Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Jual Beli

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Jual-beli menurut Pasal 1457 B.W Perjanjian Jual – Beli yaitu

perjanjian yang menimbulkan akibat dari suatu timbal balik dari pihak

yang satu sebagai pihak penjual dan yang satu sebagai pihak pembeli.

Dalam perjanjian jual beli pihak penjual berjanji untuk menyerahkan hak

milik atas suatu barang yang telah dijual, sedangkan pihak pembeli

berjanji akan membayar barang yang akan dibeli sesuai dengan harga

yang telah ditetapkan dalam perjanjian, yang dimana harga tersebut

terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik.

Yang menjadi Objek dari suatu perjanjian jual beli adalah hak milik dari

suatu barang, maka dari itu tujuan pembeli yaitu dimana pembeli ingin

menguasai kepemilikan suatu barang. Dalam hal ini barang yang menjadi

obyek perjanjian jual-beli yaitu barang yang dimana hanya tertentu saja,

barang tersebut setidak-tidaknya dapat ditentukan berupa wujud dan

jumlahnya sama dengan yang akan ia serahkan hak miliknya kepada si

pembeli.1

2. Unsur – Unsur Jual Beli


Unsur – Unsur Pokok jual beli (“essentialia”) ini merupakan unsur

yang mutlak, yang dimana unsur tersebut harus ada dalam sebuah

1
R.Subekti.2014.Aneka Perjanjian.Bandung.PT.Citra Aditya Bakti.Halaman 1

29
perjanjian agar perjanjian itu sah. Unsur essentialia yaitu unsur dari

perjanjian jual beli yang merupakan suatu barang dan harga, dalam hal

ini telah sesuai dengan asas “konsensualisme” yang dimana asas tersebut

telah menjiwai hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata bahwa perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan

pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga yang

kemudian lahirlah perjanjian jual beli yang sah.2

Sifat konsensual dari jual beli tersebut dapat dilihat dari Pasal 1458

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berisi mengenai jual beli

yang dimana sudah dianggap terjadi antara kedua belah pihak yang

dimana kedua belah pihak tersebut telah mencapai sepakat tentang

barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun

harganya belum dibayar.3

B. Tinjauan Umum Tentang KPR

1. Pengertian Tentang Pembelian Rumah Baik Dengan KPR dan Tunai

OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4

/Pojk.05/2018 Tentang Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan

KPR ialah bersumber pada ketentuan- ketentuan yang berlaku, hingga dari

itu OJK sudah sediakan fasilitas serta mekanisme pelayanan pengaduan

pembeli di bidang jasa keuangan. Bersumber pada informasi dari Layanan

Pembeli OJK serta laporan penindakan pengaduan oleh Pelaku Usaha Jasa

Keuangan, salah satu kasus yang kerap banyak terjalin serta dilaporkan

2
R.Subekti.2014.Aneka Perjanjian.Bandung.PT.Citra Aditya Bakti.Halaman 2
3
Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

30
oleh pihak pembeli ataupun warga ialah kasus menimpa produk dari

Kredit Pemilikan Rumah( KPR). Dalam penerapan kegiatannya itu pihak

Penyaluran Pinjaman ataupun Penyaluran Pembiayaan yang dimana

diberikan kepada Lembaga Penyalur KPR sebagaimana diartikan dalam

Pasal 8 ayat (1) huruf b ialah Penyaluran Pinjaman ataupun Penyaluran

Pembiayaan kepada Lembaga Penyalur KPR, dalam perihal ini PPSP

harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang dimana mencermati

mitigasi resiko. Dalam perihal ini PPSP harus memberi tahu penerapan

tugas spesial yang dimana teleh diberikan oleh pemerintah sebagaimana

diartikan dalam Pasal 8 ayat( 1) huruf c penerapan tugas spesial diberikan

oleh pemerintah ataupun aktivitas usaha lain sebagaimana diartikan dalam

Pasal 8 ayat (1) huruf d ialah aktivitas usaha lain yang menunjang

pembangunan serta pengembangan di bidang pembiayaan perumahan

dengan persetujuan dari Pemegang Saham, yang dimana dalam perihal ini

pemegang saham membagikan pembiayaan perumahan kepada pihak

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak

tanggal pelaksanaan kegiatan usaha.4 Pembelian rumah dengan metode

KPR ialah dimana dicoba lewat bank. System pembayaran KPR ini

umumnya cuma ada apabila pihak penjual sudah bekerja sama dengan

bank supaya bisa memudahkan proses pengajuan KPR. Dalam system

pembayaran KPR ini hingga pembeli cuma lumayan membagikan uang

ciri jadi saja pembeli dapat langsung memperoleh rumah impiannya tanpa

4
Pasal 8 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4 /Pojk.05/2018 Tentang Perusahaan
Pembiayaan Sekunder Perumahan

