Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STUDI KASUS

Dosen Pengampu : Dr. Zuraida Lubis, M.Pd.,Kons.


JENIS DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA DALAM STUDI KASUS

OLEH KELOMPOK 5 :
DELIMA GUSTINA MANULLANG : 1213351019
ESRA PASARIBU : 1213151026
RIZKY SINAGA : 1213151014
SRI RATU MANURUNG : 1213351024
YOHANA HARIANJA : 1211151014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunianya,
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah Statistik ini dengan tepat waktu.
Kami tidak lupa juga mengucapakan terimakasih kepada Ibu Dr. Zuraida Lubis,
M.Pd.,Kons. selaku dosen pengampu mata kuliah studi kasus yang telah memberikan tugas
kelompok ini, untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
studi kasus yang berjudul “Jenis data dan teknik pengumpulan data dalam studi kasus”.
Bila mana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, izinkan penulis
mengucapakan permohonan maaf karena makalah ini masih banyak kekurangannya.
Penulis juga berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada
penulis.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah mengenai ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
A. Data dalam Studi Kasus............................................................................................ 5
B. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................................... 5
BAB III ................................................................................................................................ 23
PENUTUP ........................................................................................................................... 23
A. SIMPULAN .............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengumpulan data adalah prosedur yang sistemik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data merupakan langkah yang
amat penting dalam metode ilmiah, karena data digunakan untuk menguji hipotesa
yang telah dirumuskan (kecuali pada penelitian eksploratif). Pengumpulan data
selalu memiliki hubungan dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.
Masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data. Banyak
masalah yang dirumuskan tidak dapat dipecahkan karena metode untuk
pengumpulan data tidak memungkinkan atau metode ada tidak dapat menghasilkan
data yang diinginkan.
Data yang dikumpulkan haruslah cukup valid untuk digunakan. Validitas
data dapat ditingkatkan jika alat pengukur serta kualitas dari pengambilan data
cukup valid. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada
setting alamiah (natural seting), laboratorium untuk eksperimen, dirumah untuk
berbagai responden, seminar, dikusi, dan lain-lain.Jika dilihat dari sumber data,
maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
Bila dilihat dari cara atau teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
wawancara (interview), angket (questionare), pengamatan (observation), atau
gabungan ketiganya. Data yang sudah didapat ini diukur dengan menggunakan
skala pengukuran.

B. Rumusan Masalah

Adapun hal yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah


1. Apa yang dimaksud dengan Jenis data ?
2. Apa saja teknik-teknik pengumpulan data dalam studi kasus?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Untuk mengetahui dan memahami apa itu jenis data dan teknik
pengumpulan data dalam studi kasus beserta contoh-contohnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Data dalam Studi Kasus


Data yang dikumpulkan dalam studi kusus ini ialah antara lain:
1. Identifikasi diri, sepert nama, kelamin, tanggal lahir, alamat nomor pokok dan
sebagainya.
2. Latar belakang keluarga, yang meliputi data mengenai: besarnya keluarga, status
sosial keluarga, pekerjaan orang tus, keadaan saudara-saudaranya, situasi di rumah,
bantuan orang tua dan sebagainya.
3. Keadaan kesehatan dan perkembangan jasmani, yang meliputi keterangantentang
ciri-ciri jasmani, penyakit yang di derita dan sebagainya.
4. Latar belakang pendidikan, seperti hasil belajar, pengalaman pendidikan, kegagalan
dalam pendidikan, minat belajar, cita-cita pendidikan dan sebagainya.
5. Kemampuan dasar, seperti kecerdasan, bakat, minat,sikap dan sebagainya
6. Tingkah laku sosial, meliputi latar belakang pergaulan, kelompoknya, sikapnya
terhadap orang lain, peranan dalam kelompoknya dan sebagainya.

B. Teknik Pengumpulan Data


a. Observasi
1. Pengertian Observasi
Observasi barangkali menjadi metode paling dasar dan paling tua dalam sebuah
penelitian, karena dalam cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati.
Beberapa penelitian baik itu kualitatif maupun kuantitif mengandung observasi di
dalamnya.
Istilah observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘Melihat dan
“Memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Observasi seringkali menjadi bagian dalam penelitian
dalam berbagai disiplin ilmu baik ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu sosial, dapat
berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperiental) maupun ilmu-ilmu sosial, dapat
berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun alamiah.
Observasi yang berarti mengamati bertujuan untuk mendapat data tentang suatu
masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat rechecking, atau pembuktian
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya. Justru karena observasi
selalu terlibat dalam proses pengambilan data, observasi kadang dianggap dapat
dilakukan oleh siapapun, tidak perlu dibahas secara khusus Karena kedapatannya
dengan suasana kehidupan sehari-hari (selama masih hidup. sadar maupun tidak, semua
orang melakukan observasi), observasi terkadang diangap sebagi metode yang kurang

