Anda di halaman 1dari 12

Institute Technology of 10th Nopember, Surabaya

Konsep Lingkungan dalam Perancangan Arsitektur


Dosen : Dr. Ima Deviana, S.T, M.T

Analisa keterkaitan arsitektur biopilic dengan salah satu teori environmental


psychology (Perception)

Ade Fitriyanti Ulul Azmi (08111850070003)


Master Program Departement of Architecture Desain, Institute Technology of 10th Nopember, Surabaya

Dewasa Ini, ilmu terkait dengan Arsitektur banyak mengalami perkembangan dan
mayoritas memiliki konstribusi besar terhadap lingkungan, salah satunya Biophilic Design.
Dalam tugas mata kuliah Konsep Lingkungan dalam Perancangan Arsitektur kali ini, saya
akan menelaah dan mengkaji nilai-nilai Biophilic design pada salah satu studi case yang
dipilih. Case study yang saya pilih memiliki fokus pembahasan pada Sense of Place pada
bangunan Museum yang nanti di analisa keterekaitannya dengan Biophilic Design.

Definisi Biophilic Design

Biophilic Design atau Biophilia merupakan cabang ilmu arsitektur yang berkembang
berdasarkan kritisi dari aslah satu ahli Psikologis, Stepehen Kellert. Biophilic ini mulai
meluas pada tahun 1980, tetapi beberapa ahli menyebutkan dan beberapa saintist telah
melakukan penelitian terkait dengan unsur Biophilic design yang sebenarnya telah ada dari
sebelum Kelljert mencetuskannya dan telah diterpakan pada jaman dahulu. Dalam
bukunya, Kellert seringkali membahas terkait dengan Keseimbangan alam dan
pengaruhnya terhadap psikologis manusia.

Pentingnya keterikatan hubungan antara alam dan manusia dalam bangunan


menjadi fokus utama Kellert dalam mengembangkan ilmu biophilic. Penelitian yang
dilakukan didasari dengan kestabilan kesehatan mental manusia dan menurunnya
ekosistem di lingkungan sekitar manusia dengan adanya desain yang lahir akibat perang
dan revolusi industri. Bangunan yang dirancang demi memenuhi proses pemulihan pasca
Perang dunia ke II, cenderung minimalis dan modern serta meminimalkan ornamentasi
dengan mengedepankan fungsionalism. Pada perancangan dan pembangunannya, dirasakan
manfaatnya yang dinilai cukup buruk terhadap lingkungan dan manusianya, yakni dengan
semakin menipisnya lahan hijau dan ekosistem hijau dilingkungan sekitar, serta
meningkatnya masyarakat dalam mengalami kejenuhan dan stress serta mudah sakit. Dari
hal tersebut, Kellert dan penelitiannya mampu memberikan argumentasi terkait
penerapan biophilic design ini dapat di aplikasi di pada bangunan perkantoran, Rumah
sakit, dan bangunan publik lainnya. Keuntungan dalam penerapan biophilic desain ini
selain memberikan kestabilan kesehatan mental, memberikan stimulus bagi otak agar
lebih kreatif dan produktif, memberikan relaksasi dan mempercepat proses pemulihan
kesembuhan bagi orang yang sakit.

Gambar 01.(a) (b) Penerapan Biophilic Design pada Kantor Genzymne Heartquarter di Cambrigde dan The
Herman Miller Company di Central MIchigan
Sumber: Building for Life : Understanding Human-Nature Relation, 2005

Terdapat beberapa kriteria biophilic yang dapat diterapkan pada desain bangunan
menurut Kellert (2005) dalam bukunya Building for Life : Understanding Human-Nature
Relation, antara lain :

Gambar 02. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design


Sumber: Building for Life : Understanding Human-Nature Relation, 2005
Dari 14 Pattern of Biophilic Design yang dikemukakan oleh Kellert, pattern-pattern
tersebut diklasifikasikan menjadi 3 point yakni Nature in The Space, Nature Analogues dan
Nature of The Space. Perbedaan dari ketiga pengklasifikasian point pattern ini terletak
pada tata caranya dalam menghadirkan unsur alam ke dalam sebuah bangunan. Nature in
The Space, memasukkan unsur alam secara langsung tanpa ada penggubahan. Ligth, Air,
Animals, Weather, Fire, Water, Plants.

