Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Tujuan percoabaan ini adalah untuk mencegah interferensi Fe(III) pada


penetuan tembaga(II) pada titrasi iodometri. Pada percobaan ini dilakukan dua hal
yaitu, standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dan penetuan kadar Cu dalam sampel.
a. Standarisai larutan Na2S2O3 0,1 N
Standarisasi adalah proses penentuan konsentrasi suatu larutandengan
akurat. Stanfdarisasi dilakukan untuk menetapkan konsentrasi larutan standar
sekunder denbgan menitreasinya dengan larutan standar primer yang memiliki
konsentrasi stabil dan kemurniuan tinggi. Percobaan ini bertujuan untuk menetukan
konsentrasi Na2S2O3 yang sebenarnya dengan cara standarisasi. Larutan natrium
tiosulfat yangt akan digunakan merupakan larutan standar sekunder sehungga perlu
dilakukan standarisasi dengan larutan standar primer yang memiliki konsentarsi
stabil dan kemurnian tinggi. Hal ini dilakukan karena larutan satndar mudah
mengalami perubahan akibat penyimpanan yang terjadi karena larutan standar ini
memiliki sifat higroskopis yang mufah menyerap air di udara.
Pada pecobaan ini digunakan KIO3 yang ditambahkan dengan KI 1
Ndengan metode titrasi iodometri dan juga ditambahkan larutan HCl 2 N. Titrasi
iodometri adalah analisis titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat sebagai oksidator. Fungsi penambahan KI adalah untuk membebaskan I2
dalam hal ini mengalami oksidasi dari I- menjadi I2. Sedangkan fungsi KIO3 yaitu
sebagai oksidator dan mengalami reduksi dan penambahan HCl berfunsi agar reaksi
berjalan pada suasana netral karena Ki merupakan larutan yang bersifat basa
sehingga diperlukan HCl untuk menetralakn larutan sehingga reaksi dapat
berlangsung dengan cepat. Adapun reaksinya:
KI  K+ + I-
2I-  I2 + 2e- (reduktor)
KIO3  K+ + IO3- (oksidator)
IO3- + 6H+ + 6e-  I- + 3H2O
2I-  I2 + 2e- x3
IO3- + 6H+ + 6e-  I- + 3H2O x1
6I-  3I2 + 6e-
IO3- + 6H+ + 6e-  I- + 3H2O
6I- + IO3- + 6H+  I- + 3I2 + 3H2O
Reaksi lengkapnya:
KIO3 + 5KI + 6HCl  6KCl + 3I2 + 3H2O
Iodium merupakan oksidator lemah, karena iodiumn adalah larutan yang
mudah menguap pada saat direaksikan dengan KIO3 dan asam, maka titrasi harus
dilakuakan secepat mungkin setelah penambahan HCl. Hal ini dilakukan untuk
mencegah menurunnya sifat kepekaan larutan. Iod yang dibebaskan dititrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat. Adapun reaksi yang terjadi:
Na2S2O3  2Na+ + S2O32-
b. Penentuan kadar Cu
Percobaan ini bertujuan untuk menentukankadar Cu pada sampel A dan B.
Dalam percobaan digunakan dua sampel, yaitu sampel A dan B. Dimana dalam
sampel ini tidak terdapat ion besi dalam larutan sedangkan dalam sampel B terdapat
ion Fe sebagai pengganggu. Tembaga (II) dapat ditentukan dengan mereaksikan
dengan KI, iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar tiosulfat
dengan menambahkan indikator amilum pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal
ini disebabkan karena adanya interferensi Fe3+ yang terdapat dalam sampel B
sehingga mempengaruhi kadar dan jumlah atau volume tiosulfat yang digunakan.
KI  K+ + I-
2I-  I2 + 2e-
Fe3+ +e  Fe2+
2I-  I2 + 2e-
2Fe3+ + 2e  2Fe2+
2I- + 2Fe3+  I2 + 2Fe2+
Reaksi lengkapnya:
2Fe3+ + 2KI  2Fe2+ + 2K+ + I2
Pada sampel B terdapat ion Fe (III) yang dapat mengganggu karena dapat
mengoksidasi iodide menjadi iodium, sehingga kadar yang dihasilkan bukan kadar
Cu murni, melainkan kadar Cu2+ dan Fe3+ dalam sampel. Oleh karena itu
ditambahkan NaF. NaF berfungsi mencegah interferensi Fe3+ karena terbentuknya
ion kompleks antara NaF dan Fe3+ sehingga Fe3+ tidak lagi bisa mengoksidasi
iodide menjadi iodium. NaF bereaksi dengan Fe3+ membentuk kompleks stabil
Na3(FeF6). Hal ini disebabkan karena (FeF6)3- lebih stabil dibandingkan dengan
Cu2+, sehingga NaF bereaksi dengan Fe3+. Reaksinya yaitu:
Fe3+ + 6 NaF  Na3(FeF6) + 3 Na+
Proses titrasi dilakukan sama dengan titrasi sebelumnya dan diperoleh volume titran
rata-rata yaitu 6,1 mL dan diperoleh kadar Cu sebesar 1,563 g/mL artinya dalam
setiap 1 mL sampel B terdapat 1,563 g/mL gram Cu. Kadar dan Vtio yang digunakan
untuk sampel B tanpa NaF dan yang menggunakan NaF berbeda. Sampel B tanpa
NaF memiliki kadar dan Vtio yang lebih banyak daripada sampel B yang
ditambahkan dengan NaF. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Cu 2+ + e-  Cu2+
2I-  I2 + 2e-
2Cu 2+ + 2e-  2Cu2+
2I-  I2 + 2e-
2Cu 2+ + 2I-  2Cu2+ + I2
Reaksi lengkap:
2Cu 2+ + 2KI  Cu2I2 + 4K+
@melepaskan iodium yang berwarna coklat tua. Iodide berperan sebagai reduktor,
larutan tiosulfat digunakan untuk menitrasi larutan iodium dengan indicator
amilum. Reaksi yang terjadi:
Na2S2O3  2Na+ + S2O32-
2S2O32-  S4O62-
2I-  I2 + 2e-
2I- + 4S2O32-  I2 + 2S4O62-
Setelah mencapai titik akhir titrasi, terbentuk larutan putih susu dan beberapa saat
didiamkan terbentuk endapan CuI. Ini adalah sisa Cu yang tidak habis bereaksi.
2Na2S2O3 + I2  2NaI + Na2S4O62-
2Cu2+ + 2I-  2CuI
Titrasi dilakukan 3 kali dan diperoleh volume titran rata rata untuk sampel
A yaitu 8,5 mL dan volume rata rata untuk sampel B yaitu 29,6 mL, dan dari hasil
analisis data diperoleh kadar Cu pada sampel A adalah 2,178 g/mL artinya dalam 1
mL sampel A terdapat 2,178 gram Cu. Sedangkan kadar Cu pada sampel B adalah
7,583 g/mL artinya dalam 1 mL larutan sampel B terdapat 7,583 gram Cu. Dilihat
dari data yang diperoleh kadar dan volume tiosulfat yang digunakan pada sampel B
lebih besar dari pada sampel A, gangguan interferensi ion Fe (III) pada sampel B,
sehingga akan menyebabkan kadar (jumlah) yang lebih banyak karena adanya ion
Fe (III) pengganggu tersebut. Berbeda dengan sampel B yang ditambahkan NaF.
Ion Fe (III) akan bereaksi dengan NaF membentuk kompleks yang stabil (Na3(FeF6)
sehingga menyebabkan hilangnya interferensi dari ion Fe3+ tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil prcobaan maka dapat disimpulkan:
1. Normalitas dari larutan Na2S2O3 yang diperoleh 0,1008 N
2. Kadar Cu dalam sampel A sebesar 2,178 g/mL sedangkan kadar Cu dalam
sampel B sebesar 7,583 g/mL.
3. Kadar Cu setelah pencegahan interferensi Fe pada sampel B sebesar 1,563
g/mL.
4. Interferensi Fe dapat dicegah dengan cara menambahkan NaF untuk
membentuk kompleks stabil.
b. Saran
Diharapkan untuk praktikan agar berhati-hati dalam nelakukan titrasi, agar
titik akhir titrasi tidak terlewat, atau bisa dikatakan penambahan titran
terlalu berlebih.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, P; Upe, A dan Maswati. 2003. Analisis Pengaruh Kandungan Zat Pengotor
dan Zat Pereduksi Terhadap Kestabilan KIO3 pada Garam Konsumsi.
Marina Kimika Acta. Vol. 4 (2).