31
wajib menghasilkan uang tunai yang jumlahnya lumayan besar. Hingga

dari itu keunggulan yang dipunyai system pembayaran KPR ini dimana

dalam mencicil angsuran rumah pembeli bisa mengasur dengan jangka

waktu yang lama serta cicilan bulanan jauh lebih ringan. Sebaliknya dari

segi kekurangannya system pembayaran KPR ini sangat pengaruhi dari

segi psikologis yang dimana seorang bila memiliki hutang tentu mau lekas

melunasinya. System KPR ini berbeda dengan utang– utang lain system

KPR ini mempunyai jangka waktu yang panjang. System KPR ini pula

mempunyai kerugian lain yang dimana dengan bertambahnya tenor kredit

berarti hendak menaikkan beban bayaran paling utama bunga yang wajib

dibayar tiap bulan.5

System pembayaran dengan KPR sedikit lebih susah dibandingkan

tunai karena dokumen – dokumen pemilik rumah harus disiapkan untuk

dimasukkan ke pihak bank. Dokumen – dokumen yang harus di lengkapi

oleh pembeli yaitu : standar yang harus terpenuhi dalam mengajukan KPR

meliputi; usia kurang dari 50 tahun ketika mengajukan permohonan KPR,

fotokopi KTP, akta nikah atau cerai, kartu keluarga, surat keterangan WNI

(untuk WNI keturunan), dan dokumen kepemilikan agunan (SHM, IMB,

PBB). Sedangkan dokumen tambahan untuk karyawan terdiri dari; slip

gaji, surat keterangan dari tempat bekerja, buku rekening tabungan yang

menampilkan kondisi keuangan 3 bulan terakhir, dokumen rambahan

untuk wiraswasta atau profesional, bukti transaksi keuangan usaha, catatan

5
Agung Herutomo.2013. Rahasia Yang Disembunyikan Para Bankir.Jakarta. Elex Media
Komputindo.Halaman 1

32
rekening bank, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), SIUP, surat izin

usaha lainnya, serta Tanda Daftar Perusahaan (TDP).6

Pembelian rumah dengan metode tunai mempunyai keunggulan

ataupun kekurangan. Dimana dalam pembelian tunai harga rumah tidak

hadapi peningkatan diakibatkan oleh bunga cicilan. Dan apabila rumah

telah ready hingga pembeli dapat menempati rumahnya sendiri tanpa wajib

menunggu akad kredit. Dan dokumen– dokumen yang berkaitan dengan

rumah bisa langsung dipunyai oleh owner, apalagi bisa dijadikan jaminan

ke bank. Pembelian rumah dengan metode tunai ini tidak terdapat

dikenakan bayaran administrasi dan pembeli rumah bisa berkesempatan

bisa diskon pengembang. Tetapi dalam pembelian rumah secara tunai pula

mempunyai kekurangan yang dimana memiliki efek ini apabila membeli

rumah secara tunai hingga uang yang pembeli keluarkan hendak habis ke

rumah dalam jumlah yang besar. Apabila membeli rumah secara tunai pula

bisa kehabisan leverage keuangan. leverage keuangan ini apabila kamu

membeli rumah dengan nominal yang besar dengan metode tunai cuma

bisa membeli satu rumah saja. Berbeda dengan metode KPR hingga kamu

dapat membeli rumah yang biayanya lebih mahal dari uang yang anda

miliki.

Ada 2(dua) macam pembelian rumah dengan cara tunai yaitu hard

cash dan cash installment. Yang dimaksud hard cash yaitu pembayaran

dengan cara pembayaran yang dimana dilakukan dalam jangka waktu

6
Rumah.Com.2016. Mengenal 3 Sistem Pembayaran Rumah. Https://Www.Rumah.Com/Berita-
Properti/2016/1/114407/Mengenal-3-Sistem-Pembayaran-Rumah Diakses Pada Jumat 17
Desember 2021

33
paling lambat satu bulan, sejak adanya kesepakatan antara pembeli dan

penjual. Dalam system pembayaran hard cash ini banyak sekali

keuntungannya yang dimana biasanya dalam system pembayaran hard

cash ini pihak penjual akan memberikan potongan harga rumah yang

menggiurkan (sekitar 10% – 15%). System pembayaran hard cash ini juga

bisa mendapatkan harga rumah yang dibeli sedikit lebih murah,

keuntungan lain dari hard cash juga anda tak perlu risau terkait fluktuasi

suku bunga pinjaman yang kerap melambung tinggi seperti di sistem KPR.

Sedangkan system pembayaran cash installment ini dimana system ini

pembeli mencicil pembayaran ke pihak penjual dengan jumlah cicilan

yang cukup besar dan memiliki jangka waktu yang terbatas. System

pembayaran ini sangat dijadikan opsi yang tepat apabila pembeli mampu

mencicil dengan jumlah yang besar ke pihak penjual. System pembayaran

ini sangat banyak dipilih, karena cicilan ini pembeli tidak akan

terpengaruh oleh fluktuasi bunga bank.7

2. Pihak – Pihak Yang Terkait Dengan Perjanjian Kredit Rumah Dengan


KPR

a. Hubungan Penjual dengan Pembeli

Hubungan penjual dengan pembeli terjadi apabila adanya suatu

kata sepakat diantara mereka yang dimanaa terjadi sebuah aseptasi

pembeli. Yang dimana aseptasi pembeli terhadap penawaran dapat

menimbulkan kesepakatan yang dimana dibuat dalam suatu perjanjian

7
Rumah.Com.2016. Mengenal 3 Sistem Pembayaran Rumah. Https://Www.Rumah.Com/Berita-
Properti/2016/1/114407/Mengenal-3-Sistem-Pembayaran-Rumah Diakses Pada Jumat 17
Desember 2021

34
tertulis baik berupa Surat Pesanan Rumah maupun Perikatan

Perjanjian Jual Beli Rumah. Maka dari itu hubungan penjual dengan

pembeli dalam suatu perjanjian yaitu dimana pihak penjual telah

melakukan transaksi jual beli rumah kepada pihak pembeli. Perjanjian

jual beli rumah ini merupakan perjanjian yang dimana menimbulkan

suatu timbal balik yang saling menimbulkan suatu kewajiban.8

b. Hubungan Penjual dengan Bank

Hubungan penjual dengan Bank merupakan hubungan kerjasama

dalam bisnis yang dimana kedua belah pihak saling memiliki

kepentingan terhadap pembeli yang sama. Karena pembeli merupakan

pembeli unit rumah dari penjual yang dimana akan mendapatkan

aliran dana dari KPR bank yang dimana KPR tersebut untuk melunasi

pembayaran harga rumah kepada pihak penjual. Hubungan ini terjalin

apabila pihak penjual telah menyerahkan kelengkapan data

administrasi kredit pembeli dan data rumah dari pihak penjual ke

pihak Bank. Data – data tersebut merupakan suatu informasi yang

sangat penting dalam mengajukan permohonan proses KPR dari

pembeli yang bersangkutan. Apabila pembeli telah disetujui oleh

pihak bank untuk pengajuan KPR maka pihak penjual juga akan

mendapatkan kepastian dari pelunasan dana penjualan unit rumah

8
August Silaen.2016. Tinjauan Analisis Mengenai Tanggung Jawab Developer Perumahan
Terhadap Pihak Bank Atas Ketidaksesuaian Penawaran Pembangunan Rumah Dengan Keadaan
Rumah Yang Di Beli Berdasarkan Perjanjian Kredit Fakultas Hukum Universitas Hkbp
Nommensen Medan. Https://Repository.Unair.Ac.Id/35945/. Diakses Pada Jumat, 17 Desember
2021

35
yang telah diambil oleh pembeli. Hubungan Pembeli dengan Bank

merupakan hubungan yang dimana terjadi apabila pihak pembeli

melakukan transaksi pinjam meminjam. Dalam transaksi tersebut

maka pihak bank telah sepakat memberikan pinjaman dana kepada

pihak penjual yang dimana dana tersebut merupakan dana tambahan

modal bagi pihak penjual untuk melaksanakan pembangunan suatu

kawasan perumahan.9

c. Hubungan Pembeli dengan Penjual

Hubungan pembeli dengan penjual hubungan ini merupakan

hubungan timbal balik yang dimana hubungan ini merupakan

hubungan yang dibuat secara terikat dalam suatu perjanjian jual beli

rumah. Dalam sebuah perjanjian jual beli tersebut dapat terjadi

berbagai variasi perjanjian. Perjanjian tersebut tertuang atas

kesepakatan kedua belah pihak mengenai jual beli rumah tersebut.10

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak

1) Penjual

9
August Silaen.2016. Tinjauan Analisis Mengenai Tanggung Jawab Developer Perumahan
Terhadap Pihak Bank Atas Ketidaksesuaian Penawaran Pembangunan Rumah Dengan Keadaan
Rumah Yang Di Beli Berdasarkan Perjanjian Kredit Fakultas Hukum Universitas Hkbp
Nommensen Medan. Https://Repository.Unair.Ac.Id/35945/. Diakses Pada Jumat, 17 Desember
2021
10
August Silaen.2016. Tinjauan Analisis Mengenai Tanggung Jawab Developer Perumahan
Terhadap Pihak Bank Atas Ketidaksesuaian Penawaran Pembangunan Rumah Dengan Keadaan
Rumah Yang Di Beli Berdasarkan Perjanjian Kredit Fakultas Hukum Universitas Hkbp
Nommensen Medan. Https://Repository.Unair.Ac.Id/35945/. Diakses Pada Jumat, 17 Desember
2021

36
1.Hak dari Pihak penjual, terdapat beberapa hak yang wajib

dilakukan oleh pelaku usaha, dalam kontek ini penjual, antara

lain:

a) Pihak penjual berhak mendapatkan pembayaran yang

telah disesuaikan didalam sebuah perjanjian atau

kesepakatan terkait dengan kondisi serta nilai tukar

produk ataupun jasa yang diperjual belikan.

b) Pihak penjual berhak mendapatkan perlindungan

hukum dari tindakan pembeli yang beritikad tidak baik.

c) Pihak penjual berhak membela nama perusahaan

dengan sepatutnya sebagai bentuk upaya dalam

menyelesaikan suatu masalah sengketa dengan pembeli

yang dimana sesuai dengan hukum yang berlaku.

d) Pihak penjual berhak melakukan pembelaan atas nama

baik perusahaan jika terbukti telah melakukan kerugian

terhadap pembeli yang dimana diakibatkan oleh produk

atau jasa yang diperjual belikan secara hukum.

2.Kewajiban dari Pihak Penjual dua kewajiban utama yaitu:

a) Kewajiban Menyerahkan Hak Milik

Kewajiban menyerahkan hak milik yang dimana

kewajiban tersebut meliputi segala perbuatan yang

diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas suatu

barang yang diperjual belikan itu dari pihak penjual

37
kepada pihak pembeli. Macam – macam barang yang

dapat dipindah alihkan hak milik barang tersebut yaitu:

barang bergerak, barang tetap dan barang tak bertubuh.

Yang dimaksud dengan barang tak bertubuh ini yaitu

piutang, penagihan atau claim. Barang – barang

tersebutlah yang berlaku menurut B.W.

b) Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tenteram Dan

Menanggung Terhadap Cacad – Cacad Tersembunyi

Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tenteram

ini merupakan kewajiban yang memiliki konsekwensi

atas jaminan yang dimana barang tersebut telah

diberikan oleh penjual kepada pihak pembeli yaitu

barang sungguh – sungguh miliknya sendiri dan barang

tersebut bebas dari suatu beban atau tuntutan dari suatu

pihak. 11

Terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi

penjual sebagai pelaku usaha, antara lain:

1. Pihak penjual memiliki kewajiban itikad baik

dalam menjalani aktivitas usahanya.

2. Pihak penjual memiliki kewajiban memberikan

suatu informasi dengan benar, jujur, dan jelas

terkait kondisi barang atau jasa, juga memberi

11
R.Subekti.2014.Aneka Perjanjian.Bandung.PT.Citra Aditya Bakti.Halaman 8

38
penjelasan mengenai penggunaan, pemeliharaan,

dan perbaikan.

3. Serta pihak penjual memiliki kewajiban dalam

memperlakukan dan melayani pembeli dengan

jujur dan benar, serta tak melakukan diskriminasi.

4. Serta pihak penjual berkewajiban dalam menjamin

mutu atau kualitas barang dan jasa yang

diperjualbelikan atau diproduksi sesuai dengan

ketentuan standar mutu yang berlaku.

5. Pihak penjual memberi kesempatan kepada pihak

pembeli untuk melihat ready unit rumah tertentu,

dan juga memberikan jaminan atas rumah yang

diperdagangkan tersebut.

6. Penjual memberikan jaminan ganti rugi,

kompensasi, atau penggantian apabila telah

mengalami kerugian yang dialami oleh pembeli

akibat pemakaian, pemanfaatan, dan penggunaan

rumah yang diperjual belikan.

7. Pihak penjual memberikan jaminan ganti rugi atau

kompensasi jika rumah yang dditerima tak sesuai

dengan perjanjian.

39
3. Tanggung Jawab dari Pihak Penjual tertuang pada kode etik

Real Estate Indonesia atau REI yang disebut Sapta Brata.

Kode etik tersebut meliputi:

a). Pihak penjual dalam melaksanakan usaha harus

berlandaskan dengan Pancasila dan juga UUD 1945, serta

menaati seluruh Undang - Undang maupun peraturan

yang telah resmi berlaku di Indonesia.

b). Serta pihak penjual bertanggung jawab menjaga atas

keselarasan kepentingan usaha dan kepentingan

pembangunan negara.

c). Menempatkan diri sebagai perusahaan atau instansi

swasta nasional dengan bertanggung jawab, menghargai

dan menghormati profesi bisnis real estate, serta

menjunjung rasa keadilan, kejujuran, dan kebenaran.

d). Dalam menjalankan usahanya pihak penjual harus

menjunjung AD/ART REI dan memegang teguh sikap

disiplin serta solidaritas dari sebuah organisasi.

e). Apabila pihak penjual telah menjadi anggota REI, maka

pihak penjual harus saling menghargai, menghormati,

serta saling membantu dan menghindari persaingan tidak

sehat.

f). Pihak penjual senantiasa memberikan layanan yang

sebaik-baiknya kepada masyarakat.

40
g). Jika pihak penjual atau pelaku usaha dinyatakan

melakukan kelalaian terhadap pembeli maka penjual

harus bertanggung jawab seperti: penjual wajib

melakukan ganti rugi terkait kerusakan, ganti rugi terkait

pencemaran, dan ganti rugi terkait kerugian pembeli.

2) Pembeli

1) Hak dari Pihak Pembeli, dalam hal ini penjual properti. Secara

internasional, pembeli memiliki 4 hak dasar yang diakui,

antara lain :

a) Pembeli memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang.

b) Pembeli memiliki hak dalam memilih barang yang ingin di

beli serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

c) Pembeli memiliki hak mendapatkan informasi yang jelas,

jujur, dan benar perihal kondisi serta jaminan barang atau

jasa.

d) Pembeli memiliki hak apabila pembeli complain maka

complainnya harus didengarkan dan apabila ada masukkan

pendapat dari pihak pembeli mengenai barang yang

digunakan maka pihak penjual berhak mendengarkan agar

kualitas rumah menjadi lebih baik.

41
e) Pembeli berhak dilayani atau diperlakukan dengan benar,

jujur, sopan, santun dan tidak diskriminatif.

f) Pembeli berhak mendapatkan kompensasi apabila rumah

tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.

g) Serta pembeli berhak atas segala yang diatur pada

ketentuan perundang-undangan lain.

2) Kewajiban dari pihak Pembeli tak hanya mengatur kewajiban

dari pihak pelaku usaha saja. Namun ada beberapa kewajiban

yang harus ditaati oleh pembeli, di antaranya:

a) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi serta

prosedur pemanfaatan atau penggunaan barang atau jasa

agar keselamatan dan keamanan terjamin.

b) Memiliki itikad baik dalam menjalani transaksi pembelian

jasa atau barang.

c) Membayar sesuai kesepakatan nilai tukar.

d) Mengikuti usaha penyelesaian hukum terkait sengketa

perlindungan pembeli dengan sepatutnya.

3) Tanggung Jawab Pembeli.

Pembeli memiliki tanggung jawab untuk membayar

angsuran rumahnya sesuai dengan kesepakatan antara pihak

pembeli kepada bank maupun pihak penjual, menggalang

solidaritas sesama pembeli yang dimana untuk

42
mengembangkan kekuatan demi memperjuangkan dan

melindungi kepentingan pembeli lainnya.

