Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri i
lokal, permintaan daging sapi impor, jumlah penawaran daging sapi impor,
selera, dan faktor dummy hari besar keagamaan. Berdasarkan faktor-faktor
tersebut, yang paling kuat dalam mempengaruhi harga daging sapi secara
berturut-turut dari sisi permintaan adalah (1) jumlah permintaan daging sapi
lokal, (2) jumlah penawaran daging sapi lokal, (3) selera, (4) faktor dummy
hari besar keagamaan, dan (5) permintaan daging sapi impor. Faktor hari
besar keagamaan sebagai faktor dummy yang paling berpengaruh dalam
meningkatkan harga daging sapi di dalam negeri, yaitu pada bulan puasa dan
menjelang lebaran, dimana keduanya mempunyai pengaruh sangat kuat
dibandingkan dengan hari besar keagamaan lainnya, yaitu hari raya Idul Adha
dan Natal.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, laporan analisis tentang Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Kenaikan harga daging sapi yang
terjadi beberapa waktu terakhir ini perlu dicermati secara seksama karena pola
pergerakan harga tidak sejalan dengan pola normal berdasarkan historisnya.
Sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut penyebab dan upaya kebijakan
yang seharusnya dilakukan.
Laporan hasil analisis ini membahas mengenai permasalahan yang dihadapi
dalam penyediaan kebutuhan/permintaan daging sapi, faktor-faktor yang
mempengarui harga daging sapi di dalam negeri serta upaya kebijakan dalam
mendukung kebijakan stabilisasi harga.
Di sadari bahwa hasil analisis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan
penyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat.
iii
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Analisis ......................................................................................... 2
1.4. Keluaran Analisis ..................................................................................... 3
1.5. Ruang Lingkup Analisis ........................................................................... 3
1.6. Pengumpulan dan Analisis Data ............................................................. 3
1.7. Sistematika Penelitian .............................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43
LAMPIRAN.................................................................................................... 44
Tabel 5.6. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Daging Sapi Dalam Negeri ............. 39
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri vii
DAFTAR LAMPIRAN
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Di sisi lain, Hadi (1999) menerangkan bahwa jika tidak ada perubahan
teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi di dalam negeri
dan tidak ada peningkatan populasi sapi yang berarti maka kesenjangan
antara produksi daging sapi dengan permintaan akan semakin melebar, dan
berdampak pada volume impor yang semakin besar. Dari pernyataan ini
dengan upaya program swasembada pemerintah dengan menurunkan impor
daging sapi secara bertahap sebesar 10 persen, seyogyanya telah
dipersiapkan pasokan daging sapi sesuai dengan tingkat kebutuhan yang
diperlukan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 1
Faktor-faktor pemicu kenaikan harga daging sapi cukup kompleks.
Henderson and Quandt (1980) dalam Ilham (2001) menyatakan bahwa faktor
penentu kenaikan harga daging sapi di pasar ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran. Dalam kasus kenaikan harga daging sapi yang
terjadi akhir-akhir ini justru lebih dikarenakan oleh sisi pasokan. Hasil
penelitian Kariyasa (2000) dan Ilham (2001) menunjukkan bahwa harga
daging sapi domestik ditentukan oleh harga ternak sapi dan harga daging sapi
impor namun tidak responsive terhadap perubahan harga daging sapi
domestik. Hasil ini berimplikasi bahwa kebijakan pengendalian harga ternak
sapi dan harga daging sapi impor kurang efektif dalam mengendalikan harga
daging sapi di dalam negeri.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 2
1.4. Keluaran Analisis
Secara umum ruang lingkup dalam analisis kegiatan ini terdiri dari:
2) Daerah Penelitian
1) Analisis Data
2) Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data
sekunder meliputi data produksi sapi potong, produksi daging sapi, harga
daging sapi eceran di dalam negeri, harga daging sapi internasional,
volume impor daging sapi, harga daging ayam, harga telur ayam, jumlah
penduduk, pendapatan perkapita penduduk, tariff impor daging sapi. Data
bersumber dari Kementerian Pertanian, Meat dan Livestock Australia,
Badan Pusat Statistik, serta Kementerian Perdagangan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 3
Pemerintah daerah. Data primer digunakan untuk melengkapi/mendukung
hasil analisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging
sapi di dalam negeri, yang tidak tertangkap di dalam pemodelan analisis,
seperti struktur pasar, perilaku pedagang atau importer dan lain-lain.
1. BAB I. Pendahuluan
Pada bab ini menjelaskan hasil analisis tentang penentuan harga eceran
daging sapi di dalam negeri berdasarkan kondisi empiris dengan faktor
lainnya menurut model ekonometrika terkait dengan faktor-faktor yang
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 4
mempengaruhi harga daging sapi. Pendekatan yang digunakan adalah
dengan model ekonometrika. Implikasi dari perubahan harga tersebut,
bagaimana kebijakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi gejolak
dan lonjakan harga selanjutnya.
Pada bab ini dijelaskan mengenai intisari dari apa yang disampaikan
dalam bab-bab sebelumnya serta menyimpulkan sesuai dengan
permasalahan dan tujuan dari kegiatan ini. Berdasarkan hasil dan
kesimpulan maka usulan kebijakan yang dapat disampaikan berupa
implikasi dan usulan rekomendasi kebijakan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 5
BAB II
KERANGKA TEORI
Ada tiga jenis (spesies) sapi potong utama di Indonesia, yaitu sapi Ongole,
sapi Bali, dan sapi Madura serta hasil-hasil persilangannya baik yang sudah
diakui sebagai suatu bangsa atau galur, maupun yang belum. Sapi potong yang
paling tinggi populasinya diantara ketiga bangsa tersebut adalah Ongole,
khususnya Peranakan Ongole (PO), yang merupakan hasil grading up dari sapi
Jawa (Pane, 2003). Sapi PO dan Ongole yang mempunyai tanda-tanda punuk
besar dengan lipatan-lipatan kulit yang terdapat dibawah leher dan perut, telinga
panjang menggantung, tanduk pendek, namun yang betina lebih panjang dari
yang jantan,warna bulu putih atau putih kehitaman dengan warna kulit kuning.
Penyebaran sapi PO hampir masuk ke seluruh Jawa, dan berbagai wilayah di
Sumatera dan Sulawesi (Talib dan Siregar, 1998). Menurut Sugeng (2000)
bahwa sapi Ongole yang ada pada saat ini populasinya terbanyak diantara
bangsa-bangsa sapi Indonesia. Sapi Ongole pertama kali didatangkan dari India
ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897.
Permintaan daging sapi di pasar domestik cukup tinggi dan selalu
meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein
hewani. Konsumsi daging per kapita tahun 2007 meningkat 4,8 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Konsumsi tahun 2006 sebesar 6,3 kg per
kapita dan tahun 2007 meningkat menjadi 6,6 kg per kapita (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2007).
Kondisi impor daging dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya terus
meningkat, kecuali sesaat setelah krisis tahun 1997. Menurut laporan ACIAR
tahun 2002 dalam Badan Penelitian Pengembangan Pertanian (2005), pada
tahun 2000 perbandingan impor daging, jeroan dan sapi hidup mendekati 1:1:1.
Sementara itu pada tahun 2002 impor sapi hidup telah mencapai lebih 420.000
ekor. Namun akhir-akhir ini telah terjadi perubahan (penurunan impor) yang
cukup signifikan. Kondisi ini telah menyebabkan harga daging di dalam negeri
sangat baik dan merangsang usaha peternak sapi di pedesaan (Badan Penelitian
PengembanganPertanian, 2005).
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 6
2.2 Teori Penawaran dan Permintaan
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 7
1. Faktor harga
Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang
yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Sukirno (1995)
menyatakan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara
jumlah permintaan dan harga. Besarnya permintaan masyarakat atas suatu
barang ditentukan oleh banyak faktor yaitu: (1) harga barang itu sendiri, (2) harga
barang lain, (3) pendapatan rumah tangga dan masyarakat, (4) distribusi
pendapatan dalam masyarakat, (5) cita rasa masyarakat, (6) jumlah penduduk,
dan (7) ramalan akan keadaan dimasa yang akan datang.
