Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto, M.P Imam Suharjo, S.T., M.Eng
Daftar Pustaka......................................................................................................20
2.2.1.1 Dysgraphia
Dysgrafia adalah kesulitan belajar yang berkaitan dengan masalah menulis.
Kelainan ini diketahui secara mendasar dari perbedaan nilai antara nilai anak yang
tinggi pada tes inteligensi dan nilai yang rendah pada nilai tes yang diperoleh dari
menulis (Rahardja, 2010). Penyebab disgrafia ada dua macam salah satunya tidak
diketahui secara pasti, namun apabila terjadi secara tiba-tiba dapat diduga
penyebabnya adalah trauma di kepala, baik disebabkan oleh kecelakaan, penyakit,
bawaan dari lahir atau lainnya. Penyebab paling umum adalah neurologis, yaitu
adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan
kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan penyebab lain disgrafia adalah
kemungkinan ada kesalahan pada pembelajaran menulis permulaan, yaitu ketika
pembelajaran menulis dengan tangan (handwriting), yaitu ketika belajar memegang
pensil atau alat tulis (Abdurrahman, 2003).
2.2.1.2 Dyskleksia
Dysleksia adalah ketidakmampuan belajar spesifik yang berasal dari
neurologis. Ini ditandai dengan kesulitan dengan pengenalan kata yang akurat dan
/ atau lancar serta kemampuan pengejaan dan penguraian kata yang buruk.
Kesulitan-kesulitan ini biasanya diakibatkan oleh defisit dalam komponen
fonologis bahasa yang seringkali tidak terduga dalam kaitannya dengan
kemampuan kognitif lain dan pemberian instruksi kelas yang efektif. Konsekuensi
sekunder dapat mencakup masalah dalam pemahaman bacaan dan berkurangnya
pengalaman membaca yang dapat menghambat pertumbuhan kosa kata dan latar
belakang pengetahuan. Diadopsi oleh IDA Board Directors, 12 November 2002.
Definisi ini juga digunakan oleh Nacional Institute of Child Healt and Human
Development (NICHD). Studi menunjukkan bahwa individu dengan disleksia
memproses informasi di area otak yang berbeda daripada yang non-disleksia.
Banyak orang yang menderita disleksia memiliki kecerdasan rata-rata hingga di
atas rata-rata.
2.2.1.3 Dyscalculia
Dyscalculia adalah ketidakmampuan seorang anak dalam menyerap konsep
aritmatika. Aturan yang digunakan untuk pendidikan khusus diskalkulia beragam
dari negara ke negara. Pada awal penilaiannya, siswa akan mengalami kesulitan
yang terlihat signifikan dalam aritmatika, lalu baru dapat ditegakkan diagnosisnya
dengan melalui serangkain tes, sebelum pada akhirnya akan diberikan pengajaran
khusus. Siswa dengan gejala diskalkulia ini sulit di diagnosis terutama mereka yang
bersekolah di sekolah-sekolah Negri, dikarenakan lemahnya standar pengukuran
kerangka kerjadan kriteria
Sebagian besar, orang yang mengalami diskalkulia atau kesulitan dalam
Matematika mempunyai kesulitan dalam proses visual. Pada beberapa kasus, pada
bagian pemrosesan dan pengurutan, matematika memerlukan seperangkat prosedur
yang harus diikuti dalam pola yang urut, hal ini juga berkaitan dengan kurangnya
memory (memory deficits). Mereka yang mengalami kesulitan mengingat benda-
benda/angka, akan mengalami kesulitan mengingat urutan operasi (order of
operations) yang harus diikuti atau langkah-langkah pengurutan tertentu yang harus
diambil untuk memecahkan soal-soal matematika.
Diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut
gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau
secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan
mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan
dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan
munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka
ataupun simbol matematis. (Ahmad Bachir, 2015)
.............................. (2.1)
Dengan :
P (H|E) = probabilitas hipotesis Hi jika diberikan evidence E.
P (E|H) = probabilitas munculnya evidence E, jika diketahui hipotesis Hi benar.
P (H) = probabilitas hipotesis Hi (menurut hasil sebelumnya) tanpa memandang
evidence apapun.
P(E) = probabilitas evidence E tanpa memandang apapun.
