Anda di halaman 1dari 61

HEAT EXCHANGER

(TYPE DOUBLE PIPE)

1. TUJUAN PRAKTIKUM
Percobaan Double Pipe Heat Exchanger ini bertujuan untuk alat penukar
kalor jenis pipa ganda (double pipe HE) dengan menghitung koefisien
perpindahan panas, faktor kekotoran, efektivitas dan perbandingan untuk aliran
searah (co-current) dan berlawanan arah (counter current).

2. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat yang digunakan
- Seperangkat alat Heat Exchanger Type Double Pipe
- Cooler
- Pompa
2.2 Bahan yang digunakan

 Air panas
 Air dingin
3. DASAR TEORI
3.1 Pengertian Heat Exchanger
Sesuai dengan namanya, maka alat penukar kalor (heat exchanger)
berfungsi mempertukarkan suhu antara dua fluida dengan melewati dua
bidang batas. Bidang batas pada alat penukar kalor ini berupa pipa yang
terbuat dari berbagai jenis logam sesuai dengan penggunaan dari alat
tersebut.
Pada percobaan ini akan dilakukan pengamatan unjuk kerja alat
penukar kalor pipa ganda (double pipe exchanger) yang terdiri dari dua pipa
konsentris. Pipa berada di luar dikenal sebagai annulus (shell), sedangkan
bagian dalam dikenal sebagai pipa (tube).

3.2 Prinsip Kerja Heat Exchanger

Heat Exchanger adalah heat exchanger antara dua fluida dengan


melewati dua bidang batas. Bidang batas pada heat exchanger adalah
dinding pipa yang terbuat dari berbagai jenis logam. Pada heat exchanger

1
ini, terdapat dari dua pipa konsentris, yaitu: annulus/shell (pipa yang berada
di luar) dan tube (pipa yang berada di dalam).

Berdasarkan jenis alirannya heat exchanger dibagi menjadi tiga, yaitu:

 Pararel Flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchangerdengan aliran yang
searah. Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang
besar. Perbedaan temperatur yang besar akan berkurang seiring
dengan semakin besarnya x, jarak pada HE. Temperatur keluaran dari
fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.
 Counter Flow
Berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida yang mengalir
dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang
fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas
sehingga hasil suhu yang didapat lebih efektif dari paralel flow.
Mekanisme perpindahan kalor jenis ini hampir sama dengan paralel
flow, dimana aplikasi dari bentuk diferensial dari persamaan steady-
state:
dQ=U(T-t)a”dL (1)
dQ=WCdT=wcdt (2)
 Crossflow Heat Exchanger
Dimana satu fluida mengalir tegak lurus dengan fluida yang lain.
Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Misalnya
sistem condenser uap (tube abd shell heat exchanger), dimana uap
memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap
panas dari uap sehingga uap menjadi cair.

3.3 Komponen Penyusun Heat Exchanger

Komponen-komponen dari penyusun Heat Exchanger, terdiri dari:

1. Shell and Tube


Suatu silinder yang dilengkapi dengan inlet dan outlet nozzle sebagai
tempat keluar masuknya fluida. Ada 2 jenis tube dalam shell, yaitu
finned tube (tube yang mempunyai sirip (fin) pada bagian luar tube) dan
bare tube (tube dengan permukaan yang rata).

2
2. Tube Sheet
Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang
disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya
menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube-tube menjadi
tube bundle dan sebagai pemisah antara tubeside dengan shellside.
3. Baffle
Berfungsi sebagai penyangga tube, menjaga jarak antar tube, menahan
vibrasi yang disebabkan oleh aliran fluida , dan mengatur aliran turbulen
sehingga perpindahan panas lebih sempurna. Jenis baffle yaitu baffle
melintang (segmental, dish and doughnut) dan baffle memanjang.
4. Tie Rods
Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di
bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar
jarak antara baffle yang satu dengan yang lainnya tetap.

3.4 Jenis-jenis Heat Exchanger

Beberapa jenis heat exchanger :

1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)


Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti
pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U
yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran
cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang
panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe
heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran
dengan laju aliran yang kecil (Geankoplis, 1983).

A Cold fluit in

B A’

Hot fluit out

Cold fluit out B’

Gambar 1. Aliran double pipe heat exchanger

3
Gambar 2.Hairpin heat exchanger

(source : Kern, “Process Heat Transfer”, 1983)

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk
extreme temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan
surface area yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat
exchanger tersedia dalam :

 Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin
shell (multitube),
 Bare tubes, finned tube, U-Tubes,
 Straight tubes,
 Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa


digunakan dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan
menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees
dan return head diberikan pada tabel 1.

