Anda di halaman 1dari 4

Berikut adalah beberapa perbedaan PPJB, PJB dan AJB, SHM,dan SKMHT :

1. PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)

Merupakan perjanjian yang hanya mengikat sementara. Maksud dari mengikat disini adalah
kwajiban dan hak antara penjual dan pembeli diatur oleh perjanjian PPJB hanyalah sementara
dalam batas waktu tertentu, sesuai dengan yang tertera dalam perjanjian.

PPJB juga merupakan akta non otentik. Mkasud dari akta non otentik disini adalah PPJB
hanya dibuat antara calon pembeli dan penjual di bawah tangan, tanpa melibatkan notaris
atau pejabat berwenang lainnya. Meski terkadang dalam penandatanganannya melibatkan
saksi.

Jika kebetulan ingin membuat PPBJ, maka setidaknya libatkan dua orang saksi orang dewasa,
satu saksi dari pihak penjual, satu saksi dari pihak pembeli. Saksi dapat menjadi keterangan
lebih jika kelak terjadi sengketa PPJB atau sengketa perjanjian jual beli lainnya.

Perjanjian yang mengikat penjual kepada seorang pembeli agar tidak menawarkan objek yang
diperual belikan kepada pembeli lainnya. Serta harga objek yang diperjual belikan sudah fix
harganya dan tidak aka nada kenaikan harga lagi.

Penandatangan PPJB biasanya disertai dengan pembayaran uang muka/DP dari pihak
pembeli kepada pihak penjual. Penandatanganan PPJB tidak perlu dilakukan dihadapan
notaris.

PPJB juga merupakan perjanjian awal sebelum AJB (akta jual beli) dibuat oleh notaris.

2. PJB (Pengikatan Jual Beli)

Perjanjian yang mengikat pembeli untuk menjual objek yang dijual kepada pembeli di
hadapan notaries atau pejabat berwenang lainnya.

Perjanjian PJB lunas merupakan perjanjian dimana pembeli telah melunasi segala
pembayaran yang ada kepada pembeli namun penjual belum dapat membuat AJB. Hal
tersebut biasanya terjadi karena setifikat objek yang diperjualbelikan masih ada di pihak
ketiga atau sertifikat masih digadaikan dibank dan pemilik belum melunasi cicilan pinjaman
di bank.

Pada PJB tercantum tanggal kapan AJB (akta jual beli) akan dibuat dan apa saja persyaratan
yang diperlukan dan dipenuhi baik pihak pembeli maupun pihak penjual dalam pembuatan
AJB nantinya.

Terdapat klausul perjanjian yang tertera dalam PJB yang menyebutkan bahwa pembeli
memiliki kuasa penuh dalam penandatanganan AJB tanpa kehadiran penjual dihadapan
notaris.

PJB umum sering kali dibuat jika objek yang diperjualbelikan berada pada luar wilayah
notaris yang ditunjuk. Contoh seperti seorang penjual yang bertempat tinggal di jawa ingin
menjual lahannya yang berada di daerah sumatera
Pembuatan AJB (akta jual beli) nantinya dapat dibuat dihadapan notaris lain yang ditunjuk
oleh pihak pembeli dimana objek yang diperjual belikan tersebut berada.

PJB tidak lunas merupakan perjanjian yang disusun jika pembeli hanya membayar uang
muka/DP (pihak pembeli belum melunasi seluruh harga objek yang sedang diperjual belikan).

PJB tidak lunas menyebutkan besarnya uang muka yang dibayarkan pembeli, kapan
pembayaran selanjutnya dilakukan, kapan pelunasan akan dilakukan, dan bagaimana pembeli
akan melakukan pembayaran.

PJB tidak lunas juga berisi tentang sanksi-sanksi apa saja yang disepakati jika salah satu
pihak baik penjual maupun pembeli berlaku tidak semestinya/wanprestasi (melanggar apa
yang telah disepakati dan tertulis dalam perjanjian).

PJB tidak lunas memerlukan tindak lanjut dengan dibuatnya AJB saat pembeli melakukan
pelunasan pembayaran kepada penjual.

3. AJB (Akta Jual Beli)

AJB merupakan akta perjanjian yang otentik untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan
dari penjual kepada pembeli yang pembuatannya dihadapat petugas yang berwenang.

Maksud dari akta otentik adalah suatu dokumen yang dibuat sesuai dengan ketentuan undang-
undang dihadapan pejabat yang berwenang menangani akta otentik tersebut (misalnya hakim,
notaris, petugas pencatatan sipil).

