Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

GASTRITIS EROSIVA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Gastritis Erosiva
a. Definisi
Gastritis akut erosiva adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebabkan oleh
kuman-kuman (misalnya pada pneumonia), virus ( influensa, variola, morbili
dan lain-lain) atau karena makanan-minuman (bahan-bahan kimia, arsen,
plumbum, obat-obat yang mengandung salisilat, asam-basa kuat, KMnO4 dan
lain-lain) (Smeltzer & Bare, 2010).
Gastritis akut erosiva adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi (Suyono, 2009).
Gastritis akut erosiva adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial (Price &
Wilson, 2008).
Gastritis erosiva adalah kondisi lambung dimana terjadi erosi atau ulserasi
lambung yang telah mencapai sistem pembuluh darah lambung yang dapat
terjadi secara akut atau kronis (Priyanto, 2008).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan gastritis erosiva
adalah suatu peradangan pada permukaan lambung yang ditandai dengan
adanya erosi-erosi pada mukosa lambung dan bersifat akut.
b. Anatomi dan Fisiologi Lambung
1. Anatomi Lambung
Gambar 2.1 Lambung ( Tortora dan Derrickson , 2009)
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster, lambung terdiri
dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui
orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan
limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri. ( Syaifudin, 2012).
Bagian lambung menurut Syaifudin ( 2012) terdiri dari :
a) Fundus Ventrikuli
Bagian yang menonjol keatas, terletak disebelah kiri osteum
kardium. dan biasanya berisi gas.
b) Korpus Ventrikuli
Bagian ini setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor.
c) Antrum Pilorus
Bagian lambung yang berbentuk tabung dan mempunyai otot
yang tebal berbentuk sfingter pilorus.
d) Kurvatura Minor
Kurvatura minor terdapat disebelah kanan lambung dan
terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
e) Kurvatura Mayor
Kurvatura mayor lebih panjang dari kurvatura minor,
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus
ventrikuli menuju kekanan menuju ke pilorus inferior.
f) Osteum Kardiakum
Osteum kardiakum Merupakan tempat dimana esofagus bagian
abdomen masuk kedalam lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
Susunan lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari :
a) Lapisan selaput lendir (mukosa) : bila lambung dikosongkan, lapisan
ini berlipat-lipat yang disebut rugae.
b) Lapisan otot melingkar (M. Aurikularis).
c) Lapisan otot miring (M. Obliques).
d) Lapisan otot panjang (M. Longitudinal).
e) Jaringan ikat serosa.
(Syaifudin,2010)

2. Fisiologi Lambung

Fungsi pencemaan dan motorik lambung meliputi:

