Anda di halaman 1dari 10

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kimia Analitik II dengan judul “Pemisahan


Metodik Interferensi Fe(III) pada Penentuan Temabaga(Cu)” disusun oleh :

Kelas : Pendidikan Kimia

Kelompok : V (Lima)

Anggota Kelompok : 1. Alfi Syahar Arrozani

2. Syahrul

3. Ulben Syarifuddin

4. Damayanti

5. Dwi Reski Putri

6. Iin Indriani

7. Nurfiani Irmalia

8. Reskianti

telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator asisten dan dinyatakan
diterima.

Makassar, Juni 2015

Koordinator Asisten Asisten

I Wayan Putra A A. Nurul Ana Husain

Mengetahui
Dosen PenanggungJawab

Maryono, S.Si,Apt,MM,M.Si
NIP.19760317 2005 01 2002
I. JUDUL PERCOBAAN
Pemisahan metodik interferensi Fe(III) pada penentuan tembaga(Cu)

II. TUJUAN PERCOBAAN


Mencegah interferensi Fe(III) pada penentuan tembaga(II) pada titrasi
iodometri

III. LANDASAN TEORI


Kimia analitik merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari dasar-
dasar analisis kimia. Secara garis besar pekerjaan analisis kimia dapat
digolongkan dalam dua kategori besar yaitu analisis kuantitatif dan analisis
kualitatif. Tujuan utama analsis kualitatif adalah mengidentifikasi komponen
dalam zat kimia, analisis kualitatif menghasilkan data kualitatif. Sedangkan tujuan
utama analisis kuantitatif adala untuk mengetahui kuantitas dari setiap komponen
yang menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data numerik yang
memiliki satuan tertentu (Ibnu, dkk.2004:1).
Data hasil analisis kuantitatif umumnya dinyatakan dalam satuan volume,
satuan berat maupun satuan konsentrasi dengan menggunakan prinsip interaksi
materi dengan energy pada proses pengukurannya menggunakan proses kimia.
Analisis kuantitatif yang melibatkan proses fisika umumnya menggunakan prinsip
interaksi materi dengan energy pada proses pengukurannya (Ibnu,dkk.2004:1-2).
Adakalanya di dalam suatu analisis, tahap pengukuran baik untuk tujuan
kualitatif maupun tujuan kuantitatif dapat dilakukan langsung tanpa sampel.
Namun, lebih sering terjadi adalah perlunya tahap pemisahan analit dari zat-zat
pengganggu agar proses pengukuran itu terjadi dalam medium bebas dari
gangguan. Untuk mengetahui kedudukan pemisahan dalam rangkaian proses
analit, berikut diberikan secara garis besar tahap-tahap urutan dalam analisis
kuantitatif. Tahap-tahap tersebut adalah : (a) seleksi dan penyiapan sampel ; (b)
pengukuran sampel; (c) pemisahan komponen yang diinginkan; (d) pengukuran
komponen yang digunakan; (e) penganalisasian data dan pelaporan. Bila
komponen yang digunakan berada bersama-sama dangan komponen lain (sebagai
penggaggu), maka hasil pengukuran akan menjaadi bias, dan akan mempengaruhi
hasil analisis data guna penariakan kesimpulan (Soebagio,dkk.2002:1).
Dalam identifikasi dan penentuan kuantitatif suatu senyawa diperlukan
persyaratan keselektifan, kepekaan, dan kespesifikan terhadap suatu pereaksi atau
alat ukur yang digunakan. Komponen komponen lain yang berada bersama-sama
dengan komponen yang dicari dapat mengganggu identifikasi dan penentuan
kuantitatif karena ketiga syarat tersebu tidak atau kurang dapat terpenuhi. Jadi,
tujuan pemisahan dalam analisis kimia adalah memisahkan komponen yang dicari
dari komponen-komponen lain yang dapat mengganggu identifikasi dan
penentuan kuantitatif (Soebagio,dkk.2002:1).
Pemisahan secara fisis dapat dilakukan sejak pengambilan sampel sampai
dengan memisahkan hasil (misalnya penyaringan endapan). Pemisahan secara
kimia misalnya menentukan karbonat dan bikarbonat yang bersal dari suatu
campuran melalui titrasi. Kedua senyawa tidak perlu dipisahkan secara fisis, tetapi
dengan menggunakan indikator yang berbeda. Kedua senyawa tetap berada dalam
sampel bersama-sama dapat ditentukan secara terpisah
(Tim dosen kimia analitik, 2015: 1).
Titrasi merupakan cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode titrasi selalu terjadi reaksi kimia
antara komponen analit dangan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah
komponen dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kosentasinya. Titran
adalah larutan standar yang telah diketaui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu,dkk,
2004: 93)
Istilah titrasi untuk penanmbahan titran ke dalam analit didasarkan pada
proses pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekuivalen. Pencapaian titik
