Anda di halaman 1dari 35

PENYUSUNAN PROTOCOL ETIK PENELITIAN KESEHATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Riset Keperawatan

Dosen : Rizki Muliani S.Kep., Ners., MM

Disusun oleh:

Kelompok 3

Aditya Julianto Pratama AK118003


Ai Riska Nurhamidah AK118006
Muhammad Ari Rafly AK118152
Robi Muhammad F AK118155
Tohari Wijaya AK118192
Windy Martinia AK118200

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
KATA PENGATAR

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah yang berjudul “Penyusunan Protocol Etik
Kesehatan”

Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima


kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran, yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita. Akhir kata kami meminta maaf, apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan yang mungkin dapat kita
maklumi bersama.

Bandung, 26 Desember 2021

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................1

DAFTAR ISI ......................................................................................................2

BAB I PEMBAHASAN ....................................................................................3

1.1 Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif.......................................3

1.2 Pengertian F G D..........................................................................................9

1.3 Deep Interview..............................................................................................11

1.4 Filosofi Triagulasi........................................................................................16

1.5 Saturasi Data.................................................................................................24


1.6 Penyusunan Transrip Verbatim...................................................................24

1.7 Contoh Penulisan Protocol Etik..................................................................27

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...33

2
BAB I

PEMBAHASAN
1.1 Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang utama
adalah observasi partisipatif dan wawancara mendalam, ditambah kajian
dokumen, yang bertujuan tidak hanya untuk menggali data, tetapi juga untuk
mengungkap makna yang terkandung dalam latar penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, kualitas riset sangat tergantung pada kualitas dan
kelengkapan data yang dihasilkan. Pertanyaan yang selalu diperhatikan dalam
pengumpulan data adalah apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana.
Penelitian kualitatif bertumpu pada triangulation data yang dihasilkan dari
tigametode : interview, participan to bservation, dan telaah catatan organisasi
(document records) Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data lazimnya
menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Juga tidak
diabaikan kemungkinan menggunakan sumbersumber non-manusia (non-
human source of information), seperti dokumen, dan rekaman (record) yang
tersedia. Pelaksanaan pengumpulan data ini juga melibatkan berbagai
aktivitas pendukung lainnya, seperti menciptakan rapport, pemilihan
informan, pencatatan data/informasi hasil pengumpulan data. Karena itu
dalam bagian ini akan dibahas secara berturut-turut; Penciptaan rapport,
Pemilihan informan, Pengumpulan data dengan metode observasi,
dokumentasi, wawancara, Pengumpulan data dari sumber non-manusia dan
Pencatatan data/ informasi hasil pengumpulan data.
a. Penciptaan Raport
Menurut Faisal (1990) penciptaan rapport ini merupakan prasyarat
yang amat penting. Peneliti tidak akan dapat berharap untuk memperoleh
informasi secara produktif dari informan apabila tidak tercipta hubungan
harmonis yang saling mempercayai antara pihak peneliti dengan pihak
yang diteliti.Terciptanya hubungan harmonis satu dengan yang lain saling
mempercayai, tanpa kecurigaan apapun untuk saling membuka diri,
merupakan permasalahan yang berkaitan dengan penciptaan rapport.
Untuk mencapai tingkat rapport yang membuat informan bisa menjadi
semacam co-reseacher (sejawat atau pasangan bagi seorang peneliti),
menurut Faisal, lazimnya ia mengalami proses 4 (empat) tahap, yaitu; (1)
apprehension (2) exploration (3) cooperation, dan (4) participation.
b. Pemilihan Informan
Pemilihan informan dengan sendirinya perlu dilakukan secara
purposif (bukan secara acak) yaitu atas dasar apa yang diketahui tentang
variasi-variasi yang ada atau elemenelemen yang ada atau sesuai
kebutuhan penelitian. Dengan kata lain jika suatu penelitian sudah tidak

3
ada informasi yang dibutuhkan lagi (data yang diperoleh sudak dianggap
cukup) maka peneliti tak perlu lagi melanjutkannya dengan mencari
informasi atau informan lain (sample baru). Artinya jumlah sample/
informan bisa sangat sedikit, tetapi bisa juga sangat banyak. Itu sangat
tergantung pada; (1) memilihan informannya itu sendiri, dan (2)
kompleksitas/keragaman fenomena yang di kaji (pokok masalah
penelitian). Jadi yang penting dalam penelitian kualitatif adalah tuntasnya
perolehan informasi bukan jumlah sample atau informannya. Oleh karena
itu terdapat tiga tahap yang biasa dilakukan dalam pemilihan
sample/informan, yaitu: (1) pemilihan sample/informan awal, apakah
informan (untuk diwawancarai) ataukah suatu situasisosial (untuk
diobservasi). (2) pemilihan sample/informan lanjutan, guna memperluas
informasi dan melacak seganap variasi informasi yang mungkin ada, dan
(3) menghentikan pemilihan sample/informan lanjutan sekiranya sudah
tidak muncul lagi informasi- informsi baru (Subadi, 2006).

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh


peneliti untuk mengumpulkan data-data penelitian dari sumber data
(subyek maupun sampel penelitian). Teknik pengumpulan data merupakan
suatu kewajiban, karena teknik pengumpulan data ini nantinya digunakan
sebagai dasar untuk menyusun instrumen penelitian. Instrument penelitian
merupakan seperangkat peralatan yang akan digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data-data penelitian (Kristanto, 2018). Pengumpulan data
merupakan tahapan yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Teknik
pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki
kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahapan ini tidak boleh
salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri
penelitian kualitatif. Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam
metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang
tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa
dipertanggungjawabkan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan teknik
pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta(participant
observaction), wawancara mendalam (in depth interview), dan
dokumentasi (Sugiono, 2017). Pada dasarnya kegunaan data (setelah
diolah dan dianalisis) ialah sebagai dasar yang objektif didalam proses
pembuatan keputusan–keputusan/ kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
rangka ntuk memecahkan persoalan oleh pengambil keputusan
(Situmorang, 2010).
Misalnya, jika peneliti ingin memperoleh informasi mengenai
persepsi guru terhadap kurikulum yang baru, maka teknik yang di pakai