3) Bank

1. Hak dari pihak Bank dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan menjelaskan mengenai hak

yaitu :

a). Bank memiliki hak dalam menerima pembayaran angsuran

dari pihak pembeli yang sedang berjalan dengan tertib

setiap bulan sampai dengan batas waktu kreditnya telah

selesai.

b). Bank memiliki hak dalam menerima maupun menyimpan

anggunan kredit jaminan dari kredit.

c). Bank memiliki hak dalam mendapatkan provisi terhadap

layanan jasa yang telah diberikan kepada pembeli

(nasabah).

2. Kewajiban dari pihak Bank yaitu :

a) Bank berhak memberikan pembiyaan kepada pihak

pembeli.

b) Bank berhak menyerahkan dokumen pada saat pembeli

telah melunas kreditnya.

c) Bank berhak mengembalikan anggunan pembeli ketika

kreditnya sudah lunas.

43
d) Bank memberikan kemudahan terhadap pembeli untuk

dapat memiliki serta melaksanakan isi perjanjian kredit.

C. Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah

1. Pengertian Sertifikat Hak Atas Tanah

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Sertifikat adalah akta,

surat keterangan, surat tanda. Sertifikat merupakan surat tanda bukti

hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data

fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik

dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat

ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.12 Hak Atas Tanah

merupakan sesuatu yang memberikan kepastian hukum serta

perlindungan hukum kepada yang memiliki hak atas tanah yang

diberikan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Dalam Pasal 1

angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, telah

dinyatakan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak.13

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk

hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan

rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah

dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.14 Maka sertifikat itu

merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang

kuat (Otentik). Sertifikat Hak Atas Tanah merupakan hak yang

12
Kamus Besar Bahasa Indonesia
13
Pasal 1 Angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
14
Pasal 19 Ayat (2) Huruf C Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960

44
diberikan kepada orang yang berwewenang untuk mempergunakan

tanah yang bersangkutan.

Sertifikat merupakan data fisik yang merupakan bagian dari akta

otentik, yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sangat

sempurna, dalam arti bahwa hal – hal terikat dengan data yang

disebutkan dalam sertifikat itu selama tidak dapat dibuktikan maka

seseorang tersebut tidak dapat memilikinya. Hak–hak atas tanah

merupakan hak seseorang yang mempunyai hak atas tanah yang dia

miliki untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah

yang menjadi haknya yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 16 ayat

1 Undang – undang Pokok Agraria (UUPA), antara lain:

a. Hak Milik

b. Hak Guna – Usaha

c. Hak Pakai

d. Hak Sewa

e. Hak Membuka Tanah

f. Hak Memungut Hasil Hutang.

g. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas

yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.15

15
Pasal 16 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960

45
2. Macam – Macam Hak Milik Atas Tanah

Dalam pasal 16 ayat 1 menjelaskan bahwa hak – hak atas tanah

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :

a. Hak Milik

Hak milik merupakan hak yang turun-temurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat

ketentuan dalam pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain. Dalam pasal 21 Undang – Undang Pokok

Agraria dijelaskan siapa yang dapat memperoleh hak milik ini :

1) Hak milik hanya dapat diperoleh oleh warga negara Indonesia.

2) Hak milik oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang

dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

percampuran harta karena perkawinan, demikian pula

warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah

berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya

wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun

sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya

kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut

lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus

karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan

46
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung.

4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat

mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku

ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.16

b. Hak Guna – Usaha

Hak Guna – usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang

dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana

tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau

peternakan. Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya

paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25

hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan

tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Namun hak guna

usaha hanya dapat di gunakan selama jangka waktu 25 tahun, jika

memang untuk perusahaan yang memerlukan jangka waktu yang

lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling

lama 35 tahun.17

c. Hak Guna Bangunan

Menurut ketentuan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria,

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

16
Pasal 21 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960
17
Pasal 29 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960

47
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,

dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Adapun ciri-ciri HGB adalah sebagai berikut:

1. Jangka waktunya terbatas, artinya pada sewaktu waktu akan

berakhir. HGB diberikan pada jangka waktu paling lama 30

tahun dan atas permintaan pemegang hak serta mengingat

keperluan dan keadaan bangunan bangunannya, HGB dapat

diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.

2. HGB dapat beralih dan dialihkan ke pihak lain sepanjang

jangka waktunya belum habis.

3. HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak

tanggungan sepanjang jangka waktu berlakunya belum habis.

4. HGB termasuk salah satu hak yang wajib di daftar.

5. HGB juga dapat dilepaskan oleh pemegangnya sehingga

tanahnya menjadi tanah negara.