a) Fungsi motorik lambung


1) Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit
demi sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan
dengan retaksasi reseptif otot polos ; diperantarai oleh saraf vagus dan
dirangsang oleh gastrin.
2) Fungsi mencampur.
Memecahkan makanan meniadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot
yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu
irama listrik intrinsik dasar.
3) Fungsi pengosongan lambung.
Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi oleh
viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta
oleh emosi. obat-obatan, dan kerja. Pengosongan lambung diatur oleh
faktor saraf dan hormonal.
3. Fungsi pencernaan lambung
a) Pencernaan protein oleh pepsin dan sekresi asam lambung dimulai di sini;
pencemaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung
kecil peranannya.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus
halus bagian distal.
d) Sekresi mukus. membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu
sebagai akibat melihat, mencium, memikir, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai
seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang
menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls
eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hasilnya, kelenjar gastrik
dirangsang mengeluarkan asamlambung, pepsinogen dan menambah mukus. Fase sefalik
menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan
makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus, distensi yang terjadi
pada antrm menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada
dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan
kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls-impuls ini merangsang pelepasan
hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin
dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Gastrin adalah
stimulus utama sekresi asam hidroklorida,selain itu gastrin juga mempunyai fungsi antara
lain:
a) Merangsang sekresi asam dan pepsin.
b) Merangsang sekresi faktor intrinsik.
c) Merangsang sekresi enzim pankreas.
d) Merangsang peningkatan aliran empedu hati.
e) Merangsang pengeluaran insulin.
f) Merangsang pergerakan lambung dan usus.
g) Mempermudah relaksasi resektif lambung.
h) Meningkatkan tonus istirahat sfingter esofagus bagian bawah.
i) Menghambat pengosongan lambung.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari dua per tiga sekresi lambung total
setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian
yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh pada reseksi bedah
antrum pilorus, sebab di tempat inilah gastrin diproduksi.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
sekresi lambung ini diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang telah
dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu
hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus mensekresikan cairan lambung.
Tetapi, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
Distensi usus halus rnenimbukan reflek entrogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan
lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak dan hasil-hasil pemecahan protein
menyebabkan pengeluaran baberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin
(CCK, cholecytokinin), dan peptida penghambat gastrik (GIP), semuanya memiliki efek
inhibisi terhadap sekresi lambung.
Selama periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu pencernaan
tidak terjadi dalam usus,sekresi asam klorida terus berlangsung dengan kecepatan
lambat yaitu 1 sampai 5mEq/jam.Ini disebut pengeluaran asam basal (BAO,basal acid
output) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12
jam. Sekresi lambung normal selama periode ini teutama terdiri dari terdiri dari mukus
dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsang emosional kuat dapat
meningkatkan pengeluaran asam basal melalui saraf parasimpatis (vagus ) dan diduga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tukak lambung ( Price dan Wilson,
2008)
c. Etiologi
Etiologi dari gastritis erosiva adalah :
1. Obat-obatan,seperti Obat Anti Inflamasi Nonsteroid/OAINS (indometasin,
ibupropen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemotrapi
(Mitomisin, 5-flouro-2-deoxyuridine) salisilat, dan digitalis yang bersifat
mengiritasi mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol;seperti whisky, vodka dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti Helicobacter pylori (yang paling sering), Helicobacter
heilmanii, Streptococci, Staphylococci, Propteus spesies,
Entamoeba.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis.
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.
5. Infeksi jamur ; seperti Candidiasis, Histoplasma, Hycomycosis.
6. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
kerusakan susunan saraf pusat dan refluk usus-lambung.
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan mengandung kafein dan alkohol merupakan agen-agen penyebab iritasi
mukosa lambung.
8. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting
alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal ) dari usus kecil ke mukosa
lambung.
9. Iskemi, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke lambung.
10. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan
mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung.
(Muttaqin & Sari ,2011)
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada gastritis erosiva menurut Priyanto (2008) adalah
1. Mual dan/atau muntah
2. Hiperperistaltik usus
3. Hematemesis atau muntah darah
4. Melena atau BAB darah (feses berwarna hitam)
5. Menggigil, demam
6. Ansietas (cemas) atau ketakutan
7. Penurunan tekanan darah
8. Adanya peningkatan nadi
9. Distensi (ketegangan) abdomen
10. Nyeri tekan abdominal (epigastrium)
11. Peningkatan bising usus
12. Dehidrasi (ringan, sedang, atau berat)
13. Peningkatan suhu tubuh
14. Anemia
e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada gastritis erosiva menurut Priyanto (2008)
adalah
1. Istirahat baring
2. Diet makanan cair, setelah hari ketiga boleh makan makanan lunak.
Hindari bahan-bahan yang merangsang.
3. Bila mual muntah, dapat diberikan antiemetik seperti dimenhidrinat 50 –
100 mg per-os atau klorpromazin 10-20 mg per-os. Bila disebabkan oleh
kuman-kuman, berikan antibiotika yang sesuai.
4. Bila nyeri tidak hilang dengan antasida, berikan oksitosin tablet 15 menit
sebelum makan.
5. Berikan obat antikolinergik bila asam lambung berlebihan.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik gastritis akut erosiva, ditegakkan dengan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histologi biopsi mukosa
lambung. Pemeriksaan radiologis biasanya tidak mempunyai arti dan baru
dapat membantu apabila digunakan kontras ganda menurut Purwanto (2008).
1. Endoskopi
Pada pemeriksaan endoskopi akan nampak erosi multipel yang sebagian
biasanya tampak berdarah dan letaknya tersebar. Kadang-kadang dijumpai
erosi yang mengelompok pada satu daerah. Mukosa umumnya tampak
merah. Kadang-kadang dijumpai daerah erosif yang ditemukan pada
mukosa yang tampak normal. Pada saat pemeriksaan dapat dijumpai
adanya lesi yang terdiri dari semua tingkatan perjalanan penyakit nya.
Akibatnya pada saat itu terdapat erosi yang masih baru bersama-sama
dengan lesi yang sudah mengalami penyembuhan.
2. Histopatologi
Pada pemeriksaan histoptologi kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis. Ciri khas gastritis erosif ialah
sembuh sempurna dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Oleh
karena itu pemeriksaan endoskopi , sebaiknya dilakukan seawal mungkin.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu spesifik untuk penderita gastritis,
tetapi dapat dilakukan untuk melihat adanya anemia bila terjadi
perdarahan. Batas serum gastrin biasanya menurun atau normal. Serum
vitamin B 12 dapat dikaji untuk melihat kekurangan vitamin B 12.
g. Komplikasi
Komplikasi yang penting menurut Purwanto (2008) adalah :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis.
Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.
2. Terjadinya ulkus, kalau prosesnya hebat.
3. Jarang terjadi perforasi.
Patofisiologi Anemia Akibat Gastritis Erosiva
Obat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa
lambung (gastritis erosiva). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi
lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka
terjadi difusi HCl ke mukosa dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di
mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin
merangsang pelepasan histamine dari sel mast. Histamine akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel
ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung.
Lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena itu gangguan
tersebut menghilang dengan sendirinya. Bila lambung sering terpapar dengan zat
iritan maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi
oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi
atropi sel mukasa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa
lambung akan menurun atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat
diserap diusus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam
pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung menipis
rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan (Suratum, 2010).
Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika kehilangan
darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah
sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah
menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.
Anemia terjadi akibat gangguan maturasi inti sel akibat gangguan sintesis
DNA sel-sel eritroblas. Defisienasi asam folat akan mengganggu sintesis DNA
hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel
megaloblas. Defesiensi vitamin B12 yang berguna dalam reaksi metilasi
homosisten menjadi metionin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil THF
menjadi DHF yang berperan dalam sintesis DNA dan akan mengganggu maturasi
inti sel dengan akibat terjadinya megaloblas (Restiadie 2009).
Akibat dari anemia kadar hemoglobin dalam darah turun sehingga asupan
oksigen ke organ tubuh berkurang, sehigga suplai oksigen ke otot paru berkurang
yang menyebabkan terjadinya pola napas yang tidak efektif pada klen. Selain itu
akibat asupan oksigen yang kurang ke otak menyebabkan lemah, letih, lesu, lelah
dan lalai pada klien sehingga pasien menjadi intoleransi aktivitas.