Tabel 1. double Pipe Exchanger fittings

Outer Pipe, Inner Pipe,


IPS IPS

4
3 1¼

2½ 1¼

3 2

4 3

(source : Kern, “Process Heat Transfer”, 1983)

Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft
Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di
mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang
menonjol melewati the exchanger section.(Kern, 1983).

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini.


Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter
current dimana aliran fluida panas ada padainner pipe dan fluida dingin
padaannulus pipe.

T2 T1 T1 T2

t1 t2 t2
t1

T T

T1
T1

T2 T2
t2

t1
L L
(a) (b)

T
T

T1

t2
T2
t1

L L
(c) (d)

Gambar 3Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current

Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam


(inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu
lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube

5
sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai
cabang seperti terlihat pada gambar 4 dan gambar 5.

Gambar 4. Double-pipe heat exchangers in series

Gambar 5. Double-pipe heat exchangers in series–parallel

Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:

a) Keuntungan
1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat
transfer coefficient.
2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface
area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature
cross.
3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam
kaitan dengan konstruksi pipa-U.
4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian

6
1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak
dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing
dengan single shell dan tube heat exchanger.
3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.
(Kern, 1983).

1. Shell And Tube Heat Exchanger


Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi
tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya
disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas
permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di
annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding
annulus misalnya triangular pitch dan square pitch (Anonim1, 2009).

(a) (b)

Gambar 6.Shell and Tube, (a) Square pitch dan(b)Triangular pitch

Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan


dan pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)

(Kern, 1983).

7
Gambar 7. shell and tube heat exchanger

Keuntungan dari shell and tube:

1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar


dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk
operasi bertekanan.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).
4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih
jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan
operasi.
5. Mudah membersihkannya.
6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished).
7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti
(diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan
rendah).
9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan
satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
(Sitompul,1993).
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin
besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi
semakin sulit perawatannya

8
(Kern, 1983).

2. Plate Type Heat Exchanger


Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti
stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana
tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk
ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-
plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan
dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk
perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-
sama seperti gambar dibawah

Gambar 8. Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent

(Allan, 1981).

3. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer


Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk,
tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur.
Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil
dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses
pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan
pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet
fluida panas, vessel inlet dan isi vessel

9
Hot inlet

Hot outlet

Hot outlet Hot inlet

Cold Cold
inlet outlet

Gambar 9. Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer

(Tim Dosen Teknik Kimia, 2009).

Hal-hal yang mempengaruhi rancangan suatu heat exchanger, yaitu:

1. Panas Konduksi Melalui Dinding Plat


Transfer panas di antara dua fluida melalui sebuah dinding pemisah
secara umum dapat ditulis:

k.A
qk  (T1  T2 )
l

(Tim Dosen PS Teknik Kimia, 2009).

T1

qk

T2

Gambar 10. Konduksi Panas Melalui Dinding

10
2. Transfer Panas Konveksi
Kecepatan transfer panas konveksi dari permukaan benda yang
bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah (Gambar 2.10) bisa dihitung
dengan persamaan berikut:

qc  hc . A.Ts  T 

Fluid

T∞
qc
hc

Gambar 11. Konveksi dari Permukaan ke Fluida

Kecepatan transfer panas konveksi bisa ditulis sebagai berikut:

Ts  T T
qc  
1 Rc
hc . A

3. Koefisien Transfer Panas Overall, U (Dinding Plat Datar)


Kecepatan transfer panas antara dua fluida melalui dinding pemisah
yang datar, dapat dihitung dengan persamaan:

Q = U . A. (Ta – Tb)

Ta  Tb
U.A.(Ta – Tb) = 1 1
 
hc, a . A k.A hc ,b . A

1 1
U.A = 
1
L
1 R
hc, a . A hc,b . A

11
1
U=
1 L 1
 
hc , a k hc ,b .

(Tim Dosen PS Teknik Kimia, 2009).

