Anda di halaman 1dari 9

TRANSKULTURAL NURSING

(SUKU NIAS)

Oleh Kelompok IX:

-Hardianti Rukmana

-Ayu Rezki Amelia

- Aryuni Aulia

-Joice Resky Putriani

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam bahasa
aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha =
manusia) dan Pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah).

Suku Nias merupakan masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan
yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi
kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya
megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih
ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.

Kabupaten Nias, merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara dan
merupakan sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan. Pulau ini yang sekaligus merupakan satu
kabupaten memanjang dari Utara ke Selatan dengan panjang 120 km dengan lebar Timur ke
Barat 40 km. Luas seluruh pulau ini termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya adalah 5.625 km2
yang sebagian besar masih ditutupi oleh hutan sekunder (Gulo, 1983).

Masyarakat suku Nias hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi.
Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö; yang mengatur segala segi kehidupan mulai
dari kelahiran sampai kematian. Dan masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik
dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.

Sementara itu, dilansir dari laman gurupendidikan, tertera bahwa menurut masyarakat
Nias salah satu mitos asal usul Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut “Sigaru
Tora’a” yang terletak disebuah tempat yang bernama “Teteholi Ana’a” menurut mitos tersebut
diatas menagatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman raja Sirao
yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Teteholi Ana’a karena memperebutkan
Takhta Sirao, ke 9 putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang
menginjakkan kaki di Pulau Nias.

Dulu orang Nias mengenal beberapa lapisan sosial yang cukup tajam. Di Nias selatan
misalnya dikenal kelas-kelas sosial, seperti siulu (bangsawan), ere (pendeta agama asli), ono
mbanua (anak negeri atau orang kebanyakan), dan golongan sawuyu (budak). Golongan siulu
yang memerintah, misalnya diangkat menjadi kepala desa disebut balo siulu. Sedangkan anak
negeri dapat pula dibagi menjadi golongan siila (cerdik pandai) dan sato (orang kebanyakan).
Golongan sawuyu dibagi pula menjadi tiga, yaitu binu (budak karena kalah perang, biasanya
dikorbankan untuk upacara), sondrara hare (menjadi budak karena tidak bisa membayar
hutang) dan holito (menjadi budak setelah ditebus dari hukuman mati). Pengaruh
pengelompokan sosial di atas masih terasa sampai sekarang, karena golongan siulu misalnya
tidak boleh kawin dengan sato. Sementara itu golongan sawuyu sekarang tidak ada lagi.

Pada masa sekarang sebagian besar orang Nias sudah memeluk agama Kristen dan Islam.
Agama asli mereka disebut malohe adu (penyembah roh) yang di dalamnya dikenal banyak
dewa, di antaranya yang paling tinggi adalah Lowalangi. Mereka memuja roh dengan
mendirikan patung-patung dari batu dan kayu, rumah tempat pemujaan roh disebut osali.
Pemimpin agama asli disebut ere. Di masa sekarang nama Lowalangi diambil untuk menyebut
Tuhan dan osali menjadi nama gereja dalam konsep Kristen.

Lalu dalam hal komunikasi, bahasa di Nias termasuk dalam rumpun bahasa Autronesia, bahasa
ini tersebar sampai ke Kepulauan Batu di sebelah selatan Pulau Nias, diantaranya terdapat
empat dialek yaitu: dialek Nias Utara, Nias Tengah “Gomo”, Nias Selatan “Teluk Dalam” dan
dialek Batu.

Sedangkan untuk mata pencaharian, umumnya orang Nias berladang tanaman ubi jalar,
ubi kayu, kentang dan sedikit padi. Mata pencaharian lainnya adalah berburu dan meramu,
sekarang di pulau ini ditanam cengkeh dan nilam untuk diambil minyaknya sebagai mata
pencaharian tambahan penduduk setempat.

Sebagian Suku Nias menyatakan bahwa penyebab sakit adalah hal-hal gaib dan juga
karena perbuatan manusia. Menurut pandangan masyarakat, hal-hal gaib yang dimaksud adalah
adanya setan yang berkeliaran pada waktu-waktu tertentu, seperti pada malam Jumat atau pada
saat gerimis. Masyarakat yang menjumpai setan tersebut akan mengalami penyakit yang
mereka sebut tesafo, yang biasanya menyerang anak-anak. Untuk Etnik Ngalum di Desa
Hilifadölö Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara 49 menghindari penyakit tersebut
biasanya anak-anak dilarang melewati kuburan pada malam hari dan juga dilarang keluar
rumah pada saat gerimis. Namun, warga masyarakat yang percaya akan hal-hal gaib seperti itu
hanya sebagian kecil.

Menurut pandangan masyarakat, hal-hal gaib yang dimaksud adalah adanya setan yang
berkeliaran pada waktu-waktu tertentu, seperti pada malam Jumat atau pada saat gerimis.
Masyarakat yang menjumpai setan tersebut akan mengalami penyakit yang mereka sebut
tesafo, yang biasanya menyerang anak-anak. Untuk Etnik Ngalum di Desa Hilifadölö
Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara 49 menghindari penyakit tersebut biasanya
anak-anak dilarang melewati kuburan pada malam hari dan juga dilarang keluar rumah pada
saat gerimis. Namun, warga masyarakat yang percaya akan hal-hal gaib seperti itu hanya
sebagian kecil.

Sakit yang disebabkan oleh perbuatan manusia sering disebut famökhö. Famökhö
merupakan cara seseorang untuk berbuat jahat kepada orang lain, contohnya melalui sihir dan
pemberian racun. Menurut penuturan beberapa orang warga masyarakat, perbuatan seperti itu
sudah jarang dilakukan. Namun harus tetap diwaspadai karena sihir tersebut biasanya melalui
angin ataupun dengancara menanam suatu benda di suatu tempat. Jika melewati tempat
tersebut, kita akan sakit. Selain melalui sihir, masyarakat juga mengenal cara famökhö lainnya,
yakni melalui racun. Jenis-jenis racun yang dikenal masyarakat antara lain biobio (racun
berbentuk salep yang biasanya dioleskan pada pakaian, tempattempat tertentu, atau pada saat
bersalaman) dan racun berbentuk serbuk yang biasanya dicampur dengan makanan atau
minuman.

Penyakit Endemik di Suku Nias

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat. Menurut laporan World Health


Organization (WHO), pada tahun 1998 setiap tahunnya 1-2 juta penduduk dunia mati karena
tertular penyakit ini, dari prevalensi malaria sebanyak 270 juta penduduk setiap tahunnya
(Agoes, 1998). Bahkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Departemen Kesehatan RI pada tahun 1996/1997 memperkirakan 40% penduduk dunia
terancam infeksi ini dan jumlah prevalensi tercatat 200 - 300 juta tiap tahunnya. Penyakit ini
bahkan disebut sebagai emerging disease, yaitu salah satu penyakit menular yang insidensinya
pada manusia bertambah atau meningkat pada dua dekade terakhir ini. Hal ini dikarenakan
karena malaria menunjukkan wujud epidemiologis dan klinis yang berbeda dari sebelumnya
dan dikhawatirkan akan mengancam jumlah penduduk dunia di masa yang akan datang (Agoes,
1998).

Suku Nias khususnya di Kabupaten Nias Selatan terdapat penyakit endemik yaitu
Malaria. Lingkungan menjadi lebih kondusif bagi perkembangan vektor penyakit malaria.
Menurut masyarakat, penyebab penyakit malaria adalah gigitan nyamuk. Gejala-gejala
penyakit malaria ini antara lain demam, suhu badan tidak menentu, dan muka pucat.

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Nias diperoleh keterangan bahwa pada tahun 2005
penyakit malaria menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit utama di Kabupaten Nias,
yaitu sebanyak 23.237 kasus (34,45%). Jika dibandingkan dengan jumlah seluruh penderita
malaria klinis di Propinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 79.472 orang maka Kabupaten Nias
mencapai 63% diantaranya, dengan Annual Malaria Incidence (AMI) tahun 1998 tertinggi
diantara seluruh kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 73,01 (Profil Kesehatan
Sumatera Utara, 1999).

Gempa bumi tektonik dan


tsunami susulan yang terjadi di Nias
berpengaruh meningkatkan angka
pengidap malaria. kejadian ini
menyebabkan kondisi kesehatan
masyarakat menurun, juga banyak
bangunan-bangunan yang hancur dan akhirnya tidak terurus yang menjadi sarang nyamuk.

Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit malaria ini umumnya berdasarkan gejala.


Seperti diuraikan oleh salah seorang informan,

"....jika seseorang mengalami demam tinggi (faaukhu) dan menggigil (o'afu) selama 2-
3 hari itu pasti terkena malaria...".

Salah seorang informan lain mengungkapkan,

”....biasanya seluruh sendi kita terasa sakit dan tidak enak. Kadang-kadang disertai
dengan sakit kepala yang berkepanjangan”.

Manusia memang belajar dari pengalamannya. Informan menyatakan bahwa malaria


pernah terjadi pada mereka bahkan ada informan yang pernah terserang lebih dari satu kali.
Secara teoritis, masa inkubasi malaria adalah antara 12 sampai 30 hari. Penularan
terjadi dengan perantaraan gigitan nyamuk Anopheles sp. Di Indonesia terdapat 93 spesies
Anopheles yang dapat merupakan vektor penyakit malaria, dan 18 diantaranya telah
dikonfirmasi (Kirnowardoyo, 1991).

(Gambar daun pepya)

(Gambar daun sembung)

Menurut salah satu masyarakat, pengobatan Malaria biasanya yaitu dengan yang pahit-
pahit. Seperti daun pepaya, daun sembung (bulu gomboyu), dan daun boli serta daun-daunan
yang pahit lainnya. Dengan cara merebus lalu meminumnya. Selain itu adapula masyarakat
juga mengunjungi tukang kusuk atau dukun untuk membantu penyembuhan penyakitnya, dan
sebagian lainnya mengunjungi fasilitas kesehatan seperti Puskesmas ataupun Rumah Sakit.
Diagnosis Malaria

Bila seseorang mengalami gejala malaria, dokter akan menanyakan apakah ia tinggal
atau baru saja bepergian ke daerah yang banyak kasus malaria. Setelah itu, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah.

Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik cepat malaria (RDT
malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah mikroskop. Tujuan pemeriksaan darah di
bawah mikroskop adalah untuk mendeteksi parasit penyebab malaria dan mengetahui jenis
malarianya. Perlu diketahui, pengambilan sampel darah dapat dilakukan lebih dari sekali dan
menunggu waktu demam muncul.

Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi yang berbahaya.
Penanganan malaria dapat dilakukan dengan pemberian obat antimalaria. Obat-obatan ini perlu
disesuaikan dengan jenis parasit penyebab malaria, tingkat keparahan, atau riwayat area
geografis yang pernah ditinggali penderita. Beberapa komplikasi serius yang disebabkan oleh
malaria, di antaranya anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan banyak organ gagal
berfungsi. Komplikasi tersebut dapat berakibat fatal dan lebih rentan dialami oleh balita serta
lansia

Dilansir dalam Buku Saku Penatalaksanaan Malaria Kementrian Kesehatan, jika


penderita malaria melakukan rawat jalan di rumah, 3 hari setelah diberi obat antimalaria pasien
harus check up untuk memantau perubahan yang positif atau jika tidak ada perubahan sama
sekali. Dokter akan meninjau seberapa ampuh obat yang sudah diminum.

Selanjutnya, pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 dokter juga harus kembali
memeriksa segala perubahan yang terjadi hinga Anda benar-benar dinyatakan sembuh.
Sedangkan jika pasien menjalani rawat inap di rumah sakit, akan dilakukan pemeriksaan ulang
keampuhan obat tersebut pada hari ke-7, 14, 21, dan 28.

Semua obat yang diberikan tidak boleh diminum dalam keadaan perut kosong karena bisa
menyebabkan iritasi lambung. Oleh sebab itu, penderita malaria harus makan dulu sebelum
minum obat. Selain mengobati malarianya, beberapa orang juga memerlukan penanganan
khusus untuk menangani gejala yang menyertai penyakit ini.
Obat Malaria sesuai dengan tipenya

1. Obat malaria falsiparum

Malaria falsiparum (malaria ganas) disebabkan oleh jenis parasit bernama plasmodium
falciparum.

- Di Indonesia, pengobatan lini pertama malaria falsiparum adalah menggunakan


kombinasi obat artesunate, amodiakuin, dan primakuin. Ketiganya bertujuan untuk
membunuh plasmodium falciparum pada stadium atau bentuk yang berbeda-beda. Obat
ini biasanya diberikan secara oral (melalui mulut). Pengobatan lini pertama ini
selanjutnya akan dilihat efektif atau tidak selama 3 hari setelah minum obat pertama
kali. Pengobatan dikatakan efektif jika tidak ditemukan parasit stadium aseksual lagi
dan gejala yang timbul semakin membaik pada konsultasi selanjutnya. Pengobatan
dikatakan tidak efektif apabila pada waktu pemeriksaan kondisi tubuh semakin
memburuk, dan masih ditemukan plasmodium aseksual positif dalam darah.

- Lini kedua pengobatan malaria falciparum dilakukan dengan kombinasi


kina, doksisiklin atau tetrasiklin, dan primakuin. Obat-obatan ini diberikan secara oral
selama 7 hari ke depan. Kina akan diberikan melalui infus jika penderita malaria sudah
mengalami sakit berat. Jika tidak tersedia doksisiklin maka dapat digantikan dengan
tetrasiklin dengan frekuensi pemberian dalam sehari lebih banyak dibandingkan saat
menggunakan doksisiklin. Kedua jenis obat ini tidak diperbolehkan untuk anak di
bawah umur 8 tahun dan juga ibu hamil. Kedua kelompok usia ini akan mendapatkan
pengobatan khusus.

2. Obat malaria vivaks dan malaria ovale

Malaria jenis ini umumnya termasuk kategori malaria ringan. Yang paling sering terjadi di
Indonesia dalam buletin jendela data dan informasi kesehatan adalah malaria vivaks. Malaria
ovale lebih jarang terjadi.
- Lini pertama pengobatan malaria jenis ini adalah dengan kombinasi obat klorokuin dan
primakuin. Sama seperti malaria falsiparum, jika setelah 3 hari mengonsumsi obat lini
pertama tidak efektif maka akan dilanjutkan pengobatan ini kedua.

- Pengobatan lini kedua dilanjutkan dengan peningkatan dosis primakuin.

3. Obat malaria malariae

Pengobatan malaria jenis ini cukup diberikan dengan klorokuin sekali sehari selama 3 hari ke
depan dan diikuti dengan pemeriksaan kembali setelah 3 hari. Klorokuin dapat membunuh
plasmodium malariae berbentuk aseksual maupun seksual di dalam tubuh.

Pencegahan Malaria

Meski belum ada vaksinasi untuk mencegah malaria, dokter dapat meresepkan obat
antimalaria sebagai pencegahan jika seseorang berencana bepergian atau tinggal di area yang
banyak kasus malarianya. Selain itu, pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk dengan memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian lengan panjang
dan celana panjang, serta menggunakan krim atau semprotan antinyamuk.

Contoh Soal

1.

Anda mungkin juga menyukai