4
ialah wawancara, bukan observasi. Sedangkan, jika peneliti ingin
mengetahui bagaimana guru menciptakan suasana kelas yang hidup, maka
teknik yang dipakai adalah observasi. Begitu juga jika, ingin diketahui
mengenai kompetensi siswa dalam mata pelajaran tertentu, maka teknik
yang dipakai adalah tes, atau bisa juga dokumen berupa hasil ujian.
Dengan demikian, informasi yang inin di peroleh menentukan jenis teknik
yang di pakai (materials determine a means) (Rahardjo, 2011). Namun,
masih di perlukan kecakapan peneliti menggunakan teknik-teknik tersebut.
Karena bisa jadi jika belum berpengalaman atau belum memiliki
pengetahuan yang memadai, peneliti tidak berhasil menggali informasi
yang dalam, sebagaimana karakteristik data dalam penelitian kualitatif,
karena kurang cakap menggunakan teknik tersebut, walaupun teknik yang
dipilih sudah tepat. Solusinya terus belajar dan membaca hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang sejenis akan sangat membantu menambah
kecakapan peneliti.
Penggunaan istilah „data‟ sebenarnya meminjam istilah yang lazim
dipakai dalam metode penelitian kualitatif yang biasanya berupa tabel
angka. Namun, dalam metode penelitian kualitatif yang dimaksudkan
dengan data adalah segala informasi baik lisan maupun tulis, bahkan bisa
berupa gambar atau foto, yang berkontribusi untuk menjawab masalah
penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan masalah atau focus
penelitian. Dalam bahasa teknik pengumpulan data untuk penelitian
kualitatif akan dibagi menjadi dua kegiatan belajar belajar yakni : kegiatan
belajar 1) tentang teknik wawancara dan observasi, kegiatan belajar 2)
tentang teknik dokumentasi dan trialungasi (Suwendra, 2018). Dan di
dalam metode penelitian kualitatif juga lazimnya data di kumpulkan
dengan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu ; 1) wawancara,
2) observasi, 3) dokumentasi, dan 4) diskusi terfokus (Focus Group
Discussion). Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara
rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal sangat penting yang harus
dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa masing-masing
teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan pada bagian
focus masalah mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang
memerlukan teknik observasi, dst. Pilihan teknik tergntung pada jenis
informasi yang di peroleh. Keberhasilan dalam pengumpulan data banyak
ditentukan oleh kemampua n peneliti menghayati situasi sosial yang
dijadikan fokus penelitian. Ia dapat melakukan wawancara dengan subjek
yang ia teliti, ia harus mampu mengamati situasi sosial, yang terjadi dalam
konteks yang sesungguhnya, ia dapat memfoto fenomena, symbol, dan
tanda yang terjadi, ia mungkin pula merekam dialog yang terjadi.
Peneliti tidak akan mengakhiri fase pengumpulan data, sebelum ia
yakin bahwa data yang terkumpul dari berbagai sumber yang berbeda dan
terfokus pada situasi sosial yang di teliti telah mampu menjawab tujuan

5
penelitian. Dalam konteks ini validitas, reabilitas, dan triangulasi
(triangulation) telah dilakukan dengan benar, sehingga ketepatan
(accuracy) dan kredibilitas (credibility) tidak diragukan lagi oleh siapapun
(yusuf, 2014). Data penelitian kualitatif biasanya berbentuk teks, foto,
cerita, gambar, artifacts, dan bukan berupa angka-angka hitung-hitungan.
Data dikumpulkan bilamana arah dan tujuan penelitian sudah jelas dan
juga bila sumber data yaitu informan atau partisipan sudah diidentifikasi,
dihubungi serta sudah mendapatkan persetujuan atas keinginan mereka
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Jadi, data penelitian
kualitatif diperoleh dengan berbagai macam cara : wawancara, observasi,
dan dokumen. Perolehan data dengan berbagai macam cara ini disebut
triangulasi (triangulation). Alasan menggunakan trangulasi adalah bahwa
tidak ada metode pengumpulan data tunggal yang sanga cocok dan dapat
benar-benar sempurna. Dalam banyak penelitian kualitatif, peneliti
umumya menggunakan teknik triangulasi dalam arti menggunakan
interview dan observasi (Semiawan, 2010).
Jenis-jenis Tekhnik Pengambilan Data :
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses
interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau
orang yang di wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung
(yusuf, 2014). Metode wawancara/interview juga merupakan proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden/ orang yang
di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Dalam wawancara tersebut biasa dilakukan secara individu
maupun dalam bentuk kelompok, sehingga di dapat data informatik yang
orientik. Wawancara bertujuan mencatat opini, perasaan, emosi, dan hal
lain berkaitan dengan individu yang ada dalam organisasi. Dengan
melakukan interview, peneliti dapat memperoleh data yang lebih banyak
sehingga peneliti dapat memahami budaya melalui bahasa dan ekspresipi
hak yang diinterview; dan dapat melakukan klarifikasi atas hal‐ hal yang
tidak diketahui. Pertanyaan pertama yang perlu diperhatikan dalam
interview adalah Siapa yang harus diinterview ? Untuk memperoleh data
yang kredibel makain terview harus dilakukan dengan Know ledgeable
Respondent yang mampu menceritakan dengan akurat fenomena yang
diteliti. Isu yang kedua adalah Bagaimana membuat responden mau
bekerjasama? Untuk merangsang pihak lain mau meluangkan waktu untuk
diinterview, maka perilaku pewawancara dan responden harus selaras

6
sesuai dengan perilaku yang diterima secara sosial sehingga ada kesan
saling menghormati.
Selain itu, interview harus dilakukan dalam waktu dan tempat yang
sesuai sehingga dapat menciptakan rasa senang, santai dan bersahabat.
Kemudian, peneliti harus berbuat jujur dan mampu meyakinkan bahwa
identitas responden tidak akan pernah diketahui pihak lain kecuali peneliti
dan responden itu sendiri. Data yang diperoleh dari wawancara umumnya
berbentuk pernyataan yang menggambarkan pengalaman, pengetahuan,
opini dan perasaan pribadi. Untuk memperoleh data ini peneliti dapat
menggunakan metode wawancara standar yangt erskedul (Schedule
Standardised Interview), interview standart akterskedul (Non‐Schedule
Standardised Interview) atau interview informal (Non Standardised
Interview). Ketiga pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan teknik
sebagai berikut: a) Sebelum wawancara dimulai, perkenalkan diri dengan
sopan untuk menciptakan hubungan baik b) Tunjukkan bahwa responden
memiliki kesan bahwa dia orang yang “penting” c) Peroleh data sebanyak
mungkin d) Jangan mengarahkan jawaban e) Ulangi pertanyaan jika perlu
f) Klarifikasi jawaban g) Catat interview (Chairi, 2009).
2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik
dalam pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian
kualitatif. Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi
berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan (Semiawan, 2010).
Sedangkan menurut Zainal Arifin dalam buku (Kristanto, 2018) observasi
adalah suatu proses yang didahului dengan pengamatan kemudian
pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif, dan rasional terhadap
berbagai macam fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun situasi
buatan. Adapun salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui
atau menyelidiki tingkah laku nonverbal yakni dengan menggunakan
teknik observasi. Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata dan dibantu
dengan panca indera lainya. Kunci keberhasilan observasi sebagai teknik
pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat sendiri, sebab
pengamat melihat, mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu onjek
penelitian dan kemudian ia menyimpulkan dari apa yang ia amati itu.
Pengamat adalah kunci keberhasilan dan ketepatan hasil penelitian (yusuf,
2014).
3. Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa
diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian,
arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data
berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang
terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk

7
memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang
tidak bermakna. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti
barang tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data
dengan mencatat data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi adalah
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian
dalam situasi sosial yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (yusuf,
2014). Teknik atau studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data
melalui peninggalan arsiparsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan lain-lain berhubungan
dengan masalah penelitian. Dalam penelitian kualitatif taknik
pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya yang
diajukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-
hukum, baik mendukung maupun menolak hipotesis tersebut.
4. Angket (kuisioner)
Angket memiliki fungsi serupa dengan wawancara, hanya berbeda
dalam implementasinya. Jika wawancara disampaikan oleh peneliti kepada
responden secara lisan, maka implementasi angket adalah responden
mengisi kuesioner yang disusun oleh peneliti. Hasil data angket ini tidak
berupa angkat, namun berupa deskripsi. Tidak ada teknik pengumpulan
data yang lebih efisien dibandingkan questioner. Adapun petunjuk untuk
membuat daftar pertanyaan adalah (Sutabri, 2012) :
a. Rencanakanlah terlebih dahulu fakta/opini apa saja yang ingin
dikumpulkan.
b. Berdasarkan fakta dan opini tersebut diatas, tentukan tipe dari
pertanyaan yang paling tepat untuk masing-masing fakta dan opini
tersebut.
c. Tulislah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan itu
tidak boleh mengandung kesalahan serta harus jelas dan sederhana.
d. Lakukan uji coba atas pertanyaan itu ke beberpa responden terlebih
dahulu, misalnya 2 atau 3 orang. Apabila responden mengalami
kesulitan dalam mengisi daftar pertanyaan itu maka pertanyaan-
pertanyaan itu harus diperbaiki lagi.
e. Perbanyaklah dan distribusikanlah daftar pertanyaan yang memang
sudah dianggap baik dan solid.
5. Focus Group Discussion
Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi
terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya menemukan makna
sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri
pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok
peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada
matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan
secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi

8
terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji
sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.
Metode FGD banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengeksplorasi
suatu rentang fenomena pengalaman hidup sepanjang siklus hidup
manusia melalui interaksi sosial dirinya dalam kelompoknya (Brajtman
2005, Oluwatosin 2005, van Teijlingen & Pitchforth 2006).