Gambar 03. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature in the Space pada point
[P1] Visual Connection with Nature
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural Expression, 2014,
dengan Pengubahan

Nature analaogues merupakan pemberian unsur alam, melalui karakteristik alam


pada bentukan yang ada di bangunan seperti pada bukaan yang biasanya hanya persegi
atau bersudut yang kaku, dibuat berlengkung dan lebih dinamis hasil analogi dari bentukan
mahkota sebuah bunga.

Gambar 04. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature Analogues point [P8]
Biomorphic Form& Pattern
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural Expression, 2014,
dengan Pengubahan
Sedikit berbeda dengan proses penghadiran dari Klasifikasi lainnya, Nature of The
Space adalah dengan menghadirkan elemen alam melalui bentukan imitasinya atau dapat
di katakan Nature of the Space memberikan efek dari Biophilic Design melalui view dan
tidak secara langsung seperti pada Nature in the Space. Pengoptimalan bukaan atau
pemberian space yang mampu mengoptimalkan dayligth, dan penambahan elemen yang
tidak langsung seperti water fountain yang merupakan bentukan buatan dari elemen air
yang nyata seperti Sungai, Danau atau Air Terjun.

Gambar 05. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature of the Space point [P12]
Refuge
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural
Expression, 2014, dengan Pengubahan

Dari ketiga point klasifikasi dalam 14 kriteria atau Pattern Biophilic yang dijabarkan
Kellert, memiliki keluesan bergantung dengan kemampuan yang dimiliki oleh bangunan
atau kondisi user nya. Kemudahan dan keluesan ini seyogyanya dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh perancang selanjutnya agar mencapai kehidupan yang lebi baik lagi dan
mampu mereduksi tingkat stress yang dialami masyarakat modern saat ini.

Penjelasan Biophilic dan Relasinya terhadap Sense of Place, Perception

Sense of Place merupakan cabang ilmu arsitektur Phenomenology yang berfokus


pada persepsi manusia dan lingkungannya. Membahas tentang keterkaitan hubungan
antara manusia dan lingkungannya yang dipengaruhi oleh bentukan fisik bangunan ataupun
efek psikologis yang dapat ditimbulkan dari unsur-unsur yang ada pada elemen desain
bangunan tersebut. Unsur yang memberikan sentuhan sense of place ini dapat dirasakan
melalui kontribusi elemen alam, seperti adanya elemen air, tanah, bau, cahaya, angin,
suara dari alam atau peregerakan angin, adanya perbedaan tekstur dan rasa. Pemberian
dan penciptaan unsur alam yang selaras mampu memberikan kesan attachment yang kuat
bagi user sebagai visitor yang juga mampu menyampaikan makna dari desain yang ingin di
capai oleh designer pada user/ visitor, hal ini yang disebut dengan sense of place. Dari
beberapa studi case yang dianalisa antara keterkaitan Biophilic dan Sense of Place pada
sebuah Design, akan di ambil kesimpulan terkait korelasi antar keduanya.

Studi Case :

Special Case : Sense of Place in Museum

Deskripsi Objek Study :

1. Jewish Museum, Berlin

Journal References :

Costello, Lisa. The Performative memory : Form and Content in the Jewish Museum.
Liminalitive : A Performance Journal Studies. 2013
Fangqing, Lu. Museum Architecture as Spatial Storytelling of Historical Time : Manifesting
a Primary Example of Jewish Space in Yad Vashem Holocaust History Museum.
Frontiers of Architectural Research :Beijing. 2017

Deskripsi Jewish Museum :

Merupakan sebuah Museum yang dirancang oleh Daniel Libeskind di Berlin,


yang bersebelahan bangunan Museum Jewish/ Yahudi lama. Museum yang
didedikasikan untuk mengenang budaya Yahudi (dengan Holocaust sebagai subteks
pusat) yang terletak di pusat Berlin dimana kota ini pernah menjadi ibukota Nazi
Jerman.