Skema 2.1 Patways Gastritis Erosiva


(Suratum, 2010).

Obat-obatan, alcohol, garam empedu dan zat iritan lain

Terjadinya inflamasi terus menerus Merusak mukosa lambung


di lambung

Nyeri Epigastrium Terbentuk jaringan fibrin Difusi HCL ke mukosa


pada lambung

Mual dan Muntah Mukosa lambung hilang Perubahan


pepsinogen menjadi
Perubahan Nutrisi pepsin
kurang dari kebutuhan
Atropi sel lambung
Pepsin merangsang
pelepasan histamin
Faktor intriksik yang dihasilkan
Mukosa lambung menurun
Peningkatan
permiabilitas kapiler
Vitamin B12 tidak dapat
Diserap usus halus Terjadi perpindahan
cairan dari intra sel ke
Defisiensi vitamin B12 Ekstra sel

Gangguan pada maturasi Edema dan kerusakan


sel darah merah Kapiler

Pendarahan lambung

Penarikan
cairan dari jaringan
di luar pembuluh darah

Darah encer dan persentase


sel darah merah kurang

Anemia

Ketidakefektifan perfusi
Kadar Hb turun jaringan perifer

Asupan makanan dan oksigen


Ke organ tubuh berkurang

Asupan oksigen Asupan oksigen


Ke otot berkurang ke otak berkurang

Lemah, Letih, lesu


Pola napas tidak efektif Lelah, lalai

Intoleransi aktivitas

2.2 Konsep Dasar Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan
pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan
berfokus pada klien, berorentasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan
dan saling berhubungan. (Nursalam, 2011).
Tahap-tahap dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011). Tipe data pada
pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data subjektif dan data
objektif. Proses pengkajian keperawatan terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa meliputi : Nama, Usia, Jenis kelamin, Jenis
pekerjaan, Alamat, Suku/bangsa,Agama, status perkawinan dll.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : lemah, letih, lelah, lesu, dan lunglai (5L)
b) Riwayat penyakit saat ini : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala
yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau
bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
c) Riwayat penyakit dahulu : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan
penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat pemakaian obat.
Klien riwayat penyakit atritis rematoid dan gastritis. Klien selalu
mengkonsumsi obat NSAID.
d) Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)
(1) Keadaan umum : Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat
nyeri tekan di kuadran epigastrik.
(2) B1 (Breath) : Takhipnea
(3) B2 (blood) : Takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat, warna kulit pucat, konjungtiva anemis.
(4) B3 (brain) : Sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
(5) B4 (bladder) : Oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
(6) B5 (bowel) : Anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak
toleran terhadap makanan pedas.
(7) B6 (bone) : Kelelahan, kelemahan
e) Fokus Pengkajian (NANDA)
(1) Promosi Kesehatan
Data Subjektif:
Kesehatan umum klien biasanya tampak sakit sedang hingga berat.
Penyakit yang lalu seperti atritis rematoid, gastritis, perdarahan
Data Objektif :
Keadaan umum tampak sakit sedang hingga berat
Tanda-tanda vital : Tekanan darah terkadang turun dari normal, Nadi
Biasanya normal atau takikardi, Respirasi dapat naik, suhu biasanya
normal.
(2) Nutrisi
Data Subjektif :
Perubahan selera makan seperti anoreksia, mual dan muntah
Data Objektif :
Berat badan biasanya juga dapat menurun, porsi makan kurang dari ¼
porsi makan
(3) Eliminasi
Sistem gastrointestinal
Data Subjektif :
Riwayat penyakit pencernaan, gastritis erosive dan melena.
Data Objektif :
Konsistensi dan karakteristik BAB biasanya disertai darah
Pengkajian abdomen:
Inspeksi perut tampak normal
Palpasi perut lembut
Perkusi abdomen peka
Auskultasi bising usus biasanya normal
(4) Aktivitas dan Istirahat
Aktivitas
Data Subjektif :
Badan lemas, cepat lelah dan terasa ngantuk
Data Objektif :
Penampilan umum selama beraktivitas tampak lesu
(5) Keamanan dan Perlindungan
Data Subjektif :
Badan terasa dingin, lemas
Data Objektif :
Suhu biasanya normal dan turun
Keringat dingin

f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.
Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk
memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
2) Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh
urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2).
CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam
udara ekspirasi.
3) Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan
juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan
adanya pendarahan dalam lambung.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertanyaan yang menjelaskan respons
manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2011).
Dengan demikian cara membuat diagnosa keperawatan adalah dengan
menentukan masalah keperawatan yang terjadi, kemudian mencari penyebab dari
masalah yang ada.
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan anemia akibat gastritis
erosive menurut Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Pola napas tidak efektif
4. Keletihan

2.2.3 Perencanaan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai sebagai dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan merupakan metode komunikasi
tentang asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2011).
Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa
komponen yang perlu diperhatikan, diantaranya menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi.
Menurut Maslow dalam menentukan prioritas masalah klien memerlukan
suatu tahapan kebutuhan manusia yang terdiri dari fisiologis, rasa aman dan
nyaman, social, harga diri dan aktualisasi. Jika klien menghendaki suatu tindakan
yang memuaskan dan dengan kata lain bahwa kebutuhan fisiologis biasanya
sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lainnya (Nursalam, 2011).
Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan itu
adalah menentukan prioritas masalah keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria
hasil, merumuskan rencana tindakan keperawatan, dan menetapkan rasional
rencana tindakan keperawatan.
Fokus Intervensi
1. Peningkatan perfusi jaringan
2. Memberikan kebutuhan nutrisi/cairan
3. Mencegah komplikasi

