Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RSUD DR.ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2019

Bidang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

VIRA RINANDA

1508142010050

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2019

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan

dengan benar.

Nama : Vira Rinanda

Nim : 1508142010050

Tanda Tangan :

Tanggal :

ii
PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI

Skripsi ini telah disetujui

23 Agustus 2019

Oleh :

Pembimbing I

( Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep)

Pembimbing II

( Reny Chaidir S.Kp, M.Kep)

iii
Mengetahui

Ka.Prodi S1 Keperawatan

(Ns.Sri Hayulita S.Kep, M.Kep)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Vira Rinanda

Nim : 1508142010050

Program studi : S1 Keperawatan

Judul : “Hubungan Self-Efficacy dengan Kualitas Hidup Pasien


Kanker Kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2019”

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, STIKes
Yarsi Sumbar Bukittinggi

iiv
DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep ( )

Pembimbing II : Reny Chaidir S.Kp, M.Kep ( )

Penguji I : Ns. H. Junaidi S.Rustam S.Kep, MNS ( )

Penguji II : Ns. Dian Anggraini,M.Kep,Sp.Kep.MB ( )

Ditetapkan di : Bukittinggi
Tanggal : Agustus 2019

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan penelitian yang
berjudul “Hubungan Self-Efficacy dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Kolorektal
di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019”. Shalawat beriring salam
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah
SWT untuk keselamatan umat di dunia dan di akhirat.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan S1 STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangalah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ns. H. Junaidi S.Rustam S.Kep,MNS selaku Ketua Sekolah Tinggi


Ilmu Kesehatan Yarsi Sumbar Bukittinggi.
2. Ibu Ns.Sri Hayulita S.Kep,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Sumbar Bukittinggi.
3. Ibu Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing I, telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Ibu Reny Chaidir S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dosen beserta staf pengajar di Program Studi Ilmu Kesehatan Yarsi
Sumbar Bukittinggi yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan
serta nasehat selama menjalani pendidikan.

xi
6. Teristimewa, ucapan terimakasih kepada kedua Orang Tua dan keluarga ku
yang selalu memberikan dukungan material dan moral serta do’a dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Sahabat tersayang, Apriatna, Rahmatul Husna dan Suci Rahma Leni yang
selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.
8. Teman-teman Mahasiwa prodi S1 Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittnggi yang telah memberikan masukan, kritik dan saran yang sangat
berguna dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua, khusunya dibidang kesehatan. Atas segala bantuan yang telah
diberikan peneliti mendo’akan budi baik Bapak/Ibu akan dibalas oleh Allah
SWT Amin Ya Rabbal Alamin.

Bukitinggi, Agustus 2019

(Vira Rinanda)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi, saya yang bertanda
tangan dibawah ini :

Nama : Vira Rinanda

NIM : 1508142010050

xi
Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi berhak menyimpan, mengaluh media/ formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Bukittinggi

Pada Tanggal :

Yang menyatakan

( )

NURSING SCIENCE PROGRAM


YARSI COLLEGE OF HEALTH SCIENCE BUKITTINGGI

Thesis, August 2019

Name : Vira Rinanda


Thesis Title : "The relationship between self-efficacy and quality of life in
colorectal cancer patients at Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Hospital in 2019".
Number of Pages: x+80 pages +10 table + 10 attachments

ABSTRACT

xi
Cancer treatment provides physical and psychological effects that can directly reduce
the quality of life of patients. the lack of positive thinking of patients about their
illnesses due to emotional problems while undergoing treatment, therefore it is
necessary to increase Self-efficacy in cancer patients. The purpose of this study was
to determine the relationship of self-efficacy with the quality of life of colorectal
cancer patients at Dr. Hospital. Achmad Mochtar Bukittinggi. The population in this
study were colorectal cancer patients with a sample of 80 people using purposive
sampling technique. This type of research is descriptive correlation with cross
sectional approach. The test used is the Spearman rank. The results showed that self-
efficacy in patients with colorectal cancer was almost half in the moderate category
(41.3%), quality of life in patients with colorectal cancer was in the poor category
(50.0%). There is a relationship between self-efficacy and the quality of life of
patients with colorectal cancer at Dr. Hospital. Achmad Mochtar Bukittinggi, the
results obtained p value 0.005 <α (0.05) and r value of 0.314. It is recommended to
nurses or health workers to be able to provide palliative care to patients in order to
improve the quality of life for colorectal cancer patients..

Keywords: Colorectal Cancer, Self-efficacy, Quality of life


Reading List: 44 (1997-2018)

xi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI BUKITTINGGI

SKRIPSI, Agustus 2019

Nama : Vira Rinanda


Judul Skripsi : “Hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup pada
pasien kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2019”.
Jumlah Halaman : x + 80 halaman + table + lampiran

ABSTRAK

Pengobatan kanker memberikan dampak fisik dan psikologis secara langsung


dapat menurunkan kualitas hidup pasien. kurangnya pemikiran positif pasien
terhadap penyakitnya karena disebabkan masalah emosional saat menjalani
pengobatan, untuk itu diperlukan peningkatan Self-efficacy pada pasien kanker.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan kualitas
hidup pasien kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
Populasi pada penelitian ini adalah pasien kanker kolorektal dengan jumlah
sampel 80 orang menggunakan teknik purposive sampling. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Uji yang digunakan
yaitu Spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-efficacy pada
pasien dengan kanker kolorektal hampir separuh dalam kategori sedang (41.3%),
kualitas hidup pada pasien dengan kanker kolorektal segian dalam kategori buruk
(50.0%). Ada hubungan antara self-efficacy dan kualitas hidup pasien dengan
kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, hasilnya
diperoleh nilai p 0,005 < α (0,05) dan nilai r 0.314 . Disarankan kepada perawat
atau tenaga kesehatan untuk dapat memberikan perawatan paliatif kepada pasien
guna meningkatkan kualitas hidup pasien kanker kolorektal.

Kata Kunci : Kanker kolorektal, Self-efficacy, Kualitas hidup


Daftar Bacaan : 44 (1997-2018)

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI..........................iii
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................iv
ABSTRAK.....................................................................................................v
KATA PENGANTAR..................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................vii
DAFTAR TABEL.........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.......................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................6
C.Tujuan Penelitian...................................................................................7
D.Manfaat Penelitian.................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kanker Kolorektal.................................................................................9
1.Defenisi...........................................................................................9
2.Etiologi..........................................................................................10
3.Manifestasi klinis..........................................................................11
4.Klasifikasi.....................................................................................13
5.Pengobatan ...................................................................................15
B. Kualitas Hidup.....................................................................................18
1.Defenisi ........................................................................................18
2.Aspek-aspek..................................................................................19
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi................................................20
4.Domain kualitas hidup..................................................................21
C. Self-efficacy.........................................................................................22
1.Defenisi........................................................................................22
2.Sumber-sumber.............................................................................23
3.Proses pembentukan.....................................................................24
4.Aspek-aspek..................................................................................26
D. Hubungan Self-efficacy dengan kualitas hidup...................................27
E. Kerangka Teori..................................................................................29

BAB III KERANGKA KONSEP

A.Kerangka Konsep.................................................................................30
B.Hipotesis..............................................................................................31

viii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis penelitian.....................................................................................32
B.Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................32
C.Populasi, Sampel dan Sampling...........................................................32
D.Kriteria Inklusi dan Ekslusi.................................................................33
E.Defenisi Operasional............................................................................34
F.Instrumen Penelitian.............................................................................34
G.Uji Validitas dan Reliabilitas...............................................................37
H.Etika Penelitian....................................................................................40
I.Metode Pengumpulan Data...................................................................42
J.Analisa Data..........................................................................................44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Penelitian..............................................................49
B. Analisa Univariat...............................................................................49
C. Analisa Bivariat..................................................................................51
BAB VI PEMBAHASAN
A.Analisa Univariat.................................................................................53
B.Analisa Bivariat....................................................................................51
BAB VII PENUTUP
A.Kesimpulan...........................................................................................64
B.Saran....................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori..........................................................................29

Gambar 3.2 Kerangka Konsep......................................................................30

Gambar 4.1 Bagan Prosedur Penelitian........................................................44

ix
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

Tabel 4.1 Defenisi Operasional.........................................................................34


Tabel 4.2 Interprestasi The Communication and Attitudinal Self-Efficacy
Scale..................................................................................................................38
Tabel 4.3 Karakteristik item kuesioner The Communication and Attitudinal
Self-Efficacy Scale............................................................................................38
Table 4.4 Karakteristik Item Kuesioner EORTC QLQ C-30............................38
Tabel 4.5 Transformasi Linear skor EORTC QOL C-30..................................40
Tabel 4.6 Interprestasi Uji Korelasi Spearman Rank........................................46
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kanker Kolorektal
Di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019.......................50
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Self-Efficacy Kanker Kolorektal
Di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019.......................51
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi kualitas hidup Kanker Kolorektal Di
Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019...........................51
Tabel 5.4 Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kualitas Hidup
Penderita Kanker Kolorektal Di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
Tahun 2019.......................................................................................................52

x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 2 Curriculum Vitae

Lampiran 3 Lembar Konsul Skripsi

Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 5 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 6 Informed Consent

Lampiran 7 Kisi-kisi Kuesioner

Lampiran 8 Kuesioner Penelitian

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat maka pola penyakit

pun mengalami perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah

bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, termasuk penyakit

keganasan. Penyakit keganasan yang menjadi masalah kesehatan dunia salah

satunya adalah kanker. Kanker merupakan penyebab kematian kedua didunia

dan telah menyebabkan 9,6 juta kematian pada tahun 2018 (World Health

Organization, 2018). Globocan (2018) memperkirakan pada tahun 2025,

terjadi peningkatan 19,3 juta kasus kanker baru seiring dengan perubahan pola

hidup dan pertumbuhan penduduk.

Salah satu jenis kanker penyebab kematian terbanyak di dunia adalah

kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah kanker yang berada pada usus

besar atau rectum (American Cancer Society, 2019). Kanker kolorektal

merupakan jenis kanker yang menempati urutan ketiga di dunia dan

merupakan penyebab kematian kedua terbanyak saat ini. Kasus kejadian

kanker kolorektal pada tahun 2018 berjumlah 1.849.518 kasus baru dengan

angka mortalitas mencapai 880.792 kasus. Berdasarkan laporan Globocan

tahun 2018, di wilayah Asia Tenggara kanker kolorektal menempati posisi

kelima terbanyak kejadian kanker pada pria dan wanita. Menurut Globocan

(2018), diperkirakan bahwa pada tahun 2020 jumlah kematian tahunan akibat

kanker kolorektal di Asia akan mencapai hampir 400.000.

1
2

Di Indonesia kanker kolorektal menempati posisi keempat dengan tingkat

kejadian 12,1 per 100.000 penduduk dan kematian 6,9 per 100.000 penduduk.

Pasien kanker menghadapi beberapa masalah psikologis - stres,

kecemasan, depresi ; beberapa efek samping fisiologis - rambut rontok, sakit,

kelelahan, mual, muntah; beberapa efek samping sosial— isolasi sosial,

kehilangan peran dan fungsi; dan, pada akhirnya memperburuk kualitas hidup

pasien (Üstündag et al., 2015). Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat

dimana seseorang menikmati kepuasan dalam hidupnya. Untuk mencapai

kualitas hidup maka seseorang harus dapat menjaga kesehatan tubuh, pikiran

dan jiwa, sehingga seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa adanya

gangguan (Abdul Wakhid dkk 2018).

Kualitas hidup penting dalam pengobatan kanker, dan kekhawatiran akan

kondisi fisik, psikologis, gangguan citra tubuh serta gejala-gejala yang dapat

menimbulkan distress perlu segera diantisipasi untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien kanker. Kualitas hidup akan membaik ketika penderita mulai

menerima tentang penyakit yang dideritanya dan patuh terhadap proses

pengobatan yang akan dijalaninya (Sulistyaningsih, 2016). Kualitas hidup

penting diukur pada pasien karena intervensi terapi seperti obat berpotensi

untuk meningkatan dan menurunkan kualitas hidup. Pengukuran kualitas hidup

diperlukan untuk mempermudah mencari permasalahan yang dialami oleh

pasien selama terapi sehingga memudahkan tenaga kesehatan untuk

berkomunikasi dan melakukan edukasi pada pasien (Juwita, 2018). Penurunan

kualitas hidup dapat menyebabkan penderitaan. Penderitaan yang dialami

individu yang mengalami kanker yaitu kehilangan otonomi, berkurangnya


3

harga diri, dan hilangnya harapan menunjukkan tidak adanya makna hidup

(Anggeria, 2017).