4. Fouling Factor (Faktor Pengotor)


Koefisien transfer panas overall heat exchanger sering berkurang
akibat adanya timbunan kotoran pada permukaan transfer panas yang
disebabkan oleh scale, karat, dan sebagainya. Pada umumnya pabrik heat
exchanger tidak bisa menetapkan kecepatan penimbunan kotoran sehingga
memperbesar tahanan heat exchanger. Fouling factor dapat didefinisikan
sebagai berikut:

1 1
Rf  
Ud U

(Tim Dosen PS Teknik Kimia, 2009).

Tabel 2.Fouling factors (coefficients), typical values

(source : Coulson, “Chemical Engineering”, vol 6, page : 640)

12
Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa

5. Transfer Panas antara Dua Fluida Melalui Sebuah Dinding

Ta L h c ,b
T1
q
fluida b
fluida a k
T2 Tb
hc,a

Gambar 12. Transfer Panas dari Fluida a ke b

Jika Ta> Tb , panas akan mengalir dari fluida a ke permukaan dinding


sebelah kiri dengan cara konveksi. Di dalam dinding, panas mengalir secara
konduksi dari permukaan sebelah kiri ke permukaan sebelah kanan.

Heat transfer rate konveksi dari fluida a bersuhu Ta ke permukaan


dinding sebelah kiri Tb.

q  hc.a . A (Ta  T1 )

q
 Ta  T1
h c.a A

Transfer panas konduksi dari permukaan dinding sebelah kiri ke sebelah


kanan.

k.A
q (T1  T2 )
L

13
q
 T1  T2
k.A L

Kecepatan transfer panas konveksi dari permukaan dinding sebelah kanan


ke fluida b.

q  hc.b . A.(T2  Tb )

q
 T2  Tb
hc.b . A

Penjumlahannya adalah:

 
 
Ta  Tb
q  T  T
 1 L 1  a b
   
 hc , a kA hc ,b 

Ta  Tb T
q 
1

L

1 R
h c , a kA h c ,b

(Tim Dosen PS Teknik Kimia, 2009).

6. Log Mean Temperature Difference (LMTD)


Sebelum menentukan luas permukaan panas alat penukar kalor, maka
ditentukan dulu nilai dari ΔT . ΔT dihitung berdasarkan temperatur dari
fluida yang masuk dan keluar. Selisih temperatur rata-rata logaritmik (Tlm)
(logaritmic mean overall temperature difference-LMTD) depat dihitung
dengan formula berikut :

LMTD 
ΔTa  ΔTb 
ΔTa
ln
ΔTb

(Kern, 1983).

14
Untuk aliran countercurrent ;

a b
dTh
Th, in
mh
T dTc Th, out

Ta
Tb

mc
Tc, in dA
Tc, out

0 Atotal
Area

Gambar 13. LMTD untuk aliran countercurrent

LMTD 
T1  t2   T2  t1
ln
T1  t2 
T2  t1

Untuk aliran cocurrent;

a b

Th, in
mh
dTh
Th, out

Ta T

Tc, out
dTc
mc
Tc, in dA

0 Atotal
Area

Gambar 14. LMTD untuk aliran concurrent

15
LMTD 
T1  t1  T2  t2 
ln
T1  t1
T2  t2 

7. Keefektifan
Keefektifan heat exchanger adalah ratio/ perbandingan transfer panas
aktual dengan transfer panas maksimum yang mungkin terjadi.

Keefektifan heat exchanger (ε)

q act mcp 1h.Th,in  Th,out 


ε 
q max mcp min Th,in  Tc,in 

q act mcp 1h.Tc,out  Tc,in 


ε 
q max mcp min Th,in  Tc,in 

Karena itu, jika kita mengetahui keefektifan heat exchanger, kita


bisa menentukan kecepatan transfer panas:

q  q act  ε.q max

q  ε.mcp min Th,in  Tc,in 

16
4. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menghidupkan alat penukar kalor, kemudian melanjutkan dengan
menghidupkan pompa dan cooler
2. Memanaskan fluida air dengan menggunakan heater
3. Mengatur salah satu laju alir dari fluida panas dan dingin konstan
4. Mencatat temperatur yang terlihat pada display
5. Mematikan pamanas tangki difluida panas setelah selesai
6. Mematikan aliran fluida dingin pada cooler setelah 2 menit dahulu
dari fluida panas
7. Mematikan peralatan penuakr kalor

5. Data Pengamatan

Fluida Panas Fluida dingin


Laju Alir Laju Alir
Tmasuk Tkeluar Tmasuk Tkeluar
(L/min) (L/min)
(°C) (°C) (°C) (°C)

