Anda di halaman 1dari 37

Akta Perbankan & Akta Jaminan

Hj. TITI SULISTYOWATI, S.H.,M.H.


DEBITUR

Sebagai
PERJANJIAN Alat Bukti
Peranan Notaris sangat penting dalam membantu
menciptakan kepastian dan perlindungan hukum,
karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang
untuk membuat akta otentik.

Akta otentik sebagai alat bukti sempurna karena


memiliki tiga kekuatan pembuktian :
- Kekuatan pembuktian lahiriah
- Kekuatan pembuktian formal
- Kekuatan pembuktian material
Notaris : Pejabat Umum yang berwenang membuat
akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya. ( UU
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris )

Pejabat Umum : organ Negara, yang diperlengkapi


dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan
sebagian dari kekuasaan Negara untuk membuat alat
bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata.

Akta Otentik : Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan


oleh Undang-Undang oleh untuk itu atau dihadapan Pejabat
Umum yang berwenang . ( pasal 165 HIR, pasal 1868 KUH Perdata )
. UUJN pasal 15 tentang kewenangan notaris, pasal 18 (1) tempat
kedudukan (Kab/Kota), (2) wilayah jabatan
Notariil
Bawah Tangan
Akta Perbankan
Bawah Tangan yang di Legalisasi
Bawah Tangan yang di Waarmerking

Perjanjian Pokok
Akta Perjanjian Perjanjian Accessoir

Suatu perjanjian yang dapat


berdiri sendiri tanpa
Perjanjian Pokok bergantung pada perjanjian
yang lainnya
Suatu perjanjian yang
Perjanjian Accessoir keberadaannya tergantung
pada perjanjian pokok
Perjanjian Kredit

Merupakan konsensuil antara Debitur dan


Kreditur, yang melahirkan hubungan hutang,
dimana Debitur berkewajiban untuk membayar
kembali dengan ketentuan dan kondisi yang
telah disepakati oleh para pihak.
Hal-hal yang ada dalam Akta Perjanjian
Kredit

Klausul Fasilitas Kredit

Klausul Kuasa Mendebet

Klausul Pernyataan Debitur

Klausul Jaminan

Klausul Kelalaian
Klausul Fasilitas Kredit

a) Jenis, Jumlah, Jangka waktu fasilitas


b) Perubahan mata uang pinjaman (biasanya
untuk pinjaman yang non rupiah)
c) Syarat penarikan kredit
d) Cara pembayaran kredit
e) Pembayaran kembali dipercepat
f) Bunga, komisi dan fee, bunga denda
Klausul Kuasa Mendebet

Klausul ini dicantumkan sebagai dasar dari hak


Bank untuk melakukan pendebetan dari
rekening-rekening Debitur yang ada di Bank.
Klausul Pernyataan Debitur
a) Klausul Affirmative Convenant
Dalam pelaksanaan pemberian kredit Bank
harus memberikan batasan-batasan yang harus
dipenuhi oleh Debitur (Affirmative Covenant)
selama dalam masa pemberian kredit.
- Pengajuan fasilitas kredit sesuai peruntukannya
- Mengasuransikan
- Ijin kepada Bank jika sewaktu-waktu ada petugas
Klausul Pernyataan Debitur

b) Klausul Negative Convenant


Pelaksanaan pemberian kredit Bank harus
memberikan batasan-batasan yang tidak boleh
dilakukan oleh Debitur (Negative Covenant)
selama dalam masa pemberian kredit.
Pelarangan/pembatasan tersebut dilakukan
dalam rangka memperkuat posisi Bank selaku
Pemberi pinjaman.
Klausul Jaminan

Untuk menjamin pembayaran dari pinjaman


yang diberikan, Debitur diminta untuk
menyerahkan jaminan kepada Bank dimana
jaminan tersebut akan diikat sebagaimana yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Klausul Kelalaian

Klausula ini mencantumkan beberapa kondisi


yang dapat menyebabkan Debitur dalam
keadaan lalai atau dalam keadaan defalut
sehingga seluruh kewajiban Debitur menjadi
jatuh tempo dan harus dibayarkan kembali
dengan seketika dan sekaligus seluruhnya,
tanpa perlu adanya surat teguran juru sita atau
surat lainnya yang serupa dengan itu.
Akta Pengakuan Hutang