5
ilmiah. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang sangat berbeda mengenai suatu
fenomena yang sama. Apa yang dilihat seseorang sangat tergantung pada minat, bias-
bias dan latar belakang mereka. Oleh karena itu, menurut Patton Bahwa persepsi
selektif pada manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas dan
reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data yang ilmiah. Menanggapi
keragu-raguan tersebut Patton mengingatkan bahwa persepsi selektif yang mewarnai
hias-bias dan minat pribadi tersebut sesungguhnya terjadi pada kebanyakan orang
awam yang memang tidak terlatih. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat,
observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati
latihan-latihan memadai, serta telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
Latihan observasi mencakup belajar mengadakan observasi secara umum pada
konteks atau subjek yang dipilih, maupun mengadakan observasi dengan fokus-fokus
khusus. Peneliti juga perlu berlatih begaimana menuliskan hasil observasi secara
deskriptif, dan mengembangkan kedisiplinan mencatatat kejadian lapangan secara
lengkap dan menditail. Peneliti seyogyanya dapat menentukan kapan perlu dan harus
menulis secara detail, dan membedakannya dari upaya mencatat semua hal yang tidak
perlu secara berlebihan. Tanpa keterampilan demikian, peneliti akan mengalami
kebingungan, terbebani oleh banyaknya hal yang terlibat dalam proses observasi tanpa
dapat memilih secara tepat apa yang harus dilaporkan.
Sebagai metode ilmiah observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas
observasi sebanarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Pengamatan yang tidak langsung misalnya
melalui quesionere dan tes.
Menurut Jehoda, observasi dapat menjadi alat penyelidikan ilmiah apabila:
1. Mengabdi kepada tujuan-tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
2. Direncanakan secara sistematik, bukan terjadi secara tidak teratur.
3. Dicatat dan dihubungkan secara sistematik dengan proporsi-proporsi yang lebih
umum, tidak hanya dilakukan untuk memenuhi rasa ingin tahu semata- mata.
4. Dapat di cek dan dikontrol validitas, relibilitas, dan ketelitiannya sebagaimana data
ilmiah lainnya.

2. Tujuan Observasi
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka terlibat dalam kejadian
yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi
berbagai hal yang tidak relevan.
Patton (1990) mengatakan bahwa data hasil observasi menjadi penting karena:
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang
diteliti ada atau terjadi.

6
2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada
penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati
masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata.
Kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualis (yang ada sebelumnya)
tentang topic yang diamati akan berkurang.

3. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks hidupnya


seringkali mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka tentang
pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh
pertisipan atau subjek peneliti sendiri kurang disadari

4. Observasi memungkinkan penelitian memperoleh data tentang hal-hal yang karena


berbagai sebab tidak diungkap oleh subjek penelitian secara terbuka dalam
wawancara

5. Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif individu yang
diwawancara. Berbeda dengan wawancara, observasi memungkinkan peneliti
bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau
pihak-pihak lain.

Observasi memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif terhadap


penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari
data yang pada gilirannya dapat dimafaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
Bagi konselor, observasi perlu dilakukan karena bebarapa alasan:
1. Memungkinkan mengukur banyak perilaku yang tidak dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur konselori yang lain (alat tes). Hal ini banyak terjadi pada anak-
anak.
2. Prosedur testing formal seringkali tidak ditangapi serius oleh anak-anak
sebagaimana orang dewasa, sehingga sering observasi menjadi metode pengukur
utama.
3. Observasi dirasakan lebih tidak mengancam dibandingkan cint pengumpulan
data yang lain. Pada anak-anak observasi menghasilkan informasi yang lebih akurat
dibandingkan orang dewasa sebab orang dewasa akan memperlihatkan perilaku yang
dibuat-buat bila merasa sedang diobservasi.
Oleh karena itu, tujuan observasi seorang konselor pada dasarnya adalah:
1. Untuk keperluan asesmen awal. Dilakukan di luar ruang konseling. misalnya: ruang
tunggu, halaman, ruang kelas, ruang bermain,
2. Untuk menentukan kelebihan dan kelemahan observer dan menggunakan kelebihan
tersebut untuk meningkatkan kelemahan klien.
3. Untuk merancang rencana individual (individual plan) bagi klien berdasarkan
kebutuhan.
4. Sebagai dasar/titik awal dari kemajuan klien. Dari beberapa kali pertemuan
konselor tahu kemajuan yang dicapai klien.

7
5. Bagi anak-anak. Untuk mengetahui perkembangan anak pada tahap tertentu.
6. Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan klien.
7. Digunakan dalam memberi laporan pada orang tua, guru, dokter, dll.
8. Sebagai informasi status anak/remaja (di sekolah) untuk keperluan bimbingan dan
konseling.

3. Teknik Observasi
Ada tiga jenis observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk
keadaan-keadaan tertentu, yaitu: Observasi Partisipan-Observasi Nonpartisipan.
Observasi Sistematik-Observasi Nonsistematik dan Observasi Eksperimental-
Observasi Noneksperimental.
1) Observasi Partisipasi
Jenis teknik observasi partisipan umumnya digunakan orang untuk
penelitian yang sifatnya eksploratif. Untuk menyelidiki satuan-satuan sosial
yang besar seperti masyarakat suku bangsa kerap kali diperlukan observasi
partisipan ini. Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang
mengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam kehidupan
observee. Pengamatan partisipatif memungkinkan peneliti dapat berkomusikasi
secara akrab dan leluasa dengan observee dan memungkinkan untuk bertanya
secara lebih rinci dan getail terhadap hal-hal yang tidak akan dikemukakan
dalam tida jenis observasi, yaitu:
a. Berpatisipasi secara lengkap.
Peneliti menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamati sehingga
peneliti mengetahui dan menghayati secara utuh dan mendalam
sebagaimana yang dialami subjek yang diteliti lainnya.
b. Berpartisipasi secara fungsional.
Maksudnya peneliti sebenarnya bukan anggota asli kelompom yang
diteliti melainkan dalam peristiwa-peristiwa tertentu bergabung dan
berpartisipasi dengan subjek yang diteliti dalam kapasitas sebagai
pengamat.
c. Berpartisipasi sebagai pengamat.
Maksudnya peneliti ikut berpartisipasi dengan kelompom subjek yang
diteliti, tetapi hubungan antara peneliti dan subjek yang diteliti bersifat
terbuka, tahu sama tahu, akrab, bahkan subjek yang diteliti sebagai
sponsor penelitian itu sendiri, yang kepentingan penelitian tidak hanya
bagi peneliti, melainkan juga subjek yang diteliti.
Beberapa persoalan pokok yang perlu mendapat perhatian secukupnya dari
seorang partisipan observer adalah:
a. Materi Observasi
Persoalan tentang materi observasi sama sekali tidak dapat dilepaskan
dari scope dan tujuan penelitian yang hendak diselenggarakan. Adalah perlu
sekali observer memusatkan perhatiannya pada apa yang sudah
dikerangkakan dalam pedoman observasi (observation guide) dan tidak
terlalu insidental dalam observasi-observasinya.

8
Sungguhpun observer pertisipan mengikuti dan turut serta dalam
kegiatan-kegiatan observee, namun masih perlu dibedakan mana
persoalan yang penting dan tidak penting.
b. Waktu dan Bentuk Pencatatan
Masalah kapan dan bagaimana mengadakan pencatatan adalah masalah
yang pelik dan penting bagi observasi partisipan. Sudah dapat dipastikan
bahwa pencacatan dengan segera terhadap kejadian-kejadian dalam situasi
interaksi adalah yang terbaik.
Pencatatan on the spot, akan mencegah pemalsuan ingatan karena
terbatasnya ingatan. Sungguh pun begitu ada saat dimana pencatatan on the
spot tidak dapat dilakukan, misalnya ketika situasi yang normal terganggu,
ketika timbul rasa curiga pada observee, dan ketika observer kesulitan
karena harus. Mencegah perhatiaannya untuk parisipasi, mengobservasi,
dan mencatat secara bersama-sama.
Jika pencatatan on the spot tidak dilakukan, sedang kelangsungan situasi
cukup lama, maka perlu dijalankan pencatatan dengan kata-kata kunci. Akan
tetapi, pencatatan semacam ini pun harus dilakukan dengan cara-cara yang
tidak menarik perhatian dan tidak menimbulkan kecurigaan. Pencatatan
dapat dilakukan misalnya pada kertas-kertas kecil atau pada kertas apapu
yang kelihatannya tidak berarti.
Tiap-tiap pencatatan dapat mengambil dua bentuk:
a) Bentuk Kronologis, menurut urut-urutan kejadiannya.
b) Bentuk sistematik, yaitu memasukkan tiap-tiap kejadian dalam kategori-
kategorinya masing-masing tanpa memperhatikan urutan kejadiannya.
Masing-masing bentuk itu mempunyai kebaikan dan kelemahannya
sendiri-sendiri. Kebaikan bentuk yang pertama adalah bahwa konteks observasi
masih dapat dipertahankan. Sedangkan kebaikan bentuk yang kedua adalah
sekali jalan penyelidik sudah mempersiapkan penganalisaan data yang dicatat
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah memisahkan antara
pendataan yang faktual dengan pencatutun yang interpretatif. Tidak jarang
penyelidik secara tidak sadar mencatat suatu kejadian sebagai fakta, padahal
sebenarnya adalah interpretasi. Ini dapat diketahui dengan mudah bila dua orang
observer dari latar belakang yang berlainan mengkonfrontasikan pencatatan-
pencatatan mereka. Oleh sebab itu ada baiknya jika pencatat memberikan kode-
kode tertentu untuk dua jenis pencatatan itu, misalnya kode (1) untuk pencatatan
jenis faktual dan kode (2) untuk pencatatan jenis interpretatif. Pemisahan itu
penting karena:
1. Untuk membedakan mana data yang otentik dan mana yang tidak.

2. Jika observasi dilakukan oleh suatu team, dalam penganalisaan


data tidak banyak timbul kesulitan atau perselisihan paham.

9
Bagaimana mengusahakan, mengatur, dan memelihara hubungan antara
observer dan observee selalu merupakan persoalan yang sangat pelik dalam
observasi partisipan.
Pedoman minimal yang perlu dipegang teguh oleh penyelidik dalam hal
ini adalah:
1. Mencegah adanya kecurigaan.
2. Mengadakan good rapport, dan
3. Menjaga agar situasi dalam masyarakat yang diselidiki tetap wajar.
Good rapport, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh
semangat kerjasama, saling mempercayai, saling tenggang rasa, sama derajad
dan saling membantu secara harmonik antara observer dan observee, perlu
diusahakan bukan saja dengan tokoh-tokoh kunci, tetapi juga dengan seluruh
lapisan masyarakat ajang observasi.
Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian penyelidik yang
menggunakan teknik observasi partisipan adalah memberikan “alasan” tentang
kehadirannya yang dapat dimengerti dan diterima oleh anggota-anggota
masyarakat yang bersangkutan.
c. Intensi dan Ekstensi Partisipasi
Dalam hal luasnya partisiapasi tidaklah sama untuk semua penyelidikan
dengan observasi partisipan ini. Penyelidik dapat mengambil partisipasi hanya
pada beberapa kagiatan sosial (partial participation), dan dapat juga pada semua
kegiatan (full participation). Dan dalam tiap-tiap kegiatan itu dia dapat turut
serta sedalam-dalamnya (intensive participation) atau secara minimal (surface
participation). Hal ini tergantung pada situasinya.
Dalam observasi partisipan observer berperan ganda yaitu sebagai
pengamat sekaligus menjadi bagian dari yang diamati, sedangkan dalam
observasi norpartisipan observer hanya memerankan diri sebagai pengamat.
Perhatian peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret,
mempelajari, dan mencatat tingkah laku atau fenomena yang teliti. Observasi
nonpartisipan dapat bersifat tertutup dalam arti tidak diketahui oleh subyek yang
diteliti ataupun terbuka yakni diketahui oleh subyek yang diteliti.
2) Observasi Sistematik
Observasi sistematik biasa disebut juga observasi berkerangka atau
structured observation. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka yang
memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya lebih dulu, dan ciri-ciri
Khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu.
a. Materi Observasi
Isi dan luas situasi yang akan diobservasi dalam observasi sistematik
umumnya lebih terbatas. Sebagai alat untuk penyelidikan deskriptif, dia
berlandaskan pada perumusan-perumusan yang lebih khusus. Wilayah atau
scope observasinya sendiri telah lebih dahulu dibatasi dengan tegas sesuai