Diagnosa Tujuan Intervensi

Ketidakefektif-an NOC - NIC


perfusi jaringan
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji warna kulit, suhu
perifer
keperawatan diharapkan perfusi dan kelembaban, apakah
jaringan perifer pasien efektif seluruh tubuh atau
dengan kriteria hasil : terlokalisir
2. Ukur CRT
1. Membran mukosa merah
3. Palpasi nadi perifer
2. Konjungtiva tidak anemis
4. Kaji fungsi motorik dan
3. Akral hangat
sensorik
4. Tanda-tanda vital dalam rentang
5. Kolaborasi dengan dokter
normal
untuk pemberian tablet
penambah darah atau
agen yang sesuai dengan
kondisi anemia klien
6. Berikan cairan, elektrolit
dan okesigen sesuai
indikasi

Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi: kurang dari
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Therapy
kebutuhan tubuh
keperawatan diharapkan status
1. Lengkapi pengkajian
nutrisi: intake nutrient dan
nutrisi sesuai kebutuhan
biochemical measures
2. Monitor makanan/cairan
menunjukkan perbaikan dengan
yang dicerna dan hitung
kriteria hasil : intake kalori sehari-hari
3. Tentukan dengan
1. Adanya peningkatan berat badan
kolaborasi dengan ahli
sesuai dengan tujuan
diet, jumlah kaloro dan
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tipe kalori yang
tinggi badan
dibutuhkan untuk
3. Mampu mengidentifikasi
mendapatkan kebutuhan
kebutuhan nutrisi
nutrisi yang tepat
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Berikan edukasi pada
5. Menunjukkan peningkatan
pasien dan keluarga
fungsi pengecapan dari menelan
untuk konsumsi makanan
6. Tidak terjadi penurunan berat
yang tinggi protein,
badan yang berarti
kalori, zat besi dan
7. Pemasukan yang adekuat
vitamin
8. Tanda-tanda malnutrisi
5. Tentukan apakah klien
9. Membran konjungtiva dan
membutuhkan enteral
mukosa tidak pucat
feeding
10. Nilai Laboratorium :
6. Berikan nutrisi melalui
a. Protein total: 6-8 gr
enteral apabila
b. Albumin: 3.5-5,3 gr
dibutuhkan
c. Globulin 1,8-3,6 gr
7. Berikan penjelasan
d. HB tidak kurang dari 10
kepada keluarga
gr%
mengenai kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan
oleh klien

Nutritional Monitoring

1. Monitor albumin, total


protein, hemoglobin
dan hematokrit
2. Monitor mual/ muntah
3. Monitor kalori dan
intake makanan
Keletihan NOC - NIC

Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat


keperawatan diharapkantingkat keletihan klien dan
keletihan pasien berkurang tanyakan perasaan
dengan kriteria hasil : klien dengan adanya
keletihan yang
1. Kemampuan aktivitas
dialami klien
adekuat
2. Review kemampuan
2. Mempertahankan nutrisi
dan kebutuhan
adekuat
bantuan dalam
3. Keseimbangan aktivitas dan
melakukan aktivitas
istirahat
sehari – hari
4. Menggunakan teknik energi
3. Berikan terapi
konservasi
oksigen sesuai
5. Mempertahankan interaksi
kebutuhan
sosial
4. Sarankan untuk
6. Mengidentifikasi faktor-
beristi-rahat & tidak
faktor fisik dan psikologis
terlalu lelah dalam
yang menyebabkan
melakukan aktivitas
kelelahan
7. Mempertahankan
kemampuan untuk
konsentrasi

Gangguan pola napas NOC NIC


tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen
keperawatan selama 3x24jam
1. Buka jalan nafas,
status respirasi klien membaik
guanakan teknik chin lift
dengan kriteria :
atau jaw thrust bila perlu.
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi.
bersih, tidak ada sianosis dan 3. Identifikasi pasien
dyspneu (mampu perlunya pemasangan alat
mengeluarkan sputum, mampu jalan nafas buatan.
bernafas dengan mudah, tidak 4. Pasang mayo bila perlu.
ada pursed lips). 5. Lakukan fisioterapi dada
2. Menunjukkan jalan nafas yang jika perlu.
paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan
tercekik, irama nafas, frekuensi batuk atau suction.
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas,
normal, tidak ada suara nafas catat adanya suara
abnormal). tambahan.
3. Tanda Tanda vital dalam 8. Lakukan suction pada
rentang normal (tekanan darah, mayo.
nadi, pernafasan) 9. Berikan bronkodilator
bila perlu.
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab.
11. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

Anda mungkin juga menyukai