Gambar 06.Museum Jewish, Berlin


Sumber: Google.com, diakses pada tanggal 09 Mei 2019, dengan Pengubahan
Museum Yahudi Berlin sangat berfokus pada fungsi sosial untuk melayani
publik, dan misinya untuk "menarik perhatian pada tingginya sifat intoleransi,"
mengungkapkan pelajaran moral dengan makna universal yang mana memberikan
pengetahuan terkait dengan penderitaan kaum yahudi kala itu. Kaum yahudi yang
di buru secara besar-besaran dan Nazi sebagai penyerangya, ditampung dalam
kacamata sebuah sejarah dalam bangunan Museum yang mewadahi kenangan-
kenangan tersebut. Memberikan edukasi pada publik terkait sifat intoleransi akan
mampu mendatangkan mala petaka dan jatuhnya para korban tidak bersalah.

Museum ini mencoba menghadirkan beberapa perspektif dari peristiwa


pemburuan kaum Jewish/ Yahudi pada saat tentara Nazi menguasai Jerman. Publik
sebagai penikmat sejarah, diberikan suguhan beberapa perspektif terkait dengan
kejadian lampau tersebut. Dalam beberapa sudut ruangan, terdapat eksplorasi
yang menyuguhkan keberanian tentara Nazi dalam berperang dan melawan
penjajah dan menjaga Jerman tetap aman, bagian ini dominan berada Bangunan
Museum Jewish yang lama. Sedangkan bangunan Jewish Museum yang baru,
diberikan perspektif baru dari sudut kaum Jewish yang diburu dan dimusnahkan
dengan alasan yang kurang adil.
Dalam sebuah artikel Direktur dari Museum ini, Michael Blumenthal juga
telah menyatakan bahwa dia tidak ingin pemuda Jerman melihat Yahudi semata-
mata sebagai korban semata, kemudian dihadirkan perspektif yang berbeda-beda
dalam museum ini, guna menyadarkan publik terkait makna universal yang dapat di
ambil dari adanya peristiwa kelam dimasa lampau.

Analisa Keterkaitan Biophilic dengan Studi Case :

Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Jewish Museum Berlin oleh Daniel Libeskind, dan keterkaitannya dengan Sense of Place
dari penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 07.Museum Jewish, Berlin dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019

2. Museum Tsunami Aceh

Journal References :

Jarie, Maggie. Posttraumatic Growth and Memorial Spaces : Exploring Potential in


The Aceh Tsunami Museum , Banda Aceh – Indonesia. Union Technological
Seminary. 2015

Deskripsi Museum Tsunami Aceh:

Museum yang berada di Aceh dan baru diresmikan pada tahun 2009 yang
dirancang oleh Ridwan Kamil. Museum ini didirikan untuk mengenang musibah
tsunami yang menimpa Indonesia, khususnya daerah Nangroeh Aceh Darussalam
pada Desember tahun 2004. Musibah tsunami yang cukup dahsyat dan memberikan
efek psikis dan psikologis yang yang menelan korban lebih kurang 240,000 jiwa.

Desain dan pembangunan Museum Aceh dengan konsep “Rumoh Aceh as


Escape Building” mempunyai beragam filosofi. Pada lantai dasar museum ini
menceritakan bagaimana tsunami terjadi melalui arsitektur yang didesain secara
unik. Pada masing-masing ruangan memiliki filosofi tersendiri yang mendeskripsikan
gambaran tentang tsunami sebagai memorial dari musibah tsunami Aceh.

Gambar 08.MuseumTsunami Aceh, Aceh


Sumber: Google.com, diakses pada tanggal 09 Mei 2019, dengan Pengubahan

Memiliki konsep desain yang beradaptasi dengan lingkungan yang tropis


dengan mengkombinasikan sisi estetika. Fokus pada respon desain positif pada
iklim tropis, hal ini menjadi tantangan pada beberapa hal seperti segi material,
sirkulasi udara, dan penchayaan alami. Iklim tropis yang cenderung memiliki panas
yang menyengat, pergerakan udara, dan curah hujan yang cukup tinggi dan hal-hal
yang harus diperhatikan seperti faktor kelembaban, perubahan suhu, kesehatan
udara.