10
dengan tujuan dari penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti
pada observasi partisipan yang umumnya digunakan dalam penelitian
eksploratif.
Parumusan-perumusan masalah yang hendak diselidiki pun sudah
dikhususkan, misalnya hubungan antara pengikut, kerjasama dan persaingan
prestasi belajar, dan sebagainya. Dengan begitu kebebasan untuk memilih
apa yang diselidiki adalah sangat terbatas. Ini kadang-kadang dijadikan ciri
yang membedakan observasi sistematik dari observasi partisipan.

b. Cara-cara Pencatatan
Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan
jawaban-jawaban, respon, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula.
Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan
kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan kuantifikasi terhadap
hasil hasil penyelidikannya.Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang
timbul dapat dihitung dan ditabulasikan Ini akan sangat memudahkan
pekerjaan analisa hasilnya nanti.

c. Hubungan antara Observer dan Observee


Dalam observasi sistematik hubungan observer dan observee
mengajukan suatu persoalan yang pelik. Jika tidak dilakukan dibelakang one
way screen. Observasi jenis ini menimbulkan masalah yang sama dengan
observasi partisipasi untuk mengusahakan rapport yang baik. Pertama-tama
situasinya harus disiapkan sedemikian rupa sehingga para observee tidak
berkeberatan menerima observer. Dengan kesibukannya mengadakan
pencatatan, menggunakan alat-alat, dan kesibukan-kesibukan lainnya.
Scorang observer tidak akan dapat menyembunyikan kenyataan-kenyataan
sedang mengadakan penyelidikan. Kerena itu, mendapatkan kerjasama yang
sebaik-baiknya dengan observee adalah syarat mutlak dalam observasi
sistematik.
Dalam pada itu pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa jika
sebelum penyelidikan yang sebenarnya observer sudah pernah hadir dalam
situasi sekali atau beberapa kali umumnya, kehadirannya di sudut kamar
tidak banyak mempengaruhi kegiatan-kegiatan grup yang sedang berjalan.

3) Observasi Eksperimental lingkup eksperimental.


Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun
dalam lingkup eksperimental.
Dalam observasi alamiah observer mengamati kejadian-kejadian,
peristiwa-peristiwa, dan perilaku-perilaku observee dalam lingkup natural,
yaitu kejadian, peristiwa, atau perilaku apa adanya tanpa adanya usaha
untuk mengontrolnya.
Observasi eksperimental dipandang sebagai curu penyelidikan
yang relatif murni menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap

11
tingkah laku manusia. Sebab faktor-faktor lain yang mempengaruhi
tingkah laku observee telah dikontrol secermat-cermatnya sehingga tinggal
satu-dua faktor untuk diamati bagaimana pengarulinya terhadap dimensi-
dimensi tertentu terhadap tingkah laku.
Ciri-ciri penting bagi observasi eksperimental adalah sebagai berikut:
 Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam
mungkin untuk semua observee.
 Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan variasi timbulnya
tingkah laku yang akan diamati oleh observer.
 Situasi sedemikian rupa sehingga observee tidak tahu maksud yang
sebenarnya dari observasi.
 Observer atau alat pencatat membuat catatan-catatan dengan teliti
mengenai cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya
jumlah reaksi semata-mata.

d. Proses Observasi
a) Alat Observasi
Ada bebarapa alat observasi yang digunakan dalam situasi-situasi yang berbeda-beda,
antara lain:
1. Anekdotal
Observer mencatat hal-hal yang penting. Pencatatan dilakukan sesegera
mungkin pada tingkah laku yang istimewa. Observer liarus mencatat secara teliti apa
dan bagaimana kejadian, bukan bagaimana menurut pendapatnya. Akan tetapi,
kerugian dari bentuk seperti ini adalah memakan waktu yang agak lama.
2. Catatan Berkala
Dalam catatan berkala penyelidik yang mencacat macam-macam kejadian
khusus sebagimana pada observasi anecdotal, melainkan hanya pada waktu-waktu
tertentu. Apa yang dia lakukan adalah mengadakan observasi cara-cara orangbertindak
dalam jangka waktu tertentu, kemudian menuliskan kesan-kesan Setelah dia
menghentikan penyelidikannya dan mengadakan umumnya. penyelidikan lagi pada
saat ini dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
3. Check List
Check list adalah suatu daftar yang berisi nama-nama subyek dan faktor- faktor
yang hendak diselidiki. Check list dimaksudkan untuk mensistematikan catatan
observasi. Dengan check list ini lebih dapat dijamin bahwa penyelidik mencatat tiap-
tiap kejadian yang telah ditetapkan hendak diselidiki.Ada bermacam-macam aspek
perbuatan yang biasanya dicantumkan dalans check list. dan observer tinggal memberi
tanda check secara cepat tentang ada tidaknya aspek perbuatan yang tercantum dalam
list.
4. Rating Scale