AJB dibuat secara resmi oleh notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Pembuatan AJB
juga sudah diatur oleh Badan Pertanahan.

AJB dibuat ketika seluruh pihak baik penjual maupun pembeli sudah selesai melakukan
pembayaran seluruh pajak yang diperlukan dalam proses jual beli.

Setelah AJB dibuat, pembeli mengajukan balik nama ke kantor pertanahan yang dapat diurus
melalui notaries.

4. SHM (Sertifikat Hak Milik)

SHM merupakan sertifikat yang menunjukkan kepemilikan penuh atas suatu properti seperti
tanah dan bangunan.

SHM diajukan oleh notaris ke badan pertanahan. Pengajuan SHM berupa AJB dan dokumen
penunjang lainnya. SHM diajukan paling lambat tujuh hari setelah penandatanganan AJB
(Akta jual beli). Pada jangka waktu tujuh hari setelah penandatangan AJB dokumen harus
masuk ke badan pertanahan.

Nama pemegang sertifikat (pembeli) akan dicoret dan diparaf oleh pejabat pertanahan yang
berenang. Nama pemegang hak sertifikat yang baru (pihak pembeli) ditulis pada buku kolom
sertifikat dibawah nama penjual yang dicoret.
Dalam waktu dua minggu pemegang sertifikat yang baru (pembeli) dapat mengambil
sertifikat ke badan pertanahan.

Satatus SHM tidak memiliki jangka waktu sampai objek yang tertera disertifikat dijual
kembali dan sertifikat telah berganti nama pembeli yang lain.

SHM dapat digunakan sebagai anggunan jaminan dalam meminjam uang baik di bank
maupun instansi lain yang melayani jasa meminjamkan uang.

Besarnya nilai properti seperti rumah dan tanah dimana semakin lama nilai jualnya akan
semakin naik juga menjadi pertimbangan bank dalam mengucurkan dana pinjaman dengan
jumlah yang lumayan besar kepada nasabahnya dengan hanya menggadaikan sertifikat
rumahnya saja (SHM). Nasabah natinya dapat memilih pembayaran pinjaman bulanan atau
musiman sesuai dengan kemampuan nasabah dalam mencicil.

Jika membeli suatu rumah susun atau apartermen, anda tidak akan memperoleh SHM. Anda
akan mendapatkan sertifikat hak guna (SHG) yang rentang waktu berkisar sampai 20 tahun.
Setelah 20 tahun anda harus memperpanjang masa berlaku SHG.

5. SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan)

Pasal 15

(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta
PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan
Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utangdan nama serta
identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabiladebitor bukan pemberi Hak
Tanggungan.

(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat
berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasatersebut telah dilaksanakan atau
karena telah habis jangka waktunya sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atastanah yang sudah terdaftar
wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1
(satu) bulan sesudah diberikan.

(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atastanah yang belum terdaftar
wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian HakTanggungan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sesudah diberikan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)tidak ber-laku dalam hal Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untukmenjamin kredit tertentu yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undanganyang berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikutidengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukansebagaimana yang dimaksud
pada ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yangditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (5) batal demihukum.

Substansi SKMHT dibatasi, yaitu hanya memuat perbauatan hokum Membebankan Hak
Tanggungan tidak memuat hak untuk menggantikan penerima kuasa melalui pengalihan dan
memuat nama nama serta identitas kreditur, debitur, jumlah utang, juga obyek Hak
Tanggungan.

Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku dalam hal SKMHT yang diberikan untuk menjamin
kredit tertentu, seperti :
-kredit program, kredit usaha kecil dan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit yang
sejenis. Penentuan batas waktu berlakunya SKMHT untuk jenis kredit tertentu tersebut diatur
dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 tahun 1996 tentang Penetapan
Batas waktu berlakunya SKMHT untuk menjamin jenis-jenis kredit tertentu.
Pasal 1 ayat (20 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 tahun 1996 tersebut di
atas menentukan bahwa: "SKMHT untuk menjamin Perjanjian KPR berlaku sampai saat
berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan".

Perjanjian Kredit Pemilikan rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada
debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal dengan
tanahnya guna dimiliki atau dihuni. Dalam perjanjian ini biasanya debitur memberikan
jaminan berupa rumah dan tanah yang dibeli dengan fasilitas kredit dari bank tersebut.

Anda mungkin juga menyukai