Akta yang berisi pengakuan hutang secara


sepihak dimana Debitur melakukan apa yang
diakuinya dengan jumlah yang pasti.
Grosse Akta Pengakuan Hutang
Pada kepala akta dicantumkan irah-irah “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa” memiliki kekuatan yang mengikat dan
mempunyai kekuatan eksekutorial, apabila
Debitur wanprestasi, maka kreditur dapat
secara langsung memohon pelaksanaan
eksekusi kepada ketua Pengadilan Negeri tanpa
melalui gugatan perdata.
Syarat untuk Grosse Akta Pengakuan Hutang

• Berbentuk notariil
Formil • Memuat titel eksekutorial

• Memuat pengakuan sepihak dari Debitur

Materiil
( Kewajiban membayar pada waktu yang
tepat, Pengakuan berhutang pada kreditur)
Hubungan antara Perjanjian Kredit dengan
Pengakuan Hutang
Berdasarkan Surat Mahkamah Agung No.133/154/86/Um-Tu/Pdt tanggal
18 Maret 1986
• Perjanjian kredit tidak dapat dibuat dalam bentuk pengakuan hutang.
• Akta pengakuan hutang haruslah murni, dibuat tersendiri dan tidak
boleh dimasukkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit.
Apabila suatu grosse akta pengakuan hutang dicampuradukkan dengan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam perjanjian kredit, seperti
mengenai suku bunga, penalty (denda), pengakhiran jangka waktu
pinjaman dan sebagainya, maka dengan sendirinya melenyapkan
kepastian bentuk Grosse Akta Pengakuan Hutang sebagaimana
disyaratkan oleh Pasal 224 HIR. Sehingga membuat grosse akta tersebut
mengandung cacat yuridis dan mengakibatkan tidak sah sebagai suatu
grosse akta. Grosse akta tersebut kehilangan executorial kracht dan
menjadikannya sebagi grosse akta yang non-executable.
Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan
(SKMHT)

Surat kuasa yang diberikan oleh pemberi hak


tanggungan kepada kreditur sebagai
penerima hak tanggungan untuk
membebankan atas Hak Tanggungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SKMHT (pasal 15 UUHT)
adalah:

• Hanya diperkenankan dalam keadaan khusus, yakni apabila pemberi


Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT untuk
membuat APHT;
• Harus berbentuk Akta Notaril yang dibuat oleh Notaris/PPAT;
• Isi SKMHT hanya memuat perbuatan hukum membebankan Hak
Tanggungan;
• Tidak memuat kuasa substitusi;
• Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab
apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau
karena telah habis jangka waktunya;
• Jangka waktu berlakunya:
• Untuk tanah yang sudah terdaftar : 1 bulan
• Untuk tanah yang belum terdaftar : 3 bulan;
• SKMHT untuk menjamin pelunasan Kredit Usaha Kecil, berlaku
sampai saat berakhirnya masa perjanjian pokok.
Cessie
Pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak
berwujud, biasanya berupa piutang atas nama
kepada pihak ketiga.
Pemilik tagihan mengalihkan hak tagihan kepada
pihak lain.
Istilah Cessie pada pasal 613 ayat 1 BW
menyebutkan “penyerahan akan piutang-piutang atas
nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan
dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta
di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas
kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.
Secara singkat, Cessie merupakan
penggantian orang yang berpiutang lama
dengan seseorang berpiutang baru. Sebagai
contoh, misalnya A berpiutang kepada B,
tetapi A menyerahkan piutangnya itu
kepada C, maka C-lah yang berhak atas
piutang yang ada pada B.
Subrogasi
Subrogasi dalam pasal 1400 KUHPerdata
menyebutkan, subrogasi merupakan
penggantian hak-hak oleh seorang pihak
ketiga yang membayar kepada kreditur.
Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran
kepada kreditur adalah untuk menggantikan
kedudukan kreditur lama, bukan
membebaskan debitur dari kewajiban
membayar utang kepada kreditur.
Sebagai contoh, misal A berutang kepada B,
kemudian A meminjam uang kepada C untuk
melunasi utangnya pada B dan menetapkan
bahwa C menggantikan hak-hak B terhadap
pelunasan utang dari A.
Novasi
Pengertian dan istilah mengenai novasi tidak
diberikan dalam undang-undang, akan tetapi dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”),
novasi diterjemahkan sebagai pembaharuan
utang.
Menurut J. Satrio, Novasi adalah suatu
perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu
perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul
perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai
pengganti perikatan semula.
Jenis-Jenis Novasi
1. Novasi Objektif, yaitu dimana perikatan yang telah ada diganti
dengan perikatan lain (yang baru). Atau juga bisa disebutkan
sebagai penggantian perikatan lama dengan perikatan baru untuk
orang yang mengutangkan.
Novasi obyektif dapat terjadi dengan:
• Mengganti atau mengubah isi daripada perikatan, Adapun
penggantian perikatan terjadi jika kewajiban debitur atas suatu
prestasi tertentu diganti oleh prestasi lain. Misalnya kewajiban
untuk membayar sejumlah uang tertentu diganti dengan
kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang tertentu;
• Mengubah sebab daripada perikatan. Misalnya ganti rugi atas
dasar perbuatan melawan hukum diubah menjadi utang
piutang
2. Novasi Subjektif Pasif, yaitu suatu perikatan dimana debiturnya
diganti oleh debitur yang baru yang mana akibat pergantian tersebut,
debitur yang lama dibebaskan dari perikatannya.
Novasi subyektif pasif dapat terjadi dua cara penggantian debitur, yaitu:
• Expromissie, yaitu dimana debitur semula diganti oleh debitur
baru,tanpa bantuan debitur semula. Contoh : A (debitur) berutang
kepada B (kreditur). B (kreditur) membuat persetujuan dengan C
(debitur baru) bahwa C akan menggantikan kedudukan A selaku
debitur dan A akan dibebaskan oleh B dari utangnya.;
• Delegatie, yaitu dimana terjadi persetujuan antara debitur semula ,
kreditur dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur semula,
debitur semula tidak dapat diganti dengan kreditur lainnya. Contoh :
A (debitur lama) berutang kepada B (kreditur) dan kemudian A
mengajukan C sebagai debitur baru kepada B. Antara B dan C
diadakan persetujuan bahwa C akan melakukan apa yang harus
dipenuhi oleh A terhadap B dan A dibebaskan dari kewajibannya
oleh B.
3. Novasi Subjektif Aktif, yaitu peristiwa di mana
kreditur baru ditunjuk menggantikan kreditur
lama. Novasi subyektif aktif merupakan perjanjian
segi tiga, karena debitur perlu mengikatkan dirinya
dengan kreditur baru. Juga novasi dapat terjadi
secara bersamaan penggantian baik kreditur
maupun debitur (double novasi).
Contoh : A berutang Rp.10.000.000,- kepada B dan
B berutang kepada C dalam jumlah yang sama.
Dengan novasi dapat terjadi bahwa A menjadi
berutang kepada C sedangkan A terhadap B dan B
terhadap C dibebaskan dari kewajiban-
kewajibannya.
Syarat-Syarat sahnya Novasi
• Kecakapan Para Pihak, Pasal 1414 BW menentukan bahwa novasi
hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk membuat
perikatan. Adapun yang dimaksud dengan orang tidak cakap membuat
suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1330 BW adalah Orang-orang
yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
Penerapan secara hurufiah daripada ketentuan tersebut
mengakibatkan bahwa novasi yang dilakukan oleh orang-orang yang
tidak cakap untuk membuat perikatan adalah batal. Akan tetapi
sebenarnya pasal tersebut hanya menunjuk kepada syarat umum
tentang kecakapan untuk membuat perikatan. Jadi jika orang yang
melakukan novasi tidak cakap untuk membuat perikatan maka novasi
tersebut dapat dibatalkan.
• Kehendak untuk mengadakan novasi harus tegas ternyata dari
perbuatan hukumnya, maksudnya, Tiada satupun Novasi
(pembaharuan hutang) dapat dipersangkakan.
Perbedaan Cessie, Subrogasi , dan Novasi