Pengobatan yang dilakukan penderita kanker kolorektal seperti

pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi, memberikan dampak

fisik dan psikologis secara langsung pada penderitanya seperti nyeri, kelelahan,

kurang nafsu makan, mulut kering, mucositis, dispnea, sembelit, diare,

anoreksia, insomnia, mual, muntah, kesulitan kognitif, depresi dan kecemasan

(Syvak et al., 2012 dalam Zhang et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh

Puteh et al , (2013) mengenai kualitas hidup pasien kanker kolorektal di

Malaysia menunjukkan bahwa penderita kanker mengalami penurunan kualitas

hidup baik pada aspek kesehatan secara umum, aspek fungsional maupun

aspek gejala.

Yang et al (2014), telah membuktikan bahwa penderita kanker kolorektal

dengan kolostomi permanen yang menjalani pengobatan pembedahan

mengalami penurunan kualitas hidup pada periode bulan pertama pasca

operasi. Adapun penelitian oleh Perwitasari, (2009) yang menilai kualitas

hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP Sardjito Yogyakarta

menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien kanker mengalami penurunan

setelah melakukan terapi kemoterapi. Menurut Omran et al, (2018) prediktor

penting dalam menentukan persepsi kualitas hidup pasien kanker adalah

keparahan gejala, self-efficacy, kecemasan, dan depresi.


4

Bandura (1977) mendefinisikan self-efficacy sebagai kepercayaan pada

kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang

diperlukan dalam suatu situasi yang spesifik. Self-efficacy menentukan

bagaimana orang merasakan, berpikir, memotivasi diri mereka sendiri, dan

kemudian berperilaku; beragam efek ini dihasilkan melalui proses kognitif,

motivasi, afektif, dan seleksi. Self-efficacy yang diusulkan oleh Bandura

memainkan peran penting dalam memodulasi perilaku kesehatan dan pada

gilirannya mempengaruhi kualitas hidup secara positif. Pasien dengan self-

efficacy yang tinggi akan lebih mungkin untuk menghadapi stresor hidup

dengan percaya diri dan terlibat dalam perilaku yang diperlukan untuk menjaga

atau memulihkan kesehatan (Machado et al., 2016 dalam Xu et al., 2018).

Self-efficacy dapat mengoptimalkan kualitas hidup pasien yang menjalani

proses penyembuhan akibat penyakit kronik. Individu dengan self-efficacy

yang lebih tinggi menggerakkan sumber daya pribadi dan sosial mereka secara

proaktif untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan lamanya hidup

mereka sehingga mereka mengalami kualitas hidup yang lebih baik (Masoud

Rayyani dkk, 2014 dalam Abdul Wakhid, 2018). Pasien dengan self-efficacy

lebih tinggi lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam strategi yang efektif

dalam mencapai psikologis dan hasil medis (lebih sedikit gejala dan efek

samping) yang diinginkan dibandingkan dengan mereka yang memiliki self-

efficacy yang lebih rendah. Pasien yang sangat percaya bahwa mereka dapat

melakukan kontrol atas kesehatan mereka dan bahwa kesehatan adalah

tanggung jawab mereka, memiliki skor kualitas hidup yang lebih tinggi

(Omran, 2018).
5

Sebuah penelitian yang dilakukan Zhang et al 2015, mengenai hubungan

antara prediktor fisik dan psikologis dengan kualitas hidup pada pasien kanker

kolorektal selama kemoterapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self-

efficacy yang tinggi, gejala peyakit yang rendah, dan tingkat kecemasan yang

rendah pada pasien kanker kolorektal akan meningkatkan kualitas hidup

selama kemoterapi. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Cramm dkk (2012)

mengenai pentingnya self-efficacy terhadap kualitas hidup pada orang yang

menderita penyakit kronis mengungkapkan bahwa self-efficacy yang dimiliki

oleh penderita penyakit kronis sangat berhubungan dengan aspek fisik, sosial

dan emosional yang akan berhubungan dengan kualitas hidup. Lebih lanjut

semakin tinggi self-efficacy dari penderita maka semakin meningkat pula

kualitas hidup dari penderita penyakit kronis.

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi merupakan rumah sakit rujukan

di Bukittinggi yang di tunjang oleh sumber daya, sarana dan prasarana yang

memadai dan terus-menerus dikembangkan sebagai rumah sakit pendidikan

seiring dengan berkembangnya profesi kesehatan. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Rekam Medik RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada

tahun 2017 angka kejadian kanker kolorektal sebanyak 187 kasus dengan

mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan kisaran usia 45-64 tahun. Pada

tahun 2018 terjadi peningkatan angka kejadian kanker kolorektal sebanyak 192

kasus dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan kisaran usia 45-64

tahun (Rekam Medik RSAM Bukittinggi, 2019).


6

Studi awal yang dilakukan di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi pada

tanggal 26 maret 2019 didapatkan data hasil wawancara bahwa dari 6 orang

penderita kanker kolorektal, 4 orang pasien diantaranya tidak yakin dan tidak

mampu lagi bekerja secara maksimal dan menyampaikan kondisi yang dialami

menyebabkan tidak yakin akan kemampuan melakukan perawatan diri, merasa

cepat lelah setiap melakukan aktivitas, 2 orang pasien mengatakan tidak patuh

dalam pengobatan sesuai jadwal, 2 orang pasien mengatakan sudah bosan dan

jenuh dengan penyakitnya dan merasa membebani keluarga karena berulang

kali dirawat di rumah sakit. 5 orang pasien diantaranya mengatakan khawatir

akan kemungkinan komplikasi yang berat.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti merasa tertarik melakukan

penelitian tentang hubungan self-efficacy dengan kualitas hidup pada pasien

kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Adakah Hubungan Self-

Efficacy dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Kanker Kolorektal di RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019 ” ?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara self-

efficacy dengan kualitas hidup pada pasien kanker kolorektal di RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
7

a. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik responden self-efficacy

pada pasien kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2019.


b. Diketahui distribusi frekuensi self-efficacy pada pasien kanker

kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.


c. Diketahui distribusi frekuensi kualitas hidup pada pasien kanker

kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.


d. Diketahui hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup

penderita kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi

tahun 2019.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan peneliti di dalam melakukan penelitian khususnya penelitian di

bidang keperawatan medikal bedah yaitu tentang hubungan antara self-

efficacy dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal di RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.


2. Manfaat bagi RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.
Penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan informasi dan

masukan bagi RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi dalam.

mengaplikasikan asuhan keperawatan`secara holistic untuk aspek

psikologis penderita yang berhubungan dengan self-efficacy sebagai hal

yang berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan dan peningkatan

kualitas hidup penderita kanker kolorektal sehingga dapat menyusun

rencana strategis yang tepat dalam peningkatan kesehatan penderita kanker

kolorektal.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai literarur bagi institusi dan menjadi referensi bagi

mahasiswa STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi dalam proses pembelajaran


8

mengenai hubungan self-efficacy terhadap kualitas hidup pada penderita

kanker kolorektal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker Kolorektal
1. Defenisi
Menurut Kementrian Kesehatan RI, kanker kolorektal adalah

keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian

terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari

usus besar sebelum anus). Kanker kolorektal juga bisa disebut kanker usus

besar atau kanker rektum, tergantung di mana mereka mulai karena kanker

usus besar dan kanker rektum memiliki banyak kesamaan. Kanker dimulai

ketika sel-sel dalam tubuh mulai tumbuh di luar kendali. Sel-sel di hampir

semua bagian tubuh dapat menjadi kanker, dan dapat menyebar ke area

lain dari tubuh (American Cancer Society, 2018).


Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignan yang muncul

pada jaringan ephitel dari colon / rektum. Umumnya tumor kolorektal

ialah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma (Wijaya,

2013). Terjadinya kanker kolorektal dimulai dari pembengkakan seperti

kancing yang dikenal sebagai polip yang berasal dari lapisan mukosa usus

besar. Kemudian kanker mulai memasuki dinding usus, karena darah dari

dinding usus dibawa kehati, kanker kolon biasanya menyebar kehati

segera setelah menyebar ke kelenjar getah bening didekatnya

(Sastrosudarmo, 2014)

9
10

2. Etiologi
Penyebab kanker kolorektal hingga saat ini belum diketahui pasti.

Menurut Kementrian Kesehatan RI, ada beberapa faktor risiko yang

meningkatkan terjadinya kanker kolorektal , antara lain :


a. Faktor Genetik.
Sekitar 20% kasus kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga.

Anggota keluarga tingkat pertama (first-degree) pasien yang baru

didiagnosis adenoma kolorektal atau kanker kolorektal invasif memiliki

peningkatan risiko kanker kolorektal. Kerentanan genetik terhadap

kanker kolorektal meliputi sindrom Lynch atau Hereditary

Nonpolpyposis Colorectal Cancer (HNPCC) dan familial adenomatous

polyposis. Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada

semua pasien kanker kolorektal.


b. Keterbatasan Aktivitas dan Obesitas
Aktivitas fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity“

merupakan sebuah faktor yang paling sering dilaporkan sebagai faktor

yang berhubungan dengan kanker kolorektal. Aktivitas fisik yang

reguler mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko kanker

kolorektal sampai 50%. American Cancer Society menyarankan

setidaknya aktivitas fisik sedang (e.g. jalan cepat) selama 30 menit atau

lebih selama 5 hari atau lebih setiap minggu. Selain itu, kurangnya

aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang juga

merupakan sebuah faktor yang meningkatkan risiko kanker kolorektal.

c. Diet
Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American

Cancer Society menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah

dan/atau daging yang telah diproses meningkatkan risiko kanker kolon


11

dan rektum. Risiko tinggi kanker kolorektal ditemukan pada individu

yang mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada temperatur

tinggi dengan waktu masak yang lama. Selain itu, individu yang

mengkonsumsi sedikit buah dan sayur juga mempunyai faktor risiko

kanker kolorektal yang lebih tinggi.


d. Merokok dan Alkohol
Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok tobako dapat

menyebabkan kanker kolorektal. Hubungan antara merokok dan kanker

lebih kuat pada kanker rektum dibandingkan dengan kanker kolon.

Konsumsi alkohol secara sedang dapat meningkatkan risiko kanker

kolorektal. Individu dengan rata-rata 2-4 porsi alkohol per hari selama

hidupnya, mempunyai 23% risiko lebih tinggi kanker kolorektal

dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi kurang dari satu

porsi alkohol per hari.


3. Manifestasi klinis
Tidak ada gejala dan tanda dini kanker kolorektal, namun gejala

umum yang dikeluhkan penderita adalah :


a. Pendarahan segar peranal (Hematokezia)
Sebagian besar penderita sering mempunyai keluhan air besar

berdarah segar. Sumber pendarahan segar yang terbanyak dari kanker

terletak dibagian distal kolon dari kanker, terutama direktum, sigmoid,

rektosigmoid, dan kolon descendens (Ariani, 2015).


b. Buang air besar lendir darah
Letak karsinoma kolorektal di bagian proksimal lebih sering

menimbulkan buang air besar darah lendir karena darah yang

dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan tinja (Ariani,

2015).
c. Obstruksi Salura Cerna
12

Penderita sering merasakan gangguan dalam kebiasaan

buang air besar, diantaranya tanda obstruksi sebagian (parsial) maupun

obstruksi total sehingga timbul tanda-tanda ileus, buang air besar darah

lendir atau obstipasi beberapa hari. Tanda-tanda obstruksi umumnya

kanker berbentuk sirkular dan anular yang menyebabkan terjadi

penyempitan lumen usus. Bentuk striktura merupakan tumor yang

sering menonjol dan mengisi seluruh lumen usus sehingga

menyebabkan sumbatan total (Ariani, 2015).


d. Kebiasaan buang air besar berubah
Saat kanker berada di dalam usus besar, maka kebiasaan buang

air besar pun akan berubah. Hal ini di karenakan tumor telah

menghalangi usus besar dan orang akan susah buang air besar (Brunner

and Suddarth, 2013).


e. Sembelit
Pada kanker kolorektal, penyebab sembelit adalah karena tumor

yang berada pada usus besar menahan tinja yang akan dikeluarkan.