17
REAKTOR

I. TUJUAN PERCOBAAN
 Mahasiswa dapat mengoperasikan reaktor CSTR
 Mahasiswa dapat menghitung konversi kedua reaktan
II. ALAT DAN BAHAN
a. Alat yang digunakan
 Seperangkat alat continuous reactor
 Labu ukur 1000 ml
 Gelas kimia 500 ml
 Pipet ukur 25 ml
b. Bahan yang digunakan
 CuSO4
 HCl
 Aquadest

II. DASAR TEORI


Dalam teknik kimia, reaktor kimia adalah suatu bejana tempat
berlangsungnya reaksi kimia.Rancangan dari reaktor ini tergantung dari banyak
variabel yang dapat dipelajari di teknik kimia. Perancangan suatu reaktor kimia
harus mengutamakan efisiensi kinerja reaktor, sehingga didapatkan hasil produk
(output) yang besar dibandingkan masukan (input) dengan biaya yang minimum,
baik itu biaya modal maupun operasi.

Tentu saja faktor keselamatan pun tidak boleh dikesampingkan. Biaya


operasi biasanya termasuk besarnya energi yang akan diberikan atau diambil,
harga bahan baku, upah operator, dll. Perubahan energi dalam suatu reaktor kimia
bisa karena adanya suatu pemanasan atau pendinginan, penambahan atau
pengurangan tekanan, gaya gesekan seperti pengadukan, dll.

18
A. Definisi Reaktor Kimia
Reaktor adalah suatu alat proses tempat dimana terjadinya suatu reaksi
berlangsung, baik itu reaksi kimia, nuklir, dan biologis dan bukan secara fisika.
Jenis reaktor sangat beragam, karena itulah pada makalah ini hanya dibahas salah
satu jen is reaktor, yaitu reaktor kimia.

Reaktor kimia adalah segala temoat terjadinya reaksi kimia, baik dalam
ukuran kecil seperti tabung reaksi sampai ukuran yang besar seperti reaktor skala
industri. Tidak seperti skala kecil dalam tabung reaksi, reaktor ukuran komersil
industri perlu perhitungan yang teliti karena menyangkut jumlah massa dan energi
yang sangat besar.

Perbedaan antara reaktor kimia dengan reaktor nuklir adalah pada reaktor
kimia, tidak ada perubahan massa selama reaksi dan hanya berubah dari satu
bahan ke bahan lain, sementara pada reaktor nuklir ada perubahan massa yang
berubah menjadi energi yang sangat besar.

B. Pemilihan Jenis Reaktor & Tujuannya


Reaktor kimia memiliki berbagai macam jenis dan bentuk yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, jenis-jenis reaktor ini akan dibahas
lebih lanjut pada bab berikutnya. Untuk itulah alasan pemilihan jenis reaktor yang
tepat tujuan pemilihan serta parameter yang mempengaruhi rancangannya untuk
proses kimia tertentu perlu diketahui.

1. Faktor dalam memilih jenis reaktor


Pemilihan jenis reaktor yang akan digunakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain :

a. Fase zat pereaksi dan hasil reaksi


b. Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya
reaksi samping
c. Kapasitas produksi
d. Harga alat (reaktor) dan biaya instalasinya

19
e. Kemampuan reaktor untuk menyediakan luas permukaan yang
cukup untuk perpindahan panas

2. Tujuan dalam memilih jenis reaktor


` Tujuan utama dalam memilih jenis reaktor adalah alasan ekonomis,
keselamatan, dan kesehatan kerja, serta pengaruhnya terhadap
lingkungan. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang me njadi
pertimbangan dalam memilih jenis reaktor tertentu :

a. Mendapat keuntungan yang besar, konversi, dan efisiensi terbesar


b. Biaya produksi rendah
c. Modal kecil/volume reaktor minimum
d. Operasinya sederhana dan murah
e. Keselamatan kerja terjamin
f. Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga sekecil-kecilnya
3. Beberapa parameter yang mempengaruhi rancangan reaktor
Dalam merancang suatu reaktor perlu diperhatikan parameter-
parameter tertentu agar reaktor yang dibangun dapat memenuhi unjuk
kerja yang diharapkan. Parameternya antara lain :

a. Waktu tinggal
b. Volum (V)
c. Temperatur (T)
d. Tekanan (P)
e. Konsentrasi senyawa (C1, C2, C3,...,Cn
f. Koefisien perpindahan panas (h,U)
Pada dasarnya dalam merancang reaktor perlu diperhatikan faktor
neraca massa dan energinya. Secara garis besar umumnya reaktor
dianggap ideal atau beroperasi dalam keadaan steady state, dengan
kata lain besarnya massa yang masuk akan sama dengan massa yang
keluar ditambah akumulasi.