• Cessie selalu terjadi melalui perjanjian, sedangkan subrogasi terjadi karena


undang- undang maupun perjanjian.
• Cessie selalu diperlukan akta, sedangkan subrogasi tidak mutlak, kecuali
subrogasi yang lahir dari perjanjian.
• Dalam cessie, peranan kreditor mutlak diperlukan sedangkan subrogasi
yang terjadi karena undang- undang hal ini tidak diperlukan.
• Subrogasi terjadi karena pembayaran, cessie terjadi bisa karena jual beli
maupun utang piutang.
• Cessie hanya berlaku kepada debitor setelah adanya pembertahuan,
sedangkan dalam subrogasi tidak mutlak ada pemberitahuan.
• Dalam cessie, utang piutang yang lama tidak hapus sedangkan dalam
Novasi, utang – piutang yang lama hapus kemudian dihidupkan kembali.
Pada Subrogasi, perikatan yang lama hapus karena pembayaran kemudian
perikataan itu hidup lagi, kreditor baru menggantikan posisi kreditor lama.
• Novasi adalah akibat perundingan segitiga. Pada subrogasi, debitor bersifat
selamanya pasif.
Guarantee / Jaminan
Penanggung jaminan dapat diberikan baik oleh
orang perorangan atau oleh Badan Hukum .
 Dalam hal diberikan untuk perorangan maka
disebut Personal Guarante. Pastikan status
perkawinannya.
 Dalam hal diberikan untuk Badan Hukum
disebut Coorporate Guarante. Pastikan status
Badan Hukum dan kewenangan direksinya.
Bank Garansi

Adalah warkat yang diterbitkan oleh bank


(penjamin) yang berupa kewajiban membayar
terhadap pihak penerima garansi (kreditur)
apabila pihak yang dijamin (debitur) cidera
janji atau wanprestasi. (SK Direksi BI No.
23/88/KEP/DIR 18 Maret 1991)
Jenis Bank Garansi

 Garansi Bank Penawaran


 Garansi Bank Pelaksanaan
 Garansi Bank Uang Muka Proyek
 Garansi Bank Pemeliharaan
 Garansi Bank Pembayaran
 Garansi Bank Transaksi Perdagangan Umum
Persyaratan Bank Garansi

• Dokumen legalitas pemohon (KTP, Anggaran


Dasar perusahaan)
• Dokumen legalitas usaha (NPWP, SIUP, SITU,
TDP)
• Dokumen pendukung penerbitan sesuai jenis
Garansi Bank
FIDUSIA
• Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa
benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda.

• Fidusia pada dasarnya adalah suatu perjanjian accessoir antara


debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak
milik secara kepercayaan atas benda-benda milik debitur
kepada kreditur, namun benda-benda tersebut masih tetap
dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan
hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman.
CIRI-CIRI FIDUSIA
Jaminan fidusia memiliki ciri-ciri khusus :
• Accessoir
Timbulnya fidusia didahului dengan suatu perjanjian meminjam uang atau perjanjian hutang
piutang sebagai perjanjian pokok. Kemudian sebagai jaminan pelunasan hutang dibuatlah
suatu perjanjian tambahan berupa perjanjian dengan jaminan fidusia tersebut. Oleh karena itu
jika perjanjian pokok berupa hutang piutang dilunasi, maka otomatis perjanjian fidusia
berakhir. Dengan berakhirnya penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan ini tergantung
pada perjanjian pokoknya.
• Constitutum Possessorium
Kalau dalam perjanjian gadai benda harus dilepaskan dari kekuasaan pemberi gadai/debitur
dan hak milik atas benda tetap berada dalam tangan debitur, maka dalam perjanjian fidusia
terjadi penyimpangan yaitu benda tetap dikuasai oleh debitur walaupunhak milik atas benda
tersebut telah berpindah ke tangan kreditur. Oleh karena itu kkonstruksi demikian dinamakan
penyerahan hak milik dengan melanjutkan penguasaan atas benda jaminan.
• Parate executie
Sehubungan dengan kedudukan separatis dan hak preferen yang dimiliki kreditur, demikian
juga adanya pengakuan oleh yurisprudensi bahwa fidusia merupakan hukum jaminan
kebendaan yang seperti halnya gadai dan hipotek, maka kreditur selaku penerima fidusia
berhak melakukan parate executie atau menagih piutangnya dari hasil penjualan benda yang
dijaminkan tanpa suatu executorial title.
Manfaat dalam pembuatan akta jaminan
kebendaan (fidusia) :

• Akta sebagai fungsi formil yaitu menjamin kepastian


hukum dan jelas kepastian hukumnya

• Akta sebagai alat bukti karena jaminan fidusianya


telah terdaftar dalam Kementerian Hukum dan
HAM
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai