Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara atau sering disebut dengan “Inggris” memiliki
sebanyak empat negara bagian yang teridi dari Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara.
Pada setiap negara bagian mepunyai sistem pemerintahan yang berbeda. Pengawasan
pemdidikan tingkat nasional Inggris berada pada pengawasan departemen Pendidikan
(Departemen for Education). Seperti di Indonesia Pemerintah daerah diberi kewenangan
untuk melaksanakan kebijakan pendidikan di daerahnya masing-masing. Jadi tidak heran jika
pendidikan pada negara bagian satu dengan yang lainya berbeda.
Kedua, pendidikan vokasi yang berfokus pada pembelajaran praktikal melalui program
magang (apprenticeship). Peserta didik yang melalukan program magang banyak melakukan
pembelajaran praaktikal di perusahaan sambil mengambil kelas teoretekal. Pada tipe ini
biasanya peserta didik akan menerima upah kerja dari perusahaan.
Kualifikasi pendidikan vokasi yang umum diambil oleh peserta didk adalah BTEC
(Business & Technology Education Council) dan VCE (Vocational Certificates of Education).
BTEC terdiri dari 4 tingkatan yaitu: BTEC First Diploma, BTEC National, HNCs (BTEC Higher
National Certificates) dan HNDs(BTEC Higher National Diploma). Sedangkan VCE terdiri atas
dua tingkatan yaitu: Vocational AS Level dan Vocational A Level.
Pada programn magang ada dua tingkatan pada jenjang sekolah menengah yaitu:
advance apprenticeship (setara dengan A level) dan intermediate apprenticeship (setara
dengan GCSE). Sedangkan pada pendidikan tinggi terdapat dua tingkatan magang yaitu:
degree apprenticeship (setara dengan S1) dan higher apprenticeship (setara dengan
Foundation).
Untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang mempunyai keterampilan tinggi,
maka pemerintah pada negara bagian Inggris melakukan terobosan dengan meningkatkan
program magang di tingkat Pendidikan Menengah. Sejak bulan April 2017, pemerintahan
negara bagian Inggris memberi kebijakan kepada perusahaan lokal yang pengeluaran gaji
karyawan pertahun lebih dari 3 juta pound maka perusahaan diwajibkan untuk membayar
apprenticeship levy. Dengan adanya pembayaran apprenticeship levy maka sekolah
mendapatkan suntikan dana tambahan untuk melakukan program magang.
SCQF tidak sama dengan QFCs. SCQF adalah kerangka belajar seumur hidup dengan
12 tingkat, yang dapat merangkulsemua bentuk pembelajran informal. Pembelajaran
mempunyai hasil yang sudah jeelas dan dapat dinilai dengan metode yangterjamin
kualitasnya.
Perbedann RQF dengan sistem kualifikasi lainya ialah ukuran assessment yang didasari
oleh Total Qualification Time (TQT) dan Guided Learning Hours (GLH). Jadi seseorang yang
memperoleh sertifikat vokasional harus menempuh pendidikan vokasi resmi dan tidak sekedar
mengikuti uji kompetensi keahlian.berbeda dengan sistem sebelumnya, ukuran waktu yang
dijadikan assessment ini tidak mempunyai rentang batas waktu durasi menyelesaikan suatu
kualifikasi, sehingga peserta didik dapat mengatur sendiri durasi masa studinya.
Alasan RQF menguntungkan peserta didik dan lembaga pemberi kualifikasi yaitu (1)
sistem ini mengukur durasi studi dan juga tingkat kesulitan yang ditempuh peserta didik
secara konsisten, dan (2) lembaga pemberi kualifikasi tidak memiliki aturan khusus untuk
mengatur penetapan kualifikasinya, pemerintah hanya memberi standar kompetensi pada tiap
tingkatnya.
Pendidikan adalah investasi yang sangat erat hubunganya dengan human capital.
Salah satu hal yang sngat penting dalam meningkatkan pendidikan vokasional adalah
penjaminan mutu.
Terdapat empat kunci proses dasar dalam penjaminan mutu untuk pendidikan dan
pelatihan menurut Bateman, yaitu
1. Akreditasi Kualifikasi
Akreditasi merupakan prooses kualifikasi untuk mendapatkan pengakuaan
nasional dan kompleksitas, volume pembelajarean disahkan sesuai dengan jenis
kualifikasi yang ada. Standar pencapaiaan (yaitu: kompetensi, pendidikan, atau
pekerjaan) merupakan dasar kualifikasi.
2. Pendaftaran Penyedia Pendidikan dan Pelatihan
Pendaftaran adalah proses dimana penyedia pendidikan dan pelatihan disetujui
untuk memberikan kualifikasi, misalnya memiliki keuangan, fasilitas, pengajaran dan
bahan pembelajaran, dan staf terlatih untuk menyampaikan program yang akan akan
mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan kualifikasi.
3. Pengawasan Sistem penilaian dan Pemberian Kualifikasi
Dengan cara memastikan jika pembelajaran yang ditentukan dalam kualifikasi
sudah diperoleh oleh peserta didik yang akan mendapatkan kualifikasi. Kegiatan ini
dapat bersifat peraturan dan mencakup audit dan pemantauan, tetapi
berkemungkinan juga dapatr mencakup strategi yang lain diantaranya seperti proses
verifikasi atau va;idasi atau moderasi yang berfokus pada penilaian yang tepat
mengenai tingkat pencapaian yang dibutuhkan untuk memberikan kualifikasi.
4. Peraturan Penerbitan Sertifikat
Model setifikasi berkisar dari pemberian badan atau agen untuk penerbitan
kualifikasi yang terkait dengan penyedia layanan.
UNESCO (2015) memberi rekomendai tentang penetapan sistem penjaminan
mutu pendidikan vokasi bardasarkan partisipasi semua pemangku kepentingan terkait.
Sistem penjaminan mutu harus mencukup tujuan dan standar yang jelas dan terukur,
pedoman untuk implementasi, dan mekanisme umpan balik dan hasil evaluasi yang
dapat diakses secara luas.
Berikut ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam fungsi penjaminan mutu
pendidikan:
Agen akreditasi
Penyedia layanan dan agen penyalur
Lembaga kualifikasik dan badan pemberi penghargaan
Badan perizinan dan badan profesianal
Penyedia akreditasi atau pemberi penghargaan
Badan-badan kualitas eksternal seperti yang bertanggung jawab hatas standar
ISO.
1. Efektifitas keseluruhan.
2. Hasil untuk peserta didik.
3. Kualitas pengajar, pembelajaran, dan penilaian.
4. Efektifitas kepemimpinan dan manajemen.
1. Luar biasa
2. Bagus
3. Membutuhkan perbaikan
4. Tidak memadai
Jika suatu institusi dinyatakan tidak memadai, maka akan diadakan intervensi dengan
penunjukan komisaris yang dapat mengambil alih tugas dalam menjalankan
organisasi.
SSc bertanggung jawab untuk membuat kerangka kerja untuk program magang
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan memiliki pengaruh dalam membuat
kebijakan pelatihan di dalam perusahaan.
Daftar pustaka