Anda di halaman 1dari 2

Skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan)

contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam
menanggapi gejolak hubungan internasional. Menurut kamus besar bahasa indonesia skeptis yaitu
kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb) contohnya; penderitaan dan
pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Jadi secara umum skeptisisme adalah
ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Dalam penggunaan sehari-hari skeptis-isme bisa berarti:

1. suatu sikap keraguan atau disposisi untuk keraguan baik secara umum atau menuju objek
tertentu;
2. doktrin yang benar ilmu pengetahuan atau terdapat di wilayah tertentu belum pasti; atau
3. metode ditangguhkan pertimbangan, keraguan sistematis, atau kritik yang karakteristik
skeptis (Merriam-Webster).

Dalam filsafat, skeptis-isme adalah merujuk lebih bermakna khusus untuk suatu atau dari beberapa
sudut pandang. Termasuk sudut pandang tentang:

1. sebuah pertanyaan,
2. metode mendapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus
pengujian,
3. kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai-nilai moral,
4. keterbatasan pengetahuan,
5. metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang ditangguhkan.

Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar
mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap
skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisme
profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001, SA seksi 230.06)

Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima bagitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti konfirmasi mengenal obyek yang
dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah
saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji atas kecurangan,
karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.

Unsur-unsur dalam spektisme profesional menurut IFAC ada 6 macam (Tuanakotta, 2011:78)
yaitu:

1.A critical assessment

2.With a questioning mind

3.Of the validity of audit evidence obtained


4.Alert to audit evidence that contradicts

5.Bring into question the reliability of document and responses to inquiries and other
information

6.Obtained from management and those charge with governance

Menurut Hurt el al, 2010 dalam Alwee (2010) Karakteristik skeptisme profesional dibentuk oleh
beberapa faktor, seperti:

1.Memeriksa dan menguji bukti

2.Memahami penyedia informasi

3.Mengambil tindakan atas bukti

Tanggung jawab seorang auditor adalah memverifikasi laporan keuangan perusahaan dengan
mengekspresikan pendapat apakah laporan keuangan telah memberikan pandangan yang wajar
atas kinerja perusahaan dan posisi keuangan untuk tahun yang diaudit. Kebutuhan memberikan
keyakinan yang memadai atas laporan keuangan membutuhkan auditor untuk skeptis ketika
merencanakan dan melaksanakan pekerjaan auditor. Auditor perlu mengadopsi sikap skeptisme
professional terutama dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan yang dapat dilihat pada
ISA 240 dalam paragraph ini menjelaskan bahwa prosedur audit yang harus diimplementasikan
dalam melaksanakan skeptisme. Prosedur audit menunjukkan bahwa skeptisme harus dilakukan
tanpa pengalaman auditor sebelumnya dengan praktik tata kelola. Dokumen atau catatan yang
berhubungan dengan intregitas, tata kelola dan kesalahan sebelumnya tidak boleh mempengaruhi
sikap skeptis. Auditor harus menjaga sikap skeptisme seluruh pekerjaan audit.

Penelitian yang dilakukan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) menemukan bahwa
urutan ketiga dan penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisme profesional yang kurang
memadai. Dan 40 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor
tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai (Beasley, Cacello & Hermanson,
2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat menyebabkan kegagalan dalam
mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis,
juga menyebabkan hilangnya repotasi akuntan public di mata masyarakat dan hilangnya
kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal.

Anda mungkin juga menyukai