan oleh Gb. 4
berikut :
Gb. 4 Tipe desain senosor kumparan magnetic dengan inti ferromagnetik (l – Panjang
kumparan, lc – panjang inti, D – diameter luar kumparan, Di – diameter inti)

Nilai optimum untuk diameter inti Di adalah Di  0.3 D, sedangkan panjang kumparan yang
direkomendasikan adalah l = 0.7-0.9 lc. Untuk dimensi kumparan seperti itu, sinyal output V
dan rasio SNR pada suhu ruang dapat digambarkan sebagai :

Dapat disimpulkan melalui persamaan (15) da (16) bahwa sensor magnetic dengan inti
ferromagnetic dapat diimprovisasi performanya dengan mengatur panjang inti (atau lebih
tepat nya rasio l/Di) sebesar mungkin, karena sensitivitas nya sebanding dengan l3. Gb. 5
menunjukkan hubungan antara resultan permeabilitas inti c terhadap rasio l/D dan
permabilitas material inti r.

Gb. 5 Hubungan resultan permabilitas inti dengan dimensi inti dan permeabilitas material
inti
Penentuan aspek rasio inti sangat penting. Panjangnya harus cukup besar agar mendapat
keuntungan dari permeabilitas material inti. Di sisi lain saat aspek rasio besar, maka resultan
permabilitas juga bergantung pada permeabilitas material inti. Ini mungkin dapat
menyebabkan error yang diakibatkan dari ketidakstabilan permeabilitas karena perubahan
temperature atau frekuensi yang diterapkan. Untuk nilai permeabilitas material yang besar,
resultan permeabilitas c secara praktik tidak berpengaruh pada karakteristik material. Oleh
karena itu persamaan (3) menjadi :

5. Respon Frekuensi Sensor Kumparan Magnetik


Melalui persamaan (1) untuk mendapatkan sinyal output tegangan, amak densitas fluks
harus berubah-ubah terhadap waktu. Oleh karena itu, sensor kumparan hanya dapat mengukur
medan magne dinamis (AC). Dalam kasus medan magnet DC, variasi densitas fluks dapat
dipaksa dengan menggerak-gerakkan kumparan. Namun istilah “medan magnet DC” dapat
dipahami sebagai sesuatu yang relative. Dengan menggunakan amplifier sensitive dan sensor
kumparan yang besar, memungkinkan untuk menentukan medan magnet frekuensi rendah
(mHz). Kemudian, ini juga memungkinkan untuk mengamati medan magnet quasi-statik
dengan sensor kumparan tetap (tidak bergerak).
Medan magnet AC dengan frekuensi mencapai MHz dapat diamati melalui sensor
kumparan. Dalam desain khusus, bandwidth ini dapat diperbesar hingga rentang GHz. Sebagai
contoh karakteristik tipikal frekuensi sensor kumparan ditunjukkan pada Gb. 6.

Gb. 6 Tipikal karakteristik frekuensi sensor induksi kumparan

Berdasarkan persamaan (7) sinyal output berantung dengan linieritas frekuensi, tetapi
karena terdapat resistansi R, induktansi L dan kapasitansi C internal pada sensor, maka output
sinyal V = f(f) menjadi lebih kompleks. Rangkaian listrik yang setara dari sensor induksi
kumparan disajikan pada Gb. 7.
Gb 7. Rangkaian sensor induksi yang disambung dengan kapasitor C0 dan resistor R0

Sinyal output meningkat seiring waktu, yang awal nya hampir linear dengan frekuensi
medan yang diukur, hingga terjadi resonansi frekuansi.

Di atas frekuensi resonansi pegaruh kapasitansi internal mengakibatkab sinyal output


mengalami penurunan. Analisis sensitivitas kesetaraan rangkaian S = V/H dapat diekspresikan
dalam persamaan berikut :

Dimana  = R/R0,  = R. √𝐶/𝐿,  = f/f0 = 2f√𝐿𝐶. Sensitivitas absolut S0 dapat dideskripsikan


sebagai S0 = 2 x 10-7. . n. D2. Grafik persamaan (19) ditunjukkan pada Gb. (8).

Gb. 8 Frekuensi karakteristik kumparan induksi yang disambung dengan resistor R0


(koefisien  = R/R0)
Sensor yang dihubungkan dengan resistansi R0 menunjukkan frekeuensi karakteristik dengan
stabil antara frekuensi sudut rendah.

Dan frekuensi sudut tinggi :

Metode yang sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi karakteristik sensor adalah
dengan mengintegrasikan rangkaian dengan transduser untuk ouput sensor nya. Cara lain
adalah dengan mnghubungkan sensor dengan resistansi yang sangat kecil (converter arus
menjadi tegangan). Untuk sambungan resistansi R0 yang nilainya kecil (nilai tinggi dari
koefisen  - lihat Gb. 8) kita dapat mengoperasikan karakteristik frekuensi datar ( dalam mode
yang disebut integrasi diri).
Induktansi sensor bergantung pada jumlah lilitan, permeabilitas dan dimensi inti, berikut
persamaan empiric nya :

Kapasitansi diri suatu sensor secara kuat bergantungg pada konstruksi kumparan (aplikasi
pelindung antara lapisan kumpaan secara signifikan dapat mengubah kapasitansi).
Karakteristik frekuensi dibawah fi dapat dikembangkan dengan memasukkan rangakain
koreksi PI (lebih detail dibahas pada bagian selanjutnya).
Rangkaian feedback adalah metode lain untuk meningkatkan frekusni karakteristik
sensor, sebagimana ditunjukkan dalam Gb. 9.