20
Sementara untuk menunjang energi yang diperlukan agar
terjadinya reaksi kimia tertentu dalam reaktor, biasanya dilakukan
penambahan atau pengambilan panas dari reaktor dengan
menggunakan tipe heat exchanger tertentu, antara lain :

JENIS-JENIS REAKTOR KIMIA

Secara umum terdapat dua jenis utama reaktor kimia yang dibedakan
berdasarkan bentuknya, antara lain :

 Reaktor tangki bejana


 Reaktor pipa
Kedua jenis reaktor dapat dioperasikan secara kontinyu maupun
partaian/batch. Biasanya, reaktor beroperasi dalam keadaan ajeg (stabil) namun
kadang-kadang bisa juga beroperasi secara transien (berubah-ubah/tidak stabil).
Biasanya keadaan reaktor yang transien adalah ketika reaktor pertama kali

21
dioperasikan, misalnya: setelah perbaikan atau pembelian baru, dimana komponen
produk masih berubah terhadap waktu.

Biasanya bahan yang direaksikan dalam reaktor kimia adalah cairan dan
gas, namun kadang-kadang ada juga padatan yang diikutkan dalam reaksi,
misalanya: katalisator, reagentinert. Tentu saja perlakuan terhadap bahan yang
akan direaksikan akan berbeda-beda bergantung pada mekanisme reaksinya.

Untuk memudahkan dalam mempelajari jenis-jenis reaktor kimia, maka


jenis reaktor kimia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa klasifikasi, misalnya:
berdasarkan bentuk, keadaan proses, keadaan operasi, penggunaan, dan fasa.
Sebenarnya klasifikasi ini dapat bermacam-macam dan bukan merupakan aturan
baku, namun dalam makalah ini penulis mencoba untuk menggabungkan beberapa
sumber sehinggga diharapkan dapat lebih mudah dipahami.

A. Klasifikasi Reaktor Berdasarkan bentuk


Reaktor dapat dibedakan yang paling sederhana adalah berdasarkan
bentuknya. Terdapat dua bentuk utama dari reaktor, antara lain :

1. Reaktor Tangki
Dikatakan reaktor tangki ideal bila pengadukannya sempurna,
sehingga komposisi dan suhu di dalam reaktor setiap saat selalu seragam.
Dapat dipakai untuk proses batch, semi batch, dan proses alir.

2. Reaktor Pipa
Biasanya digunakan tanpa pengaduk sehingga disebut Reaktor alir
pipa.Dikatakan ideal bila zat pereaksi yang berupa gas atau cairan,
mengalir didalam pipa dengan arah sejajar sumbu pipa.

B. Klasifikasi Reaktor Berdasarkan Keadaan Operasi


Reaktor dapat dibedakan berdasarkan keadaan operasinya, hal ini
dapat dilakukan karena reaksi kimia biasanya disertai dengan penyerapan
atau pelepasan energi berupa panas (endotermik dan eksotermik),
sehingga dapat termati melalui perbedaan suhu dari komponen-
komponen yang terlibat dalam reaksi. Klasifikasinya antara lain :

22
1. Reaktor isotermal
Dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam reaktor,
aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama.

2. Reaktor Adiabatis
 Dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara reaktor
dan sekelilingnya.
 Jika reaksinya eksotermis, maka panas yang terjadi karena reaksi
dapat dipakai untuk menaikkan suhu campuran di reaktor. (K naik
dan-rA besar sehingga waktu reaksi menjadi lebih pendek).
3. Reaktor Non-Adiabatis
C. Klasifikasi Reaktor Berdasarkan Keadaan Proses
Keadaan proses dalam industri terdapat tiga jenis, yakni: Batch, Semi
batch, dan Kontinyu. Berdasarkan tiga jenis proses ini juga dapat
digunakan dalam membedakan jenis reaktor yang digunakan, antara lain:

1. Reaktor batch
Reaktor jenis ini biasanya sangat cocok digunakan untuk produksi
berkapasitas kecil misalnya dalam proses pelarutan padatan,
pencampuran produk, Batch distillation, kristalisasi, ekstraksi cair-cair,
farmasi dan fermentasi.
Reaktor jenis ini memiliki ciri tidak terdapat aliran inlet atau outlet
selama operasi, memiliki pengaduk untuk mencampur reaktan, dan dalam
prosesnya harus berutan (tidak dapat dilakukan bersamaan) antara
mengisi bahan baku, operasi, pengeluaran produk, cleaning, dan
conditioning untuk mengolah bahan baku berikutnya.

2. Reaktor semi-batch
Reaktor semi-batch umumnya berbentuk tangki berpengaduk, cara
operasinya adalah dengan jalan memasukan sebagian zat pereaksi ke
dalam reaktor, sedangkan zat pereaksi yang lain atau sisanya dimasukan
secara kontinyu ke dalam reaktor.
Ada material yang masuk selama operasi ytanpa dipindahkan.Reaktan
yang masuk bisa dihentikan, dan produk bisa dipindahkan selama operasi
waktu tertentu.Tidak beroperasi secara steady state.
Contoh paling sederhana misalnya tangki fermentor, ragi dimasukkan
sekali ke dalam tangki (secara batch) namun CO2 yang dihasilkannya
dikeluarkan secara kontinyu.Contoh lainnya adalah klorinasi, suatu reaksi

23
cair-gas, gas digelembungkan secara kontinyu dari dasar tangki agar
bereaksi dengan cairan di tangki yang diam (batch).

3. Reaktor kontinyu
Reaktor kontinyu mempunyai aliran masukan dan keluaran
(inlet/outlet) yang terdiri dari campuran homogen/heterogen. Reaksi
kontinyu di operasikan pada kondisi steady, dimana arus aliran masuk
sama dengan arus aliran keluar.
Reaktor kontinyu dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu :
 Reaktor AlirTangki Berpengaduk (RATB) atauContinous Stirred
Tank Reaktor (CSTR)
Biasanya berupa tangki berpengaduk dengan asumsi
pengadukan sempurna, konsentrasi tiap komponen dalam reactor
seragam sebesar konsentrasi aliran yang keluar dari reaktor. Model ini
biasanya digunakan pada reaksi homogen di mana semua bahan baku
dan katalisnya berfasa cair, atau reaksi antara cair dan gas dengan
katalis cair.

Reaktor CSTR dapat disusun secara seri maupun paralel


seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Pemasangan secara seri akan meningkatkan kemampuan


konversi reaktor CSTR, semakin banyak jumlah yang dipasang seri
maka konversinya akan semakin mendekati reaktor PFR denganh
volume yang sama. Sementara pemasangan secara paralel umumnya
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produsi dengan konversi
yang sama.

 Kelebihan:
a. Kontrol temperature yang baik dapat mudah dijaga

24
b. Realtif murah dalam instalasi
c. Reaktor memiliki kapasitas panas yang besar
d. Bagian dalam reaktor dapat mudah diakses saat perawatan

 Kekurangan:
e. Konversi reaktan menjadi produk per volume reaktor relatif
kecil bila dibandingkan dengan jenis reaktor kontinyu
lainnya.

CSTR umum digunakan pada industri proses, terutama dengan


reaksi homogen fasa cair, dimana diperlukan pengadukan yang
konstan.CSTR juga banyak digunakan pada proses biologi di industri
dan dikenal dengan sebutan Fermentor.
Contohnya pada industri antibiotik, dan waste water
treatment.Fermentor Mendegradasi atau menghancurkan molekul
berukuran besar menjadi berukuran lebih kecil dengan hasil samping
pada umumnya adalah alkohol.

 Reaktor Alir Pipa (RAP) atuPlug Flow Reaktor (PFR)


Merupakan suatu reaktor berbentuk pipa yang beroperasi secara
kontinyu. Dalam PFR selama operasi berlangsung bahan baku
dimasukkan terus menerus dan produk reaksi akan dikeluarkan secara
terus menerus sehingga tidak terjadi pencampuran ke arah aksial dan
semua molekul mempunyai waktu tinggal di dalam reaktor sama
besar.

Seluruh reaktan masuk melalui bagian inlet reaktor, semua


perhitungan dalam merancang PFR harus dengan asusmsi bahwa
tidak terjadi back mixing, downstream, dan upstream.PFR memiliki
efisiensi yang lebih tinggi dibanding CSTR pada volume yang sama.