SHGB dapat ditingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak

Milik.Peningkatan hak atas tanah tersebut bertujuan untuk

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah atau hak - hak lain yang terdaftar agar

dengan mudah membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang

hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam hal ini, apabila tanah

48
sudah mereka dapatkan manusia akan mempertahankan tanah

tersebut sebagai kekayaan turun temurun.

d. Hak Pakai

Hak pakai menurut pasal 41 ayat 1 bagian VI tentang Hak pakai

adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang

lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan

dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,

yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan

tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan

ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Hak pakai hanya

diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Dan hak pakai hanya

diberikan secara cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian

jasa berupa apapun. Namun pemberian hak pakai tidak boleh

disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.18

e. Hak Sewa

Hak sewa menurut pasal 44 ayat 1 Bagian VII tentang Hak

sewa untuk bangunan adalah Seseorang atau suatu badan hukum

mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan

tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan

18
Pasal 41 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960

49
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hak

sewa ini dibayarkan satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu dan

sebelum maupun sesudah tanahnya dipergunakan.19

f. Hak Membuka Tanah

Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan menurut pasal

46 ayat 1 Bagian VIII tentang Hak membuka tanah dan memungut

hasil hutan adalah hak Hak membuka tanah dan memungut hasil

hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.20

D. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Pemerintah telah mengatur mengenai Hak Tanggungan dalam

Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Menurut Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah Ketentuan Umum maka Hak Tanggungan merupakan

hak jaminan atas tanah dalam pelunasan utang tertentu, yang dimana

hak tanggungan ini memberi kedudukan yang utama kepada pihak

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Artinya yang dimana,

bahwa apabila pihak debitor sudah cidera janji, hingga pihak kreditor

19
Pasal 44 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960
20
Pasal 46 Undang – Undang Pokok Agraria Tahun 1960

50
yang jadi pemegang Hak Tanggungan berhak buat menjual tanah

tersebut lewat pelelangan universal atas tanah yang dimana tempat

pelelangan universal atas tanah tersebut. Kalau Hak Tanggungan ialah

hak yang bisa membebani secara utuh obyek yang hendak jadi Hak

Tanggungan serta tiap bagian dari padanya. Apabila hak tanggungan

sudah dilunasi dari sebagian utang yang dijaminkan, hingga hak

tanggungan tersebut tidak berarti sudah terbebasnya sebagian dari

obyek Hak Tanggungan yang sudah dibebankan Hak Tanggungan,

melainkan Hak Tanggungan itu senantiasa membebani segala obyek

dari Hak Tanggungan buat sisa utang yang belum dilunasi oleh

debitor.21

Hak Tanggungan menurut Burgelijk Wetboek (BW) yang

dimana telah diatur dalam Buku II tentang Hak Jaminan Atas Tanah

melalui Hipotek. Jaminan merupakan suatu perikatan yang dimana

perikatan tersebut dilakukan oleh pihak kredit dengan debitur, dalam

perihal ini pihak debitur sudah memperjanjikan hartanya yang

beberapa dengan pinjamannya buat pelunasan utang yang dimana bagi

syarat dari perundang– undangan yang berlaku apabila dalam waktu

yang sudah didetetapkan dalam sesuatu perjanjian yang dimana pihak

debitur sudah hadapi kemacetan dalam membayar utang hingga

jaminan yang sudah dijaminkan kepada pihak kreditur hendak diambil

oleh pihak kreditur selaku pelunasan utang si debitur. Jaminan ialah

21
Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

51
hak yang dimiliki oleh pihak peminjaman yang dimana jaminan

tersebut sudah dijanjikan kepada pihak pinjaman apabila pihak

peminjam tidak bisa mengembalikan pinjaman tersebut hingga

jaminan jadi salah satu faktor dalam analisis pembayaran. Maka dari

itu, benda – benda yang sudah diserahkan oleh pihak debitur buat

dijaminkan selaku utang hingga benda tersebut wajib dinilai terlebih

dulu pada saat dilaksanakannya analisis pembiayaan dan dalam

perihal ini wajib berhati – hati dalam memperhitungkan benda– benda

yang hendak dijaminkan sebab harga benda yang dicantumkan oleh

pihak nasabah umumnya tidak senantiasa menampilkan harga pasar

pada saat itu.

2. Asas- asas Hak Tanggungan

Asas-asas hak tanggungan dimana telah diatur dalam berbagai pasal

serta penjelasan dari UUHT. Asas-asas hak tanggungan tersebut

yaitu :

a). Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT asas – asas hak tanggungan yaitu

dimana hak tanggungan memiliki kedudukan yang utama bagi

pihak kreditur pemegang hak tanggungan.

b). Dalam pasal 2 ayat 1 UUHT menjelaskan bahwa hak

tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.

c). Dalam pasal 2 ayat 2 UUHT menjelaskan bahwa hak

tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah

ada.

52
d). Dalam pasal 4 ayat 4 UUHT menjelaskan bahwa barang

yang menjadi hak tanggungan dapat dibebankan selain tanah

juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah

tersebut.

e). Dalam pasal 4 ayat 4 UUHT menjelaskan bahwa hak

tanggungan dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan

dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari, namun

dengan syarat diperjanjikan dengan tegas.

f). Dalam pasal 10 ayat 1, pasal 18 ayat 1 UUHT menjelaskan

bahwa sifat hak tanggungan yang dapat diperjanjikannya

adalah tambahan (acceseoir).

g). Dalam pasal 3 ayat 1 UUHT menjelaskan bahwa hak

tanggungan dapat dijadikan untuk utang yang apabila baru

akan ada.

h). Dalam pasal 3 ayat 2 UUHT menjelaskan bahwa barang yang

akan dijadikan hak tanggungan dapat menjaminkan lebih dari

satu utang.

i). Dalam pasal 7 UUHT menjelaskan bahwa barang yang

dijadikan hak tanggungan harus mengikuti objek dalam

tangan siapa pun objek itu berada.

j). Barang yang dijadikan hak tanggungan tidak dapat diletakkan

sita oleh pengadilan sampai orang menjaminkan barang

tersebut tidak dapat membayarnya.