12
Rating scale adalah pencatatan gejala menurut tingkat-tingkatnya. Rating scale
ini sangat populer karena pencatatanya sangat mudah, dan relatif menunjukkan
keseragaman antara pencatat dan sangat mudah untuk dianalisis secara statistik.
Rating scale umumnya terdiri dari suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku
yang harus dicatat secara bertingkat observasi diminta mencatat pada tingkat yang
bagaimana suatu gejala atau ciri tingkah laku timbul.Rating scale mempunyai
kesamaan dengan ckeck list. Observer tinggal member tanda-tanda tertentu dan
mengecek pada tingkat-tingkat tingkah laku tertantu. Dengan cara ini deskripsi yang
panjang lebar tidak diperlukan, dan waktu sangat dihemat oleh karenanya. Namun,
demikian ada beberapa sumber kesesatan yang perlu mendapat perhatian dari observer.
yaitu:
a. Hallo Effects
Kesesatan 'halo' terjadi jika observer dalam pencatatan terpikat oleh kesan-
kesan umum yang baik pada observe, sedang observer tidak menyelidiki kesan-
kesan umum itu. Jadi, misalnya seorang observer mungkin terpikat oleh tingkah
laku yang sopan dari orang yang diamati, dan memberikan penilaian yang tinggi
pada observe tanpa memperhatikan pada aspek yang sebenarnya hendak
diamati. Dan sebaliknya seorang observer dapat memberi nilai yang lebih
rendah daripada semestinya tentang suatu hal yang oleh karena observe
berpakaian yang kurang rapi, sedang observer sendiri adalah orang yang biasa
berpakaian rapi.
b. Generosity Effects
Kesesatan dapat terjadi karena keinginan untuk berbuat baik. Dalam keadaan-
keadaan yang meragukan seorang observer mempunyai kecenderungan seorang
observer mempunyai kecenderungan untuk menilai yang menguntungkan (atau
merugikan) observer.
c. Carry Over Effects
Carry over effects terjadi jika pencatat tidak dapat memisahkan satu gejala dari
yang lain dan jika gejala yang satu kelihatan timbul dalam keadaan yang baik,
gejala yang lainnya juga dicatat dalam keadaan baik. sungguhpun kenyataannya
tidak begitu. Pencatatan gejala yang satu dan dibawa-bawa dalam pencatatan
gejalan lainnya ini pasti tidak akan menghasilkan fakta-fakta yang sesuai
dengan keadaannya. Sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh seorang peneliti
yang hendak meneliti suatu gejala.
d. Mechanical Devices
Perkembangan alat-alat optika yang maju memungkinkan seorang observer
menggunakan alat pencatat mesin seperti kamera video untuk menyelidiki
tingkah laku orang. Biaya untuk ini sangat mahal tetapi pada kesempatan-
kesempatan tertentu diperlukan juga.
Keuntungan dari observasi yang menggunakan alat ini adalah:
 Dapat diputar kembali setiap dibutuhkan.

13
 Dapat diputar lambat-lambat untuk memungkinkan analisa yang diteliti
tentang tingkah laku manusia, yang belum tentu dapat dilakukan dalam
kegiatan normal.
 Untuk seorang perancang reseach memberikan bahan-bahan yang
berharga untuk mengembangkan problema-problema penelitian.
 Sebagai alat untuk melatih observer untuk memperbaiki kecermatan dan
ketelitian observasinya.
Peran Observer
Spradley (1980) menyebutkan bahwa peran observer dalam metode observasi
adalah:
1. Observer tidak berperan sama sekali
Dalam Observasi observer tidak berperan, kehadiran dalam area
penelitian hanya untuk melakukan observasi tetapi tidak diketahui oleh subyek
yang diamati. Observasi jenis ini bisa dilakukan, misalnya dengan
menggunakan kaca "one way mirror" seperti pengamatan pada sekelompok
anak-anak dengan perilaku di dalam kelas dalam suatu ruangan atau kelas, atau
menggunakan teropong jarak jauh untuk mengamati perilaku seorang atau
sekelompok orang. Pengamatan semacam itu juga bisa dilakukan dengan cara
menggunakan rekaman video sehingga peneliti benar-benar tidak melakukan
peran sama sekali.
2. Observer berperan pasif
Dalam jenis ini observer mendatangi peristiwa, akan tetapi
kehadirannya di lapangan menunjukkan peran yang peling pasif. Kehadirannya
sebagai orang asing diketahui oleh orang yang diamati, dan bagaimanapun hal
ini membawa pengaruh. Agar kehadiran peneliti tidak mempengaruhi sifat
alamiah subjek. sebaiknya peneliti tidak membuat catatan selama penelitian,
kecuali mungkin dengan menggunakan perekaman secara tersembunyi. Tetapi
setelah selesai melakukan pengamatan, peneliti harus segera membuat
catatannya secepatnya sebelum tertumpuk oleh informasi lainnya.
3. Observer berperan aktif
Dalam observasi ini peneliti dapat memainkan berbagai peran yang
dimungkinkan dalam suatu situasi sesuai dengan kondisi subjek yang diamati.
Cara ini dilakukan semata untuk dapat mengakses data yang diperlukan bagi
penelitian. Keberadaan peneliti sebenarnya diketahui oleh subjek yang diteliti,
tetapi peneliti telah dianggap sebagai bagian dari mereka dan kehadirannya
tidak mengganggu atau mempengaruhi sifat naturalistik. Apa yang dilakukan
tidak ubahnya sebagaimana yang dilakukan subjek yang diteliti.
4. Observer berperan penuh
Pada observasi ini peneliti bisa jadi sebagai anggota resmi dari
kelompok yang diamati atau sebagai orang dalam atau orang luar tetapi telah
dianggap sebagai orang dalam. Peran peneliti dalam observasi terlibat penuh,
bukan sekedar partisipasi aktif dalam kegiatan subjek yang diteliti, tetapi juga
hisa lebih menjadi pengarah acara sebuah peristiwa terarah dengan skenario
peneliti agar kedalaman dan keutuhan datanya tercapai.
14
Dalam melakukan observasi ada beberapa hal yang mempengaruhi
Lecermatan dalam observasi, yaitu: Prasangka-prasangka dan keinginan-
keinginan dari observer.
 Keterbatasan panca indra, kemampuan pengamatan, dan ingatan
manusia.
 Keterbatasan wilayah pandang.
 Ketangkasan menggunakan alat-alat pencatatan.
 Ketelitian pencatatan hasil-hasil observasi
 Ketepatan alat dalam observasi. Pengertian observer tentang gejala yang
diobservasi.
 Kemampuan menangkap hubungan sebab akibat tergantung pada keadaan
mental, indra pada suatu waktu.
Oleh karena itu untuk dapat menjadi seorang observer yang baik harus
memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mengerti latar belakang tentang materi yang akan diobservasi Untuk
mengobservasi tentang perkembangan anak maka seorang observer harus
mengusai teori tentang perkembangan yang harus dilalui oleh setiap anak.
2. Mampu memahami kode-kode / tanda-tanda tingkah laku untuk membedakan
tingkah laku yang satu dengan yang lain.
Seorang observer hendaknya mempunyai kemampuan untuk membedakan
tanda-tanda tingkah laku agar dapat membedakan tingkah laku yang satu
dengan yang lainnya. Juga perlu mengetahui perbedaan mengekspresikan emosi
ke dalam perilaku bagi masing-masing kelompok masyarakat.
3. Membagi perhatian
Seorang observer harus mampu membagi perhatiannya antara mengamati
tindakan yang dilakukan oleh observee dan mencatat perilaku tersebut.
4. Dapat melihat hal-hal yang detail
Seorang observer harus mampu mengamati perilaku observee sampai pada
perilaku yang sekecil-kecilnya, karena bisa saja perilaku yang dianggap tidak
penting justru merupakan perilaku yang sangat penting.
5. Dapat mereaksi dengan cepat dan menerangkan contoh-contoh tingkah laku
secara verbal/non verbal.
Seorang observer harus bisa memahami dengan cepat perilaku yang
ditunjukkan oleh observee dan bagaimana respon yang harus diberikan.
6. Menjaga hubungan antara observer dan observee
Kemampuan menjalin hubungan baik dengan observe merupakan faktor yang
sangat penting dalam observasi.
7. Hal-Hal Yang Diobservasi
Banyak hal hal, peristiwa-peristiwa, masalah-masalah, dan gejala-gejala yang
dapat diobservasi. Dalam melakukan observasi ada beberapa point yang
biasanya perlu diperhatikan, yaitu:
Penampilan fisik,Gerakan tubuh / penggunaan anggota tubuh,Ekspresi
wajah,Pembicaraan,Reaksi emosi,Aktivitas yang dilakukan,dan beberapa hal
yang perlu diobservasi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan.

15
8. Langkah-Langkah Dalam Observasi
Rummel telah merumuskan petunjuk-petunjuk penting bagi mereka yang
menggunakan metode observasi untuk mengumpulkan fakta-fakta seperti
berikut:
1. Peroleh dahulu pengetahuan apa yang akan diobservasi.
2. Selidiki tujuan-tujuan yang umum maupuu khusus dari masalah-masalah
reseach untuk menentukan apa yang harus diobservasi.
3. Buatlah suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi.
4. Adakan dan batasai dengan tegas macam-macam tingkat kategori yang akan
digunakan, kecuali mencatat jumlah frekuensi dari suatu jenis tingkah laku,
kerapkali perlu sekali penyelidik mengetahui besar kecilnya jenis tingkah
laku yang muncul.
5. Adakan observasi secermat-cermatnya.
6. Catatlah tiap-tiap gejala secara terpisah.
7. Ketahuilah beik-baik alat-alat pencatatan dan data caranya mencatat
sebelum melakukan observasi.
9. Pencatatan Lapangan
Catatan lapangan berisi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang oleh
peneliti dianggap penting. Penulisan catatan lapangan dapat dilakukan dalam cara
yang berbeda-beda. Yang penting untuk diingat adalah catatan lapangan mutlak
dibuat secara lengkap, dengan keterangan tanggal dan waktu yang lengkap. Untuk
mampu menulis catatan lapangan yang lengkap dan informatif, peneliti perlu
melatih kedisiplinan untuk melakukan pencatatan secara kontinyu, dan
menuliskannya langsung saat melakukan observasi di lapangan. Bila pencatatan
tidak mungkin dilakukan langsung di lapangan, hal, tersebut wajib dilakukan
sesegera mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan. Peneliti harus
menyadari ia tidak dapat mengandalkan ingatanya saja, dan bila ia tidak segera
mencatat apa yang ia amati, sangat mungkin akan kehilangan nuansa yang diamati.

Hasil Interpretasi
Interpretasi secara umum diketahui sebagai proses pemberian pendapat atau
gagasan, kesan, maupun pandangan secara teoritis terhadap sebuah objek tertentu
yang berasal dari ide mendalam serta dipengaruhi oleh latar belakang dari orang
yang melakukannya.
Bila relevan yang memungkinkan, catatan lapangan perlu juga diisi kutipan
kutipan langsung apa yang dikatakan obyek yang diamati selama proses observasi.
Hal itu akan membantu peneliti dalam mengungkap prespektit orang yang diamati
mengenai realitas yang alami.
Guba dan Lincoln telah memberikan pedoman dalam pembuatan catatan:
1. Pembuatan catatan lapangan
2. Buku harian
3. Catatan tentang satuan-satuan sistematis
4. Catatan kronologis