Sembelit akan muncul pada saat tumor sudah membesar. Sembelit akan

membuat perut terasa penuh, namun tidak bisa dikeluarkan (Brunner

and Suddarth, 2013).


f. Berat badan menurun
Penderita kanker kolorektal akan mengalami penurunan berat

badan secara tiba-tiba. Perut yang terasa penuh dan sembelit membuat

nafsu makan menurun. Diare yang terus-menerus juga yang

mengakibatkan berat badan menurun drastis (Mutaqqin, 2011).


g. Nyeri perut
Nyeri perut pada kanker kolorektal ditandai dengan obstruksi

yang akan terjadi. Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain

seperti mual, muntah harus segera diperiksa (Mutaqqin, 2011).


4. Klasifikasi kanker kolorektal menurut Stanford Health Care
13

Setelah sel kanker terbentuk di usus besar, sel kanker tumbuh

melalui lapisan sepanjang dinding usus besar ataupun rektum. Kanker

yang terdapat pada dinding usus juga bisa menembus pembuluh darah atau

getah bening. Sel-sel kanker mula – mula menyebar ke kelenjar getah

bening di dekatnya, yang merupakan struktur berbentuk seperti kacang

yang berfungsi membantu melawan infeksi. Sel-sel kanker juga dapat

menyebar melalui pembuluh darah ke hati atau paru-paru, atau dapat

menyebar melalui rongga perut ke daerah lain, seperti ovarium. Proses di

mana sel-sel kanker menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh

darah disebut metastasis (American Cancer Society, 2014 : 2).

Menurut Stanford Health Care (2019), klasifikasi kanker

kolorektal sebagai berikut:

a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ) : Kanker hanya pada lapisan terdalam

dari kolon dan rektum. Belum menyebar dan berada pada tahap awal.

b. Stadium I : Sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau

rektum tetapi belum menembus ke luar dinding.

c. Stadium II : Sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot kolon atau

rektum, tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke kelenjar

getah bening. Tahap ini terbagi atas :

1) Tahap IIA : Pada tahap ini, kanker telah tumbuh menjadi lapisan

terluar dari kolon atau rektum dan belum menyebar ke kelenjar

getah bening atau ke jaringan yang lain.


14

2) Tahap IIB : Kanker telah tumbuh menembus dinding kolon dan

rektum tetapi belum sampai ke organ didekatnya dan belum

menyebar ke kelenjar getah bening.

3) Tahap IIC : Kanker telah menyebar diluar kolon dan telah

menyebar kejaringan sekitarnya tetapi belum menyebar ke kelenjar

getah bening.

d. Stadium III : Sel kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar

getah bening di daerah tersebut tetapi tidak ke bagian tubuh yang lain.

1) Tahap IIIA : Kanker telah menyebar ke lapisan tengah dinding

kolon dan juga telah menyebar kesatu hingga ketiga kelenjar getah

bening tetapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain.

2) Tahap IIIB : Kanker telah tumbuh ke dalam atau melaui lapisan

luar kolon atau rektum tetapi belum menyebar ke organ-organ

terdekat. Kanker telah tumbuh ke lapisan pertama atau tengah dan

telah menyebar ke tujuh atau lebih kelenjar getah bening di

sekitarnya.

3) Tahap IIIC : Kanker telah tumbuh ke dalam atau melaui lapisan

luar kolon atau rektum tetapi belum mencapai organ didekatnya

dan telah kelenjar getah bening di sekitarnya.

e. Stadium IV : Kanker telah menyebar ke bagian lain dari usus besar,

seperti hati, paru-paru, atau tulang.

1) Tahap IVA : Kanker mungkin tumbuh atau mungkin tidak melalui

dinding kolon atau rektum, dan mungkin belum mencapai kelenjar


15

getah bening disekitarnya. Tahap ini kanker telah menyebar ke

organ yang jauh.

2) Tahap IVB : Kanker mungkin atau tidak tumbuh melalui dinding

kolon atau rektum dan telah mencapai kelenjar getah bening

didekatnya. Tahap ini kanker telah menyebar ke organ yang jauh

seperti hati, paru-paru, atau tulang.

5. Pengobatan

Ada empat jenis utama pengobatan untuk kanker kolorektal adalah

pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan terapi target. Setiap jenis

pengobatan tergantung pada tahap kanker yang diderita (Ariani, 2015).

a. Pembedahan

Pembedahan biasanya merupakan pengobatan utama untuk

kanker kolorektal stadium awal. Polipectomi adalah suatu metode yang

biasa digunakan oleh dokter untuk mengangkat polip usus yang

dianggap berbahaya pada saat dilakukannya kolonoskopi. Bila sudah

menjadi kanker, maka perlu dilakukan tindakan operasi yang disebut

kolektomi atau reseksi segmental.

Kanker usus besar tahap II dan III ditangani dengan slah satu

metode pembedahan ini :

1) Reseksi Low Anterior. Metode ini dilakukan bila posisi kanker

terletak diatas rektum dekat dengan perbatasan usus besar. Dokter


16

membuat sayatan terbuka pada perut untuk mengangkat bagian

yang terkena kanker, tanpa mempengaruhi anus. Pada metode ini

pasien dapat buang air besar melalui anus.

2) Proctectomy dengan Colo-Anal Anastomotosis. Metode ini dengan

cara mengangkat seluruh rektum dan usus besar yang melekat pada

anus, karena kanker di antara bagian tengah dan 2/3 bawah dubur.

Dokter akan membuat pembuangan tinja sementara (ostomi)

hingga ususnya sembuh.

3) Reseksi Abdominoperineal (AP). Apabila kankernya berada pada

bagian bawah rektum dekat dengan anus, maka perlu mengangkat

juga anusnya. Akibatnya, sebuah lubang pembuangan tinja (ostomi)

permanen perlu dibuat untuk mengeluarkan tinja.

4) Eksenterasi Panggul. Jika kanker rektum sudah menyebar ke organ

terdekat, maka diperlukan suatu pembedahan radikal, yang

mungkin melibatkan pengangkatan usus besar, anus ataupun

kandung kemih/ prostat/ rahim yang terinfeksi. Hal ini memerlukan

ostomi permanen.

b. Radioterapi

Radioterapi digunakan ketika sel kanker sudah menempel ke

organ dalam atau ke lapisan perut (abdomen). Radioterapi dilakukan

setelah pembedahan.

Teknik radioterpi yang digunakan sebagai berikut :

1) Teknik Radio-Surgery. Terapi ini memungkinkan pengangkatan

tumor tanpa perlu melakukan operasi pembedahan terbuka.


17

2) Brachytherapy. Dalam metode ini pellet kecil atau biji bahan

radioaktif ditempatkan langsung ke kankernya dalam jangka

pendek dengan tujuan mematikan kankernya tanpa merusak

jaringan yang sehat sekitarnya.

c. Kemoterapi

Kemoterapi melibatkan penggunaan obat-obatan melalui infus

kedalam aliran darah atau tablet minum untuk mematikan sel-sel

kankernya. Kemoterpi kadang-kadang digunakan sebelum operasi

untuk mengecilkan kankernya, atau yang telah bermetastasis ke hati.

d. Target Terapi

Terapi target hanya memutuskan diri untuk memfokuskan diri

untuk mematikan sel-sel kankernya, sehingga tidak mengganggu sel-sel

normal lainnya contoh obat-obatan terpai target adalah bevacizumab,

panitumumab, dan cetuximab. Obat ini merupakan antibody

monoclonal buatan untuk menyerang kanker pada akar molekulnya.

Terapi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan kemoterapi untuk

meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan.

B. Kualitas Hidup
1. Defenisi
Kualitas Hidup baru-baru ini didefinisikan secara ilmiah, dan telah

dianggap identik dengan status kesehatan, status fungsional, kesejahteraan

psikologis, kebahagiaan dengan kehidupan, kepuasan kebutuhan dan

penilaian kehidupan sendiri (Elisabete et al., 2007 dalam manhas et al.,

2013). Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang

menikmati kepuasan dalam hidupnya. Untuk mencapai kualitas hidup


18

maka seseorang harus dapat menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa.

Sehingga seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan

(Ventegodt, 2003 dalam Wakhid, 2018).

Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHOQOL

BREF, 1997) adalah persepsi dari individu dalam kehidupan dalam

konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam

kaitannya dengan nilai-nilai, standart dan kekhawatiran dalam hidup.

Kualitas hidup individu yang satu dengan yang lain akan berbeda, hal itu

tergantung pada definisi atau interpretasi masing-masing individu tentang

kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup akan sangat rendah apabila

aspek-aspek dari kualitas hidup itu sendiri masih kurang terpenuhi

(Karangora dalam Hardiyanti, 2012).

Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan

(health-related quality of life) adalah keadaan kesejahteraan yang

merupakan gabungan dari dua komponen, yaitu kemampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari yang mencerminkan keadaan fisik,

psikologis, dan social; dan kepuasan pasien terhadap tingkat fungsi dan

pengendalian penyakit (Bottomley, 2002 dalam Juwita, 2018 ).

2. Aspek- aspek kualitas hidup

Menurut Ferrell dan Dow (1997), kualitas hidup pada penderita

kanker dapat dilihat dari 4 aspek yaitu :

a. Kesejahteraan Fisik
19

Kesejahteraan fisik adalah kontrol atau kesembuhan gejala dan

kemampuan untuk memiliki kemandirian fisik dan mampu melakukan semua

fungsi dasar.

b. Kesejahteraan psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah untuk mempertahankan rasa kontrol

dalam menghadapi hidup melawan penyakit yang ditandai oleh prioritas hidup

yang berubah, tekanan emosional, dan ketakutan akan hal-hal yang tidak

diketahui serta perubahan kehidupan yang positif. Perubahan yang paling

bermasalah yang mempengaruhi kualitas hidup dalam domain psikologis

meliputi: kecemasan; takut kambuh, keganasan kedua, atau penyakit

metastasis; keprihatinan atas tes di masa depan; dan kesusahan karena

mengingat kembali pengobatan kanker awal. Perubahan-perubahan dalam

kesejahteraan psikologis ini dimanifestasikan oleh kecemasan, perubahan

suasana hati, dan depresi.

c. Kesejahteraan sosial

Kesejahteraan social disesuaikan dengan dampak kanker pada individu,

peran dan hubungan mereka dan seberapa baik mereka dapat menangani

faktor-faktor tersebut. Masalah kualitas hidup yang memengaruhi

kesejahteraan sosial termasuk masalah keluarga, seperti masalah seksual dan

perkawinan dan penyesuaian anak, dan masalah terkait pekerjaan, seperti

kekhawatiran akan pengungkapan kanker, stigma, masuk kembali ke tempat

kerja, perubahan prioritas kerja , diskriminasi, dan asuransi kesehatan.

d. Kesejahteraan spiritual
20

Kesejahteraan spiritual tergantung pada seberapa baik seseorang dapat

mengendalikan ketidakpastian yang diciptakan oleh harapan yang berasal dari

pengalaman kanker

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Wilson dan Clearly (1995) mengemukakan bahwa faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup pada penderita kanker, yaitu:

a. Status biologis dan fisiologis, yang berfokus pada fungsi sel, organ, dan sistem

organ. Mereka dapat mencakup diagnosis, nilai-nilai laboratorium, ukuran

fungsi fisiologis, dan temuan pemeriksaan fisik..

b. Status gejala. Gejala fisik didefinisikan "sebagai persepsi, perasaan atau

kepercayaan tentang keadaan tubuh", seperti rasa sakit, kelelahan, atau mual.

Gejala dapat juga bersifat psikofisik, dalam hal ini gejala utamanya terkait

dengan kesehatan mental, atau dapat berupa emosi atau psikologis misalnya

dalam kasus ketakutan, kekhawatiran, dan frustrasi.

c. Status Fungsional dapat berupa fisik, sosial, psikologis, kognitif atau terkait

dengan peran seseorang. Ini menilai kemampuan individu untuk melakukan

tugas tertentu yang ditentukan.

d. Karakteristik individu: Faktor-faktor pribadi seperti usia, jenis kelamin, lokasi

tumor asli, jumlah komorbiditas, tingkat pendidikan tertinggi yang

diselesaikan.

e. Karakteristik lingkungan social seperti dukungan social, status perkawinan

dan jumlah anak.