ekuivalen umumnya ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja
ditambahkan ke dalam larutan analit yang dikenal sebagai indikator. Perubahan
indikator terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran. Kelebihan sedikit
titran bereaksi dengan indikator, yang biasanya ditunjukkan oleh perubahan
warna. Kelebihan titran harus diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan
titran setetes demi setetes agar tercapai kesalahan sekecil mungkin. Jenis titrasi
didasarkan pada reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis
reaksinya maka titrasi dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu:adisi
alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri dan titrasi pengendapan (Ibnu, dkk,
2004: 93).
Dalam banyak prosedur analitis analitnya lebih dari satu kondisi oksidasi
sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi.
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar mprimer untuk natrium tiosulfat
dan disrankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk
menentukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu (II) – Cu (I):
Cu2+ + e- Cu2+
adalah +0,15 V, sehingga iodi Eº = +0,53 V, adalah agar pengoksidasi yang lebih
bak dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion iodide ditambahkan ke
dalam larutan Cu(II), endapan CuI terbentuk.
2Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2
Reaksi dikpaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan juga oleh
penambahan ion iodide berlebih (Day dan Underwood,2002:299).
Pada umumnya besi cenderung membentuk senyawa dalam bentuk ferri
dari pada dalam bentuk ferro dari masing-masing dapat membentuk kompleks
yang stabil dengan menggunakan bebarapa senyawa-senyawa tertentu. Besi ferri
dapat direduksi menjadi ferro dengan menggunakan beberapa reduktor, salah
satunya natrium tiosulfat (Na2S2O3) karena natrium tiosulfat merupakan pereduksi
yang cukup kuat, sehingga dengan konsentrasi kecil seudah mampu mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+ (Sugiarso dan Pratiwi,2010:1).
Kalium iodat dapat berdekomposisi menjadi iodium melibatkan suatu
reduktor dan kondisi asam.
IO2- + 6H+ + 5e- 1/2I2 (s) + 3H2O
Harga potensial reduksi (E0) 1,20 V pada setengah reaksi di atas menunjukkan
bahwa iodat (IO3-) sangat mudah tereduksi menjadi iodium (I2) oleh suatu zat
yang bersifat ion Fe2+ dan tembaga(II) (Budi,dkk.2003:14).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Erlenmeyer 250 mL 9 buah
2. Botol semprot 1 buah
3. Buret 50 mL 2 buah
4. Statif dan klem 2 buah
5. Gelas kimia 250 mL 2 buah
6. Corong biasa 2 buah
7. Batang pengaduk 2 buah
8. Ball pipet 1 buah
9. Pipet ukur 25 mL 2 buah
10. Gelas ukur 25 mL 1 buah
11. Labu takar 250 mL 2 buah
12. Neraca analitik 1 buah
13. Spatula 1 buah
14. Pipet tetes 3 buah
15. Gelas ukur 200 mL 1 buah
16. Lap kasar 1 buah
17. Lap halus 1 buah
b. bahan
1. Kalium iodat (KIO3) 0,1 N
2. Kalium iodide (KI) 1 N dan 0,1 N
3. Aquades (H2O)
4. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
5. Natrium flourida (NaF)
6. Asam klorida (HCl)
7. Sampel A
8. Sampel B
9. Indikator amilum
10. Aluminium foil
V. PROSEDUR KERJA
a. Menyediakan larutan kalium iodat 0,1 N dengan menimbang 0,8 gram KIO3
dan melarutkannya dalam labu takar 250 mL dengan aquades sampai tanda
batas.
b. Mengambil 25 mL larutan standar primer KIO3 0,1N, kemudian menambahkan
5 mL KI 1 N dan kemudian menambahkan 10 mL HCl 2 N.
c. Menitrasi iodium yang bebas dalam larutan iodat ini dengan Na2S2O3 yang
akan distandarisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning
pucat.
d. Menambahkan 1-2 tetes indikator amilum dan melanjutkan titrasi sampai
warna biru hilang.
e. Menghitung normalitas Na2S2O3 yang sebenarnya.
f. Mengambil 25 mL larutan sampel A dan sampel B kemudian menambahkan 10
mL KI 0,1 N dalam masing-masing larutan.
g. Menitrasi iodium yang bebas dalam larutan sampel A dan B dengan larutan
Na2S2O3 yang telah distandarisasi.
h. Menggunakan indikator amilum dan menghentikan titrasi bila warna biru
hilang. Mencatat volume titran.
i. Mengambil 25 mL larutan sampel B. sebelum menambahkan 10 mL KI 0,1 N,
terlebih dahulu ditambahkan 25 mL larutan NaF untuk mengubah Fe(III)
menjadi kompleks stabil. Kemudian menitrasi iodium yang bebas dengan
tiosulfat dan menggunakan indikator amilum.
j. Mengulangi cara kerja f, g dan h hingga tiga kali dan mencatat volume titran.

VI. HASIL PENGAMATAN


a. Standarisasi Na2S2O3
0,8909 gram padatan KIO3 + Aquades larutan KIO3 (bening) dipipet
25 mL larutan KIO3 (bening) + 5 mL 1 N (kuning) larutan kuning pucat
dititrasi
+ 10 mL HCl 2 N (bening) larutan merah pekat larutan kuning pucat
+ 2 tetes amilum (bening) dititrasi larutan bening
Titrasi Volume Na2S2O3 (mL)
I 24,9
II 25,1
III 24,5

𝑉1+𝑉2+𝑉3
V = 3
( 24,9+25,1+24,5 )𝑚𝐿
=
3

= 24,8 mL

b. Penetuan kadar Cu dalam sampel


 Sampel A
𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
25 mL sampel A (hijau) + 10 mL KI 0,1 N (bening) larutan coklat 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3
𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
larutan putih susu + beberapa tetes amilum (bening) 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 larutan putih susu
didiamkan
larutan biru muda dan endapan putih
Titrasi Volume Na2S2O3 (mL)
I 8,6
II 8,8
III 8,0

𝑉1+𝑉2+𝑉3
V = 3
( 8,6+8,8+8,0 )𝑚𝐿
= 3

= 8,5 mL

 Sampel B
25 mL sampel B (kuning kecoklatan) + larutan KI 0,1 N larutan merah
𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
kecoklatan 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 larutan biru muda dan endapan putih
Titrasi Volume Na2S2O3 (mL)
I 29,4
II 29,6
III 29,8

𝑉1+𝑉2+𝑉3
V = 3
( 29,4+29,6+29,8 )𝑚𝐿
=
3

= 29,6 mL

c. Penetuan kadar Cu dalam sampel B + NaF


25 mL sampel B (hijau) + 25 mL NaF (bening) + 10 mL KI 0,1 N (bening)
𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Larutan coklat dengan endapan coklat 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 coklat muda + amilum 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3

Larutan putih susu


Titrasi Volume Na2S2O3 (mL)
I 5,9
II 6,0
III 6,4

𝑉1+𝑉2+𝑉3
V = 3
( 5,9+6,0+6,4 )𝑚𝐿
= 3

= 6,1 mL

VII. ANALISIS DATA


a. Standarisasi larutan Na2S2O3
Diketahui = VKIO3 = 25 mL
NKIO3 = 0,1 N
Vtio = 24,8 mL
Ditanyakan = Ntio =…..?
Penyelesaian
(VxN)tio = (VxN)KIO3
(𝑉𝑥𝑁)𝐾𝐼𝑂3
Ntio = 𝑉 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3
25 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁
= 24,8 𝑚𝐿

= 0,1008 N
= 0,1008 mek/mL
b. Penentuan kadar Cu pada sampel A dan B
Diketahui = BM Cu = 63,54 mg/mol
Ntio = 0,1008 N
Vtio (A) = 8,5 mL
Vtio (B) = 29,6 mL
VSampel A = 25 mL
VSampel B = 25 mL
Ditanyakan = kabar Cu pada sampel A dan B =…….?
Penyelesaian
Na2S2O3 2Na+ + S2O32-
2S2O32- S4O62- + 2e-
2 𝑚𝑒𝑘
Valensitio = 2 𝑚𝑜𝑙

= 1 mek/mol
0,1008 𝑚𝑒𝑘/𝑚𝐿
Ntio = 1 𝑚𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙

= 0,1008 mol/mL
1). Untuk sampel A
(𝑉𝑥𝑁)𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴
𝑚𝑜𝑙
(8,5 𝑚𝐿 𝑥 0,1008 ) 𝑋 63,54 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝐿
= 25 𝑚𝐿

= 2,178 gram/mL
2). Untuk sampel B
(𝑉𝑥𝑁)𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴
𝑚𝑜𝑙
(29,6 𝑚𝐿 𝑥 0,1008 ) 𝑋 63,54 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝐿
= 25 𝑚𝐿
189,583 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 25 𝑚𝐿

= 7,583 gram/mL
c. Penentuan kadar Cu pada sampel B + NaF
Diketahui = BM Cu = 63,54 gram/mol
` Ntio = 0,1008 mol/mL
Vtio = 6,1 mL
Vsampel B = 25 mL
Ditanyakan = kadar Cu pada sampel B + NaF =….?
Penyelesaian
(𝑉𝑥𝑁)𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝑢
Kabar Cu = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴
𝑚𝑜𝑙
(6,1 𝑚𝐿 𝑥 0,1008 ) 𝑋 63,54 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝐿
= 25 𝑚𝐿
39,069 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 25 𝑚𝐿

= 1,563 gram/mL

Anda mungkin juga menyukai