25
PFR yang dipasang seri maka konversinya akan sama dengan
PFR tunggal yang panjangnya sama dengan jumlah dari panjang tiap
reaktor PFR penyusun, sementara untuk yang dipasang paralel tujuan
nya sama dengan CSTR, yakni meningkatkan kapasitas produksi
dengan konversi yang sama.
PFR memiliki aplikasi yang luas, baik dalam sistem fasa gas,
maupun fasa cair. Umumnya digunakan pada sintesis amoniak dari
unsur-unsur penyususnnya, dan oksidasi sulfur dioksida menjadi
sulful trioksida.

D. Klasifikasi Reaktor Berdasarkan Penggunaan


Reaktor dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penggunaan
akhirnya, contohnya adalah reaktor polimerisasi yang digunakan dalam
reaksi pembentukan polimer dari monomer-monomer penyusunnya,
rekator biologi yang biasa digunakan untuk proses fermentasi sehingga
disebut sebagai fermentor.

E. Klasifikasi Reaktor Berdasarkan Fasa


Reaktor dapat diklasifikasikan berdasarkan fasa nya, yakni rekator
homogen, dan reaktor heterogen. Disebut reaktor homogen jika reaktan,
produk, dan atau katalisnya berada pada fase yang sama. Contohnya
adalah reaktor batch dengan reaktan berfasa cair dan produk yang
dihasilkan berasa air pula.

Sementara reaktor heterogen adalah reaktor dengan reaktan,


produk, dan atau katalis berada pada fase yang berbeda (dua dasar atau
lebih). Contohnya adalah reaktor Trickle Bed dengan reaktan serta
produk berupa fasilitas gas dan cair, sementara katalis yang digunakan
adalah padatan.

JENIS REAKSI & KATALIS PADA REAKTOR

A. Jenis Reaksi Pada Reaktor


Seperti yang telah diketahui, reaktor merupakan tempat terjadinya
reaksi kimia. Jenis reaksi kimia dalam reaktor secara garis besar dibagi ke
dalam beberapa jenis, antara lain:
- kombinasi langsung atau reaksi sintesis
A + B = AB

26
- Dekomposisi/Penguraian atau reaksi analisis
AB = A + B
- Reaksi Subtitusi Tunggal
A + BC = AC + B
- Reaksi Subtitusi Gabda/Metatesis
AB + CD = CB

B. Katalis Pada Reaktor


Terkadang dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja rektor dengan cara
mempercepat tercapainya konversi reaksi
tertentu dipergunakanlah katalis. Katalis
merupakan suatu zat yang digunakan untuk
mempercepat reaksi tetapi terlepas, bahkan
dapat dikatakan tidak ikut bereaksi. Berikut
merupakan contoh beberapa jenis reaktor
yang menggunakan katalis, antara lain:

1. Shell and Tubes Reaktor


Seperti reaktor pipa tetapi berupa beberapa pipa yang disusun dalam sebuah shell,
reaksi berjalan di dalam pipa pipa dan pemanas/pendingin di shell. Alat ini
digunakan apabila dibutuhkan sistem transfer panas dalam reaktor.

2. Fix Bed Reaktor


Merupakan reaktor berbentuk pipa besar yang didalamnya berisi katalisator padat.
Bisanya digunakan untuk reaksi fasa gas dengan katalisator padat. Apabila
diperlukan proses transfer panas yang cukup besar biasanya berbentuk fixed bed
multitube, dimana reaktan bereaksi di dalam tube-tube yang berisi katalisator dan
pemanas/pendingin mengalir di luar tube.

3. Fluidized Bed Reaktor


Biasanya digunakan untuk reaksi fasa gas katalisator padat dengan umur
katalisator yang sangat pendek sehingga harus cepat diregenerasi, atau padatan
dalam reaktor adalah reaktan yang bereaksi.

4. Trickle Bed Reaktor


Reaktor Trickle Bed adalah reaktor dengan packing katalis dimana fasa cair dan
gas mengalir searah ke bawah yang mengalami interaksi pada katalis padatan.
Reaktor ini digunakan untuk memanaskan feed (umpan) menjadi vapor.

27
5. Slurry Reaktor
Reaktor ini menggunakan liquid sebagai reaktan dan solid sebagai katalis.
Biasanya terdiri dari liquid stirred tank, pada beberapa keadaan, gas sebagai
reaktan juga diembunkan melalui reaktan. Keberadaan katalis sebagai slurry
membuat penambahan dan pengambilan katalis dalam proses menjadi mudah.