Jika evidence tunggal E dan hipotesis ganda H1, H2, H3, .... Hn, maka bentuk
Theorema Bayes adalah pada Persamaan 2.2.
.............................(2.2)
Dengan:
p(Hi|E) = probabilitas hiposesis Hi benar jika diberikan evidence E.
p(E|Hi) = probabilitas munculnya evidence E, jika diketahui hipotesis Hi benar.
p(Hi) = probabilitas hipotesis Hi (menurut hasil sebelumnya) tanpa memandang
evidence apapun.
n = jumlah hipotesis yang mungkin.
Dalam teorema bayes langkah awal dari perhitungan yag dilakukan adalah
mencari nilai semesta hipotesa (H) yang terdapat pada evidence kemudian
dijumlahkan semua nilai probabilitas evidence dari pakar. Untuk langkah – langkah
lebih jelasnya dapat dilihat pada Persamaan 2.3 sampai Persamaan 2.7.
F. Mencari nilai sementara
.............................(2.3)
G. Menghitung nilai sementara P(Hi)
.............................(2.4)
H. Menghitung Probabilitas H
.............................(2.5)
I. Mencari nilai P(Hi|E)
............................(2.6)
J. Menghitung total nilai bayes
............................(2.7)
BAB 3. TAHAP PELAKSANAAN
Data keluaran dari sistem ini adalah hasil perhitungan data pokok yang telah
dilakukan menggunakan metode Teorema Bayes berdasarkan gejala-gejala yang
ada pada dari hasil pemeriksaan.
b. Metode Wawancara
Dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dalam usaha
untuk melengkapi data atau dokumen yang diperoleh dari seorang ahli/pakar.
3. Halaman Home
b. Printer 2.550.000
d. Hardisk 800.000
Jumlah 6.000.000
2. Bahan habis pakai
d CD-RW 50.000
Jumlah 720.000
3. Lain-Lain
a. Study Kelayakan 1.480.000
b. Desain Fungsi 700.000
c. Pemrograman 4.600.000
Jumlah 6.780.000
Jumlah Total 12.500.000
Daftar Pustaka
Amborowati, A., & Hidayah , N. (2016, Februari 6-7). Analisis Dan Perancangan
Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mematikan Pada Perempuan
Menggunakan Metode Bayes (Studi Kasus : Asri Medical Center). Seminar
Nasional Teknologi Informasi Dan Multimedia 2016, 1.
Anggara, G., Pramayu, G., & Wicaksana, A. (2016, Februari 6-7). Membangun
Sistem Pakar Menggunakan Teorema Bayes Untuk Mendiagnosa Penyakit
Paru-Paru. Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan Multimedia 2016, 1.
Arifin, J. (2016, Agustus). Sistem Pakar Diagnosa Dysgraphia Dan Mulutmanusia
Menggunakan Knowledge Base System Dan Certainty Factor. Jurnal
Ilmiah Teknologi Dan Informatika ASIA (JITIKA), Vol.10, No.2,(ISSN:
0852-730X), 50-64.
Azmi, Z., & Syahputra, K. (2018, Februari ). Implementasi Teorema Bayes Untuk
Mendiagnosa Tingkat Stres. JISICOM (Journal Of Information System,
Informatics And Computing ), Vol.2 No.1 Februari 2018(ISSN : 2597-3673
(Online), ISSN : 2579-5201 (Printed)), 42-50.
Cahyadi, Chepy. (2015, November), Sistem Pakar Diagnosa Gangguan Belajar
Khusus (Learning Disability) Pada Anak Dengan Metode Demster-Shaper,
Universitas Pendidikan Indonesia,Bandung
Kurniawan, Dimas Adi, (2017, November 1-2), Sistem Pakar untuk Deteksi
Dysgrafia dengan Metode Forward Chaining dan Backward Chaining,
Universitas Sebelas Maret, Semarang
Muhrozi, Ahmad, (2018, September), Sistem Pakar Diagnosa Dysgraphia
Menggunakan Theorema Bayes, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta
Mulyani, D. E., & Febriani SM, N. N. (2017, Agustus 10 ). Aplikasi Pakar Diagnosa
Dysgraphia Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Mobile.
Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017, 119-124. Dipetik April 25,
2018