4. Instrument kualitas hidup


21

Menurut EORTC QLQ C-30 (Europe Organization for Research and

Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire-C-30) penilaian

kualitas hidup meliputi :

1. Fungsi fisik, mencakup kegiatan berat, berjalan kaki dalam jarak jauh,

berjalan kaki dalam jarak dekat, berbaring di tempat tidur/duduk di

kursi, memerlukan bantuan orang lain saat makan, berpakaian dan

buang air.

2. Fungsi peran, mencakup keterbatasan saat bekerja dan keterbatasan saat

melakukan kegiatan santai atau hobi.

3. Fungsi emosi, mencakup perasaan tegang, perasaan khawatir,

tersinggung dan depresi.

4. Fungsi kognitif, mencakup konsentrasi dan memori.

5. Fungsi sosial, mencakup kehidupan keluarga dan kehidupan sosial.

6. Kondisi kesehatan secara keseluruhan

7. Domain gejala, mencakup kelelahan, kurangnya istirahat, badan lemah,

lelah, mual, muntah, nyeri, sesak nafas, sulit tidur, kehilangan nafsu

makan, konstipasi, diare dan kesulitan keuangan.

C. Self-Efficacy
1. Pengertian

Bandura pertama kali mengemukakan bahwa self-efficacy adalah

penilaian keyakinan diri tentang seberapa baik individu dapat melakukan

tindakan yang diperlukan berhubungan dengan situasi yang prospektif.

Self-efficacy ini berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki

kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Bandura juga


22

mengatakan bahwa self-efficacy berkaitan dengan keyakinan individu

dapat atau tidak dapat melakukan sesuatu bukan pada hal apa yang akan ia

lakukan. Self-efficacy yang tinggi akan mendorong individu untuk

mengatasi tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan (Shofiah,

2014). Gist dan Mitchell mengatakan bahwa self-efficacy dapat membawa

perilaku yang berbeda-beda antara individu satu dengan individu yang lain

dengan kemampuan yang sama, akan tetapi self-efficacy mempengaruhi

pilihan, tujuan, pengatasan masalah serta kegigihan dalam berusaha. Smith

dan Vetter berpendapat self-efficacy adalah sejumlah perkiraan tentang

kemampuan yang dapat dirasakan seseorang (Sujarwo, 2014).

Individu dengan self-efficacy tinggi akan berusaha lebih keras dan

mempunyai daya yang kuat dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan

dengan individu yang memiliki self-efficacy yang rendah. Individu yang

memiliki self-efficacy yang tinggi akan cenderung untuk memilih terlibat

langsung dalam menjalankan suatu tugas, sekalipun tugas tersebut adalah

tugas yang sulit. Sebaliknya, individu yang memiliki self-efficacy rendah

akan menjauhi tugas-tugas yang sulit karena mereka menganggapnya

sebagai suatu ancaman sehingga membuat mereka untuk menghindari

tugas-tugas yang mereka anggap sulit (Ningsih, 2018)

2. Sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (1994), self-efficacy dapat ditumbuhkan melalui

sumber-sumber informasi berikut:


a. Pengalaman Individu (enactive mastery experience)
Interpretasi individu terhadap keberhasilan yang dicapai

individu pada masa lalu akan mempengaruhi efikasi dirinya. Individu


23

dalam melakukan suatu tugas akan menginterpetasikan hasil yang

dicapai. Interpretasi tersebut akan mempengaruhi keyakinan diri

terhadap kemampuan untuk melakukan suatu tugas-tugas selanjutnya.


b. Pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience)
Pengalaman Vikarius diperoleh melalui model sosial, yaitu efek

dari aksi oleh orang lain yang dijadikan model. Efikasi akan meningkat

ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan

menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama

dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda

dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya

ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi

orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur

yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.


c. Persuasi verbal (verbal persuation).
Persuasi verbal dari orang-orang yang menjadi panutan atau

yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan dapat

meningkatkan self-efficacy individu. Persuasi verbal yang diberikan

kepada individu bahwa individu memiliki kemampuan untuk

melakukan suatu tugas menyebabkan individu berusaha keras untuk

menyelesaikan tugas tersebut.


d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and affective states)
Individu akan melihat kondisi fisiologis dan emosional dalam

menilai kemampuan, kekuatan dan kelemahan dari disfungsi tubuh.

Keadaan emosional yang sedang dihadapi individu akan mempengaruhi

keyakinan individu dalam menjalankan tugas.


3. Proses Pembentukan Self- Efficacy
Menurut Bandura (2010), proses terbentuknya Self-Efficacy yaitu :
a. Proses kognitif
24

Keyakinan self-efficacy terbentuk melalui proses kognitif,

misalnya dalam perilaku manusia dan penetapan tujuan. Penentuan

tujuan dipengaruhi oleh penilaian atas kemampuan diri sendiri, Semakin

kuat self-efficacy seseorang maka semakin tinggi seseorang untuk

berkomitmen untuk mencapai tujuan yang ditentukannya. Keyakinan

orang sebagai bentuk dari antisipasi mereka untuk membangun dan

berlatih. Mereka yang memiliki self efficacy yang tinggi akan membuat

rencana yang didalamnya terdapat panduan positif untuk menunjang

kinerja mereka. Mereka yang meragukan keyakinan akan memikirkan

rencana dan banyak hal yang salah oleh karena itu, sulit mencapai

keberhasilan bila memiliki keraguan.


b. Proses motivasi
Self-efficacy memainkan peranan dalam pengaturan motivasi. Orang

memotivasi diri dan membimbing tindakan mereka secara antisipasif

dengan latihan pemikiran kedepan. Mereka membentuk keyakinan tentang

apa yang bisa mereka lakukan, mengantisipasi kemungkinan yang dapat

terjadi melalui tindakan dan menetapkan tujuan mereka serta

merencanakan program untuk masa depan. Keyakinan dalam proses

berfikir sangat penting bagi pembentukan motivasi, karena sebagian

besar motivasi dihasilkan melaui proses berfikir. Keyakinan akan

mempengaruhi atribut kausal seseorang, ketika menganggap dirinya

mempunyai atribut kausal kegagalan maka ia akan mempunyai

kemampuan yang rendah, dan begitupun sebaliknya, sedangkan

motivasi diatur oleh harapan seseorang dan nilai dari tujuan yang

ditentukan.
c. Proses afektif
25

Proses afektif adalah keyakinan orang terhadap kemampuan

mereka dalam mengatasi stres dan depresi dalam situasi yang sulit. Self-

efficacy dapat mengendalikan depresi yaitu dengan mengontrol stress.

Orang yang percaya bahwa mereka dapat mengontrol diri, maka pola pikir

mereka tidak akan terganggu. Tapi orang yang yakin bahwa mereka tidak

dapat mengontrol diri sendiri, akan mengalami kecemasan. Mereka selalu

memikirkan kekurangan mereka, melihat lingkungan penuh dengan bahaya

dan diperparah dengan mengkhawatirkan sesuatu hal yang jarang terjadi.

Pemikiran sperti itu akan menyusahkan dan merusak mereka. Dalam hal

ini, self-efficacy akan memberikan pengaruh terhadap kecemasan. Semakin

tinggi self-efficacy, semakin berani orang menghadapi tantangan.

Kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh mekanisme koping seseorang

tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengendalikan

pemikiran yang mengganggu.


d. Proses seleksi
Tujuan akhir dari proses efikasi adalah untuk membentuk

lingkungan yang menguntungkan dan dapat dipertahankannya.

Sebagian besar orang adalah produk dari lingkungannya, oleh karena itu,

self-efficacy membentuk arah kehidupan dan mempengaruhi jenis kegiatan

orang dalam lingkungan. Orang menghindari aktivitas diluar batas

kemampuan mereka. Tapi mereka mau melakukan tugas menantang dan

menilai yang sekiranya sesuai dengan kemampuan mereka. Melalui pilihan

yang dibuat, orang akan berkompetisi dalam menentukan program .


4. Aspek- aspek Self-Efficacy
Bandura (1997) mengungkapkan ada beberapa aspek dalam self-

efficacy yang penting, yaitu:


a. Tingkat kesulitan tugas (magnitude)
26

Individu akan memiliki pekerjaan berdasarkan kemampuan agar

dapat melakukan pekerjaan tersebut. Individu juga akan melakukan

pekerjaan yang hanya bisa dilakukan dan dianggap tidak akan keluar

batas dari kemampuannya.

b. Kekuatan keyakinan (strength)


Adanya kekuatan keyakinan berkaitan dengan kemampuan

individu. Keberadaan individu memiliki harapan yang kuat agar mampu

mendorong individu memiliki keinginan yang kuat untuk mencapainya

meskipun hanya memiliki sedikit pengalaman.


c. Generalisasi (generalization)
Perilaku yang berkaitan di lapangan, karena individu merasa yakin

dengan kemampuannya. Hal ini terjadi karena adanya kepercayaan

individu dalam kemampuan kegiatan tertentu dan situasi di bidang

ketenagakerjaan atau banyak situasi yang beragam.


Self-efficacy memiliki aspek yang dapat membuat masing-masing

individu mampu memiliki keyakinan untuk mencapai tujuannya

tersebut. Bandura menyebutkan bahwa aspek-aspek tersebut adalah

adanya tingkat kesulitan, kekuatan dan generalisasi. Ketiga aspek

tersebut merupakan bagian-bagian terpenting yang dapat menjadi dasar

akan adanya self-efficacy pada individu.


5. Pengaruh self-efficacy pada fungsi manusia
a. Pilihan tentang perilaku
Seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah pada umumnya

akan menghindari tugas-tugas yang sulit, sedangkan seseorang yang

memiliki self-efficacy yang tinggi akan menghadapi tugas- tugas yang

sulit.

b. Motivasi
27

Self-efficacy yang tinggi dapat mempengaruhi motivasi baik secara

positif maupun negative. Secara umum, orang-orang dengan self-

efficacy yang tinggi cenderung melakukan upaya untuk menyelesaikan

tugas dan bertahan lebih lama dalam menghadapi tugas tersebut,

daripada mereka yang memiliki self-efficacy yang rendah.


c. Pola dan respon pemikiran seseorang
Self-efficacy memiliki beberapa efek pada pola dan respon

pemikiran seseorang :
1) Pada orang yang memiliki self-efficacy rendah akan percaya bahwa

tugas yang sedang dihadapi lebih sulit dari yang sebenarnya,

sehingga mengakibatkan perencanaan tugas yang buruk serta

meningkatkan stress.
2) Orang menjadi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi ketika

terlibat dalam tugas pada orang dengan self-efficacy rendah.


3) Orang dengan self-efficacy yang tinggi cenderung berpandangan

luas dalam suatu tugas sehingga dapat menentukan rencana yang

matang.
4) Orang dengan self-efficacy yang tinggi tidak akan pantang

menyerah dalam menghadapi suatu tugas.


5) Seseorang dengan self-efficacy tinggi akan menghubungkan

kegagalan dengan fakto-faktor eksternal, dimana seseorang dengan

self-efficacy rendah akan menyalahkan kemampuan yang rendah

d. Perilaku kesehatan
Self-efficacy mempengaruhi seberapa tinggi orang yang

menetapkan tujuan kesehatannya. Adanya peningkatan self-efficacy,

individu memiliki kepercayaan diri yang lebih besar pada kemampuan

mereka dan dengan demikian lebih cenderung terlibat dalam perilaku


28

sehat. Keterlibatan yang lebih besar dalam perilaku sehat, menghasilkan

hasil kesehatan pasien yang positif seperti peningkatan kualitas hidup.


e. Kontrol diri
Seseorang dengan self-efficacy yang tinggi umumnya percaya bahwa

mereka dapat mengendalikan hidup mereka sendiri dan semua tindakan

yang mereka lakukan dapat mempengaruhi hidup mereka.

D. Hubungan Self-Efficacy terhadap kualitas hidup

Beragamnya gejala penyakit dan efek samping pengobatan kanker,

menyebabkan penurunan pada kualitas hidup, termasuk kinerja peran, status

fungsional, kinerja fisik, fungsi kognitif, keterlambatan pengobatan, dan

status penyakit (Brant et al., 2016).