1.2 Pengertian FGD


Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus Group
Discussion (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai
metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data
kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan
kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan,
kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki
oleh responden/pesertanya. FGD adalah group bukan individu. Prinsip ini
masih terkait dengan prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika kelompok,
moderator harus memandang para peserta FGD sebagai suatu group, bukan
orang per orang. Selalu melemparkan topik ke “tengah” bukan melulu
tembak langsung ke peserta FGD.
Apa beda FGD dengan wawancara?
Pada proses wawancara biasanya fasilitator bertanya dan menunjuk
sesorang yang ingin dituju. Dalam FGD tugas fasilitator tidaklah selalu
bertanya melainkan mengendalikan diskusi teresebut untuk menggali suatu
permasalahan yang dicari dalam penelitiannya. Fasilitator berperan agar tidak
terlalu didominasi oleh satu orang dan diskusi itu sendiri tidak macet.
Diperlukan suatu teknik tertentu dalam pelaksanaan FGD. Seringkali dalam
FGD kita menemukan dominasi dari satu orang terhadap diskusi tersebut,
pertanyaan atau topik yang tidak dimengerti peserta diskusi sehingga menjadi
macet. Pertanyaan yang personal atau tabu untuk dijawab didepan umum
sehingga malu untuk menjawab. Adanya orang yang bukan peserta yang ikut
mengganggu jalannya diskusi. Untuk itulah diperlukan latihan khusus mulai
dari panduan pertanyaan yang perlu diuji, keterampilan fasilitator dan
pengendalian variable pengganggu tersebut.
Tujuan umum focus group discussion adalah untuk menyamakan
setiap persepsi atas suatu isu ataupun topik atau minat tertentu di dalam dunia
kerja, yang pada akhirnya nanti akan melahirkan kesepakatan dan juga
pengertian baru terkait isu tersebut.
Dalam melaksanakan FGD apa sebenarnya yang kita butuhkan ?,
apakah melakukan FGD tidak membutuhkan persiapan ?. Kita perlu

9
melakukan persiapan sebelum melaksanakan kegiatan tersebut sebab tanpa
persiapan maka banyak kendala yang akan kita hadapi nantinya.
1. Peserta
Tentunya yang paling esensial adalah peserta FGD siapa yang akan
kita pilih menjadi peserta FGD dan berapa jumlahnya harus dapat kita
tentukan dengan baik. Jumlah peserta yang teralu banyak juga tidak efektif
karena kurangnya kesempatan untuk mengyampaikan pendapat. Kalau
terlalu sedikit akan kurang variasi pernyataan yang didapat. Jumlah peserta
yang ideal antara 7-11 orang
2. Karakteristik peserta
Perlu kita perhatikan bagaimana cara kita memilih peserta FGD
tersebut pertimbangan terhadap homogenitas dan heterogenitas perlu
dilakukan. Terkait juga dengan tujuan dari penelitian tersebut. Kalau
anggotanya memiliki tingkat strata yang berbeda dimana ada pimpinan
dan bawahan maka hasilnya akan berpengaruh apabila yang berbicara
adalah orang dalam strata yang sama. Sebab pimpinan akan mendominasi
dan bawahan akan takut mengemukakan pendapatnya. Maka disarankan
menggunakan strata yang sama.
Peserta yang berasal dari tingkat pengetahuan berbeda-beda akan
memberi variasi jawaban dibandingkan yang sama tingkat
pengetahuannya. Sehingga dapat lebih digali lagi informasi yang
diperlukan. Dominasi satu orang terhadap pelaksanaan diskusi juga perlu
dihindari karena pada prinsipnya adalah semua peserta berhak
mengeluarkan pendapat, entah itu salah atau benar yang penting
berpendapat.
3. Anggota Pelaksana
Kegiatan Secara garis besar dalam menjalankan FGD kita
membutuhkan minimal 1 moderator, 1-2 pencatat, 1 bloker dan alat
perekam suara. Semua anggota tim haruslah bekerjasama dalam
menyukseskan suatu kegiatan.
a. Moderator
Adalah orang yang akan memimpin jalannya diskusi tersebut.
Mereka yang terpilih menjadi moderator sebaiknya sudah dilatih
sebelumnya. Karena bagaimana diskusi tersebut akan juga tergantung
bagaimana moderator itu mampu melakukan kontrol terhadap jalannya
diskusi.

10
Dalam diskusi dapat saja terjadi saling perbedaan pendapat yang
bahkan menimbulkan perkelahian karena menyinggung perbedaan SARA
(Suku,Agama, Ras, Antar Golongan). Peranan moderator disini cukup
besar. dalam melaksanakan FGD diperlukan seorang moderator.
Moderator berperan dalam membuka diskusi, mengendalikan jalan diskusi
dan selanjutnya menutup diskusi tersebut.
b. Pencatat
Dalam pelaksanaan FGD kita menggunakan alat perekam biasanya,
jenisnya dapat bermacam-macam tape recorder, Handphone perekam, MP3
perekam, bahkan ada ballpoint perekam apa saja dapat digunakan asalkan
dapat merekam dalam waktu 1 jam. Karena FGD sebaiknya dilakukan
paling lama 1,5 jam karena lebih dari itu peserta/responden tersebut
menjadi jenuh. Tenaga pencatat sebaiknya 1-2 orang
c. Penghubung Peserta
Seperti kita bahas diatas kedatangan peserta itu penting kalau tidak
ada peserta maka kegiatan FGD akan batal begitu juga kalau jumlah
pesertanya terlalu sedikit misalnya 3 orang maka akan kurang variasi
pernyataan. Tenaga penghubung adalah yang menghubungkan peserta dan
membuat kesepakatan akan kesediaannya diperlukan kemampuan
komunikasi dan negosiasi yang baik. Kemudian tempat yang dipilih dalam
pelaksanaannya dan transportasi yang akan digunakan.
d. Blocker
Blocker adalah orang yang akan menjaga pelaksaanaan FGD agar
tidak diganggu oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Peranan
blocker tidak dapat kita remehkan misalkan saja kita malaksanakan FGD di
balai desa dan ada Pak Lurah yang berkunjung kesana pada saat diskusi
berlangsung sehingga yang lainnya sibuk melayani kedatangan Pal Lurah
maka bisa jadi FGD menjadi bubar. Atau FGD jadi terkesan kaku karena
ada strata yang berbeda disana kurang bisa mengungkapkan kondisi
sebenarnya.
e. Tempat kegiatan
Ini adalah bagian dari persiapan logistik dimana akan dilaksanakan
kegiatan tersebut. Informasi ini biasanya kita dapat dari mitra lokal kita
sesuai dengan tujuan penelitian kita kalau berbau politik seyogyanya
mempertimbangkan tempat yang tepat juga. tempat pelaksanaan dapat di
balai desa, rumah tokoh masyarakat, rumah penduduk Tentunya
mempertimbangkan privasi dan gangguan juga yang nanti akan timbul.