Gambar 2.1
Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Harga
Gambar 2.2
Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Quantitas
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 8
Dari sisi penawaran dari sebuah pasar selalu menyangkut hubungan yang
didalamnya para pelaku bisnis menghasilkan dan menjual produk-produknya.
Penawaran suatu barang menginformasikan kepada kita mengenai jumlah
barang yang akan dijual pada setiap tingkat harga barang tersebut. Secara lebih
tepat kurva penawaran menghubungkan kuantitas yang ditawarkan dari sebuah
barang dengan harga pasarnya, sementara hal-hal lain konstan (ceteris paribus).
Dalam mempertimbangkan penawaran, hal-hal lain yang dianggap konstan
adalah biaya produksi, harga barang terkait, dan kebijakan pemerintah
(Samuelson dan Nordhaus,2003). McConnell (1990) menyebutkan hukum
penawaran bersifat positif, ketika harga meningkat jumlah barang yang
ditawarkan meningkat dan ketika harga turun jumlah barang yang ditawarkan
menurun.
Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber
daging belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih dibawah target
yang diperlukan konsumen. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih
rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi
yang masih rendah (Sugeng, 2000).
Tingkat produksi juga sangat dipengaruhi oleh segi reproduksi. Sistem
reproduksi jantan dan betina belum berfungsi sempurna sebelum seekor sapi
mencapai masak kelamin (pubertas). Pada ternak betina bangsa sapi Eropa
pubertas mulai timbul pada umur 6-18 bulan, sementara pada bangsa sapi Asia
pada umur 12-30 bulan. Umur yang dianjurkan pada perkawinan pertama sapi
potong adalah 14-22 bulan. Jarak beranak (Calving interval) adalah periode
waktu antara dua kelahiran yang berurutan (Sarwono dan Arianto, 2003).
Secara teori, bahwa penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan
oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat
harga tertentu. Penentuan-penentuan penawaran keinginan para penjual dalam
menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa
faktor yang terpenting adalah :
1. Harga P Q
2. Harga barang lain Px Qy
3. Biaya faktor produksi FP cost π Qs
4. Teknologi T cost π Qs
5. Tujuan perusahaan
6. Ekspektasi (ramalan)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 9
Secara matematis dapat dituliskan:
Qs = F (Px, Py, Fp, T1 ............... )
Persamaan penawaran Qs = a + bp
Gambar 2.3
Pembentukan Kurva Penawaran
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 10
Gambar 2.4
Pembentukan Kurva Penawaran Akibat Perubahan Harga dan Jumlah Barang
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 11
Gambar 2.5
Keseimbangan Harga di Pasar
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 12
Pancoran Mas Depok, artinya dengan kenaikan harga sebesar 1 persen maka
permintaan daging ayam broiler akan turun sebesar 2,335 persen ceteris paribus
(Khoirunissa, 2008). Kita dapat menghitung koefisien elastisitas harga menurut
rumus berikut:
Elastisitas Silang
Elastisitas silang adalah persentase perubahan jumlah barang yang
diminta diakibatkan oleh perubahan harga barang lain sebesar satu persen.
Apabila fungsi permintaan diketahui besaran nilainya, maka elastitas dapat
dihitung dengan cara menurunkan fungsi permintaan terhadap barang lain, lalu
dikalikan dengan rata-rata harga barang lain dibagi rata-rata jumlah barang yang
diminta. Apabila nilainya lebih besar dari nol maka kedua barang tersebut
mempunyai hubungan substitusi, bila nilainya lebih kecil dari nol maka hubungan
keduanya komplementer.
Barang substitusi memiliki nilai elastisitas positif. Artinya kenaikan barang
substitusi berakibat meningkatnya jumlah yang diminta untuk barang ini (dan
untuk barang substitusinya berkurang). Barang komplementer elastisitas negatif,
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 13
artinya kenaikan harga komplemen berakibat turunnya jumlah yang untuk barang
ini (juga untuk barang komplemennya). Hasil penelitian Khoirunissa (2008)
menunjukkan nilai elastisitas silang daging sapi sebesar 6,32 artinya dengan
meningkatnya harga daging sapi sebesar 1 persen maka permintaan akan
daging ayam broiler naik sebesar 6,32 persen.
Elastisitas Pendapatan
Elastisitas permintaan pendapatan adalah presentase perubahan
permintaan akan suatu barang yang diakibatkan oleh kenaikan income riil
konsumen sebesar satu persen, jika fungsi permintaan diketahui maka besar nilai
elastisitas pendapatan dapat ditentukan dengan cara menurunkan fungsi
permintaan tersebut terhadap variabel pendapatan, lalu dikalikan rata-rata
besaran pendapatan dibagi rata-rata jumlah barang yang diminta. Untuk barang
normal nilai elastistasnya lebih besar dari nol, untuk barang inferior kurang dari
nol, barang kebutuhan pokok antara nol sampai satu dan untuk barang superior
lebih besar dari satu.
Dalam Khoirunissa (2008) menunjukkan nilai elastisitas permintaan daging
ayam broiler sebesar terhadap pendapatan sebesar 0,447 artinya jika
pendapatan naik 1 persen, maka permintaan naik 0,447 persen. Elastisitas
pendapatan bernilai positif antara nol sampai satu sehingga daging ayam broiler
disebut barang normal.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 14
BAB III
METODOLOGI
Data dalam analisis ini menggunakan data sekunder dengan jenis data
deret waktu (time series) periode waktu mulai tahun 1984-2012. Untuk
mencukupi data deret waktu (time series data) maka deret waktunya
menggunakan tahunan yang demikian berkaitan dengan data impor, ekspor,
Harga daging sapi dalam negeri dan harga daging sapi dunia.
Data yang tidak lengkap tahunannya, akan diolah berdasarkan bantuan
data triwulan yang tersedia. Teknik ini banyak dilakukan, diantaranya oleh
Boediono (1979), Djiwandono (1980) dan Widjanarko (1983). Dalam studi ini
lebih relevan menggunakan teknik yang dipakai Boediono (1979) yaitu dengan
regresi berulang. Data yang tidak relevan menggunakan teknik ini akibat
pengaruh system kerja birokrasi (dataTIB) dan akibat pengaruh fluktuasi
triwulanan (harga daging sapi dunia) sehingga perlu digunakan teknik
pembobotan.
Semua data diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Biro Pusat Statistik,
Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Asosiasi Pengusaha
Feedlotter Indonesia (APFINDO), Departemen Keuangan, Bank Indonesia,
Hasil Diskusi (FGD) serta beberapa lembaga terkait lainnya yang mempunyai
legitimasi.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 15
merupakan peubah yang mempengaruhi peubah endogen dalam sistem,
tetapi nilai peubah tersebut diasumsikan tidak dipengaruhi oleh sistem.
Model ekonometrik adalah menganalisis ini terdiri dari 7 (tujuh) persamaan
struktural dan 1 persamaan identitas, sehingga terdapat 8 (delapan) peubah
endogen. Keseluruhan peubah endogen ini dipengaruhi oleh peubah penjelas
sebanyak 23 peubah yang terdiri dari 4 (empat) peubah lag endogen dan 19
peubah eksogen. Bentuk persamaan-persamaan tersebut berturut-turut sebagai
berikut:
Dimana:
QSIt : Impor daging sapi Indonesia (ton)
HQIt : Harga daging sapi dunia (CIF, US$/kg)
KRt : Kurs rupiah (Rp/US$)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 16
TIt : Tarif Impor daging sapi (%)
HQt : Harga Daging sapi dalam negeri
LQSIt : Lag impor daging sapi Indonesia
Dt : Dummy variable (D1 krisis, D=0 sebelum krisis)
U2 : Peubah pengganggu
dimana:
Dimana:
QDt : Permintaan daging sapi dalam negeri (ton)
HQt : Harga eceran daging sapi dalam negeri (Rp/kg)
HAt : Harga eceran daging ayam (Rp/kg)
HIt : Harga eceran ikan (Rp/kg)
HTt : Harga eceran telur ayam (Rp/kg)
IPt : Pendapatan perkapita (Rp 000)
JPt : Jumlah penduduk (000 jiwa)
Tt : Selera yang diproxi dari trend (%/thn)
LQDt : Lag permintaan daging sapi dalam negeri (ton)
Dt : Dummy variable (D=1, saat krisis dan D=0, sebelum krisis)
U3 : Peubah pengganggu
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 17
dimana:
HQIt : Harga daging sapi impor (CIF,US$/kg)
HTAt : Harga ternak impor dari Australia (CIF,US$/kg)
TIt : Tarif impor daging sapi (%)
KRt : Kurs Rupiah(Rp/US$)
HQWt : Harga daging sapi dunia (US$/kg)
LHQIt : Lag harga riil daging sapi impor (CIF,US$/kg)
Dt : Dummy (musim)
U4 : Peubah pengganggu
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 18
Gambar 3.1.