Menurut Omran et al, (2018) self-efficacy prediktor penting dalam

menentukan persepsi kualitas hidup pasien kanker. Self-efficacy dapat

mengoptimalkan kualitas hidup pasien yang menjalani proses penyembuhan

akibat penyakit kronik. Individu dengan self-efficacy yang lebih tinggi

menggerakkan sumber daya pribadi dan sosial mereka secara proaktif untuk

mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan lamanya hidup mereka

sehingga mereka mengalami kualitas hidup yang lebih baik (Abdul Wakhid,

2018). Pasien dengan self-efficacy lebih tinggi lebih mungkin untuk

berpartisipasi dalam strategi yang efektif dalam mencapai psikologis dan hasil

medis (lebih sedikit gejala dan efek samping) yang diinginkan dibandingkan

dengan mereka yang memiliki self-efficacy yang lebih rendah. Pasien yang

sangat percaya bahwa mereka dapat melakukan kontrol atas kesehatan

mereka dan bahwa kesehatan adalah tanggung jawab mereka, memiliki skor

kualitas hidup yang lebih tinggi (Omran, 2018).


29

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al

(2015), dimana dalam penelitiannya mengemukakan bahwa self-efficacy yang

tinggi, gejala peyakit yang rendah, dan tingkat kecemasan yang rendah akan

meningkatkan kualitas hidup pasien kanker kolorektal selama kemoterapi.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Huang et al., (2013 dalam Afandi

dkk, 2018), menyebutkan bahwa self-efficcay dapat meningkatkan kualitas

hidup pada pasien yang menjalani pengobatan dan terjadi peningkatan

terhadap kepatuhan.

E. Kerangka Teori

Colorectal cancer

Cancer stage type Effects of treatment

Characteristics Characteristics of
of the individual the environment
Overall

Physical well- Quality of Life Self-efficacy


being
30

Psychological
Social Function Behaviour health
well- being
related

Motivation
Spiritual well-
being Thought patterns
and responses
Choice regarding
Sumber : Smith and colleagues (1999) ; Ferrell dan Dow (1997) ; Bandura (1997) behaviour
Loss of control
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah uraian tentang hubungan antar variabel-

variabel yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan

kerangka teori atau kerangka piker atau hasil studi sebelumnya sebagai

pedoman penelitian. Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori

yang akan diteliti, untuk mendeskripsikan secara jelas variabel yang

dipengaruhi (dependent variables) dan variabel pengaruh (independent

variabel) (Notoatmodjo, 2012).


Menurut Sudibyo dan Rustika (2013), variabel didefenisikan sebagai

karakteristik dari subyek penelitian, atau fenomena yang dapat memiliki

beberapa nilai (variasi nilai). Variabel independen (variabel bebas) adalah

variabel yang variasi nilainya dapat mempengaruhi variabel terikat,

sedangkan variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang variasi

nilainya diakibatkan oleh satu atau lebih variabel bebas. Variabel independen

dari penelitian ini adalah self-efficacy sedangkan variabel dependen dari

penelitian ini adalah kualitas hidup.


Variabel Independen Variabel Dependen

Self-efficacySkema 3.1 Kerangka konsep penelitian


Kualitas hidup

31
32

B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2012). Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Hipotesis alternative / Ha :

Ada hubungan yang kuat antara self-efficacy dengan kualitas hidup

pasien kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian adalah suatu metode yang digunakan peneliti untuk

melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya

penelitian. Desain penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan dan hipotesis

penelitian. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi dengan

pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian dimana

variabel risiko, atau variabel independen dan variabel dependen diukur atau

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2013).


B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di ruangan poli bedah dan Ambunsuri 1 dan 2

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.


2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Agustus

tahun 2019.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan

yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau

generalisasi ( Sudibyo dan Rustika, 2013). Pada penelitian ini yang

menjadi populasi penelitian adalah seluruh pasien kanker kolorektal yang

berobat ke Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Data populasi

33
35

pasien kanker kolorektal tahun 2018 yang berobat ke Rumah Sakit Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi adalah 192 pasien.


2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive

sampling, pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh

peneliti untuk dapat dianggap mewakili karakteristik populasinya.

(Notoatmodjo, 2012).
Besaran sampel pada penelitian analitis korelatif adalah sebagai

berikut :

n= + 3 = 79.52 (dibulatkan menjadi 80)

(Dahlan, 2010)
N = Besar Sampel
Alfa (α) = Kesalahan tipe I yang ditetapkan sebesar 5 % = 0,05,
Zα = Deviat baku alfa yaitu 1,64
Beta (β) = Kesalahan tipe II yang ditetapkan sebesar 10 % = 0,1
Zβ = Deviat baku beta yaitu 1,28
r = koefisien korelasi minimal yang dianggap bermakna,
ditetapkan sebesar 0,4
Jadi, jumlah sampel penelitian sebanyak 80 responden yaitu pasien

kanker kolorektal yang berobat ke Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi pada tahun 2019 yang memenuhi syarat inklusi.


D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Kriteria Inklusi
36

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri – ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Sudibyo

dan Rustika, 2013).


Kriteria tersebut adalah :
a. Pasien berumur ≥ 18 tahun
b. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan kooperatif
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah ciri – ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel ( Sudibyo dan Rustika, 2013).


Kriteria tersebut adalah :
a. Pasien kanker kolorektal dengan penurunan kesadaran
b. Pasien yang didiagnosis metastasis kolorektal
c. Pasien dengan gangguan kognitif
E. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel

yang akan diteliti. Defenisi operasional dibuat untuk memudahkan dan

menjaga konsistensi pengumpulan data, menghindarkan perbedaan

interprestasi serta membatasi ruang lingkup variabel (Sudibyo dan

Rustika,2013).
Table 4.1 : Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur

Indepen Kepercayaan Mengisi Kuesioner Ordinal Rentang skor


den : pasien kanker kuesioner The antara 12-48.
Self- kolorektal Communica Hasil pengukuran
efficacy pada tion and dikategorikan:
kemampuan- Attitudinal 1. Tinggi :
nya untuk Self- 36 ≤ X
mengatur dan Efficacy 2. Sedang :
melaksanakan Scale 24 ≤ X < 36
tindakan yang (CASE- 3. Rendah :
diperlukan Cancer) X < 24
dalam (Azwar, 2012)
menghadapi
penyakit,
meliputi :
memahami dan
berpartisipasi
dalam
37

perawatan,
mempertahan-
kan sikap
positif, dan
mencari dan
mendapatkan
informasi

Depende Harapan Mengisi Kuesioner Ordinal Rentang skor


n: pasien kanker kuesioner EORTC antara 0-100.
Kualitas kolorektal QLQ C-30 Hasil pengukuran
Hidup terhadap peritem
kehidupan dikategorikan :
dibandingkan 1. Baik : ≥66,6
dengan 2. Sedang:
kenyataan 33,4-66,5
yang 3. Buruk: ≤33,3
dihadapinya (Scott et al,
yang dilihat 2008)
dari aspek
kesehatan
secara umum,
aspek fisik dan
aspek gejala.

F. Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa

kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2017).


Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Kuesioner karakteristik responden
Karakteristik responden yang akan diukur adalah usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan.
2. Kuesioner Self-Efficacy
Self-Efficacy akan diukur dengan menggunakan kuesioner The

Communication and Attitudinal Self-Efficacy Scale (CASE-Cancer) yang

dibuat oleh Michael S. Wolf et al (2005) yang terbagi atas 3 indikator

yaitu : memahami dan berpartisipasi dalam perawatan, mempertahankan


38

sikap positif, dan mencari dan mendapatkan informasi. Skala ini terdiri

dari 12 item pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban dengan

memberikan tanda checklist (√) dari keempat pilihan jawaban yang sudah

disediakan. Sistem scoring yang digunakan yaitu 1: sangat tidak setuju ;

2: tidak setuju ; 3: setuju ; 4: sangat setuju.


Untuk menentukan kategori penilaian sel-efficacy ada 3 kategori

yaitu : tinggi, sedang, rendah. Menentukan kategorisasi data ordinal

menurut Azwar (2010) adalah :


Tabel 4.2 Interprestasi The Communication and Attitudinal Self-Efficacy
Scale

Kategorisasi Rumus Kategori

Tinggi (µ + 1.0 (ơ) ) ≤ X

Sedang (µ - 1.0 (ơ) ) ≤ X < (µ + 1.0 (ơ) )

Rendah X < (µ - 1.0 (ơ)

Keterangan :
µ : mean teoritik
ơ : standar deviasi
Tabel 4.3 Karakteristik item kuesioner The Communication and
Attitudinal Self-Efficacy Scale

Indikator Nomor Pertanyaan

Memahami dan berpartisipasi dalam 1–4


perawatan

Mempertahankan sikap positif 5–8

Mencari dan mendapatkan informasi 9 - 12

3. Kuesioner Kualitas Hidup


Kuesioner kualitas hidup yang digunakan adalah kuesioner EORTC

QLQ C-30 (Europe Organization for Research and Treatment of Cancer

Quality of Life Questionnaire-C-30). Kuesioner ini terdiri dari 30


39

pertanyaan yang terbagi dalam 3 aspek yaitu : aspek fungsional (functional

scale), aspek gejala (symptom scale) dan status kesehatan global (global

health status). Setiap item pertanyaan dapat dijawab dengan memilih poin

1 = tidak; 2 = sedikit; 3 = sering; 4 = sangat sering.

Table 4.4 Karakteristik Item Kuesioner EORTC QLQ C-30

Nomor Indikator Jumlah Rentang


pertanyaan pertanyaan

29, 30 Global Health Status (QL) / 2 6


(Status Global)
Functional Scales
1-5 Physical Functioning (PF) / 5 3
(Fungsi Fisik)
6, 7 Role Functioning (RF) / 2 3
(Keterbatasan Kondisi)
21-24 Emotional Functioning (EF) / 4 3
(Fungsi Emosional)
20, 25 Cognitive Functioning (CF) / 2 3
(Fungsi Kognitif)
26, 27 Social Functioning (SF) / 2 3
(Fungsi Sosial)
Symptom Scale (Gejala)
10, 12, 18 Fatigue (FA) / (Kelelahan) 3 3
14, 15 Nausea and Vomoting (NV) / 2 3
(Mual dan Muntah)
9, 19 Pain (PA) / Nyeri 2 3
8 Dyspnea (DY) / (Sesak Nafas) 1 3
11 Insomnia (SL) / (Sulit Tidur) 1 3
13 Appetite Loss (AP) / (Nafsu 1 3
40

Makan Menurun)
16 Constipation (CO) / (Sulit 1 3
BAB)
17 Diarrhoea (DI) / (Diare) 1 3
28 Financial Difficulties (FI) / 1 3
(Kesulitan Keuangan)

Teknik untuk menentukan scoring dari tiap pertanyaan didalam

kuesioner berdasarkan tabel yang telah ditetapkan dengan langkah-langkah

berikut :
6) Menghitung Raw Score (Nilai Mentah)
Raw Score = RS = (I1 + I2 + I3 + I…+ In) / n
Keterangan :
I = Nilai setiap item pertanyaan
n = Jumlah item pertanyaan
7) Transformasi Linear
Tahap transformasi linear dilakukan untuk menstandarkan raw

score sehingga rentang skor menjadi antara 0-100. Terdapat tiga

persamaan yang digunakan, masing-masing untuk skala fungsional,

skala gejala dan status kesehatan global.


Tabel 4.5 Transformasi Linear untuk memperoleh skor EORTC QOL
C-30

Skala Transformasi Linear

Fungsional S= [ 1- (RS-1)/ rentang)] x 100


Gejala S= [ (RS-1)/ rentang)] x 100
Status Kesehatan Global S= [ (RS-1)/ rentang)] x 100

Keterangan :
S = skor ; RS = raw score
Range : perbedaan antara nilai mungkin maksimum dari raw score dan

nilai mungkin minimum, karena skor untuk tiap item antara 1-4, maka

range = 3, kecuali pada item yang berkonstribusi pada status

kesehatan global/ QoL yang terdiri atas 7 pertanyaan, maka range = 6.


41

Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan respon yang lebih baik

pada skala fungsional dan status kesehatan umum (QoL), namun lebih

buruk untuk gejala (EORTC Data Centre,2001).


G. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah gambaran seberapa jauh pengukuran yang dilakukan

menghasilkan nilai yang sebenarnya ingin diukur. Reliabilitas adalah

gambaran seberapa jauh pengukuran yang diperoleh dengan menggunakan

instrument yang sama jika diulangi akan menghasilkan nilai yang sama

(Sudibyo dan Rustika, 2013).


Pengukuran variabel penelitian menggunakan instrument baku yang

sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner yang digunakan

untuk variabel self-efficacy yaitu kuesioner The Communication and

Attitudinal Self-Efficacy Scale (CASE-Cancer) oleh Michael S. Wolf et al

pada tahun 2005 dengan nilai cronbach alpha ≥ 0,76.


Kuesioner untuk mengukur kualitas hidup pada pasien kanker

kolorektal pada penelitian ini yaitu kuesioner EORTC QLQ C-30. Kuesioner

ini telah digunakan secara luas pada penelitian ginekologi di dunia dan telah

diterjemahkan dan divalidasi ke dalam kurang lebih 81 bahasa untuk menilai

kualitas hidup pasien kanker. Kuesioner EORTC QLQ C-30 telah

diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan dilakukan uji reliabilitas dan validitas

oleh Perwitasari et al (2011), dengan nilai Cronbach’s α masing-masing

variabel lebih dari 0,70 sehingga pada penelitian ini peneliti tidak melakukan

uji validitas dan reabilitas.


H. Etika Penelitian
Etika penelitian menurut Hidayat (2011) :
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.


42

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengethui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang

harus ada dalam informed consent anatara lain : partisipasi pasien, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensi masalah yang akan terjadi, manfaat kerahasiaan,

informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.


2. Anonymity ( Tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.


3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset.
I. Metode Pengumpulan Data
Peneliti memulai proses pengumpulan data dengan meminta surat

pengantar dari STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi kepada Rumah Sakit Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi untuk melakukan penelitian. Setelah

mendapatkan izin penelitian dari bagian diklat dan bagian keperawatan,


43

peneliti mengumpulkan data sampel dari rekam medis Rumah Sakit Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi. Selanjutnya peneliti meminta izin kepada

kepala ruangan (kaRu) di ruangan Ambunsuri 1 dan 2 serta bagian poli bedah

Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Setelah mendapatkan

persetujuan, peneliti mengobservasi untuk menentukan atau memilih sampel

yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.


Setelah responden menyetujui dan menandatangani informed

concent barulah peneliti mulai melakukan penelitian dengan cara memberikan

kuesioner tertutup kepada responden dengan memilih alternative jawaban

yang disediakan, selanjutnya meminta responden mengisi kuesioner dengan

didampingi oleh peneliti. Peneliti juga membantu responden dalam mengisi

kuesioner dengan tekhnik wawancara. Peneliti berada disamping responden

saat pengisian untuk mengantisipasi jika responden kurang jelas terkait

pertanyaan dalam kuesioner. Data yang sudah lengkap kemudian diolah

dengan menggunakan computer dan menganalisis data yang telah diolah.

Selanjutnya tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian. Setelah

penelitian selesai dilaksanakan, kemudian disusun dalam sebuah laporan

penelitian yang akan dipertanggung jawabkan kepada peneliti.

Meminta surat pengantar dari STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi kepada


Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi untuk melakukan
penelitian
Mendapatkan izin penelitian dari bagian diklat dan bagian keperawatan
Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Mengumpulkan data sampel dari rekam medis Rumah Sakit Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi.
Mengobservasi ke ruangan untuk menentukan atau memilih sampel yang
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Memberikan informed concent pada responden sebelum penelitian

Melakukan penelitian dengan cara memberikan kuesioner tertutup


kepada responden dengan memilih alternative jawaban yang disediakan
44

Meminta responden mengisi kuesioner dengan didampingi oleh peneliti

Gambar 4.1 Bagan Prosedur Pengambilan Data Penelitian


Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan
computer
J. Pengolahan Data dan menganalisis
dan Analisa Data data yang telah diolah.
1. Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah pemeriksaan kembali jawaban responden pada

kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan,

keseragaman ukuran, dan sebagainya sebelum diberi kode.


b. Coding
Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf pada

kuesioner tertutup atau semi tertutup menurut macamnya menjadi

bentuk angka untuk pengolahan data computer. Self-efficacy tinggi

diberi kode 1, self-efficacy sedang diberi kode 2, self-efficacy rendah

diberi kode 3. Tingkat kualitas hidup baik diberi kode 1, kualitas

hidup sedang diberi kode 2, dan kualitas hidup buruk diberi kode 3.
8) Entry Data
Entry data adalah pengetikan kode jawaban responden pada

kuesioner ke dalam program pengolahan data.


9) Cleaning Data
Cleaning data adalah pembersihan data hasil entry data agar

terhindar dari ketidaksesuaian dengan koding jawaban responden pada

kuesioner. Peneliti melakukan pengecekan data yang diperoleh pada

hsil kuesioner yang telah didapatkan apakah masih terdapat kesalahan

atau ketidaksamaan pengkodean data.


2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik


45

digunakan nilai mean, median dan standar deviasi. Analisa ini

digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari tiap

variabel (Notoatmodjo,2012). Analisa univariat dilakukan terhadap

variabel penelitian yaitu karakteristik responden, self-efficacy dan

kualitas hidup responden.


b. Analisa Bivariat
Tujuan Analisis bivariate adalah untuk melihat ada tidaknya

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel

bebas. Variabel yang dilakukan analisis pada penelitian ini

menggunakan skala ordinal sehingga uji yang digunakan dalam

penelitian ini adalah korelasi Spearman Rank.


Apabila dari perhitungan nilai signifikan p > 0,05 atau nilai p > α,

maka Ha ditolak dan Ho diterima. Sebaliknya jika p < 0,05 atau p < α,

maka Ha diterima dan Ho ditolak. Penafsiran terhadap kekuatan

hubungan dari nilai koefisien korelasi Spearman Rank dapat dilihat

pada tabel 4.6 :

Tabel 4.6 Interprestasi Uji Korelasi Spearman Rank

Interval Korelasi Hubungan Variabel

0.00-0.25 Sangat lemah

0,26 – 0.50 Cukup

0,51 – 0.75 Kuat

0,76 - 0,99 Sangat kuat

1,00 Sempurna
46

Angka yang dihasilkan dari nilai korelasi menunjukkan kekuatan

hubungan antara dua variabel yang diuji, semakin mendekati angka 1

maka kekuatan hubungan semakin kuat dan semakin menuju angka 0

maka kekuatan hubungan semakin rendah. Tanda positif dan negatif

menunjukkan sifat korelasi. Jika negatif maka hubungan antara

variabel bersifat berlawanan arah, sedangkan apabila positif maka

menunjukkan hubungan bersifat sea rah (Sugiyono, 2013).


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian tentang “Hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup

penderita kanker kolorektal” dilakukan di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi (RSAM). RSAM adalah rumah sakit daerah tipe B yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis, subspesialis, dan keperawatan.

Rumah sakit yang terletak di pusat kota Bukittinggi tepatnya di jalan Dr. A

Rivai merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai rumah sakit yang ada di

Kabupaten. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 Juli 2019 sampai pada

tanggal 14 Agustus 2019.

Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa kanker

kolorektal. Sampel pada penelitian ini terdiri dari 80 orang yang telah

memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian disajikan dalam dua bagian yaitu

hasil univariat dan bivariat.

B. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah distribusi frekuensi untuk mendapatkan

gambaran dari variable independen dan variable dependen.

49
50

1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kanker Kolorektal Di
Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019
Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)
Usia
18 – 25 tahun 0 0
26 – 44 tahun 17 21,3
45 – 95 tahun 48 60.0
60 – 74 tahun 12 15,0
>75 tahun 3 3,8
Jenis Kelamin
Laki-laki 53 66.3
Perempuan 27 33.8
Pendidikan
Tidak sekolah 0 0
SD 33 41.3
SMP 14 17,5
SMA 18 22.5
PT 15 18.8
Pekerjaan
PNS/TNI 4 5.0
Pegawai Swasta 6 6,57.5
Wiraswasta 21 26.3
Petani 19 23.8
IRT 23 28.8
7 8,8
lain-lain

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui gambaran distribusi karakteristik pada

pasien kanker kolorektal yaitu lebih dari separuh responden berusia 45 – 59

tahun (60 %), mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (66,3%) dengan

tingkat pendidikan terbanyak adalah SD (41,3%), dan lebih hampir separuh

memiliki pekerjaan IRT (28,8%).


51

2. Self-Efficacy

Table 5.2
Distribusi Frekuensi Self-Efficacy Pada Penderita Kanker Kolorektal Di
Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019
self-efficacy N %
Tinggi 20 25.0
Sedang 33 41.3
Rendah 27 33.8
Total 80 100,0

Berdasarkan table 5.2 dapat diketahui bahwa hampir separuh dari pasien

kanker kolorektal memiliki tingkat self-efficacy yang sedang yaitu sebanyak

33 orang (41.3 %).

3. Kualitas Hidup

Table 5.3
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Kolorektal
Di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019

Kualitas Hidup n %
Baik 10 12.5
Sedang 30 37.5
Buruk 40 50.0
Total 80 100,0

Berdasarkan table 5.3 didapatkan bahwa separuh dari pasien kanker

kolorektal memiliki kualitas hidup yang buruk yaitu sebanyak 40 orang

(50.0%).

C. Analisa Bivariat

Analisa bivariate adalah analisa yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada

penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan tingkat


52

kemaknaan p < 0,05. Jika nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Tabel 5.4
Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kualitas Hidup Penderita
Kanker Kolorektal Di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2019

Kualitas Hidup
Total
Self-Efficacy Baik Sedang Buruk P R
n % n % N % n %
Tinggi 8 80.0 4 13.3 8 20.0 20 25.0
Sedang 0 ,0 20 66.7 13 32.5 33 41.3
0.005 0.314
Rendah 2 20.0 6 20.0 19 47.5 27 33.8
Total 10 100.0 30 100,0 40 100,0 80 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan hasil uji statistic Spearman Rank

di peroleh hasil P value = 0.005 sehingga p ≤ 0.05 artinya terdapat hubungan

yang signifikan antara self-efficacy dengan kualitas hidup pada penderita

kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi dengan

nilai R (korelasi) = 0.314 yang artinya hubungan antara self-efficacy dengan

kualitas hidup memiliki hubungan yang cukup kuat..


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat
1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2019


Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa mayoritas

responden yang menderita kanker kolorektal yaitu berjenis kelamin laki-

laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kurahmawati (2013), yang meneliti tentang hubungan karakteristik (usia

dan jenis kelamin) dengan kejadian kanker kolorektal di RSUP Dr.

Kariadi Semarang tahun 2012, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa,

dari 76 orang pasien kanker kolorektal yang diteliti sebanyak 45 orang

berjenis kelamin laki-laki. Penelitian yang sama dilakukan oleh

Johansson (2018), mengatakan bahwa dari 46 orang pasien kanker

kolorektal yang diteliti sebanyak 26 orang berjenis kelamin laki-laki.


Menurut penelitian Lin et al (2013), banyaknya kejadian kanker

kolorektal pada laki-laki berhubungan dengan tingkat estradiol. Estradiol

dalam jumlah normal berfungsi dalam spermatogenesis dan fertilitas.

Jumlah estradiol yang berlebihan menghambat sekresi protein

gonadotropin seperti LH yang selanjutnya akan mengurangi sekresi

53
54

testosterone. Jumlah testoteron yang tinggi terbukti memiliki

hubungan dengan berkurangnya resiko kanker kolorektal.


Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak

menderita kanker kolorektal daripada perempuan yaitu karena kadar

hormone.
b. Karakteristik responden berdasarkan usia di RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2019


Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tabel 5.1 diperoleh bahwa

lebih dari separuh responden berusia 45 – 59 tahun (60.0%). Hasil

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Izzati (2013), yang meneliti tentang hubungan antara faktor usia dengan

kejadian kanker kolorektal di RSUD Moewardi Surakarta tahun 2013,

hasil penelitiannya menyatakan bahwa dari 52 orang pasien kanker

kolorektal yang diteliti sebanyak 33 orang (63.5%) berusia 50-60 tahun.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Johansson (2018), menyatakan

bahwa dari 46 orang pasien kanker kolorektal yang diteliti sebanyak 34

orang (73.9 %) berusia 41-50 tahun.


