Dewasa Ini, ilmu terkait dengan Arsitektur banyak mengalami perkembangan dan
mayoritas memiliki konstribusi besar terhadap lingkungan, salah satunya Biophilic Design.
Dalam tugas mata kuliah Konsep Lingkungan dalam Perancangan Arsitektur kali ini, saya
akan menelaah dan mengkaji nilai-nilai Biophilic design pada salah satu studi case yang
dipilih. Case study yang saya pilih memiliki fokus pembahasan pada Sense of Place pada
bangunan Museum yang nanti di analisa keterekaitannya dengan Biophilic Design.
Biophilic Design atau Biophilia merupakan cabang ilmu arsitektur yang berkembang
berdasarkan kritisi dari aslah satu ahli Psikologis, Stepehen Kellert. Biophilic ini mulai
meluas pada tahun 1980, tetapi beberapa ahli menyebutkan dan beberapa saintist telah
melakukan penelitian terkait dengan unsur Biophilic design yang sebenarnya telah ada dari
sebelum Kelljert mencetuskannya dan telah diterpakan pada jaman dahulu. Dalam
bukunya, Kellert seringkali membahas terkait dengan Keseimbangan alam dan
pengaruhnya terhadap psikologis manusia.
Gambar 01.(a) (b) Penerapan Biophilic Design pada Kantor Genzymne Heartquarter di Cambrigde dan The
Herman Miller Company di Central MIchigan
Sumber: Building for Life : Understanding Human-Nature Relation, 2005
Terdapat beberapa kriteria biophilic yang dapat diterapkan pada desain bangunan
menurut Kellert (2005) dalam bukunya Building for Life : Understanding Human-Nature
Relation, antara lain :
Gambar 03. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature in the Space pada point
[P1] Visual Connection with Nature
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural Expression, 2014,
dengan Pengubahan
Gambar 04. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature Analogues point [P8]
Biomorphic Form& Pattern
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural Expression, 2014,
dengan Pengubahan
Sedikit berbeda dengan proses penghadiran dari Klasifikasi lainnya, Nature of The
Space adalah dengan menghadirkan elemen alam melalui bentukan imitasinya atau dapat
di katakan Nature of the Space memberikan efek dari Biophilic Design melalui view dan
tidak secara langsung seperti pada Nature in the Space. Pengoptimalan bukaan atau
pemberian space yang mampu mengoptimalkan dayligth, dan penambahan elemen yang
tidak langsung seperti water fountain yang merupakan bentukan buatan dari elemen air
yang nyata seperti Sungai, Danau atau Air Terjun.
Gambar 05. Kriteria Biopilhic atau 14 Pattern of Biophilic Design, Klasifikasi Nature of the Space point [P12]
Refuge
Sumber: Biophilic Qualities of Historical Architecture Terinlogies of Life in Architectural
Expression, 2014, dengan Pengubahan
Dari ketiga point klasifikasi dalam 14 kriteria atau Pattern Biophilic yang dijabarkan
Kellert, memiliki keluesan bergantung dengan kemampuan yang dimiliki oleh bangunan
atau kondisi user nya. Kemudahan dan keluesan ini seyogyanya dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh perancang selanjutnya agar mencapai kehidupan yang lebi baik lagi dan
mampu mereduksi tingkat stress yang dialami masyarakat modern saat ini.
Studi Case :
Journal References :
Costello, Lisa. The Performative memory : Form and Content in the Jewish Museum.
Liminalitive : A Performance Journal Studies. 2013
Fangqing, Lu. Museum Architecture as Spatial Storytelling of Historical Time : Manifesting
a Primary Example of Jewish Space in Yad Vashem Holocaust History Museum.
Frontiers of Architectural Research :Beijing. 2017
Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Jewish Museum Berlin oleh Daniel Libeskind, dan keterkaitannya dengan Sense of Place
dari penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 07.Museum Jewish, Berlin dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019
Journal References :
Museum yang berada di Aceh dan baru diresmikan pada tahun 2009 yang
dirancang oleh Ridwan Kamil. Museum ini didirikan untuk mengenang musibah
tsunami yang menimpa Indonesia, khususnya daerah Nangroeh Aceh Darussalam
pada Desember tahun 2004. Musibah tsunami yang cukup dahsyat dan memberikan
efek psikis dan psikologis yang yang menelan korban lebih kurang 240,000 jiwa.
Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Museum Tsunami Aceh oleh Ridwan Kamil, dan keterkaitannya dengan Sense of Place dari
penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 09.Museum Tsunami Aceh dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019
Journal References :
Hsu, Hao- Long. Emotional Architecture: A study of Tadao Ando’s Genius Loci Design Time
Philoshopy and Design Syntax. International Journal of Chemical, Environmental &
Biological Sciences. 2015
Puritat, Aroon. Multiple Identities Via Spirituality, Histories and Cultural Re-
presentations. The “Contemporary Art Museum” in Japan: A Study on the Role and
Function of this Cultural Institution in Today’s Urban Society. The Work of the API
Fellows. 2010/2011.
Pada tahun 2004, Tadao Ando merancang Museum Seni Chichu yang
digunakan menampung karya-karya tiga seniman legendaris: Claude Monet, James
Turrell, dan Walter De Maria. Mayoritas bangunan terletak di bawah tanah, di
bawah bukit rumput. Arsitekturnya dirancang untuk menekankan setiap ruang
tempat setiap karya seni dipasang. Sebagai contoh, ruangan tempat Water Lilies
milik Claude Monet dipajang diletakkan dengan potongan-potongan kecil mosaik
putih yang menonjolkan lukisan itu, untuk menjadikannya lebih unik dan lebih
lincah.
Meskipun beton adalah bahan umum yang digunakan dalam sebagian besar
desain Ando, arsitek menyesuaikan bahasa arsitekturnya sendiri agar sesuai dengan
kehadiran karya seni ke Museum Seni Chichu. Sirkulasi dikendalikan dengan
membatasi jumlah pemirsa untuk setiap ronde kunjungan, sementara pembuatan
kebisingan dilarang ketika memasuki ruang pameran. Langkah-langkah ini
melindungi atmosfer penglihatan seni dari gangguan apa pun. Sebagai ilustrasi,
museum ini hanya memungkinkan satu pengunjung untuk melihat karya James
Turrell.
Gambar 10.Museum Tsunami Aceh dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019
Berikut poin-poin kriteria biophilic design yang telah di aplikasikan pada design
Chichu Art Museum oleh Ridwan Kamil, dan keterkaitannya dengan Sense of Place dari
penerapan Biophilic antara lain :
Gambar 11.Chichu Art Museum dan Analisa Keterkaitannya dengan Biophilic design
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019
Conclusion :
Dari ketiga studi case ini, setiap elemen biophilic designya mampu menciptakan
nuansa ruang yang berbeda dari sisi psikis dan psikologisnya. Capaian meaning yang ingin
ditularkan arsitek sebagai desaianer mampu tersampaikan dengan jelas dengan bantuan
pemberian unsur elemen alam. Permnainan cahaya, pemberian air dan suara air mengalir
juga mampu memanipulasi nuansa ruang yang menciptakan efek sense of place dari
meaning sebuah ruang tersebut. Persepsi yang dihadirkan arsitek dalam meaning sebuh
ruang diterima dengan jelas kepada para visitor sesuai dengan konteks ruang yang
ditampilkan dan dirasakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penerapan biophilic
design, tidak hanya mampu memberikan dampak positif terhadap kesehatan yang dapat
mereduksi stress yang dapat diterapkan diruang kantor dan rumah sakit.
Dalam special case design seperti museum, penerapan biophilic design mampu
memberikan persepsi melalui perantara sense of place dalam setiap ruang sesuai dengan
fungsinya. Sehingga dapat di ilustrasikan keterkaitan antara Biophilic Design dan Percepsi
Sense of Placenya, seperti berikut :
Gambar 12.Keterkaitannya dengan Biophilic design dan Percepsi Sense of Place
Sumber:Analisa Pribadi, Mei 2019
Unsur alam yang dihadirkan, dan kriteia biophilic lainnya dapat mengdukung
suksesnya sense of place yang ingin dibentuk dalam space yang di desain sang arsitek
dengan meaning yang coba di tularkan melalui suasana ruang yang dihasilkannya.