53
k). Dalam pasal 8, pasal 11 ayat 1 UUHT menjelaskan bahwa

barang yang dijadikan hak tanggungan hanya dapat dibebakan

atas tanah tertentu.

l). Dalam pasal 13 UUHT menjelaskan bahwa barang yang mau

di berikan hak tanggungan maka barang tersebut wajib

didaftarkan ke badan pertanahan.

m). Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;

n). Dalam pasal 11 ayat 2 UUHT menjelaskan bahwa hak

tanggungan dapat dibebankan dengan disertai janji-janji.

3. Subyek dan Obyek Hukum dalam Hak Tanggungan

a. Subyek Hukum dalam Hak Tanggungan

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyebutkan

subjek dalam perjanjian hak tanggungan, antara lain:

1) Pemberi Hak Tanggungan

Dalam pasal 8 ayat Undang – Undang Nomor 4

Tahun 1996 menyebutkan bahwa pemberi hak tanggungan

adalah orang ataupun badan hukum yang telah memiliki

kewenangan dalam melakukan perbuatan hukum terhadap

obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Yang dimana

obyek hak tanggungan tersebut telah didaftarkan dalam

pendaftaran hak tanggungan. Apabila sudah terdaftar maka

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

54
objek hak tanggungan harus ada pada saat pembuatan buku

tanah dalam hak tanggungan.22

b). Penerima Hak Tanggungan

Dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 menyebutkan bahwa pemegang hak tanggungan

adalah orang ataupun badan hukum yang berkedudukan

sebagai pihak yang telah berpiutang. Maka dimana hak

tanggungan merupakan lembaga jaminan hak atas tanah

yang tidak mengandung kewenangan untuk menguasai

secara fisik maupun menggunakan tanah yang dijadikan

jaminan, tanah yang telah diberikan jaminan hak tanggung

maka tanah tersebut tetap dalam penguasaan Pemberi hak

tanggungan. Yang menjadi pemegang hak tanggungan

dalam hal ini yaitu dapat dilakukan oleh Warga Negara

Indonesia, Warga Negara Asing, Badan Hukum Indonesia

atau Badan Hukum Asing.23

b. Obyek Hukum dalam Hak Tanggungan

Dalam Pasal 4 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah yang menjadi obyek hukum dalam hak

tanggung yaitu : Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna

Bangunan. Yang dimana dimaksud hak-hak atas tanah sebagaimana

22
Pasal 8 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
23
Pasal 9 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

55
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Suatu benda yang menjadi

subyek Hak Tanggungan dapat dihalangi dengan beberapa Hak

Tanggungan untuk menjamin pelunasan sebagian utangnya.24

Apabila suatu obyek yang telah dibebani oleh Hak Tanggungan

lebih dari satu Hak Tanggungan, maka peringkat obyek masing-

masing yang dibebani Hak Tanggungan telah ditentukan menurut

tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

4. Tahapan Hak Tanggungan

Tahapan hak tanggungan diatur dalam ketentuan Pasal 10 – Pasal 19

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yaitu:

a). Pemberian hak tanggungan

Pemberian hak tanggungan yang dimana didahului dengan

terdapatnya sesuatu perjanjian buat membagikan hak

tanggungan selaku jaminan atas pelunasan utang, yang dimana

dalam pemberian hak tanggungan tersebut dibuat dihadapan

pejabat pembuat akta tanah diserta dengan pembuatan surat

kuasa pembebanan atas hak tanggungan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b). Pendaftaran hak tanggungan

24
Pasal 4 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

56
Apabila ingin memberikan hak tanggungan maka tanah yang

akan dijakan penjamin wajib didaftarkan pada kantor Badan

Pertanahan paling lambat 7 hari setelah penandatangan akta

pemberian hak tanggungan, akta tersebut merupakan salah satu

bukti adanya hak tanggungan sehingga Badan Pertanahan

menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang telah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

sehingga sertifikat yang telah terbit sesuai dengan perundang –

undangan maka sertifikat tersebut dapat diserahkan kepada

pemegang hak tanggungan.

c). Peralihan hak tanggungan;

Peralihan hak tanggung ini dimana piutang yang telah

dijaminkan dengan hak tanggungan dapat beralih karena adanya

cassie, subrogasi, pewarisan, atau sebab lainnya, sehingga hak

tanggungan tersebut ikut beralih hak tanggungannya

dikarenakan hukum kepada kreditor baru. Peralihan tersebut

juga harus didaftarkan kembali kepada pihak Badan Pertanahan.

d). Hapusnya hak tanggungan; hak tanggungan hapus dikarenakan

hal-hal sebagai berikut:

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.

b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak

tanggungan.

57
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan

peringkat oleh ketua pengadilan negeri.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

Terhadap hak tanggungan juga dapat dilakukan eksekusi

apabila debitor cidera janji/wanprestasi yang tata caranya

juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda

yang Berkaitan dengan Tanah.

E. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak

telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah

diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Namun ada kalanya

perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya

wanprestasi yang dilakukan oleh salah pihak. Perkataan wanprestasi

berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapaun

yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan

kelalaian atau kesalahannya, sehingga debitur tidak dapat memenuhi

prestasi seperti yang telah yang telah ditentukan dalam perjanjian dan

bukan dalam keadaan yang memaksa.

Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang

menyatakan bahwa: “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak

58
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si

berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap

melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya,

hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.25 Kata lain

wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji yang

dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian,

isi ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang

sesungguhnya tidak boleh dilakukannya.

a. Bentuk Wanprestasi

1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan

dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka

dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila

prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya,

maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat

waktunya.

3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur

yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang

keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur

dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

25
Pasal 1243 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

59
Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga

terpenuhinya wanprestasi adalah sebagai berikut:

Menurut Satrio, terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikan.

3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.26

Adapun syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang

Debitur sehingga dikatakan dalam keadaan wanprestasi, yaitu:

1. Syarat materill, yaitu adanya kesengajaan berupa:

1) kesengajaan adalah suatu hal yang dilakukan seseorang

dengan di kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku

sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain.

2) Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana

seseorang yang wajib berprestasi seharusnnya tahu atau

patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang

diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.

2. Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi hal kelalaian

atau wanprestasi pada pihak debitur harus dinyatakan dahulu

26
DPP Ferari.2020. pengertian bentuk penyebab dan hukum
wanprestasi.http://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-wanprestasi/.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2021

60
secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitur, bahwa

kreditor menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka

waktu yang pendek. Somasi adalah teguran keras secara tertulis

dari kreditor berupa akta kepada debitur, supaya debitur harus

berprestasi dan disertai dengan sangsi atau denda atau hukuman

yang akan dijatuhkan atau diterapkan, apabila debitur

wanprestasi atau lalai.

b. Penyebab Wanprestasi

Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi adalah

sebagai berikut :

1) Adanya Kelalaian Debitur (Nasabah)

Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada

unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan

pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.

Kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu

atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang

diambil olehnya akan timbul kerugian.

Sehubungan dengan kelalaian debitur, perlu diketahui kewajiban-

kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak dilaksanakan oleh

seorang debitur, yaitu:

a). Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah

dijanjikan.

b). Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.

61
c). Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.

2) Karena Adanya Keadaan Memaksa (overmacht/force majure)

Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya

prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan

karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau

tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.

Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan

karena keadaan memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan

kemampuan debitur.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan

memaksa adalah sebagai berikut:

a). Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang

membinasakan benda yang menjadi objek perikatan, ini

selalu bersifat tetap.

b). Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang

menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat

bersifat tetap atau sementara.

c). Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi

pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun

oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak,

khususnya debitur.

62
c. Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat hukum atau sangsi yang diberikan kepada debitur karena

melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut:

1) Kewajiban membayar ganti rugi

Ganti rugi merupakan membayar seluruh kerugian sebab

musnahnya ataupun rusaknya beberapa barang kepunyaan kreditur

akibat kelalaian debitur. Untuk menuntut ganti rugi harus ada

penagihan atau (somasi) terlebih dahulu, kecuali dalam peristiwa-

peristiwa tertentu yang tidak membutuhkan adanya teguran.

Ketentuan tentang ganti rugi diatur dalam pasal 1246

KUHPerdata, yang terdiri dari tiga macam, yaitu: biaya, rugi dan

bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atas pengongkosan yang

nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh kreditur sebaliknya bunga

merupakan seluruh kerugian yang berbentuk kehilangan

keuntungan yang telah dibayangkan ataupun yang telah

diperhitungkan. sebelumnya.

Ganti rugi itu harus dihitung berdasarkan nilai uang dan

harus berbentuk uang. Jadi ganti rugi yang ditimbulkan oleh

wanprestasi itu hanya boleh diperhitungkan berdasarkan jumlah

uang. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesulitan dalam

penilaian jika harus diganti dengan dengan metode lain.27

2) Pembatalan perjanjian

27
Pasal 1246 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

63
Selaku sangsi yang kedua akibat kelalaian seseorang

debitur ialah berbentuk pembatalan perjanjian. Sangsi ataupun

hukuman ini apabila seorang tidak bisa memandang watak

pembatalannya tersebut selaku sesuatu hukuman dikira debitur

malahan merasa puas atas seluruh pembatalan tersebut sebab dia

merasa dibebaskan dari seluruh kewajiban buat melaksanakan

prestasi.

Menurut KUHPerdata pasal 1266: Ketentuan batal dikira

senantiasa dicantumkan dalam persetujuan- persetujuan yang

bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak penuhi

kewajibannya. Dalam perihal yang demikian persetujuan tidak

batal demi hukum, namun pembatalan wajib dimintakan kepada

hakim. Permintaan ini pula wajib dicoba walaupun ketentuan batal

menimpa tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam

perjanjian. Bila ketentuan batal tidak dinyatakan dalam persetujuan

hakim merupakan bebas buat bagi kondisi, atas permintaan si

tergugat, membagikan sesuatu jangka waktu buat masih pula

penuhi kewajibannya, jangka waktu mana tetapi tidak boleh lebih

dari satu bulan.28

3) Peralihan risiko

Akibat wanprestasi yang berbentuk peralihan resiko ini berlaku

pada perjanjian yang objeknya sesuatu benda, semacam pada

28
Pasal 1266 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

64
perjanjian pembiayaan leasing. Dalam perihal ini semacam yang

ada pada pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata yang menyatakan‚ Bila si

berutang lalai hendak menyerahkannya, hingga sejak saat

kelalaiannya kebendaan merupakan atas tanggungannya.29

29
Pasal 1237 ayat 2 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

65

Anda mungkin juga menyukai