Model Ekonomi Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 19
3.3 Model Proyeksi
Untuk proyeksi permintaan daging sapi dalam negeri untuk sepuluh
tahun kedepan digunakan nilai elastisitas yang diperoleh dari hasil estimasi
parameter permintaan daging sapi dalam negeri yang sudah diestimasi
sebelumnya.
dimana:
QDt = Jumlah permintaan daging sapi pada tahun t
QDt- = Jumlah permintaan daging sapi pada tahun sebelumnya
μi = Elastisitas harga daging sapi itu sendiri
φi = Laju pertumbuhan harga riil daging sapi
ϑi = Elastisitas permintaan daging sapi terhadap pendapatan perkapita
Ωi = Laju pertumbuhan pendapatan riil perkapita
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 20
BAB IV
KERAGAAN PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN HARGA DAGING SAPI DI
DALAM NEGERI
Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberi
andil pada perbaikan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein hewani.
Protein hewani sangat dibutuhkan dalam pembangunan manusia Indonesia
karena erat hubungannya dengan kesehatan fisik dan perkembangan
kecerdasan manusia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi daging sapi
masyarakat mencapai 1,69 kg/kapita/tahun (BPS, 2010). Indonesia dengan
jumlah penduduk pada tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa, atau naik
sekitar 1,49 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mengindikasikan
kebutuhan akan daging sapi yang semakin bertambah dengan total kebutuhan
daging sapi domestik mencapai 441.605 ton dan 509.887 ton tahun 2012.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan
pendidikan yang semakin baik, maka permintaan dan konsumsi daging sapi di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2011, konsumsi
daging sapi Indonesia sebesar 1,83 kg/kapita/tahun dan 2,0 kg/kapita/tahun
(2012) (Menko Perekonomian, 2013).
Dari sisi produksi, data Kementerian Pertanian (2013) menunjukkan bahwa
total produksi daging sapi dalam negeri tahun 2011 sebesar 465.823 ton dan
414.870 ton tahun 2012. Produksi tersebut diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri yang jumlahnya mencapai rata-rata
500 ribu ton baik untuk konsumsi rumah tangga, industri, dan horeka selama satu
tahun. Dengan demikian, neraca daging sapi di Indonesia selalu defisit yang
pada akhirnya harus dipenuhi dari luar (impor). Kebutuhan daging sapi di dalam
negeri, tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga tetapi juga kebutuhan industri
pengolahan yang mana hampir 80% terpusat di DKI Jakarta, Banten dan Jawa
Barat. Ketersediaan akan daging sapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan
daging sapi dalam negeri, terutama pada bulan-bulan menjelang dan saat hari-
hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), dimana pasokan daging sapi yang
relatif kurang berkesinambungan dengan permintaan yang terus meningkat.
Dengan meningkatnya kebutuhan daging sapi dan pasokan di dalam negeri
yang tidak berkesinambungan berdampak pada perubahan harga daging menjadi
tidak menentu. Harga daging sapi dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung
mengalami kenaikan. Kenaikan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kenaikan
harga daging sapi berhubungan erat dengan kenaikan permintaan, terganggunya
pasokan baik lokal maupun impor dan harga daging sapi internasional. Kenaikan
permintaan daging sapi yang signifikan saat menjelang HBKN dan berpotensi
pada harga daging sapi menjadi naik, apalagi jika tidak diimbangi dengan
pasokan yang cukup. Rata-rata harga daging sapi tingkat eceran tahun 2012
mencapai Rp 74.991/kg atau naik 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu menjelang Lebaran, harga daging sapi di beberapa kota di
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 21
Indonesia menyentuh angka Rp 85.000/kg-Rp 100.000/kg atau naik sekitar 20
persen dari bulan sebelumnya.
600
000 ton
500 Kebutuhan
Konsumsi
Daging Sapi
Dalam Negeri
400
Produksi
Daging Lokal
300
200
100 Impor
Daging Sapi
0
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 22
ini ditunjukkan dengan impor daging sapi yang cenderung meningkat selama
periode tersebut.
Seiring dengan kebutuhan daging sapi yang terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk, di sisi lain implementasi kebijakan pemerintah
dalam rangka menjaga ketahanan pangan di dalam negeri dalam kerangka
swasembada daging yang mulai dicanangkan sejak tahun 2010. Sejak dari
tahun tersebut pemenuhan daging sapi dari luar mulai menurun, sementara
pasokan daging sapi di dalam negeri juga mulai menurun. Dampak dari
kebijakan ini mulai terlihat di bulan Juni tahun 2012 yang menyebabkan
terganggunya pasokan baik dari dalam maupun dari luar. Pasokan daging sapi
impor yang mulai menurun sejalan dengan kondisi pasokan daging sapi di dalam
negeri yang juga cenderung menurun sementara kebutuhan di dalam negeri
terus meningkat. Pasokan daging sapi yang mulai menurun akibat menurunnya
jumlah sapi potong sehingga pasokan di dalam negeri mulai berkurang.
Berkurangnya sapi potong dapat dilihat dari mulai menurunnya jumlah populasi
sapi di sentra produksi, yaitu Jawa timur dan Bali tahun 2013 dibandingkan tahun
2011, sebesar 20 persen dan 29 persen (Aspidi, 2013). Kondisi ini menunjukkan
bahwa pemotongan sapi potong yang tidak memperhatikan keberlanjutan
produksi menyebabkan terjadinya kelangkaan sapi siap potong di dalam negeri
yang saat ini tengah terjadi di tahun 2013 sementara kebutuhan masyarakat dan
industri terhadap daging sapi cukup meningkat.
Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberi
andil pada perbaikan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein hewani.
Protein hewani sangat dibutuhkan dalam pembangunan manusia Indonesia
karena erat hubungannya dengan kesehatan fisik dan perkembangan
kecerdasan manusia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi daging sapi
masyarakat tahun 2010 mencapai 1,69 kg/kapita/tahun dan tahun 2011
mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan yang semakin baik, maka permintaan dan
kebutuhan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat pula.
Tahun 2012, konsumsi daging sapi mencapai 2,09 kg/kapita/tahun dan 2,2
kg/kapita/tahun (Menko Perekonomian, 2013).
Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 yang mencapai 241
juta jiwa, atau naik sekitar 1,49 persen dibandingkan tahun sebelumnya,
mengindikasikan kebutuhan akan daging sapi yang semakin bertambah dengan
total kebutuhan daging sapi domestik mencapai 441.605 ton (belum termasuk
industri dan horeka). Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, total
produksi daging sapi dalam negeri tahun 2011 sebesar 465.823 ton. Produksi
tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan daging sapi baik untuk
konsumsi rumah tangga, industri, dan horeka selama satu tahun. Pada 2012
jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 243,9 juta jiwa dengan
kebutuhan daging sapi mencapai 509,9 ribu ton dan jumlah pendudk tahun 2013
mencapai 250 juta jiwa dengan kebutuhan diperkirakan mencapai 629,4 ribu ton
(LSM-FE UI, 2013)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 23
Ketersediaan akan daging sapi saat ini diperkirakan masih belum dapat
memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri, terutama pada bulan-bulan
menjelang dan saat Hari-Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Pada
peridoe waktu tersebut permintaan daging sapi meningkat cukup tinggi
sedangkan peningkatan pasokan daging sapi itu tidak secepat dengan
peningkatan permintaan. Pemenuhan pasokan yang tidak secepat peningkatan
permintaan dikarenakan aspek dari sisi pasokan memiliki beberapa faktor yaitu
kondisi dan keberadaan sapi siap potong, periode waktu impor, kinerja sistem
distribusi serta kinerja rumah potong hewan. Faktor-faktor ini yang berdampak
pada terjadinya gangguan pasokan untuk memenuhi kebutuhan permintaan.
Pasokan sapi ataupun daging dari luar dipenuhi dari impor yang berasal dari
Australia dan Selandia Baru. Harga daging sapi dalam negeri dari tahun ke tahun
cenderung mengalami kenaikan.
Kenaikan permintaan daging sapi yang signifikan saat menjelang HBKN,
terutama hari puasa dan lebaran potensi pada kenaikan harga daging sapi cukup
tinggi. Berdasarkan pengalaman beberapa tahun, kenaikan harga daging sapi
menjelang puasa dan lebaran naik sebesar 10-15 persen lebih tinggi
dibandingkan hari raya Idul Adha, natal dan tahun baru. Fenomena harga di
waktu-waktu ini yang berdampak pada kenaiakan harga daging sapi setiap tahun
naik. Misalnya, rata-rata harga daging sapi tingkat eceran tahun 2012 mencapai
Rp 74.991/kg atau naik 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara
itu menjelang Lebaran,harga daging sapi di beberapa kota di Indonesia
menyentuh angka Rp 85.000/kg-Rp 100.000/kg atau naik sekitar 5-10 persen
persen dari bulan sebelumnya. Selama tahun 2013 (s.d September) rata-rata
kenaikan harga daging sapi mencapai 20,4 persen atau harga daging sapi di
tahun 2013 berada pada kisaran Rp 89.495/kg – Rp 97.401/kg (BPS, 2013).
Ketidakmampuan produksi nasional dalam mencukupi kebutuhan daging
sapi di Indonesia mengakibatkan pemerintah sampai saat ini masih melakukan
impor daging sapi dari beberapa negara penghasil sapi antara lain Australia, dan
Selandia Baru. Pemenuhan sapi dan atau daging sapi dari luar (impor) dilakukan
dengan tujuan untuk membantu kesinambungan pasokan di dalam negeri dan
dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas sapi potong di dalam negeri.
Selama kurun 2004-2010, impor daging sapi mengalami kenaikan dengan rata-
rata per tahun mencapai 37,4 persen. Kenaikan impor tertinggi terjadi pada tahun
2005 yaitu 69,5 persen dan 63,5 persen Tahun 2007. Pada tahun 2010, impor
daging sapi sekitar 90.500 kemudian menurun sebesar 28,2 persen di tahun
2011 menjadi 65.000 ton dan di tahun 2012 turun menjadi 39,4 persen atau
menjadi 39.400 ton. Pengurangan kuota impor terkait dengan upaya pemerintah
mensukseskan swasembada daging sapi di tahun 2014, sementara disisi lain
belum ada kesiapan baik peternak maupun industri dalam mengadapi rencana
pengelolaan alokasi impor tersebut.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 24
4.2. Perkembagan Harga Daging Sapi Domestik dan Internasional
Perkembangan harga daging sapi di dalam negeri dari tahun ke tahun
menunjukkan trend naik. Hal ini terlihat dari harga daging selama 6 (enam) tahun
terakhir yang selalu naik setiap tahunnya. Data BPS menunjukkan bahwa rata-
rata kenaikan harga daging sapi per tahun mencapai 8.97 persen. Dengan
kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 14,72 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 66.853/kg menjadi Rp 76.692/kg
(Gambar 4.2). Selain harga daging sapi yang terus meningkat, fluktuasi harga
daging juga relative berfluktuasi hal ini dapat dilihat dari indikator koefisien variasi
harga (CV) dari tahun 2010 sampai 2012 yang terus naik yaitu dari 4,4 persen
menjadi 8,4 persen. Selama tahun 2013 (s.d September fluktuasi harga daging
sapi relative stabil akan tetapi pada tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan
rata-rata harga selama tahun 2012, yaitu Rp 92.370/kg. Harga daging sapi
secara nasional tahun 2013 yang tertinggi terjadi di bulan Juli dan Agustus
dengan harga masing-masing sebesar Rp 95.030 dan Rp 97.401 dimana pada
bulan tersebut merupakan bulan puasa dan menjelang lebaran Idul Fitri tahun
2013. Kenaikan harga secara nasional tersebut juga dikarenakan oleh harga-
harga di beberapa provinsi dan Ibu Kota provinsi mengalami kenaikan dan juga
harga-harga di beberapa wilayah sentra produksi sapi di Indonesia, seperti Nusa
Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Jawa Tengah,
Bali serta Sulawesi Selatan.
120000
Kurs: 9.757 Kurs: 10.356 Kurs: 9.078 Kurs : 8.773
SB: Inflasi : 2.78% Inflasi: 6.96% Inflasi : 3.79%
Inflasi : 11.06 HDDM : Rp 59.543/kg HDDM : Rp 63.023/kg HDDM : Rp 66.853/kg
100000 HDDM : Rp 53.875/kg HDI : US$ 2.64/kg HDI : US$ 3.35/kg HDI : US$ 4.04/kg
HDI : US$ 3.14/kg
Impor Daging: 45.580 ton
Kurs: 9.756
80000 Inflasi :
HDDM: Rp
92.285/kg
Kurs : 9.419 HDI : US$ 4.19/kg
Inflasi : 4.3%
60000
HDDM : Rp 76.692/kg
HDI : US$ 4.14/kg
40000
20000
0
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jun
Jun
Jun
Jun
Jun
Jun
Jul
Jul
Jul
Jul
Peb
Peb
Peb
Peb
Peb
Peb
Nop
Nop
Nop
Nop
Nop
Okt'
Okt'
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Sep
Des
Sep
Des
Sep
Des
Sep
Des
Sep
Des
Sep
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Okt
Okt
Okt
Jul
Jul
Harga daging sapi di luar negeri cenderung mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun. Berdasarkan data United States Departement of Agriculture Economic
Research Service (USDA-ERS) selama periode tahun 2000 sampai dengan
2012, harga daging sapi internasional mengalami kenaikan sebesar 51,5 persen
dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 4,3 persen. Jika diamati pola
perkembangannya, harga daging sapi internasional mengalami lonjakan yang
relatif tinggi terjadi pada tahun 2003, kemudian tahun 2008 dan tahun
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 25
2011. Selama tahun 2003, harga daging sapi mengalami kenaikan sebesar 23,6
persen, dengan harga pada awal tahun 2003 sebesar US$6,79/kg dan akhir
tahun mencapai US$8,49/kg. Kenaikan harga daging sapi internasional tahun
2003 seiring dengan ditemukan pertama kalinya kasus penyakit sapi gila (Mad
Cow) di Amerika Serikat.
Setelah mengalami kenaikan yang relatif tinggi pada tahun 2003, harga
daging sapi internasional kembali naik pada tahun 2008, dengan tingkat
kenaikan selama tahun tersebut sebesar 6,3 persen dan selama tahun 2011
harga daging sapi international mengalami kenaikan sebesar 12,4 persen. Pada
awal tahun 2012 harga daging sapi internasional mencapai US$10,2/kg dan
pada bulan September 2012 sedikit turun menjadi US$9,89/kg. Secara umum,
harga daging dunia selama tahun 2013 ada penurunan dibandingkan harga-
harga yang terjadi selama tahun 2012.
4.20
Harga Daging Sapi Dunia (US$/kg)
US$/kg
4.10
4.00
3.90
3.80
3.70
Sumber : FAO (Juli 2013) dan Commodity Market Review, World Bank (Agustus 2013), diolah
Gambar 4.3
Perkembangan Harga Daging Sapi Internasional, 2012-2013
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 26
sapi tertinggi terjadi di Provinsi Aceh dan terendah terjadi di Nusa Tenggara
Timur.
Tingginya harga daging sapi di Provinsi Aceh disebabkan oleh adanya
tradisi meugang yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat
Aceh untuk membeli daging bagi keluarganya menyambut Ramadhan. Daging
sapi disajikan sebagai lauk utama, sehari sebelum Ramadhan tiba atau Hari
Raya. Tak peduli kaya atau miskin, setiap kepala keluarga harus berusaha
membeli minimal satu atau dua kilo daging untuk keluarganya. Bagi keluarga
mampu, bahkan akan membeli sampai lima kilo untuk dihabiskan selama bulan
Ramadhan sebagai menu sahur.
Gambar 4.4
Rata-rata Perkembangan Harga Daging Sapi Di Beberapa
Daerah Sentra Produksi Di Indonesia
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 27
Untuk mengantisipasi kenaikan harga daging sapi, pemerintah melakukan
berbagai upaya menstabilkan harga daging sapi. Salah satu langkah awal untuk
mengetahui gejolak harga daging sapi nasional adalah dengan membuat suatu
pemetaan tingkat kebutuhan daging sapi berdasarkan permintaan, seperti pasar
tradisional, pasar ritel modern, industri pengolahan serta horeka (hotel, katering
dan restoran) yang terdapat di 3 (tiga) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Banten. Ketiga wilayah tersebut diperkirakan memiliki tingkat kebutuhan
daging sapi yang cukup tinggi dimana hampir 80 persen dipenuhi dari impor dan
sekitar 60 persen dari impor juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan
Jabodetabek (Aspidi, 2013). Hasil survei dan pemetaan terhadap kebutuhan
daging selama tahun 2013 sebesar 629,4 ribu ton dalam satu tahun. Fluktuasi
harga daging sapi terjadi antar waktu masih dapat dikatakan wajar selama
masyarakat masih memiliki daya beli dan dapat menjangkau dari ketersediaan
daging tersebut. Harga daging sapi yang kurang wajar terjadi bilamana besaran
harga tersebut sudah meresahkan masyarakat dan ketersediaan daging
terganggu karena adanya gangguan dari sisi pasokan. Secara nasional harga
dan produksi daging sapi merupakan agregasi dari data secara nasional di
beberapa kota/propinsi di Indonesia, maka analisis perkembangan gejolak harga
daging sapi di sentra konsumsi dalam rangka konsolidasi dan koordinasi
stabilisasi harga dilakukan. Analisis secara deskriptif dihasilkan berdasarkan
temuan di wilayah survei yang telah dilaksanakan di Kota Bandung dan Kota
Surabaya. Kedua wilayah ini sebagai representasi dari wilayah yang paling tinggi
tingkat konsumsi daging sapi selain di Kota Jakarta dan sebagai salah satu sentra
produksi.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 28
104,000 Rp/kg
102,000
100,000
98,000
96,000
94,000
92,000
90,000
88,000
86,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept
Bandung
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 29
• Dalam memenuhi kebutuhan daging sapi di wilayah Bandung, dimana saat ini
konsumsi daging sapi rumah tangga di wilayah Bandung mencapai 590 ribu
ton belum termasuk hotel restoran dan catering, mendatangkan sapi dari luar
daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB),
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. Sapi hidup yang berasal dari NTT, NTB
dan Jawa Timur sebagian besar berupa sapi bakalan yang diternakan oleh
peternak yang ada di Kabupaten/Kota Bandung. Sementara Sapi yang
berasal dari Bali biasanya dalam bentuk sapi siap potong yang langsung
masuk ke rumah potong hewan (RPH). Namun, daging yang berasal dari sapi
Bali memiliki tekstur yang kurang enak sehingga tidak semua konsumen
mempunyai preferensi terhadap jenis daging ini.
• Jawa Barat dan Bandung khususnya, terancam kekurangan pasokan.
Dengan meningkatnya harga sapi dan daging, Bandung akan terancam
kekurangan pasokan sapi lokal karena sapi yang berasal dari sentra produksi
yang memasok ke Bandung akan berkurang karena tidak ada aturan
tataniaga di dalam negeri. Kondisi ini bisa saja terjadi dimana jika harga sapi
di daerah sentra produksi tinggi maka peternak tidak akan menjual ke luar
wilayah dengan alasan harga kurang bersaing dan lebih menguntungkan
menjual di daerahnya. Kondisi ini menjadikan para pedagang sapi dengan
leluasa melakukan perdagangan. Karena tidak ada aturan tataniaga maka
tidak sedikit distributor juga berperan sebagai pedagang. Situasi ini yang
membuat harga menjadi naik dan tidak menentu.
• Kekacauan harga yang terjadi saat ini dikarenakan perilaku pasar. Perilaku
pasar yang berubah menyebabkan penentuan harga ditentukan oleh
pedagang. Para pedagang tidak mau mengeluaran stock daging sapinya
yang ada dan lebih memilih menyimpannya di dalam refrigerator. Mereka
akan mengeluarkan stock daging sapi jika stock di pasar memang tidak ada
dengan harga yang lebih tinggi, namun dengan kualitas yang sudah menurun.
Pemerintah Daerah (Jawa Barat) melakukan upaya-upaya mengatasi
kenaikan harga dalam upaya stabilisasi harga di wilayah Jawa Barat, antara lain:
• Melakukan operasi pasar. Namun, operasi pasar dengan menjual daging sapi
murah saat ini kurang efektif menurunkan harga di pasar tradisional. Kasus
Operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog untuk daging sapi beku, ada dua
mekanisme. Pertama, mekanisme melalui pemerintah propinsi dengan
Disperindag dan kedua, mekanisme dengan asosiasi pedagang daging sapi.
Kondisi yang sudah berjalan, Bulog menerapkan mekanisme yang pertama
yaitu melalui Pemerintah provinsi dengan Disperindag. Kebijakan ini tidak
efektif menurunkan harga karena terjadi penolakan di pasar tradisional.
• Peningkatan bibit unggul melalui upaya inseminasi buatan (IB) dan kawin
alam yang dilakukan dengan control yang sangat ketat.
• Menjaga keberlanjutan pasokan sapi akan mengangkat kembali peran rumah
potong hewan (RPH) untuk mengoptimalkan kembali kapasitas produksinya
melalui revitalisasi RPH.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 30
• Pemerintah Daerah telah berupaya untuk menstabilkan harga daging sapi dan
telah menganggarkan biaya sebesar 10 miliar dari anggaran pendapatan
daerahnya (APBD).
Surabaya
Surabaya merupakan salah satu wilayah sentra produksi sapi di wilayah
Jawa. Meski demikian, daerah ini juga mengalami jumlah penduduk yang cukup
besar hampir sama dengan Jawa Barat sehingga tingkat konsumsipun juga
meningkat sehingga terjadi juga kenaikan harga daging meski tidak signifikan.
Kenaikan harga lebih dikarenakan tingkat permintaan konsumsi yang cukup
tinggi terutama bulan puasa dan lebaran. Sebagai sentra produksi, Jawa Timur
juga menjadi wilayah pemasok sapi potong untuk beberapa wilayah seperti
Yogyakarta, DKI dan Jawa Barat. Namun demikian, jumlah sapi potong yang
dikirm ke luar wilayah relative lebih besar dibandingkan sapi bakalan yang
masuk. Meski sudah ada kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur yang membatasi sapi siap potong yang keluar
dibatasi pada sapi dengan berat 400kg, namun belum disertai dengan
pengawasan. Para peternak lebih memilih menjual sapinya ketika harga di
wilayah lain cukup tinggi (mekanisme pasar). Menurut catatan Bank Indonesia
(2013) bahwa jumlah konsumsi daging sapi di wilayah Jawa Timur cenderung
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun peningkatan konsumsi
tersebut tidak diiringi dengan peningkatan produksi. Sebagai wilayah produsen
sapi di Indonesia, Jawa Timur memasok sekitar 50 persen dari total produksinya
untuk pasar nasional. Permintaan daging sapi lokal Jawa Timur yang stabil
meningkat setiap tahun menyebabkan kemampuan suplai nasional Jawa Timur
menurun.
Meski kenaikan harga daging sapi di wilayah Jawa Timur cenderung lebih
rendah dibandingkan wilayah lainnya, ini menjadi pertanyaan mengapa kondisi
ini bisa terjadi padahal sebagai wilayah sentra produksi pasokan selalu tersedia.
walaupun juga mengalami peningkatan. Menurut Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Timur (2013) menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan
kebijakan untuk tidak menerima impor daging sapi dan pelarangan pemotongan
sapi produktif. Produksi sapi lokal cukup untuk memenuhi permintaan daging
sapi di Jawa timur bahkan surplus yang disalurkan untuk memasok permintaan
sapi nasional. Impor yang akan dilakukan untuk stabilisasi harga sebaiknya
jangan berupa daging sapi namun berupa sapi siap potong dan sapi bakalan.
Impor dalam bentuk sapi siap potong dan sapi bakalan akan berdampak positif
karena akan menghidupkan penggemukan sapi dan rumah potong hewan.
Dengan kondisi pasokan dan perilaku konsumsi di wilayah Jawa Timur,
khususnya Surabaya maka dapat dilihat perkembangan harga daging sapi di
wilayah tersebut. Harga daging sapi berkisar antara Rp 85.000/kg untuk grade
bawah dan Rp 90.000/kg untuk grade menengah-atas (Informasi kepala Pasar
Wonokromo, September 2013). Sedangkan jika dibandingkan dengan harga
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 31
tahun 2012, harga daging sapi sebesar 65.000/kg untuk grade bawah dan
Rp 70.000/kg untuk grade menengah-atas. Sejak awal tahun 2013 sampai
dengan bulan Juni, harga daging sapi berkisar antara Rp 80.000 - 85.000/kg.
Kenaikan harga daging sapi mulai terjadi sejak awal bulan Juli 2013.
88,000 Rp/kg
86,000
84,000
82,000
80,000
78,000
76,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept
Surabaya
Perkembangan harga daging sapi cenderung memiliki pola yang sama yaitu
terus mengalami peningkatan yang signifikan pada bulan puasa dan lebaran, dan
kemudian menurun setelah melewati puasa dan lebaran. Kenaikan harga daging
sapi tahun 2013 cenderung lebih tinggi karena beberapa hal, yaitu (i) kenaikan
permintaan, (ii) terganggunya pasokan di dalam negeri serta (iii) dan harga
bahan bakar minyak. Terganggunya pasokan daging sapi di dalam negeri,
diperkuat oleh persepsi hasil diskusi di pasar Wonokromo Surabaya
menginformasikan bahwa telah terjadi penurunan suplai sapi potong di ahun
2013. Saat ini, jumlah pedagang daging sapi di Pasar Wonokromo sekitar 25
pedagang. Normalnya pemotongan sapi rata-rata 5-7 ekor/hari, namun sekarang
rata-rata sapi yang dipotong per pedagang antara 2 sampai 3 ekor/hari. Jumlah
tersebut mengalami penurunan karena jumlah supply sapi berkurang sehingga
banyak pedagangan yang gulung tikar.
Dalam mendukung stabilisasi harga daging di wilayah Surabaya, PD Pasar
Wonokromo melaksanakan operasi pasar saat menjelang lebaran tahun 2013.
Upaya ini merupakan inisiatif sendiri dalam rangka membantu konsumen
mengingat harga daging sapi yang terus mengalami kenaikan. Daging sapi untuk
operasi pasar tersebut berasal dari sapi lokal yang dipotong di RPH dan
didistribusikan oleh PD Pasar ke pasar-pasar di wilayah Surabaya. Namun,
upaya operasi pasar daging sapi tersebut mendapatkan penolakan dari
pedagang terutama di Pasar Wonokromo karena dianggap menyebabkan
kerugian bagi pedagang. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran pedagang dalam
penentuan harga daging sapi cukup besar.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 32
Sebagian besar daging sapi di pasar berasal dari sapi yang dipotong sendiri
oleh pedagang di RPH setempat dan bukan berasal dari distributor. Di Surabaya
sendiri terdapat dua buah RPH yang melayani pemotongan sapi untuk wilayah
Surabaya. Masih terbatasnya jumlah RPH yang aktif, menyebabkan peran
ganda dari pedagang yang merangkap sebagai distributor. Hal ini yang
menyebabkan perbedaan harga daging di pasar yang berbeda terutama bagi
pasar yang jauh dari rumah potong hewan (RPH).
Persepsi dari hasil survei juga menunjukkan bahwa pada dasarnya impor
daging sapi ditolak oleh para pedagang dan persepsi konsumen terhadap daging
sapi impor kurang diminati dengan alasan kualitas daging yang kurang bagus
dibandingkan daging sapi segar. Berdasarkan persepsi tersebut menunjukkan
bahwa daging impor tidak bisa memenuhi kebutuhan dan selera masyarakat
setempat. Selain faktor adanya keraguan akan tata cara penyembelihan dan
kehalalan daging sapi impor.
Upaya Pemerintah Daerah Jawa Timur (Surabaya) dalam mengatasi
kenaikan harga dan upaya stabilisasi harga daging sapi, adalah:
• Melakukan operasi pasar. Dalam implementasinya, operasi pasar dengan
menjual daging sapi murah saat ini kurang efektif menurunkan harga di pasar
tradisional. Seperti halnya di Jawa Barat, Operasi pasar yang dilakukan oleh
Bulog untuk daging sapi beku di Jawa Timur melalui mekanisme koordinasi
antara Pemerintah Provinsi dengan Disperindag. Sama sepertihalnya di Jawa
Barat, kebijakan ini tidak efektif menurunkan harga karena terjadi penolakan di
pasar tradisional.
• Melakukan revitalisasi rumah potong hewan (RPH) yang ada di
Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan kembali kapasitas produksinya
sehingga keberlanjutan pasokan sapi potong tetap terjaga dan mengangkat
kembali peran rumah potong hewan (RPH).
• Sedang berupaya melakukan pengaturan mekanisme distribusi pasokan sapi
hidup antar daerah. Namun, kebijakan ini masih dalam rancangan karena
masalah kewenangan yang akan menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 33
BAB V
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA ECERAN
DAGING DI DALAM NEGERI
Tabel 5.1 Tingkat Konsumsi Pangan: Daging Sapi, Daging Ayam dan
Telur (kg/kap/th)
Kelompok Daging sapi Daging ayam Telur
Pangan
1996 0,6 3,5 5,0
1999 0,5 1,7 3,4
2002 0,5 3,3 5,4
2005 0,5 4,0 5,9
2008 0,4 3,8 6,2
2011 0,5 4,3 6,8
Laju Perub. (%) (4,6) 9,2 9,4
Sumber : SUSENAS (diolah)
Keterangan : ( )= penurunan/negatif
Produksi daging sapi lokal selama periode 1998-2004 rata-rata naik 4,39
persen atau menjadi 344,08 ribu ton. Sementara untuk impor sapi bakalan ex
impor, produksi rata-rata naik 27,86 persen menjadi 46,17 ribu ton, sehingga total
produksi daging sapi (lokal dan impor) selama periode waktu tersebut naik
sebesar 3,20 persen menjadi 390,2 ribu ton. Pertumbuhan impor selama periode
waktu tersebut mencapai 9,12 persen menjadi 11,80 ribu ton dan kebutuhan
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 34
daging sapi rata-rata naik sebesar 7,15 persen atau menjadi 350,30 ribu ton
(Tabel 5.2).
Selama periode tahun 2005-2013, produksi daging sapi lokal rata-rata naik
5,53 persen menjadi 420 ribu ton. Sementara untuk impor sapi bakalan ex
impor, produksi rata-rata naik 2,29 persen menjadi 45,16 ribu ton, sehingga total
produksi daging sapi (lokal dan impor) selama periode waktu tersebut naik
sebesar 3,29 persen menjadi 465,16 ribu ton. Pertumbuhan impor selama
periode waktu tersebut mencapai 15,61 persen menjadi 22,40 ribu ton dan
kebutuhan daging sapi rata-rata naik sebesar 6,82 persen atau menjadi 549,70
ribu ton (Tabel 5.2).
Produksi Daging
Rata-rata
Bakalan Impor Kebutuhan
pertumbuhan Daging Konsumsi
(%) Produksi Eks Impor Total
Lokal Setara Produksi
Daging
1984-1997 48.45 3.42 48.79 5.06
2.14
1998-2004 27.86 3.20 9.12 7.15
4.39
2005-2013 2.29 3.29 15.61 6.82
5.53
Sumber: Ditjen Kementan dan MenkoPerekonomian, 2013
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 35
dijelaskan secara serenak oleh variabel-variabel bebasnya (independent
variable) yaitu harga daging domestik, harga ikan, pendapatan per kapita dan
jumlah penduduk sebesar 79,9 persen. Sedangkan sisanya sebesar 20,1 persen
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak masuk ke dalam model.
Hasil uji F berdasarkan Tabel 5.3, didapatkan semua variabel independen
secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perubahan jumlah permintaan daging karena nilai Prob (F-stat) = 0,000953 yang
memiliki nilai lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Hasil uji
t menunjukkan bahwa semua variabel independen yang masuk.
Uji statistik meliputi uji R-square, uji F, dan uji t-statistik, berdasarkan hasil
pada Tabel 5.3 didapatkan bahwa nilai R-square sebesar 0,791912 yang berarti
bahwa variabel tidak bebas (dependen) yaitu permintaan daging dapat dijelaskan
secara serenak oleh variabel-variabel bebasnya (independen) yaitu harga daging
domestik, harga ikan, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk sebesar 79,9
persen. Sedangkan sisanya sebesar 20,1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain
yang tidakmasuk kedalam model.
Hasil uji F berdasarkan Tabel 5.3, didapatkan semua variabel independen
secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perubahan jumlah permintaan daging karena nilai Prob (F-stat) = 0,000953 yang
memiliki nilai lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Hasil uji
t menunjukkan bahwa semua variabel independen yang masuk permintaan
daging lolos dari ada gejala autokorelasi.
Kemudian uji normalitas, uji ini dilakukan untuk mendeteksi apakah nilai
residual dari model regresi berdistribusi normal atau tidak. Dari hasil histogram-
normality test pada lampiran 8 diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera =
0,485368 atau lebih besar dari a = 0,1 sehingga residual terindikasikan
berdistribusi normal. Kriteria selanjutnya dalam uji ekonometrika adalah
heteroskedastisitas, ada tidaknya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil
pengujian pada model diperoleh nilai obs*R-square sebesar 0,366596, artinya
nilai tersebut labih besar dari taraf nyata (a = 0,1), sehingga dapat disimpulkan
bahwa model persamaan mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama
(homoskedastis). Karena jika nilai obs*R-square nya lebih kecil dari (a = 0,1)
maka model tidak lolos dari keberadaan heteroskedastisitas.
Uji ekonomi dilakukan dalam rangka menyesuaikan model pendugaan
permintaan daging dengan teori permintaan. Kesesuaian model dengan teori
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 36
ermintaan dapat dilihat dari nilai koefisien variabel-variabel independen nya.
Pada Tabel 5.3 diketahui bahwa koefisien variabel harga daging domestic (HQt)
bernilai negatif terhadap permintaan daging sapi (QDt), artinya jika harga daging
domestik turun maka permintaan terhadap daging akan meningkat, hal tersebut
sesuai dengan teori permintaan. Selanjutnya masih pada Tabel 5.1 didapatkan
bahwa nilai koefisien variabel harga ikan (HIt) bernilai positif terhadap QDt,
artinya jika harga ikan sebagai barang substitusi daging mengalami kenaikan
maka permintaan akan daging akan terus meningkat karena harga ikan yang
tinggi, hal tersebut juga telah sesuai dengan teori permintaan.
Nilai koefisien variabel pendapatan per kapita penduduk Indonesia (IPt)
berdasarkan hasil dalam Tabel 5.3 bernilai positif terhadap QDt, berarti
permintaan terhadap daging akan mengalami peningkatan seiring dengan
naiknya pandapatan perkapita penduduk Indonesia. Dan variabel terakhir yang
mempengaruhi permintaan daging adalah jumlah penduduk Indonesia (JPt), hasil
yang didapatkan berdasarkan Tabel 5.3 bahwa koefisiennya bernilai positif
artinya jika jumlah penduduk bertambah maka permintaan akan daging juga akan
meningkat.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 37
nada pilihan terhadap harga substitusinya yang mempunyai kandungan protein
hewani seperti daging ayam, telur ayam dan ikan. Namun, kenaikan harga
daging ayam menurunkan permintaan terhadap daging sapi.
Elastisitas
Pendek Panjang
Permintaan Daging Sapi Dalam Negeri
Harga Daging Sapi Dalam Negeri -9.3477 -10.8914
Harga Daging Ayam -2.8651 -3.3382
Harga Ikan 1.5277 1.78
Harga Telur 0.4713 0.5492
Pendapatan Perkapita 26.675 31.0799
Jumlah Pemduduk -0.1968 -0.2292
Selera 0.0172 0.02
Lag Peubah Endogen 0.012 0.12
Dummy 0.032 0.036
Elastisitas
Pendek Panjang
Harga Daging Sapi impor
Harga Daging Sapi Impor 0.0227 0.048
Harga Ternak Sapi 0.1538 0.3249
Tarif Impor daging sapi -5.0461 -7.6214
Kurs Rupiah
Penawaran Daging Sapi Domestik -0.1734 -0.3663
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 38
artinya dalam model persamaan, variasi variabel dependen (penawaran daging)
dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebasnya di dalam persamaan yaitu
harga daging domestik, produksi daging dalam negeri, harga sapi, dan populasi
sapi sebesar 99,82 persen. Sedangkan sisanya yang 0,18 persen dijelaskan oleh
factor-faktor lain diluar persamaan. Nilai prob (F-stat) = 0,000001 atau lebih kecil
dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar lima persen (0,05). Nilai tersebut
menandakan bahwa model yang digunakan telah sesuai, dengan kata lain
variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel
dependen pada tingkat signifikansi lima persen.
Hasil uji ekonometrik pada persamaan penawaran daging didapatkan hasil
bahwa persamaan tidak memiliki masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan
normalitas. Pengujian autokorelasi dengan program eview didapatkan nilai
probability obs*R-square = 0,346, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan
yaitu lima persen, artinya model tidak mengalami masalah autokorelasi.
Pada persamaan (Tabel 5.6) disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi
secara normal, hal tersebut diketahui dari nilai probabilitas dari Jarque-Bera yang
sebesar 0,535. Nilai residual berdistribusi normal karena lebih besar dari taraf
nyata yang digunakan yaitu lima persen. Dari uji heteroskedastisitas yang
dilakukan terhadap model, didapatkan nilai probability obs*R-square sebesar
0,148, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Maka model
persamaan tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
Uji ekonomi dapat dilakukan dengan melihat model regresi linier nya.
Model regresi linier penawaran daging sapi didapatkan hasil bahwa harga daging
domestik, produksi daging domestik, dan jumlah populasi sapi memiliki nilai
koefisien yang positif. Artinya jika ketiga hal tersebut naik maka akan
meningkatkan jumlah permintaan. Sementara koefisien harga sapi bernilai
negatif, artinya jika ada penurunan harga sapi sebagai input produksi maka
penawaran daging akan meningkat.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 39
Hasil estimasi pada persamaan penawaran menunjukkan bahwa produksi
daging sapi di dalam negeri dipengaruhi oleh harga daging sapi di dalam negeri,
sukubunga, jumlah populasi ternak, harga ternak sapi, harga pakan dan tingkat
upah. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, yang paling kuat mempengaruhi harga
daging sapi secara berturut-turut dari sisi penawaran adalah (1) harga daging
sapi di dalam negeri, (2) jumlah populasi ternak sapi, dan (3) jumlah produksi
sapi lokal.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 40
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.1 Kesimpulan
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 41
6. Faktor-faktor penentu harga daging sapi dari sisi penawaran adalah harga
daging sapi dalam negeri, harga daging sapi impor, jumlah produksi sapi
lokal, jumlah populasi ternak sapi, tingkat upah riil, suku bunga modal, dan
harga riil sapi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, yang paling kuat
mempengaruhi harga daging sapi secara berturut-turut adalah (1) harga
daging sapi dalam negeri, (2) jumlah populasi ternak sapi, serta (4) jumlah
produksi sapi lokal.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 42
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. POLICY MEMO FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA
DAGING SAPI DI DALAM NEGERI
Isu Kebijakan
1. Kebijakan swasembada daging yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Pertanian No.19/Permentan/OT.140/2/2010 dalam implementasinya
mempunyai dampak yang signifikan terhadap perubahan harga daging sapi di
dalam negeri. Sejak tahun 2011-2012 harga daging sapi cenderung melonjak
naik.
2. Kenaikan harga daging sapi terjadi karena terganggunya pasokan daging sapi
di pasar dalam negeri. Pasar daging sapi di dalam negeri terspesifikasi ke
dalam pasar industry (10%), pasar khusus (7%), dan pasar umum (2%)
dengan jenis permintaan daging sapi yang juga berbeda. Dan Selama ini,
pasokan daging sapi asal impor sebagian besar terserap oleh industri yang
berada di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
3. Harga daging sapi cenderung naik, terutama menjelang puasa dan lebaran
dengan rata-rata kenaikan harga mencapai 10-15%. Pentingnya daging sapi
sebagai salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh hampir lapisan
masyarakat dan juga bahan baku bagi industri pengolahan, maka pemerintah
perlu memastikan harga yang relatif stabil dan terjangkau.
Perkembangan Harga Daging Sapi Pasca Implementasi Kebijakan
Swasembada
4. Fakta menunjukkan selama tahun 2008-2012 rata-rata kenaikan harga daging
sapi mencapai 8,97% per tahun. Pada periode waktu tersebut, kenaikan
harga tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu mencapai 14,72%. Dengan data
tersebut, bisa menjelaskan bahwa fluktuasi harga daging sapi selama tahun
2010-2012 cenderung naik. Indikator ini dapat dilihat dari koefisien variasi
harga daging yang terus meningkat dari 4,4% (2010) menjadi 8,4% (2012).
5. Kenaikan harga terus terjadi dan cukup tinggi selama tahun 2013 (s.d
September 2013). Meski fluktuasi harga daging sapi relative kecil yaitu 2,6%
namun pada tingkat harga yang cukup tinggi yaitu kisaran Rp 95.000/kg s.d
Rp. 100.000/kg. sehingga rata-rata kenaikan harga daging sapi selama tahun
2013 (s.d September) sebesar 20,44%.
Faktor-faktor yang mendorong Kenaikan harga daging sapi di dalam
negeri, baik dari sisi Pasokan dan Permintaan.
6. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan harga daging sapi di dalam
negeri adalah jumlah permintaan daging sapi lokal, jumlah penawaran daging
sapi lokal, permintaan daging sapi impor, jumlah penawaran daging sapi
impor, selera, dan factor dummy hari besar keagamaan. Berdasarkan faktor-
faktor tersebut, yang paling kuat dalam mempengaruhi harga daging sapi
45
secara berturut-turut dari sisi permintaan adalah (1) jumlah permintaan daging
sapi lokal, (2) jumlah penawaran daging sapi lokal, (3) selera, (4) factor
dummy hari besar keagamaan, dan (5) permintaan daging sapi impor.
7. Faktor hari besar keagamaan sebagai faktor dummy yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan harga daging sapi di dalam negeri, yaitu pada Bulan
Puasa dan menjelang lebaran, dimana keduanya mempunyai pengaruh
sangat kuat dibandingkan dengan hari besar keagamaan lainnya, hari raya
Idul Adha dan Natal.
8. Faktor-faktor penentu harga daging sapi dari sisi penawaran adalah harga
daging sapi lokal, harga daging sapi impor, jumlah produksi sapi lokal,
teknologi produksi, jumlah populasi ternak sapi, tingkat upah riil, suku bunga
modal, dan harga riil sapi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, yang paling kuat
mempengaruhi harga daging sapi secara berturut-turut dari sisi penawaran
adalah (1) harga daging sapi lokal, (2) harga daging sapi impor, (3) jumlah
populasi ternak sapi, (4) jumlah produksi sapi lokal, (5) teknologi produksi, dan
(5) harga riil daging sapi.
Implikasi Kebijakan
9. Implikasi kebijakan yang dapat disampaikan berdasarkan faktor yang
mempengaruhi harga serta terganggunya penyediaan daging sapi di dalam
negeri karena pasokan yang belum berkesinambungan, maka beberapa hal
yang dapat diupayakan adalah:
a. Upaya stabilisasi harga melalui monitoring harga secara berkala sebaiknya
dilakukan pada setiap jenis daging sapi serta jenis pasar, Mengingat
permintaan jenis daging yang beragam serta peruntukan daging sapi yang
terspesifikasi pada berbagai jenis pasar.
b. Perubahan harga yang terjadi saat ini dikarenakan perubahan pola
importasi serta system distribusi daging. Oleh karena itu, perubahan
terhadap mekanisme waktu importasi antara daging sapi, sapi bakalan
serta sapi siap potong sangat penting serta penataan kembali jalur tata
niaga sapi maupun dagng sapi antar provinsi melalui kebijakan pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Peran pemerintah jika gagal bgm?
c. Meski demikian masih ada faktor penyebab kenaikan harga daging sapi di
luar model persamaan, seperti efektivitas rumah potong hewan, pengaturan
sistem tataniaga antar pulau, serta mekanisme waktu pelaksanaan impor
daging sapi, yang masih perlu penelahaan lebih lanjut.
46
Pergerakan Harga Daging Sapi di Dalam Negeri
120000
Kurs: 9.757 Kurs: 10.356 Kurs: 9.078 Kurs : 8.773
HDDM : Rp 53.875/kg HDDM : Rp 59.543/kg HDDM : Rp 63.023/kg HDDM : Rp 66.853/kg
HDI : US$ 3.14/kg HDI : US$ 2.64/kg HDI : US$ 3.35/kg HDI : US$ 4.04/kg
100000
Kurs: 9.756
80000 HDDM: Rp
92.370/kg
HDI : US$ 4.19/kg
Kurs : 9.419
HDDM : Rp 76.692/kg
60000
HDI : US$ 4.14/kg
40000
20000
0
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jun
Jun
Jun
Jun
Jun
Jun
Jul
Jul
Jul
Jul
Peb
Peb
Peb
Peb
Peb
Peb
Nop
Nop
Nop
Nop
Nop
Okt'
Okt'
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Mar
Mei
Sep
Sep
Sep
Sep
Sep
Sep
Des
Des
Des
Des
Des
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Apr
Agus
Okt
Okt
Okt
Jul
Jul
2009 2010 2011 2012 2013
47
Stabilitas Harga Daging Sapid an Komoditi Pangan Pokok Lainnya
Koef. Variasi
Komoditi
2010 2011 2012 2013*
Beras 6.6 6.2 1.0 1.0
Gula Pasir 3.7 1.7 6.6 0.3
Jagung 4.6 3.3 2.8 2.3
Kedelai 0.5 1.6 3.3 4.6
Tepung Terigu 0.8 0.3 0.2 1.1
Minyak Goreng 7.1 5.6 5.1 3.0
Susu kental Manis 1.1 0.9 1.2 1.2
Daging Ayam 11.4 6.9 5.6 10.0
Daging Sapi 4.4 3.4 8.4 2.6
Telur 7.6 5.5 5.4 7.3
Rata-Rata 4.8 3.5 3.9 3.3
Target Koefisien Variasi Harga Domestik 2010 - 2014 5-9
Sumber: BPS dan Ditjen PDN, diolah; * data bulanan dari Januari – Oktober 2013
48