11
1.3 DEEP INTERVIEW
Pengertian wawancara-mendalam (In-depth Interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan responden atau orang yang diwawncarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara dimana pewawancara
dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama
(Sutopo 2006: 72).
Wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Esterberg,
2002). Wawancara juga merupakan alat mengecek ulang atau
pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya dan juga merupakan teknik komunikasi langsung antara
peneliti dan responden. Menurut (Moleong, 2005 : 186) wawancara
mendalam merupakan proses menggali informasi secara mendalam,
terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan
diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara
mendalam yang dilakukan dengan adanya daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara merupakan bagian dari
metode kualitatif. Dalam metode kualitatif ini ada dikenal dengan
teknik wawancara-mendalam (In-depth Interview). 
Ciri khusus/Kekhasan dari wawancara-mendalam ini adalah
keterlibatannya dalam kehidupan responden/informan. Dalam
wawancara-mendalam melakukan penggalian secara mendalam
terhadap satu topik yang telah ditentukan (berdasarkan tujuan dan
maksud diadakan wawancara tersebut) dengan menggunakan
pertanyaan terbuka. Penggalian yang dilakukan untuk mengetahui
pendapat mereka berdasarkan  perspective responden dalam
memandang sebuah permasalahan. Teknik wawancara ini dilakukan

12
oleh seorang pewawancara dengan mewawancarai satu orang secara
tatap muka (face to face).
Kegunaan atau manfaat dilakukannya wawancara-mendalam adalah :

1. Topik/pembahasan masalah yang ditanyakan bisa bersifat kompleks atau


sangat sensitive
2. Dapat menggali informasi yang lengkap dan mendalam mengenai sikap,
pengetahuan, pandangan responden mengenai masalah
3. Responden tersebar maksudnya bahwa siapa saja bisa mendapatkan
kesempatan untuk diwawancarai namun berdasarkan tujuan dan maksud
diadakan penelitian tersebut
4. Responden dengan leluasa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
tanpa adanya tekanan dari orang lain atau rasa malu dalam mengeluarkan
pendapatnya
5. Alur pertanyaan dalam wawancara dapat menggunakan pedoman (guide)
atau tanpa menggunakan pedoman. Jika menggunakan pedoman (guide),
alur pertanyaan yang telah dibuat tidak bersifat baku tergantung kebutuhan
dilapangan

Sedangkan kelemahan dari wawancara-mendalam ini adalah


adanya keterikatan emosi antara ke duanya (pewawancara dan orang
yang diwawancarai), untuk itu diperlukan kerjasam yang baik antara
pewawancara dan yang diwawancarainya.

Materi dalam wawancara-mendalam tergantung dari tujuan


dan maksud diadakannya wawancara tersebut. Agar hasil dari
wawancara tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, diperlukan
keterampilan dari seorang pewawancaranya agar nara sumbernya
(responden) dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan. Beberapa teknik dalam wawancara agar
bejalan dengan baik adalah :

13
a. Mencipatakan dan menjaga suasana yang baik, hal ini dapat dilakukan
dengan cara :
- Adakan pembicaraan pemanasan: dengan menanyakan biodata
responden (nama, alamat, hobi dll), namun waktunya jangan terlalu
lama (±5 menit)
- Kemukakan tujuan diadakannya penelitian, dengan maksud agar
responden memahami pembahasan topik yang akan ditanyakan dan
supaya lebih transparan kepada responden (adanya kejujuran).
- Timbulkan suasana bebas: maksudnya responden boleh melakukan
aktifitas yang lain ketika sesi wawancara ini berlangsung sehingga
memberikan rasa “nyaman” bagi responden (tidak adanya tekanan),
misalnya responden boleh merokok, minum kopi/teh, makan dan lain-
lain
- Timbulkan perasaan bahwa ia (responden) adalah orang yang penting,
kerjasama dan bantuannya sangat diperlukan: bahwa pendapat yang
responden berikan akan dijaga kerahasiannya dan tidak ada jawaban
yang salah atau benar dalam wawancara ini. Semua pendapat yang
responden kemukakan sangat penting untuk pelaksanaan penelitian ini.
b. Mengadakan Probing
Probes adalah cara menggali keterangan yang lebih mendalam, hal ini
dilakukan karena :
- Apabila jawaban tidak relevan dengan pertanyaan
- Apabila jawaban kurang jelas atau kurang lengkap
- Apabila ada dugaan jawaban kurang mendekati kebenaran
c. Tidak memberikan sugesti untuk memberikan jawaban-jawaban tertentu
kepada responden yang akhirnya nanti apa yang dikemukakan (pendapat)
responden bukan merupakan pendapat dari responden itu sendiri
d. Intonasi suara : jika pewawancara merasa lelah atau bosan atau tidak suka
dengan jawaban responden, hendaknya intonasi suara dapat dikontrol
dengan baik agar responden tetap memiliki rasa “nyaman” dalam sesi

14
wawancara tersebut. Hal yang dapat dilakukan misalnya; mengambil
minum, ngobrol hal yang lain, membuat candaan dll)
e. Kecepatan berbicara : agar responden dapat mencerna apa yang ditanyakan
sehingga memberikan jawaban yang diharapkan oleh pewawancara
f. Sensitifitas pertanyaan: pewawancara mampu melakukan empati kepada
responden sehingga membuat responden tidak malu dalam menjawab
pertanyaan tersebut
g. Kontak mata: agar responden merasa dihargai, dibutuhkan selama proses
wawancara tersebut
h. Kepekaan nonverbal: pewawancara mampu melihat gerakan dari bahasa
tubuh yang ditunjukan oleh responden, misalnya responden merasa tidak
nyaman dengan sikap yang ditunjukan oleh pewawancara, pertanyaan atau
hal lainnya. Karena hal ini dapat menyebabkan informasi yang diterima
tidak lengkap
i. Waktu : dalam pelakasanaan wawancara-mendalam ini pewawancara
dapat mengontrol waktu. Hal ini dikuatirkan responden dapat menjadi
bosan, lelah sehingga informasi yang diharapkan tidak terpenuhi dengan
baik. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan wawancara-mendalam
yang dilakukan secara tatap muka adalah 1-2 jam, tergantung isu atau
topik yang dibahas.
j. Sebelum dilakukan wawancara-mendalam, perlu dibuatkan pedoman
(guide) wawancara. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pewawancara
dalam menggali pertanyaan serta menghindari agar pertanyaan tersebut
tidak keluar dari tujuan penelitian. Namun pedoman (guide) wawancara
tersebut tidak bersifat baku  dapat dikembangkan dengan kondisi pada
saat wawancara berlangsung dan tetap pada koridor tujuan diadakannya
penelitian tersebut.

Agar dalam pembuatan report serta analisa wawancara-mendalam berjalan dengan


baik, diperlukan alat dokumentasi untuk menunjang pelaksanaan wawancara-
mendalam tersebut. Alat Dokumentasi adalah :

15
1. Recoder (alat perekam suara) : Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pewawancara mengingat kembali mengenai wawancara yang telah
dilakukan. Sehingga dapat membantu dalam pembuatan report dan
analisanya
2. Kamera : Dilakukan untuk kepentingan arsip dan juga untuk mencegah
terjadinya pelaksanaan wawancara dengan responden yang sama agar
informasi yang diberikan tidak bias
3. Catatan lapangan : Hal ini dilakukan sebagai informasi tambahan (faktor
pendukung) dalam melakukan analisa.