Usia merupakan faktor yang penting dalam perkembangan kanker

kolorektal. Kanker kolorektal muncul sebagai salah satu akibat dari

akumulasi beberapa perubahan genetic dan epigenetic yang menyebabkan

transformasi dari epitel normal menjadi abnormal. Beberapa penyebabnya

adalah mutasi pada tumor suppressor genc seperti APC, Kerusakan DNA,
55

serta pengaktifan mutasi pada onkogen sehingga muncul penyakit

degenerative dan age-related disease seperti kanker kolorekta (Sakai et al,

2014).
Menurut peneliti, seiring bertambahnya usia menyebabkan perubahan

pada fisiologis dan anatomis tubuh, sehingga akan menimbulkan berbagai

permasalahan fisik, psikologis serta sosial sehingga akan menimbulkan

berbagai keterbatasan yang akan bermuara pada penurunan kualitas hidup.

Adanya pertambahan usia, berkemungkinan akan berpengaruh terhadap

penurunan kemampuan perawatan diri dan akan berdampak pada

kesehatan sehingga berpengaruh terhadap kondisi kualitas hidup.


c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2019


Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tabel 5.1 diperoleh bahwa

tingkat pendidikan terbanyak adalah SD (41.3 %). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Rachmayani (2015), menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pada pasien kanker mayoritas pendidikan SD (55.6%).


Seseorang akan memiliki tingkat keyakinan diri lebih tinggi dalam

berprilaku lebih baik bila mempunyai sistem pendukung pendidikan.

Ketika seseorang mendapatkan pendidikan akan menjadi sarana untuk

mengembangkan kemampuan kognitif dan pengetahuannya yang menjadi

dasar pembentukan keyakinan diri dalam berprilaku. Perilaku kesehatan

yang mendukung kualitas hidup sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan seseorang (Kurniawan,2019). Tingkat pendidikan

mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan atau

pengobatan penyakit yang dideritanya dan mampu memilih serta


56

memutuskan tindakan yang akan dijalani untuk mengatasi masalah

kesehatannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin

tanggap beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan (Wahyuanasari,

2012).
d. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2019


Berdasarkan tabel 5.1 diketahui gambaran karakteristik responden

pada pasien kanker kolorektal yaitu lebih hampir separuh responden

memiliki pekerjaan IRT (30,4%). Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2019), menunjukkan bahwa

mayoritas pekerjaan pasien kanker kolorektal adalah IRT (57.2%).


Suegondo (2009) menjelaskan bahwa pekerjaan merupakan suatu

aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Pekerjaan dapat menggambarkan

tingkat kehidupan seseorang karena dapat mempengaruhi sebagian aspek

kehidupan seseorang termasuk pemeliharaan kesehatan. Menurut Suhadjo

(2011), kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang

cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli sehingga

bagi kelompok yang memiliki ekonomi menengah keatas cenderung

mengalami perubahan pola konsumsi dan apabila hal ini tidak terkontrol

akan memperburuk terjadinya kanker kolorektal.


2. Self-efficacy pasien kanker kolorektal Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi
Gambaran skor self-efficacy terhadap 80 responden yang menderita

kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

menggunakan kuesioner yaitu rata-rata skor yang diperoleh adalah 29.18.


57

Skor tertinggi yang diperoleh adalah 43 sedangkan skor terendah adalah 20 .

Hasil yang diperoleh dari tabel 5.2 tentang tingkat self-efficacy pasien kanker

kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi diperoleh hasil

yaitu dari 80 responden hampir separuh responden memiliki tingkat self-

efficacy sedang yaitu sebanyak 33 orang (41.3 %).


Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

White et al (2019), dimana diperoleh dari 85 responden kanker kolorektal

lebih dari separoh memiliki tingkat self-efficacy yang sedang (55.3%).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kay (2013), diperoleh hasil

dari 52 pasien kanker kolorektal lebih dari separoh responden memiliki

tingkat self-efficacy yang rendah. Rendahnya self-efficacy dikarenakan

kurangnya pemikiran positif pasien terhadap penyakitnya karena disebabkan

masalah emosional saat menjalani pengobatan, selain itu kebanyakan dari

pasien hanya mengikuti saran dari dokter untuk melakukan pengobatan tanpa

tahu informasi tentang penyakit dan terapi yang dijalaninya sehingga

membuat persepsi pasien negative terhadap penyakit dan pengobatannya,

sehingga pasien memiliki self-efficacy rendah dan berdampak pada perilaku

yang negative terhadap kesehatannya.


Bandura (2001) mengatakan bahwa tinggi dan rendahnya self-efficacy

tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan, ada atau tidaknya orang lain ,

dan kondisi psikologis (Feist et al, 2012). Seseorang dengan self-efficacy yang

tinggi akan lebih mungkin untuk menghadapi stresor hidup dengan percaya

diri dan terlibat dalam perilaku yang diperlukan untuk menjaga atau

memulihkan kesehatannya (Xu et al., 2018).


58

Hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap kualitas hidup pasien

kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

menggunakan kuesioner The Communication and Attitudinal Self-Efficacy

Scale (CASE-Cancer) terbagi atas 3 indikator yaitu : memahami dan

berpartisipasi dalam perawatan, mempertahankan sikap positif, dan mencari

dan mendapatkan informasi.


Berdasarkan hasil distribusi frekuensi indikator 1 yaitu memahami dan

berpartisipasi dalam perawatan, jika dilihat dari nilai modusnya 3 dan 4,

pilihan jawaban terbanyak adalah setuju dan sangat setuju , hal ini

menunjukkan bahwa responden merasa mampu untuk memahami dan

berpartisipasi dalam pengobatannya. Pada indikator 2 yaitu mempertahankan

sikap positif, jika dilihat dari nilai modusnya, pilihan jawaban terbanyak

adalah tidak setuju, hal ini menunjukkan bahwa responden kurang mampu

dalam mempertahankan sikap positifnya selama menjalani pengobatan. Pada

indikator 3 yaitu mendapatkan informasi, pilihan jawaban terbanyak adalah

setuju dan tidak setuju, hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian responden

yang mampu aktif dalam mendapatkan informasi mengenai penyakit dan

terapi yang dijalaninya.


Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa responden memiliki

tingkat self-efficacy sedang karena responden sebagian besar mau ikut

berperan aktif dalam perawatannya serta mau berusaha dalam mendapatkan

informasi mengenai penyakit dan terapi yang dijalaninya.


3. Kualitas Hidup di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
59

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 80 responden

yang menderita kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi menggunakan kuesioner yaitu rata-rata skor yang diperoleh adalah

661.7. Skor tertinggi yang diperoleh adalah 1084.4, sedangkan skor terendah

adalah 447. Hasil yang diperoleh dari tabel 5.2 tentang tingkat kualitas hidup

pasien kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

diperoleh hasil yaitu dari 80 responden separuh responden memiliki kualitas

hidup buruk yaitu sebanyak 40 orang (50.0%).


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ervy

(2014) tentang gambaran kualitas hidup pasien kanker kolorektal di RSUD

Arifin Ahmad dengan hasil sebagian besar responden memiliki kualitas hidup

buruk (51%) dan hampir separuh responden memiliki kualitas hidup yang

sedang (49%). Kualitas hidup yang sedang dan buruk pada penelitian ini

ditunjukkan dengan rendahnya kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis.

Hasil penelitian oleh Nurachmah (2009), sesuai dengan penelitian diatas

bahwa penderita kanker kolorektal mengekspresikan ketidakberdayaan,

merasa tidak sempurna lagi, malu dengan bentuk tubuh karena terpasang

kantong ostomi, kurang tidur, sulit berkonsentrasi dan kecemasan memicu

terjadinya penurunan kualitas hidupnya.


Secara teori kualitas hidup pasien kanker kolorektal merupakan salah satu

hal penting untuk menilai efek samping dari sebuah terapi pengobatan.

Kualitas hidup dapat menggambarkan suatu beban seorang penderita akibat

penyakit yang dideritanya dan terapi yang diperolehnya. Ketepatan dalam


60

melakukan pengukuran kualitas hidup bermanfaat untuk mengetahui proses

penyakit dan efek terapi yang diberikan kepada pasien.


Hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap kualitas hidup pasien

kanker kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

menggunakan kuesioner EORTC QLQ C-30 (Europe Organization for

Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire-C-30).

Kuesioner ini terdiri dari terbagi dalam 3 aspek yaitu : aspek fungsional

(functional scale), aspek gejala (symptom scale) dan status kesehatan global

(global health status).


Tabel 5.6
Nilai rata-rata kualitas hidup masing-masing domain

Indikator Rata-rata

Status Kesehatan Umum 48.85


Total 48.85

Skala Fungsional
1. Fungsi fisik 33.75
2. Fungsi peran 48.75
3. Fungsi emosional 24.58
4. Fungsi kognitif 61.45
5. Fungsi social 52.08
total 220.61
Skala Gejala
1. Kelelahan 36.66
2. Mual dan muntah 47.08
3. Nyeri 47.29
4. Dyspnea 43.33
5. Insomnia 36.66
6. Penurunan nafsu makan 38.33
7. Konstipasi 60.83
8. Diare 42.91
9. Kesulitan keuangan 39.16
Total 392.25
61

Hasil analisis deskriptif kuesioner pada kelompok skala fungsional

menunjukkan bahwa fungsi kognitif memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu

61.45 dan fungsi emosional mendapatkan rata-rata terendah yaitu 24.58, yang

berarti bahwa fungsi kognitif adalah hal yang paling sedikit terkena dampak

pada kelompok skala fungsional, sedangkan fungsi emosional merupakan

fungsi terkena dampak yang paling banyak. Pada kelompok skala gejala,

gejala nyeri merupakan yang tertinggi yaitu 47.08 yang berarti hampir seluruh

responden mengalami hal tersebut, sedangkan insomnia menempati rata-rata

terendah (36.66).
Berdasarkan hasil kuesioner yang didapatkan bahwa responden menilai

kondisi kesehatannya secara menyeluruh yaitu hampir dari separoh 37.5% (30

responden) berada pada rentang 4, kurang dari separoh berada pada rentang 3

yaitu 30.0% (24responden), sebagian kecil pada rentang 5 yaitu 23.8%

(19responden) dan sebagian kecil berada pada rentang 6 yaitu 8.8% (7

responden). Penilaian terhadap kualitas hidup responden didapatkan hasil

bahwa lebih dari separoh 51.3% (41 responden) berada pada rentang 3, kurang

dari separoh 45.0% (32 responden) berada pada rentang 4, sebagian kecil

2.5% (2 responden) berada pada rentang 6 dan sebagian kecil 1.3% (1

responden ) berada pada rentang 6.


Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa responden

memiliki kualitas hidup yang rendah karena responden menjawab pertanyaan

tentang penilaian kualitas hidupnya lebih dari separoh berada pada rentang 3

dan pertanyaan tentang kondisi kesehatannya hampir dari separoh menjawab


62

pada rentang 4, dimana semakin kecil rentang responden memilih maka

semakin buruk responden menilai kualitas hidupnya.


B. Analisa Bivariat
1. Hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup penderita kanker

kolorektal di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019


Berdasarkan hasil uji statistic Spearman Rank di peroleh hasil P value

= 0.005 sehingga p ≤ 0.05 artinya terdapat hubungan yang signifikan

antara self-efficacy dengan kualitas hidup pada penderita kanker kolorektal

di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, dengan nilai R

(korelasi) = 0.314 yang artinya hubungan antara self-efficacy dengan

kualitas hidup pada penderita kanker kolorektal memiliki hubungan yang

cukup kuat.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lusiatun (2016) mengenai “

Hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup pada penderita

kanker kolorektal di RSUP Dr. Kariadi” , dimana didapatkan hasil dengan

menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.002 yang artinya

terdapat hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup pada

penderita kanker kolorektal. Selain itu penelitian Cayadi (2016), juga

mengatakan bahwa didapatkan hasil menggunakan uji Spearman Rank

didapatkan hasil p = 0.005 dan nilai korelasinya adalah 0.520 yang artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara self-efficacy dengan kualitas

hidup pada penderita kanker dengan kekuatan hubungannya sedang.


Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yesi Ariani, 2012 dimana dari hasil penelitiannya terhadap penderita

kanker payudara mendapatkan jumlah responden yang memiliki self-


63

efficacy yang rendah lebih banyak dibandingkan yang memiliki self-

efficacy yang tinggi. Dimana responden yang memiliki self-efficacy yang

rendah cenderung tidak mampu mampu untuk melakukan apa yang

dianjurkan.
Menurut teori Bandura (1994) self-efficacy merupakan keyakinan

seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melakukan

sesuatu yang berpengaruh dalam hidupnya. Self-efficacy membantu

seberapa banyak usaha suatu perilaku, berapa lama mereka akan bertahan

dalam menghadapi rintangan dan seberapa kuat mereka dalam

menghadapi situasi yang merugikan, sehingga semakin tinggi self-efficacy

pasien kanker kolorektal, mereka akan berusaha mengatasi masalah yang

terjadi pada dirinya melalui usaha untuk memperoleh kesembuhan.


Seseorang yang didiagnosis menderita kanker akan mengalami

berbagai macam reaksi emosi atau tindakan negative, seperti menarik diri

dari lingkungan sekitar, mengonsumsi obat-obat penenang. Bahkan

beberapa penderita ada juga yang menolak untuk operasi, melanjutkkan

kemoterapi dan atau tidak berobat, sehingga hal ini dapat memperparah

keadaannya Keberhasilan dan kesejahteraan manusia dapat dicapai dengan

rasa optimis, ketika dalam realita social banyak sekali tantangan hidup

seperti hambatan, kesengsaraan, kemunduran, frustasi dan ketidakadilan

yang harus dihadapi. Self-efficacy yang tinggi akan menciptakan daya

tahan terhadap tantangan tersebut, sehingga mampu untuk melakukan

berbagai usaha dan latihan mengontrol diri (Lusiatun, 2016). Oleh karena
64

itu, pasien dengan self-efficacy yang tinggi akan berusaha untuk

meningkatkan fungsi fisik, emosi, peran, kognitif dan sosialnya.


BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy

dengan kualitas hidup pada pasien kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2019 dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Karakteristik demografi responden di Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi adalah sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (66.3 %), lebih dari

separuh responden berusia 45 – 59 tahun (60 %), mayoritas tingkat pendidikan

adalah SD (41.3%), dan lebih hampir separuh memiliki pekerjaan IRT (28.8%).
2. Hasil penelitian dari 80 orang responden yang diteliti, hampir separuh dari pasien

kanker kolorektal memiliki tingkat self-efficacy yang sedang (41.3%), dengan

rata-rata nilai self-efficacy yaitu 29.18.


3. Hasil penelitian dari 80 orang responden yang diteliti, separuh dari pasien kanker

kolorektal memiliki tingkat kualitas hidup yang buruk (50%), dengan rata-rata

nilai self-efficacy yaitu 661.77


4. Terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kualitas hidup

pada pasien kanker kolorektal di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun

2019, diperoleh hasil p_value sebesar 0.005 (> 0.05) dengan nilai korelasi 0.314

yang artinya hubungan antara self-efficacy dengan kualitas hidup memiliki

hubungan yang cukup kuat.

65
66

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan informasi dan masukan bagi

RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi dalam. mengaplikasikan asuhan

keperawatan`secara holistic untuk aspek psikologis penderita yang berhubungan

dengan self-efficacy sebagai hal yang berpengaruh terhadap perkembangan

kesehatan dan peningkatan kualitas hidup penderita kanker kolorektal sehingga

dapat menyusun rencana strategis yang tepat dalam peningkatan kesehatan

penderita kanker kolorektal.


2. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

mengembangkan ilmu keperawatan , sehingga perawat dapat meningkatkan mutu

pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien

kanker kolorektal dan dapat diaplikasikan pada tatanan pelayanan keperawatan

baik di rumah sakit maupun komunitas dengan menitikberatkan pada

peningkatan pengetahuan terkait self-efficacy dan kualitas hidup pasien.


3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya dengan berbagai masalah baru yang dapat diteliti, seperti

mengetahui hubungan antara karakteristik demografi responden terhadap self-

efficacy dan kualitas hidup, dan factor-faktor lain yang diduga mempengaruhi

kualitas hidup pada pasien kanker kolorektal.


DAFTAR PUSTAKA

Afandi, A. T., & Kurniyawan, E. H. (2018, February). Efektivitas Self Efficacy


Terhadap Kualitas Hidup Klien Dengan Diagnosa Penyakit Kronik. In
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Publikasi Ilmiah.

Alfaiz, A., & Yandri, H. (2015). Self-concept and self-efficacy as a ground points in a
social activities (an analysis of psychology perspective: a social cognitive
theory). Jurnal Pelangi, 7(2).

American Cancer Society. (2019). Colorectal Cancer. Diakses pada tanggal 4 februari
2019 melalui https://www.cancer.org/cancer/colon-rectal-cancer.html

Anggeria, E., & Daeli, V. A. (2017). Hubungan Mekanisme Koping Dengan Kualitas
Hidup Pada Pasien Terminal Dengan Kanker Serviks Di RSU. Vina Estetica
Medan Tahun 2016. JUMANTIK (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 3(1),
29-43.

Ariani, S. (2015). Stop Kanker. Yogyakarta; Istana Media

Azwar , S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta; Pustaka pelajar

Bandura, A. (2015). Self-efficacy in VS Ramachaudran. Encyclopedia of mental


health.(1994).

(1997). Self-Efficacy The Exercise of Control. United States of America:


W.H Freeman and Company.

Chou, F. Y. (2019). Cancer Illness Perception and Self-Management of Chinese


Patients. Asia-Pacific journal of oncology nursing, 6(1), 57.

Cramm, J. M., Strating, M. M., Roebroeck, M. E., & Nieboer, A. P. (2012). The
importance of general self-efficacy for the quality of life of adolescents with
chronic conditions. Social indicators research, 113(1), 551-561..
Dahlan, S. (2012). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta; Salemba Medika

Ferrell, B. R., & Dow, K. H. (1997). Quality of life among long-term cancer
survivors. J Nurs Scholarsh ;37(4):336-42

Geng, Z., Ogbolu, Y., Wang, J., Hinds, P. S., Qian, H., & Yuan, C. (2018). Gauging
the Effects of Self-efficacy, Social Support, and Coping Style on Self-
management Behaviors in Chinese Cancer Survivors. Cancer nursing, 41(5),
E1-E10.

Globocan (2018).Cancer diakses pada tanggal 4 februari 2019 melalui


http://gco.iarc.fr/today/fact-sheets-populationsdanhttp://gco.iarc.fr/today/fact
sheetscancers

Grimmett, C., Haviland, J., Winter, J., Calman, L., Din, A., Richardson, A., ... &
Foster, C. (2017). Colorectal cancer patient’s self-efficacy for managing
illness-related problems in the first 2 years after diagnosis, results from the
ColoREctal Well-being (CREW) study. Journal of Cancer Survivorship, 11(5),
634-642.

Hidayat, A.A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisis Data. Jakarta;
Salemba Medika

Juwita, D. A., Almahdy, A., & Afdhila, R. (2018). Pengaruh Karakteristik Pasien
Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Pada Pasien Kanker Payudara di
RSUP Dr. M. Djamil Padang, Indonesia. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 5(2),
126-133.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor HK.01.07/MENKES/406/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Kanker Kolorektal 2018.
(2019). Hari Kanker Sedunia 2019 diakses pada tanggal 4
februari 2019 melalui http://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-
kanker-sedunia-2019.html

Manhas, D. S., Howard, A. F., & Olson, R. A. (2018). Patient-reported outcome use
in oncology: a systematic review of the impact on patient-clinician
communication. Supportive Care in Cancer, 26(1), 41-60.

Muttaqin, A (2011) Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System


Pencernaan, Jakarta : Selemba Medika

Ningsih, H. R., Bayhakki, B., & Woferst, R. (2018). Hubungan Self Efficacy
Terhadap Kepatuhan Diit Pada Penderita Dm. Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Keperawatan, 5, 212-219.

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta

Permana, H., Harahap, F., & Astuti, B. (2016). Hubungan antara efikasi diri dengan
kecemasan dalam menghadapi ujian pada siswa kelas IX di MTs Al Hikmah
Brebes. HISBAH: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, 13(2), 51-
68.

Perwitasari, D. A., Atthobari, J., Dwiprahasto, I., Hakimi, M., Gelderblom, H., Putter,
H., ... & Kaptein, A. A. (2011). Translation and validation of EORTC QLQ-
C30 into Indonesian version for cancer patients in Indonesia. Japanese
journal of clinical oncology, 41(4), 519-529.

Sastrosudarmo, W. (2014). Kanker The Silent Killer ; Garda Media

Shofiah, V. Raudatussalamah.(2014). Self-Efficacy Dan Self-Regulation Sebagai


Unsur Penting Dalam Pendidikan Karakter (Aplikasi Pembelajaran Mata
Kuliah Akhlak Tasawuf) Vivik. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 17(2),
214-229.
Smeltzer, Suzzane C.(2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. Ed 8. Jakarta: EGC

Stanford Health Care. (2019). Colorectal Cancer Staging. Diakses pada tanggal 20
April 2019 melalui https://stanfordhealthcare.org/medical-
conditions/cancer/colorectal-cancer/colon-cancer-stage.html

Sudibyo, S. & Rustika (2013). Buku Ajar: Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta;
Trans Info Media

Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung ;


Alfabeta

Sulistyaningsih, D. R. (2019). Efektivitas training efikasi diri pada pasien penyakit


ginjal kronik dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan. Majalah
Ilmiah Sultan Agung, 50(128), 11-25.

Wakhid, A., Wijayanti, E. L., & Liyanovitasari, L. (2018). Hubungan Efikasi Diri
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Journal of Holistic Nursing Science, 5(2), 56-63.

White, L. L., Cohen, M. Z., Berger, A. M., Kupzyk, K. A., & Bierman, P. J. (2019,
January). Self-Efficacy for Management of Symptoms and Symptom Distress
in Adults With Cancer: An Integrative Review. In Oncology nursing forum
(Vol. 46, No. 1, pp. 113-128).

White, L. L., Cohen, M. Z., Berger, A. M., Kupzyk, K. A., Swore-Fletcher, B. A., &
Bierman, P. J. (2017). Perceived Self-Efficacy: A concept analysis for
symptom management in patients with cancer. Clinical journal of oncology
nursing, 21(6).

Wilson, I B, Clearly P.D. (1995). Linking Clinical Variables with Health-Related


Quality of Life. A Conceptual Model of Patient Outcomes. JAMA. 273(1):59-
65
Wolf M.S, Chang C, Davis T, Makoul G. (2005). Development and validation of the
Communication and Attitudinal Self-Efficacy scale for cancer (CASEcancer).
Patient Education and Counseling 57 : 333–341

World Health Organization. (2018).Health Topics : Cancer. Diakses 4 februari 2019


melalui https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/cancer

Xu, S., Zhang, Z., Wang, A., Zhu, J., Tang, H., & Zhu, X. (2018). Effect of self-
efficacy intervention on quality of life of patients with intestinal stoma.
Gastroenterology Nursing, 41(4), 341.
Yang, X., Li, Q., Zhao, H., Li, J., Duan, J., Wang, D., ... & Fu, J. (2014). Quality of
life in rectal cancer patients with permanent colostomy in Xi’an. African
health sciences, 14(1), 28-36.

Zhang, M. F., Zheng, M. C., Liu, W. Y., Wen, Y. S., Wu, X. D., & Liu, Q. W. (2015).
The influence of demographics, psychological factors and self-efficacy on
symptom distress in colorectal cancer patients undergoing post-surgical
adjuvant chemotherapy. European Journal of Oncology Nursing, 19(1), 89-96.

Zhang, M., Chan, S. W. C., You, L., Wen, Y., Peng, L., Liu, W., & Zheng, M. (2014).
The effectiveness of a self-efficacy-enhancing intervention for Chinese
patients with colorectal cancer: a randomized controlled trial with 6-month
follow up. International journal of nursing studies, 51(8), 1083-1092.

Zhang, M., Peng, L., Liu, W., Wen, Y., Wu, X., Zheng, M., ... & Chan, S. (2015).
Physical and psychological predictors of quality of life in Chinese colorectal
cancer patients during chemotherapy. Cancer nursing, 38(4), 312-321.

Anda mungkin juga menyukai