Day, R.A dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.

Ibnu, M.S; Budiasih, E.MS, Widiarti, H.R dan Munzil. 2002. Kimia Analitik I.
Malang: JICA.

Soebagio; Budiasih, E; Ibnu, M.S; Widiarti H.R dan Munzil. 2002. Kimia Analitik
II. Malang: JICA.

Sugiarto, R.D dan Pritasari, A.A. 2010. Studi Gangguan Mn pada Analisis Besi
Menggunakan Pengompleks 1,10 Fenantrolin pada pH 4,5 dan pH 8,0
secara Spektrofotometri UV-Vis. Prosiding Tugas Akhir Semester
Ganjil 2009/2010. Vol.1 (1).

Tim Dosen Kimia Analitik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar:
FMIPA UNM.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Reaksi yang terjadi:


Pada standarisasi tiosulfat
KIO3 + 5KI + 6HCl  6KCl + 3I2 + 3H2O
2Na2S2O3 + I2  2NaI + Na2S4O6
Penentuan kadar Cu
2Cu 2+ + 4KI  Cu2I2 + I2 + 4K+
2Na2S2O3 + I2  2NaI + Na2S4O6
Fe3+ + 6 NaF  Na3(FeF6) + 3 Na+

2. Fungsi penambahan NaF adalah untuk mengubah Fe(III) menjadi kompleks


stabil.
3. Penambahan kalor tembaga dalam suatu sampel dengan menambahkan KI dan
menitrasi iodium yang bebas dengan Na2S2O3. Jika larutan mengandung Be
(III) maka ion ini akan mengganggu karena dapat juga mengoksidasi ion iodin
menjadi iodium. Interferensi dapat dicegah dengan menambahkan NaF untuk
mengubah Fe menjadi kompleks stabil.

Anda mungkin juga menyukai