1. 4 FILOSOFI TRIANGULASI
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode
yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan  dan menganalisis data. Ide
dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik
sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda
akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.  Karena itu,
triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak  mungkin bias  yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.

Dalam metode jenis triangulasi menyiratkan adanya beberapa


metode pelengkap dalam tiga pendekatan yang digunakan baik dalam
pengumpulan data dan analisis. Hal ini dapat dilihat ketika seorang peneliti
menggunakan beberapa metode untuk suatu penelitian guna mendapatkan
data kualitatif atau paradigma kuantitatif terhadap peningkatan kredibilitas
internal untuk suatu temuan penelitian. Dapat pula untuk mendapatkan
kombinasikualitatif dan kuantitatif.

16
Dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dalam suatu
penelitian telah menghasilkan adanya dua paradigma berbeda yaitu ontologi
dan epistemologis (Hunt, 1991). Paradigma dirancang menuju pemahaman
tentang suatu subyek tertentu yang menarik dan keduanya memiliki
kekuatan dan kelemahan. Jadi ketika digabungkan bersama-sama, ada yang
bagus kemungkinan menetralisir kekurangan dari satu metode dan
memperkuat manfaat yang lain untuk hasil penelitian yang lebih baik,
(Hinds, 1989), hlm. 442). Menggabungkan dua paradigma dalam studi
yang sama yaitu metode kuantitatif dan kualitatif dalam Triangulasi, dapat
dilakukan dengan cara:

a) Pertama, metode kualitatif digunakan sebagai pertanyaan awal


dalam penelitian kuantitatif; dimana, metode kualitatif dianggap
sebagai metode pelengkap.
b) Kedua, metode kuantitatif mendahului penyelidikan sebagai
awal dalam penelitian kualitatif dalam arti bahwa metode
kuantitatif dianggap sebagai metode tambahan (Morse, 1991).
Pada prinsipnya, dimanapun metode kualitatif dan metode
kuantitatif digunakan dalam proyek penelitian yang sama, diasumsikan
sebelumnya bahwa peneliti memiliki pemahaman yang jelas sebelum
posisi ontologis dan epistemologis utama fenomena diselidiki (Denzin &
Lincoln, 1994; Foss & Ellefsen, 2002).

17
A. TUJUAN TRI ANGULASI

Konsep Triangulasi dikembangkan oleh Denzin (1978). Triangulasi


banyak digunakan melalui upaya menggabungkan atau campuran metode
yang berbeda dalam studi penelitian. Dalam Action Research, pendekatan
triangulasi sangat berarti. Jika kita menarik makna dari paradigma Action
Research tersirat hubungan yang signifikan dengan tuntutan penggunaan
Triangulasi, ternyata penggunaan Triangulasi memberikan
kelonggaran/fleksibilitas untuk memperkuat pemakaiannya di lapangan.
Tujuan penggunaan triangulasi dalam penelitian adalah:

Penggunaan metode kualitatif dan kuantitatif dalam triangulasi adalah untuk


mempelajari fenomena yang sama (Jick, 1979) dan untuk tujuan
meningkatkan kredibilitas penelitian. Hal ini menyebabkan beberapa penulis
merujuk paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif termasuk yang
dikombinasikan dalam studi/fnomena yang sama sehingga menunjukkan
adanya hubungan paradigmatik, (Denzin, 1978).
a) Mengkonfirmasi apakah instrumen yang digunakan untuk mengukur
suatu konsep telah tepat.
b) Untuk keperluan kelengkapan.

18
Peneliti menggunakan Triangulasi untuk meningkatkan kedalaman dan
pemahamannya tentang fenomena yang sedang diselidiki dengan
menggabungkan beberapa metode dan teori, karena fenomena yang diselidiki
memiliki sedikit dasar teori, (Fielding & Fielding, 1986, dalam (Shih, 1998). Selain
itu penggunaan Triangulasi untuk kelengkapan, memperbesar dan
memperdalam pemahaman tentang pertanyaan penelitian, (Coyle & Williams
Konsep Triangulasi didasarkan penggunaan beberapa
2000, MacTavish
sumber: & Schleien
data, 2000,
metode danCreswell, 2003).
peneliti yang dapat
menetralkan bias penelitian yang melekat dalam satu
c) Untuk meningkatkan akurasi
sumber data tertentu, penelitian,
penyidik dalam (Jick
atau metode hal ini triangulasi merupakan
1979).
salah satu validitas.
d) Untuk tujuan meningkatkan kredibilitas penelitian.
Metode yang berbeda memiliki kelemahan dan kekuatan
e) Metode yang
triangulasi
berbeda, telah
sehinggadigunakan untuk sehingga
saling melengkapi, tujuan mencapai validitas
diperoleh hasil yang valid.
konvergen dan menguji tingkat validitas eksternal, (Denzin, 1978).
f) Selain itu metode triangulasi melibatkan pemeriksaan silang untuk
Penggunaan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif untuk
keperluan
konsistensi Triangulasi,
internal (Denzin,sebagai
1978).cara yang berbeda untuk
mempelajari fenomena yang sama dan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang sama, sehingga semakin
kredibel.

19
Konsep Triangulasi didasarkan pada asumsi penggunaan beberapa sumber:
data, metode dan peneliti yang dapat menetralkan bias penelitian yang melekat dalam
satu sumber data tertentu, penyidik atau metode (Jick 1979). Metode yang berbeda
memiliki kelemahan dan kekuatan yang berbeda. Oleh karena itu efek Triangulasi yang
utama adalah dapat menawarkan untuk mengatasi kelemahan dari metode tunggal.
Dengan demikian, jika kita menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk
penyelidikan fenomena yang menarik dan hasilnya memberikan konfirmasi yang saling
melengkapi, sehingga diperoleh hasil yang valid.
Penggunaan Triangulasi dalam Action Research, memberi arahan penggunaan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sebagai cara yang berbeda untuk mempelajari
fenomena yang sama dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
sama (Bryman 1988). Penggunaan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif untuk
keperluan Triangulasi, merupakan perspektif yang sangat menjanjikan. Terkait dengan
metode kuantitatif dan kualitatif, Bryman (1992) mengangkat tiga pertanyaan sebagai
suatu kekhawatiran, yaitu:
1) Pertama, penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki keasyikan yang
berbeda, namun dituntut untuk memeriksa hal yang sama/tampaknya
serupa.
2) Kedua, jika temuan kuantitatif dan kualitatif tidak mengkonfirmasi satu sama
lain bagaimana seharusnya peneliti merespon.
Ketiga, jika ada konflik terhadap hasil, apakah data masih berarti.

20
Berdasarkan penjelasan di atas, maka menggabungkan konteks kualitatif dan
kuantitatif dalam pendekatan konsep Triangulasi ini tidak bermasalah. Dalam
kerangka yang lebih luas pemanfaatan yang terintegrasi dari pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dalam Triangulasi menawarkan kemungkinan yang
saling melengkapi. Dalam kasus triangulasi hasil, metode yang berbeda
seharusnya digunakan validasi satu sama lain, dengan metode yang berbeda
dan harus sangat independen selama penelitian. Brewer dan Hunter (1989)
memberikan kerangkan triangulasi dengan beberapa kemungkinan beberapa
jenis Triangulasi untuk saling berintegrasi. Beliau mengklasifikasikan
penelitian ke dalam tiga kategori:

a) Monometode studi
Sebuah studi monometode hanya menggunakan satu jenis
metode, kuantitatif atau kualitatif. Secara umum, dalam studi
kuantitatif, data dalam bentuk numerik dan informasi ini
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kuantitatif.
Dalam sebuah studi kualitatif, informasi, yang terutama dalam
bentuk tekstual, dianalisis menggunakan teknik analisis data
kualitatif, (Creswell dan Plano Clark, 2007).

b) metode penelitian komposit


Suatu metode yang menggabungkan beberapa elemen dari
gaya monomethod dasar. Metode komposit terdiri beberapa
metode dasar. Kegagalan dari metode ini akhirnya memberi
kesempatan bagi Triangulasi melakukan pengukuran dan
pengujian hipotesis, dan perlindungan terhadap adanya “Bias”
dari monometode, sehingga harus menggunakn strategi
multimetode yang memberikan peluang penyelesaian (Brewer dan
Hunter 1989, 81). Greene, Caracelli dan Graham (1989)
mendefinisikan campuran metode desain penelitian setidaknya
satu metode kuantitatif (dirancang untuk mengumpulkan angka)

21
dan satu metode kualitatif (dirancang untuk mengumpulkan kata-
kata).

c) Studi multimetode.
Adalah sebuah metode studi yang menggunakan lebih
dari satu metode. Selain itu, diferensiasi dapat dilakukan dalam
beberapa metode desain penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka menggabungkan konteks


kualitatif dan kuantitatif dalam pendekatan konsep Triangulasi ini tidak
bermasalah. Dalam kerangka yang lebih luas pemanfaatan yang terintegrasi
dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam Triangulasi menawarkan
kemungkinan yang saling melengkapi. Dalam kasus triangulasi hasil, metode
yang berbeda seharusnya digunakan validasi satu sama lain, dengan metode
yang berbeda dan harus sangat independen selama penelitian. Brewer dan
Hunter (1989) memberikan kerangkan triangulasi dengan beberapa
kemungkinan beberapa jenis Triangulasi untuk saling berintegrasi. Beliau
mengklasifikasikan penelitian ke dalam tiga kategori:

22
d) Monometode studi
Sebuah studi monometode hanya menggunakan satu jenis metode, kuantitatif atau
kualitatif. Secara umum, dalam studi kuantitatif, data dalam bentuk numerik dan
informasi ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kuantitatif.
Dalam sebuah studi kualitatif, informasi, yang terutama dalam bentuk tekstual,
dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif, (Creswell dan Plano Clark,
2007).

e) metode penelitian komposit


Suatu metode yang menggabungkan beberapa elemen dari gaya monomethod
dasar. Metode komposit terdiri beberapa metode dasar. Kegagalan dari metode ini
akhirnya memberi kesempatan bagi Triangulasi melakukan pengukuran dan
pengujian hipotesis, dan perlindungan terhadap adanya “Bias” dari monometode,
sehingga harus menggunakn strategi multimetode yang memberikan peluang
penyelesaian (Brewer dan Hunter 1989, 81). Greene, Caracelli dan Graham (1989)
mendefinisikan campuran metode desain penelitian setidaknya satu metode
kuantitatif (dirancang untuk mengumpulkan angka) dan satu metode kualitatif
(dirancang untuk mengumpulkan kata-kata).

f) metode penelitian komposit


Suatu metode yang menggabungkan beberapa elemen dari gaya monomethod
dasar. Metode komposit terdiri beberapa metode dasar. Kegagalan dari metode ini
akhirnya memberi kesempatan bagi Triangulasi melakukan pengukuran dan
pengujian hipotesis, dan perlindungan terhadap adanya “Bias” dari monometode,
sehingga harus menggunakn strategi multimetode yang memberikan peluang
penyelesaian (Brewer dan Hunter 1989, 81). Greene, Caracelli dan Graham (1989)
mendefinisikan campuran metode desain penelitian setidaknya satu metode
kuantitatif (dirancang untuk mengumpulkan angka) dan satu metode kualitatif
(dirancang untuk mengumpulkan kata-kata).

23
Studi kuantitatif, data dalam bentuk numerik dan
informasi ini dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis data kuantitatif.

Campuran metode desain penelitian


mencakup satu metode kuantitatif (dirancang untuk
mengumpulkan angka) dan satu metode kualitatif
(dirancang untuk mengumpulkan kata-kata).
Gambar 42. Metode Penelitian Komposit

g) Studi multimetode.
Adalah sebuah metode studi yang menggunakan lebih dari satu metode. Selain itu,
diferensiasi dapat dilakukan dalam beberapa metode desain penelitian.
Multimetode (multi kualitatif atau multimetode kuantitatif) dan metode
penelitian multimetode (integrasi metode kuantitatif dan kualitatif) (Creswell dan
Plano Clark, 2007). Inti dari metode penelitian multimetode adalah
menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam desain metodologi
penelitian. Metode penelitian multimetode adalah suatu metode campuran peneliti
atau menggabungkan teknik penelitian kuantitatif dan kualitatif, metode,
pendekatan, konsep, perspektif, sudut pandang, dan paradigma, ke dalam
penelitian tunggal. Plano Clark (2005) metode penelitian multimetode adalah
penelitian yang menggabungkan

kualitatif dan kuantitatif baik pengumpulan data dan analisis data dalam satau
penelitian.

24
1.5 Saturasi Data

Saturasi dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk melihat sejauh mana data yang
diperoleh telah mencapai titik jenuh. Dengan kata lain, bila peneliti berusaha mendapatkan data
baru, hasil yang akan didapatkan cenderung menunjukkan pengulangan atas data yang telah
diperoleh sebelumnya Grady, 1998 dalam Fusch Ness, 2015.

Saturasi data adalah poin dimana tidak ada lagi informasi yang baru yang dapat diperoleh
(Bastian, dkk. 2018). Sturasi data biasanya mengacu pada titik kejehuhan redundansi informasi di
mana data tambahan yang dikumpulkan hanya memiliki kontribusi yang sedikit atau sama sekali ti
dak ada informasi baru yang dapat digunakan sebagai input pada penelitian (Gentles, et.al. 2015).
Titik kejenuhan data ini juga dikenal sebagai panduan atau indikator bahwa pengumpulan data yan
g memadai telah tercapai. Saturasi data dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :

1. Saturasi data sampel tercapai apabila semua jenis karakteristik informan telah terwakili (Ge
ntles, et.al. 2015).
2. Saturasi teoritikal konstruk tercapai apabila kelengkapan untuk keseluruhan konstruk model
penelitian sepenuhnya telah terwakili oleh data yang didapatkan (Stark dan Trinidad, 2007).

Saturasi dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk melihat sejauh mana data yang dip
eroleh telah mencapai titik jenuh. Dengan kata lain, bila peneliti berusaha mendapatkan data ba
ru, hasil yang akan didapatkan cenderung menunjukkan pengulangan atas data yang telah diper
oleh sebelumnya Grady, 1998 dalam Fusch Ness, 2015. Jumlah informan dalam penelitian ini s
ebanyak tiga orang. Hal ini didasarkan pada keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh penel
iti. Namun demikian, saturasi tidak selalu mengandalkan jumlah informan sebagai acuan dasar
Morse, Lowery, Steury, 2014 dalam Fusch Ness, 2015. Saturasi dalam penelitian kualititatif da
pat dilihat dari segi kepadatan thick dan kekayaan rich data. Kepadatan data mengacu pada ban
yaknya informasi yang diperoleh dari segi kuantitas berdasarkan pada jumlah informan dan kua
ntitas wawancara. Sedangkan kekayaan data mengacu pada kualitas data, yakni data yang berla
pis, rumit, detail, dan bernuansa. Berdasarkan kategori tersebut, saturasi dalam penelitian ini m
enyandarkan diri pada kekayaan data yang ada pada tiap- tiap informan Dibley, 2011 dalam Fu
sch Ness, 2015.

25
1.6 Penyusunan Transrip Verbatim

Transkripsi Verbatim merupakan seni mengubah kata yang diucapkan ke dalam sebuah

teks sehingga pesan yang disampaikan sama persis sesuai dengan yang diucapkan. Proses ini

memerlukan kemampuan mendengar yang tajam dan perhatian terhadap detail. Transkrip

verbatim tidak dapat dibuat mendengar sebuah percakapan/rekaman sambil lalu tanpa berpikir.

Transkriptor harus memperhatikan setiap nada kata suara, dan dengan cermat menggunakan

tanda baca untuk menyampaikan pesan yang benar

Salah satu prinsip dalam melakukan transkripsi adalah menuliskan satu per satu

kata yang diucapkan oleh setiap pembicara. Dengan kata lain transkriptor tidak boleh

meringkasnya kecuali ada permintaan spesifik untuk itu. Suasana dan emosi yang spesifik dalam

transkrip verbatim sangat diperlukan oleh peneliti dan analis ilmu sosial. Oleh karena itu harus

juga dimasukkan unsur non verbal yang terjadi dalam percakapan, misalnya pembicara

tersenyum, tertawa, terbatuk, nada tinggi, marah, terbata-bata, pintu terbuka, bangku diseret, dll.

Prinsip utama dari transkripsi verbatim adalah menangkap ‘apa’ dan ‘bagaimana’ suatu

pembicaraan. Tidak semua orang atau klien memerlukan tingkat detail yang sama. Oleh karena

itu, selalu berdiskusi dengan klien untuk mengetahui kebutuhan khususnya sebelum memulai

transkripsi. Data yang sudah terkumpul bukan data mentah, seperti rekaman, video, gambar,

coraat-coret observasi, atau jenis data mentah lainnya yang belum diubah dalam sebuah bahasa

atau kalimat.

26
Data yang akan dikoding adalah data yang sudah berbentuk kata-kata

atau sekumpulan tanda yang sudah peneliti ubah dalam satuan kalimat atau

tanda lain yang bisa memberikan gambara bahasa dan visual Jika data

wawancara, maka peneliti perlu menyiapkan transkrip wawancara secara utuh

dari hasil rekaman suara menjadi sekumpulan kalimat sebagaimana audio asli

dari hasil wawancara. Biasanya Memantapkan analisis data kualitatif melalui

koding dikenal istilah “verbatim.” Jika data observasi terstruktur atau partisipan,

maka siapkan juga hasil check list, sejenisnya sesuai dengan teknik observasi

peneliti atau narasi catatan lapangan yang sudah berbentuk lembaran. Jikalau

berbentuk foto, anda sudah siapkan narasi dari sebuah foto atau menandai

dengan kata-kata, hal yang penting menunjukkan adanya fakta psikologis.

Begitu juga data dokumen lain, peneliti membuat terpisah dari data aslinya,

yakni dengan meng-copy agar data asli tidak rusak karena boleh jadi data asli

adalah data penting. Jika data yang anda temukan atau anda bangun dalam

bentuk video, dibutuhkan transkrip audio agar peneliti mendapat secara

langsung paparan percakapan selain melihat secara bersamaan fakta gerak

visual video. Dalam konteks video, koding akan diproses lebih kompleks, tidak

hanya mencatat hasil pengamatan data visual, tetapi juga isi percakapannya.

Perlu diperhatikan, setiap data yang sudah diubah menjadi data yang

siap dikoding, jangan lupa memberikan “kode” untuk setiap jenis data.

Misalnya peneliti mempunyai data transkrip wawancara pada satu subyek,

maka untuk data ini dapat di beri kode X, M dan MZ-ME. Kode

27
dapat dijadikan sebagai penanda nama subyek. Angka 1dapat menjadi tanda

dilakukan wawancara pertama. Sebagai misal jika wawancara kedua, maka

peneliti bisa memberikan kode X2.

1.7 Contoh Penulisan Protocol Etik

Istilah Protokol, di dalam penelitian kualitatif digunakan untuk


menyiratkan serangkaian prosedur dan pertanyaan yang lebih luas dibandingan
dengan instrumen klasik, yang biasanya digunakan pada penelitian kuantitatif.
Instrumen yang paling umum biasanya dibuat secara terstruktur, yang berisi
pertanyaan-pertanyaan, baik tertutup dan terbuka, yang digunakan untuk
melakukan survei.
Sebaliknya, protokol yang sangat terstruktur masih hanya terdiri dari
serangkaian topik yang dinyatakan, bukan berisi pertanyaan-pertanyaan. Topik-
topik ini mencakup landasan substantif yang perlu Anda liput sebagai bagian dari
rangkaian penelitian.
Catatan : Jika Anda masih menggunakan instrumen, bahkan instrumen
survei terbuka sekalipun, Anda mungkin masih dianggap melakukan survei
(penelitian kuantitatif) dibandingkan penelitian kualitatif.
Bahkan, sebagian besar studi kualitatif, ketika didasarkan pada atau
bahkan terbatas pada serangkaian wawancara, tidak memiliki instrumen apa
pun (atau setidaknya tidak membahasnya atau menghadirkannya).

Lalu pertanyaannya adalah, seperti apakah Protokol itu ?

Protokol dapat dianggap sebagai mental frameworks


Protokol harus berkonotasi dengan serangkaian perilaku, secara luas, yang
harus Anda lakukan. Protokol bukanlah interaksi yang ditulis secara ketat
antara Anda dan sumber data apa pun, misalnya narasumber, dokumen dsb.
Meskipun awalnya sebuah protokol dapat disiapkan dan dipelajari dari sebuah
dokumen (protokol tertulis), tetapi Anda tidak perlu membawa dokumen

28
protokol tersebut disaat melakukan penelitian lapangan. Protokol harus ada di
kepala Anda dan dalam pengertian ini berfungsi sebagai mental frameworks.
Analogi yang tepat terkait dengan protokol adalah pertanyaan klinis yang
diajukan oleh seorang dokter. Dalam bertanya tentang penyakit yang mungkin
sulit dijelaskan oleh pasien, dokter akan berbicara secara santai dengan pasien
mereka, tetapi dokter juga mengikuti jalur “penyelidikan” yang ditetapkan
untuk memeriksa gejala penyakit yang diderita oleh pasien. Saat mengajukan
pertanyaan, para dokter memberikan informasi kepada pasien terkait dengan
kemungkinan penyakit yang mungkin relevan. Perhatikan bahwa dalam proses
wawancara ini, dokter dapat membuat catatan saat mengajukan pertanyaan,
tetapi dokter tidak memegang protokol tertulis atau membaca pertanyaan dari
instrumen apa pun.

Protokol untuk studi kualitatif memiliki beberapa fitur yang dapat diprediksi,
yaitu :
Pertama, protokol harus berisi pertanyaan yang cukup penting bagi topik
yang sedang dipelajari, yang digunakan sebagai panduan dalam melakukan
penelitian — misalnya, bukti apa yang harus dicari dan dari sumber apa. Garis
besar penelitian yang dilakukan menuju pada pengungkapan masalah untuk
seluruh penelitian. Perhatikan baik-baik bahwa jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang anda kemukakan adalah tanggung jawab anda, dalam artian
anda sendiri yang harus menjawabnya, berdasarkan bukti (termasuk
wawancara) yang akan Anda kumpulkan.
Karena pertanyaan-pertanyaan itu Anda sendiri yang harus menjawabnya,
maka pertanyaan-pertanyaan itu harus relevan dengan semua sumber bukti
Anda — misalnya, pertanyaan yang ada di kepala Anda ketika Anda meninjau
dokumen atau melakukan observasi lapangan. Ketika Anda mewawancarai
seseorang sebagai salah satu sumber data, pertanyaan protokol tersebut tidak
mewakili urutan tertentu dari pertanyaan lisan, seperti instrumen kuesioner.
Anda harus membuat pertanyaan yang diucapkan sebagai bagian dari
percakapan yang lebih alami dengan peserta mana pun.

29
Pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan akan mencerminkan pertanyaan
dalam protokol Anda, tetapi kata-kata aktual dan urutan pertanyaan yang
diucapkan akan disesuaikan dengan situasi wawancara tertentu.
Kedua, menjaga protokol sebagai mental frameworks (hanya ada di
pikiran anda) dan bersifat privat, sehingga secara paradoks, akan membantu
dokter atau detektif (peneliti kualitatif) untuk berperilaku netral dalam
mengumpulkan beragam data, apakah mewawancarai orang, menyaring
dokumen, membuat pengamatan, atau meninjau bukti lapangan. Caranya
adalah tidak mengizinkan keberadaan mental framework tersebut untuk
menjadi bias dalam pengumpulan data. Sebaliknya, keberadaan frameworks
tersebut, jika digunakan dengan benar, harus bisa menunjukkan peluang untuk
mencari bukti-bukti yang bertentangan dan juga bukti-bukti yang mendukung.
Jika tidak ada protokol, peluang seperti itu mungkin akan terlewatkan. Oleh
karena itu, penggunaan protokol yang tepat harus mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian yang lebih adil.
Ketiga, protokol akan membantu Anda dalam menyatukan data dan
melakukan triangulasi data. Sekali lagi, kelancaran proses pengumpulan data
akan menyisakan peluang untuk melakukan konvergensi atau triangulasi data,
seperti yang mungkin terabaikan ketika penelitian dilakukan tanpa adanya
protokol.
Keempat, salah satu keutamaan penting dari penelitian kualitatif adalah
kemungkinan menemukan wawasan baru selama pengumpulan data.
Penggunaan protokol penelitian seharusnya tidak menghambat proses
penemuan. Meskipun pertanyaan protokol berasal dari topik asli dan
pertanyaan yang diajukan oleh sebuah penelitian, Anda juga perlu menjaga
pikiran anda tetap terbuka selama proses pengumpulan data. Jadi, sementara
protokol memiliki tiga fitur diatas, Anda juga harus dapat berpikir “di luar
kotak” (dalam kasus ini, di luar mental frameworks) ketika anda menemukan
bukti yang tidak terduga.

30
Ketika penemuan tersebut terjadi, Anda mungkin perlu melakukan jeda
dalam proses pengumpulan data dan memikirkan kembali protokol aslinya.
Anda mungkin dapat merubah rencana kegiatan pengumpulan data berikutnya
untuk menggabungkan temuan yang baru saja ditemukan dengan protokol
Anda sebelumnya. Peringatan pentingnya adalah bahwa jika penemuan itu
signifikan, memikirkan kembali protokol juga dapat menyebabkan
memikirkan kembali (atau mendesain ulang) seluruh penelitian dan tujuan
penelitian awal. Misalnya, pertanyaan penelitian utama mungkin perlu
dimodifikasi atau ditambah, dan dasar teori sebelumnya mungkin perlu
ditambah.

Contoh Format Protocol


A. Judul Penelitian
1. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Bethesda dan Rumah Sakit Panti
Rapih
2. Waktu Penelitian direncanakan (mulai – selesai) : Maret - Agustus
2018
3. Apakah penelitian ini multi-senter: Ya Tidak
Jika Multi senter apakah sudah mendapatkan persetujuan etik dari
senter/institusi yang lain (lampirkan jika sudah)
B. Identifikasi
1. Peneliti (Mohon CV Peneliti Utama dilampirkan)
Peneliti Utama (PI) :
Institusi :
2. Anggota Peneliti :
Institusi :
Anggota Peneliti :
Institusi :
3. Sponsor :
Nama :
Alamat :

31
C. Ringkasan usulan penelitian
1. Ringkasan dalam 200-300 kata (ditulis dalam bahasa yang mudah
dipahami oleh “awam” bukan dokter/profesi)
2. Justifikasi penelitian Tuliskan mengapa penelitian ini harus dilakukan,
manfaatnya untuk penduduk di wilayah penelitian ini dilakukan
(Negara, wilayah, lokal)- Standar 2/A (Adil)
D. Isu Etik yang mungkin dihadapi
Pendapat peneliti tentang isu etik yang mungkin dihadapi dalam penelitian
ini, dan bagaimana cara menanganinya sesuaikan dengan 7 butir standar
kelaikan etik
E. Ringkasan Daftar Pustaka
Ringkasan hasil hasil studi sebelumnya sesuai topik penelitian, termasuk
yang belum dipublikasi yang diketahui para peneliti dan sponsor, dan
informasi penelitian yang sudah dipublikasi, termasuk jika ada kajian-
kajian pada hewan. Maksimum 1 hal
F. Kondisi Lapangan
1. Gambaran singkat tentang lokasi penelitian
2. Informasi ketersediaan fasilitas yang layak untuk keamanan dan
ketepatan penelitian,
3. Informasi demografis / epidemiologis yang relevan tentang daerah
penelitian.
G. Desain Penelitian
1. Tujuan penelitian, hipotesis, pertanyaan penelitian, asumsi dan
variabel penelitian
2. Deskipsi detil tentang desain penelitian
3. Bila uji coba klinis, deskripsi harus meliputi apakah kelompok
treatment ditentukan secara random, (termasuk bagaimana
metodenya), dan apakah blinded atau terbuka. (Bila bukan uji coba
klinis cukup tulis: tidak relevan)

32
H. Sampling
1. Jumlah subjek yang dibutuhkan sesuai tujuan penelitian dan
bagaimana penentuannya secara statistik
2. Kriteria partisipan atau subjek dan justifikasi exclude/include.
3. Sampling kelompok rentan: alasan melibatkan anak anak atau orang
dewasa yang tidak mampu memberikan persetujuan setelah penjelasan,
atau kelompok rentan, serta langkah langkah bagaimana meminimalisir
bila terjadi risiko
I. Intervensi
(Pengguna data sekunder, kualitatif, cukup tulis tidak relevan, lanjut
ke manfaat)
1. Deskripsi dan penjelasan semua intervensi (metode administrasi
treatment, termasuk rute administrasi, dosis, interval dosis, dan masa
treatment produk yang digunakan (investigasi dan komparator
2. Rencana dan justifikasi untuk meneruskan atau menghentikan standar
terapi selama penelitian
3. Treatment/Pengobatan lain yang mungkin diberikan atau
diperbolehkan, atau menjadi kontraindikasi, selama penelitian
4. Tes klinis atau lab atau tes lain yang harus dilakukan
J. Monitor Hasil
Sampel dari form laporan kasus yang sudah distandarisir, metode
pencatatan respon terapeutik (deskripsi dan evaluasi metode dan frekuensi
pengukuran), prosedur follow-up, dan, bila mungkin, ukuran yang
diusulkan untuk menentukan tingkat kepatuhan subjek yang menerima
treatment
K. Penghentian Penelitian dan Alasannya

33
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y. (2008). Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok


Terfokus)
Sebagai Metode Pengumpulan Dataa Penelitian Kualitatif. Jurnal
Keperawatan Indonesia .

Hasanah, H. (2017). Teknik-teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode


Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial). At-Taqaddum

Sutopo.2006.Metodologi Penelitian Kualitatif Surakarta : UNS

Emzir. 2010. Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

34

Anda mungkin juga menyukai