16
5. Peta konteks
6. Taksonomi dan ketegori yang dikembangkan selama analisa di lapangan
7. Jadwal observasi
8. Siometik
9. Panel
10. Kuesioner yang diisi oleh pengamat untuk memberikan balikan kepada
pengamat sehingga dapat lebih mengarahkan dan memperbaiki teknik
pengamatannya.
11. Balikan dari pengamat lainnya, juga dapat memperbaiki teknik pengamatan
yang dipergunakannya.
12. Daftar cek, dibuat untuk mengecek apakah semua aspek informasi yang
diperlukan telah direkam.
13. Piranti elektronik misalnya kamera atau video yang disembunyikan
14. Topeng Steno yaitu alat perekam suara yang diletakkan secara tersembunyi
di tubuh peneliti
Banister (1994) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu
membuat catatan observasi, yaitu:
1. Deskripsi konteks
2. Deskripsi mengenai karakteristik orang-orang yang diamati.
3. Deskripsi tentang siapa yang melakukan observasi
4. Deskripsi mengenai perilaku yang ditampilkan orang-orang yang diamati
5. Interpretasi sementara peneliti terhadap kejadian yang diamati
6. Pertimbangan mengenai alternatif interpretasi lain.
7. Eksplorasi perasaan dan penghayatan peneliti terhadap kejadian yang
diamati
Kelebihan Metode Observasi, antara lain
1. Pengamatan langsung atas perilaku memungkinkan peneliti untuk merekam
perilaku sebagaimana adanya.
2. Peneliti memperoleh data dari tangan pertama
3. Dapat melengkapi dan memlerifikasi hasil wawancara
4. Dapat memahami situasi yang rumit
5. Dapat menghasilkan data yang tidak mungkin diperoleh dengan metode
lainnya.
6. Dapat diterapkan secara luas dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial.
7. Informasi yang didapatkan lebih mendalam bila dibandingkan dengan
metode penelitian lain
8. Lebih sedikit tuntutan bagi subjek yang diteliti
9. Memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala
10. Tidak tergantung pada self report.
Selain kelebihan-kelebihan diatas, metode observasi juga memiliki beberapa
kekurangan:
1. Tidak sempurnanya organ-organ penginderaan manusia
2. Persepsi selektif

17
3. Indra kurang bisa membuat perbandingan karena indra cenderung
menyesuaikan dengankondisi tertentu
4. Indra tidak bekerja bebas dari pengalaman masa lalu
5. Proses pengamatan dapat berpengaruh terhadap gejala-gejala yang diamate
Subjek memanipulasi diri dihadapan pengamat
6. Dibutuhkan pengetahuan yang lebih tentang persoalan pokok yang diamati
dan pengalaman yang memadai
7. Banyak kejadian yang tidak dapat diungkap dengan observasi langsung.
misalnya kehidupan pribadi yang sangat rahasia
8. Timbulnya kejadian tidak selalu dapar diramalkan sehingga observer dapat
hadir untuk mengamati kejadian tersebut
9. Tugas observasi dapat terganggu pada waktu ada peristiwa yang tidak
terduga misalnya cuaca
10. Terbatasi oleh berlangsungnya kejadian yang diamati
Untuk memaksimalkan metode observasi dan memaksimalkan
kelebihan dan meminimalkan kelemahan metode observasi perlu dipenuhi hal-
hal seperti:
1. Peneliti harus memahami konteks dimana perilaku itu terjadi
2. Dapat menangkap makna dari tindakan penuh arti yang dialami para subjek
3. Dapat menangkap world view masyarakat yang diamati.
4. Dapat merangkap perilaku yang berpola dan subjek yang dimati

2.Kuesioner
Kuesioner atau sering juga disebut angket merupakan suatu daftar berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang
menjadi sasaran questionnaire tersebut.
Dipandang dari bentuk questionnaire ada tiga macam yaitu
1. Pertanyaan tertutup
Yaitu pertanyaan-pertanyaan yane jawabannyn telah disediakan sehingga
orang yang menjadi sasaran tinggal memilih jawabannya, jadi sifatnya
terikat, orang tidak dapat memberikan jawahannya secara bebas.
2. Pertanyaan terbuka
Yaitu seseorang diberi kesempatan yang seluas luasnya untuk memberikan
jawaban terhadap pertanyaan
3. Pertanyaan terbuka dan tertutup
Yaitu campuran dari kedua bentuk yang diatas dimana jawaban boleh
disesuaikan dengan keadaan.

Dipandang dari caranya, questionnaire ada dua cara yaitu:


1. Langsung, yaitu bila langsung diberikan kepada mendapatkan jawaban dari
tangan pertama.
2. Tidak langsung, yaitu untuk mendapatkan jawaban membutuhkan perantara
Hal-hal harus diperhatikan dalam questionnaire banyak sekali
diantaranya adalah sebagai berikut:

18
1. Penggunaan questionnaire dalam keadaan yang setepat tepatnya
2. Tentukan dahulu tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khususus
3. Susun pertanyaan dengan sebaik-baiknya, diusahakan pertanyaan jangan
ada yang ganda dan juga pertanyaan harus jelas tegas serta tidak
menimbulkan keragu-raguan.
4. Setelah pertanyaan tersusun ceklis kembali mana kira-kira pertanyaan yang
sangat penting dan urgen sehingga didapatkan pertanyaan yang betul-betul
penting

3. Interview ( wawancara )
Wawancara adalah suatu metode untuk mendapatkan data dengan mendapatkan face to face
relation dimana wawancara dilakukan secara lisan.
1. Kelebihan metode wawancara
 Pertanyaan-pertanyaan yag kurang jelas dapat diperjelas olesh pewawancara
sehingga jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut lebih jelas.
 Bahasa pewawancara dapat disesuaikan dengan keaadan orang diwawancarai.

2. Kekurangan metode wawancara


 Wawancara membutuhkan waktu yang lama sehingga tenaga, biaya yang
digunakan cukup banyak.
 Wawancara membutuhkan keahlian, untuk itu diperlukan pendidikan khusus
yang membutuhkan waktu yang lama.
 Dalam wawancara jika terjadi prasangka maka akan mempengaruhihasil
wawancara.

3. Hal-hal yanag harus diperhatikan dalam wawancara


 Apa yang ditsnysksn perlu dipersiapkan sebaik-baiknya.
 Pewawancara harus menjelaskan maksud dan tujuan wawancara.
 Dalam wawancara hubungan baik harus dijaga
 Setiap pertanyaan harus diajukan dengan hati-hati, teliti, dengan kalimat yang
jelas dan sopan.
 Tidak kaku dalam mengajukan pertanyaan.
 Diusahakan jangan ada waktu diam terlalu lama.
 Lama wawancara hendaknya dibatasi.
 Dalam wawancara hendaknya dihindarkan kata `aku` dari pewawancara.

Pengertian Anamnesa
Anamnesa adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan antara seoarang konselor
dengan kliennya melalui suatu percakapan secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi klien, untuk mendapatkan data klien beserta permasalahannya.
 Life history ( RH )
Proses perkembangan dalam jangka panjangyang terjadi dalam suatu kurun
kehidupan individu.
Tujuan Anamnesa

19
Tujuan pertama adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang
sedang dialami atau dirasakan oleh klien. Tujuan berikutnya dari anamnesa adalah untuk
membangun hubungan yang baik antara seorang konselor dengan kliennya.

Jenis Anamnesa
Ada 2 jenis anamnesa, yaitu autoanamnesa dan alloaanamnesa atau
heteroanamnesa. Autoanamnesa adalah anamnesa yang dilakukan langsung pada klien.
Klien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan konselor dan menceritakan
permasalahannya. Sedangkan aloanamnesa atau heteronamnesa adalah wawancara
anamnesa yang dilakukan kepada orang lain atau atau keluarga si klien untuk
menceritakan permasalahan yang dialami klien.
Persiapan Anamnesa
Anamnesa yang baik hanya dapat dilakukan apabila konselor yang melakukan
anamnesa tersebut menguasai dengan baik teori atau pengetahuan psikologi. Seorang
konselor akan kebingungan atau kehilangan akal apabila dalam melakukan anamnesa
tidak tahu atau tidak memiliki gambaran permasalahan apa saja yang dapat menimbulkan
keluhan atau gejala yang dialami oleh klien serta bagaimana hubungan antara keluhan-
keluhan tersebut dengan masalah psikologis serta kepribadian klien.
Cara Melakukan Anamnesa
1) Tempat dan Suasana
Anamnesa akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung suasana
diciptakan agar klien merasa santai tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
2) Penampilan
seorang konselor yang tampak rapi dan bersih akan lebih baik daripada yang tampak
lusuh dan kotor. Demikian juga seorang konselor yang tampak ramah, santai akan
lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan tegang
3) Periksa identitas klien
Dengan membaca identitas klien, seorang konselor akan lebih mudah memulai
wawancara sehingga suasana wawancara lebih santai.
4) Dorongan kepada klien untuk menceritakan keluhannya
Pada saat anamnesa dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar klien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan klien bercerita dengan
leluasa dan dengan bahasanya sendiri.
5) Gunakanlah bahasa atau istilah yang dapat dimengerti
Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat
dimengerti oleh klien.
6) Buat catatan
Kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan atau rekaman dalam melakukan
anamnesa sangat diperlukan.
7) Perhatikan kliennya ( observasi )
Selama proses anamnesa berlangsung, konselor harus memperhatikan posisi, sikap,
dan cara bicara serta gerak-gerik pasien. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pasien dalam keadaan yang baik dan santai serta nyaman dalam proses anamnesa.

20
8) Gunakan metode yang sistematis
Anamnesis yang baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka animis
yang baku. Dengan demikian maka diharapkan tidak ada informasi yang terlewat.

Tantangan dalam anamnesa

a. Klien yang tertutup


Keadaan ini dapat disebabkan klien yang merasa cemas atau tertekan serta tidak
leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian
dikarenakan gangguan depresi atau psikiatrik.

b. Klien yang banyak keluhan


Apabila benar-benar klien mempunyai banyak keluhan, tentu harus
dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada satu gangguan atau
beberapa gangguan secara bersamaan.

c. Hambatan bahasa dan intelektual


Seorang konselor dituntut untuk mampu melakukan anamnesa atau memberikan
penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat dimengerti lainnya.

d. Klien dengan gangguan atau penyakit jiwa


Seorang konselor tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam melakukan
anamnesa pada kasus-kasus seperti gangguan jiwa. Konselor harus bisa
membedakan jawaban klien yang sadar dan jawaban klien halusinasi.

e. Klien yang cenderung marah dan menyalahkan


Sebagai seorang konselor kita tidak boleh ikut terpancing dan menyalahkan
sejawat konselor atau dokter atau paramedik lain karena hal tersebut sangat tidak
etis. Seorang konselor juga tidak boleh terpancing dengan gaya dan pembawaan
kliennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan anamnesa dan
membuat diagnosis yang benar.

Sistematika Anamnesa

Tujuan dari sistematika anamnesa adalah agar selama melakukan analisis seorang
konselor tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang
terlewat dan memudahkan pembuatan status klien serta cara membaca hasil
informasi.
1. Data umum atau identitas klien
2. Status Praesens
3. Riwayat keluhan
4. Latar belakang keluarga
5. Latar belakang pendidikan
6. Kehidupan emosi

21
7. Kehidupan sosial
8. Kehidupan heteroseksual
9. Kehidupan perkawinan
10. kehidupan seksual
11. Heteroanamnesa

22
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam proses
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik
pengumpulan data yang diperlukan disini adalah teknik pengumpulan data mana yang
paling tepat, sehingga benar-benar didapat data yang valid dan reliable.
Pengumpulan data dialukan untuk menyediakan data untuk dianalisis guna
menjawab masalah yang telah dirumuskan. Dalam pengumpulan data kuantitatif,
kebenaran bersifat objektif, tunggal, universal, dapat dapat diuji dan positif.
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara
wawancara(interview),angket(quistionare),pengamatan(observation),atau gabungan
ketiganya.Data yang sudah di dapat kemudian di ukur dengan menggunakan skala
pengukuran.

23
DAFTAR PUSTAKA
Lubis.zuraida, dkk (2023). Studi kasus. Medan, Universitas Negeri Medan.
Yin, Robert K. (2012). Studi Kasus Desai dan Metode.. Jakarta : PT Raja Grafndo Persada

24

Anda mungkin juga menyukai