Analisa Keterkaitan Biophilic dengan Studi Case :

Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Museum Tsunami Aceh oleh Ridwan Kamil, dan keterkaitannya dengan Sense of Place dari
penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 09.Museum Tsunami Aceh dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019

3. Chichu Art Museum, Japan

Journal References :

Hsu, Hao- Long. Emotional Architecture: A study of Tadao Ando’s Genius Loci Design Time
Philoshopy and Design Syntax. International Journal of Chemical, Environmental &
Biological Sciences. 2015

Puritat, Aroon. Multiple Identities Via Spirituality, Histories and Cultural Re-
presentations. The “Contemporary Art Museum” in Japan: A Study on the Role and
Function of this Cultural Institution in Today’s Urban Society. The Work of the API
Fellows. 2010/2011.

Deskripsi Chichu Art Museum :

Pada tahun 2004, Tadao Ando merancang Museum Seni Chichu yang
digunakan menampung karya-karya tiga seniman legendaris: Claude Monet, James
Turrell, dan Walter De Maria. Mayoritas bangunan terletak di bawah tanah, di
bawah bukit rumput. Arsitekturnya dirancang untuk menekankan setiap ruang
tempat setiap karya seni dipasang. Sebagai contoh, ruangan tempat Water Lilies
milik Claude Monet dipajang diletakkan dengan potongan-potongan kecil mosaik
putih yang menonjolkan lukisan itu, untuk menjadikannya lebih unik dan lebih
lincah.
Meskipun beton adalah bahan umum yang digunakan dalam sebagian besar
desain Ando, arsitek menyesuaikan bahasa arsitekturnya sendiri agar sesuai dengan
kehadiran karya seni ke Museum Seni Chichu. Sirkulasi dikendalikan dengan
membatasi jumlah pemirsa untuk setiap ronde kunjungan, sementara pembuatan
kebisingan dilarang ketika memasuki ruang pameran. Langkah-langkah ini
melindungi atmosfer penglihatan seni dari gangguan apa pun. Sebagai ilustrasi,
museum ini hanya memungkinkan satu pengunjung untuk melihat karya James
Turrell.

Gambar 10.Museum Tsunami Aceh dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019

Visitor yang berjalan ke museum melewati serangkaian ruang kosong di


berbagai area museum sebelum mencapai karya seni. Bentrokan antara karya seni
dan arsitektur yang terjadi di dalam Museum Seni Chichu dengan teliti menarik
kontemporaritas lukisan-lukisan Impresionis Claude Monet.

Analisa Keterkaitan Biophilic dengan Studi Case :

Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Chichu Art Museum oleh Ridwan Kamil, dan keterkaitannya dengan Sense of Place dari
penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 11.Chichu Art Museum dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019

Conclusion :

Dari ketiga studi case ini, setiap elemen biophilic designya mampu menciptakan
nuansa ruang yang berbeda dari sisi psikis dan psikologisnya. Capaian meaning yang ingin
ditularkan arsitek sebagai desaianer mampu tersampaikan dengan jelas dengan bantuan
pemberian unsur elemen alam. Permnainan cahaya, pemberian air dan suara air mengalir
juga mampu memanipulasi nuansa ruang yang menciptakan efek sense of place dari
meaning sebuah ruang tersebut. Persepsi yang dihadirkan arsitek dalam meaning sebuh
ruang diterima dengan jelas kepada para visitor sesuai dengan konteks ruang yang
ditampilkan dan dirasakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penerapan biophilic
design, tidak hanya mampu memberikan dampak positif terhadap kesehatan yang dapat
mereduksi stress yang dapat diterapkan diruang kantor dan rumah sakit.

Dalam special case design seperti museum, penerapan biophilic design mampu
memberikan persepsi melalui perantara sense of place dalam setiap ruang sesuai dengan
fungsinya. Sehingga dapat di ilustrasikan keterkaitan antara Biophilic Design dan Percepsi
Sense of Placenya, seperti berikut :
Gambar 12.Keterkaitannya dengan Biophilic design dan Percepsi Sense of Place
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019

Unsur alam yang dihadirkan, dan kriteia biophilic lainnya dapat mengdukung
suksesnya sense of place yang ingin dibentuk dalam space yang di desain sang arsitek
dengan meaning yang coba di tularkan melalui suasana ruang yang dihasilkannya.

Anda mungkin juga menyukai