Gb. 9 Sensor induksi kumparan yang dihubungkan dengan feedback negative


Sinyal output yang digambarkan pada Gb. 9 dapat dideskripsikan pada persamaan berikut
ini :

Rangkaian yang dideskripsikan oleh persamaan (23) merepresentasikan HPF dibawah ω


« ω0 dan LPF ketika ω » ω0. Untuk frekuensi rendah

Dan untuk frekuensi tinggi

Ketika peningkatan karakteristik frekuensi rendah karena feedback tidak memadai,


tambahan penekanan noise frekuensi rendah memungkinkan dengan menambahkan filter RC.
Sensor inti udara, karena induktivitas yang relative rendah, digunakan sebagai tansduser
arus dengan bandwidth frekuensi yang besar (dalam konfigurasi kumparan Rogowski), secara
tipikal hingga 1 MHz dengan output integrator dan 100 MHz dengan output current-to-voltage.

6. Rangkaian Kelistrikan yang dihubungkan dengan Sensor Kumparan


Karena sinyal output kumparan induksi bergantung pada turunan dari nilai yang diukur
(dB/dt atau dI/dt dalam kasus kumparan Rogowski) salah satu metode untuk memulihkan
sinyal asli adalah dengan menerapkan pengintegrasian transduser.

Gb 10. Tipikal rangkaian integrase sinyal kumparan

Gb. 10 menunjukkan tipikal rangkaian integrase analog. Adanya tegangan offcet dan
masalah terkait drift nol merupakan masalah dalam mendesain transduser yang benar. Untuk
tujuan ini, sebuah tambahan potensiometer terkadang dibutuhkan untuk mengkoreksi offset
serta dibutuhkan pula resistor R’ untuk membatasi bandwidth frekuensi rendah. Sinyal output
dari transduser integrasi adalah

Dimana R = R1 + Rcoil. Resitansi R maupun kapasitansi C harus besar, nilai tipikal nya adalah
R1 = 10 k dan C = 10 F.
Amplifier dapat memberikan beberapa pembatasan pada frekuensi tinggi. Rangkaian
integrase pasif (Gb. 11) menunjukan kinerja yang lebih baik pada frekeuensi tersebut.
Kombinasi dari variasi metode integrase (aktif dan pasif) dapat digunakan untuk bandwidth
yang lebih besar.

Gb 11. Rangkaian integrase pasif

Masalah desain sistem pengukuran yang benar dengan trasnduser terintegrasi sering diatasi
dengan menerapkantambahan resistansi rendah pada kumparan (mode self-integrasi pada Gb
8.). Biasanya converter arus ke tegangan digunakan sebagai output trasnduser, selain itu
didukung oleh rangkaian koreksi frekuensi rendah. Sebagai contoh seperti yang disajikan pada
Gb. 12.

Gb. 12 Transduser arus ke tegangan dengan tambahan rangkaian koreksi frekuensi. Sebagai
contoh dengan elemen R1 = 100 k dan C = 0.22 F, R’ = 47 M

Dalam transduser arus ke tegangan yang disajikan pada Gb. 12 rangkaian koreksi R1C
digunakan untuk mengoreksi karakteristik rangkaian beban reisistansi rendah pada frekuensi
yang lebih rendah. Seperti yang diilustrasikan pada Gb 13.
Gb. 13 Karakteristik frekuensi sensor kumparan dengan transduser arus ke tegangan (a) dan
dengan tambahan rangkaian koreksi (b).

Rangakian yang dijelaskan di atas dilengkapi dengan transduser analog pada output sensor
kumparan. Tetapi juga dimungkinkan untuk mengubah sinyal output dalam bentuk digital.
Integrasi yang akurat dari sinyal sensor kumparan bukan hal yang mudah. Juga, dalam proses
digital ada integrase zero drifts. Metode yang paling sering digunakan untuk menghilangkan
masalah ini adalah pengurangan nilai rata-rata sinyal. Periode integrase, frekuesni sampling
dan waktu trigger harus dipilih secara cermat, terutama saat frekuensi sebenarnya dari sinyal
proses tidak diketahui. Apalagi biaya rangkaian akuisisi data (ADC) yang bagus relative mahal
dan diperlukan PC. Karena itu dlaam beberapa kasus proses prngintegrasian dilakukan dengan
perangkat keras sederhana (tanpa PC), yang terdiri dari rangkaian analog to digital converter
(ADC) dan digital to analog converter (DAC) serta register (AR dan MR) seperti yang
disajikan oleh Gb. 14

Gb. 14 Transduser digital sinyal sensor kumparan

Perlu dicatat bahwa hampir semua perusahaan manufaktur peralatan untuk pengukuran
magnetic (seperti Brockhaus, LakeShore, Magnet Physic, Walker Scientific) menawarkan
instrument integrator digital yang disebut fluxmeter dengan dilengkapi sensor kumparan. Gb.
15 menyediakan sensor kumparan dalam instrument ini.
Gb. 15 Contoh sensor kumparan yang digunakan dalam fluxmeter digital Brockhaus

Penguat yang terhubung ke sensor kumparan memberikan noise tambahan, noise tegangan
dan noise arus, seperti yang diilustrasikan dengan Gb. 16. Setiap komponen noise bergantung
pada frekuensi. Analisis sensor kumparan yang dihubungkan ke amplifier menunjukkan
bahawa untuk frekuensi rendah, noise termal sensor mendominasi. Di atas frekuensi resonansi,
noise amplifier mendominasi.

Gb. 16 Sumber noise pada rangkaian kesetaraan kumparan yang dihubungkan dengan
amplifier

Pengurangan noise amplifier dapat dicapai dengan menerapan picovoltmeter HTS SQUID.
Memang, tingkat noise preamplifier menurun hingga 110 pV Hz-1/2.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Tumanski, Slawomir. “Induction Coil Magnetometer”. Meas. Sci. Technol. 18 (2007)
R31–R46.

Anda mungkin juga menyukai