28
IV. LANGKAH KERJA
1. Mempersiapkan larutan yang akan dihasilkan
2. Memasukkan larutan ke dalam feed tank 1 dan 2
3. Menghubungkan kabel ke soket dan menghidupkan switch ke posisi ON
4. Mematikan valve AF1 dan AF2 pada tangki terbuka dan Valve A31 dan A32
pada supply tank tertutup
5. Menghidupkan pump 1 dan pump 2 akan mengalir ke supply tank
6. Umpan akan mengalir ke float flowmeter, dan akan didistribusi ke tiap-tiap
reaktor

A. Mengoperasikan reaktor aliran tangki berpengaduk


1. Membuka valve v7 dan k7 untuk mengalirkan umpan ke CSTR
2. Menghidupkan stirrer pada control panel
3. Mengukur nilai konduktivitas dari produk
4. Produk akan mengalir menuju produk tank untuk dianalisa
5. Menutup valve v7 dan k7 untuk menghentikan aliran reaktan

B. Mengoperasikan CSTR yang disusun seri


1. Memastikan bahwa valve A5 dan A6 dalam keadaan tertutup
2. Membuka valve V5 dan K5 untuk mengalirkan umpan ke CSTR 2
3. Menghidupkan stirrer pada tiap reaktor
4. Produk yang dihasilkan CSTR 2 akan mengalir ke CSTR 3
5. Mengukur nilai konduktivitas produk tank
6. Produk akan mengalir ke produk tank
7. Menutup valve V5 dan K5 untuk menghentikan aliran masuk reaktor
8. Memastikan stirrer pada reaktor
9. Membuka valve A5 dan A6 untuk menghasilkan residu dari reaktor

C. Mengoperasikan CSTR disusun paralel


1. Memastikan valve A5 dan A7 dalam keadaan tertutup
2. Membuka valve V5 dan V7 serta K5 dan K7 untuk mengalirkan umpan
kedalam reaktor CSTR 2 dan 4
3. Menghidupkan stirrer pada reaktor
4. Mengukur nilai konduktivitas sampai konstan, membuka valve A5 dan A7
5. Mengambil produk dari tiap-tiap reaktor
6. Menutup valve V5, K5 dan V7, K7 untuk menghentikan aliran masuk
7. Mematikan stirrer
8. Melakukan analisa produk

D. Mengoperasikan packed column reaktor


1. Menutup valve A8
2. Membuka valve V8 dan K8 untuk mengalirkan umpan

29
3. Reaktan akan naik ke kolom dan akan bereaksi sehingga kolom yang diisi
dengan packed
4. Apabila packed column telah terisi penuh, produk akan mengalir dari atas
kolom
5. Membuka valve A8 untuk mengeluarkan produk
6. Menganalisa produk

E. Mengoperasikan plug flow reaktor


1. Memastikan valve A9, A91 dan A82 dalam keadaan tertutup
2. Membuka valve V9 dan K9 untuk mengalirkan reaktan
3. Reaktan akan naik ke PFR dan reaksi akan berjalan melalui pipa
4. Produk dikeluarkan menuju produk tank
5. Menutup valve V9 dan K9 untuk menghentikan aliran reaktan
6. Membuka valve A9, A91 dan A92 untuk mengeluarkan produk
7. Menganalisa produk

V. DATA PENGAMATAN
a) Penambahan CuSO4 secara perlahan
Waktu (sekon) Konduktivitas ( S) Suhu (°C)

b) Penambahan CuSO4 secara cepat


Waktu (sekon) Konduktivitas ( S) Suhu (°C)

30
EVAPORASI

I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja evaporasi
- Mahasiswa dapat mengoperasikan alat evaporasi

II. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
- Satu set alat evaporator
- Gelas ukur
- Pengaduk
- Corong
- Ember / baskom
B. BAHAN
- Gula
- Air suling

III. DASAR TEORI


Proses Evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan
proses penguapan dari padatan (zat terlarut) yang tidak volatil (tidak mudah
menguap). Inti dari proses ini adalah terjadinya perubahan fasa dari fasa cair
menjadi fasa uap, suatu proses yang membutuhkan energi yang relatif besar.
Evaporasi dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada
titik didihnya, sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya
lebih tinggi. Uap yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari
satu komponen, dan jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan
usaha untuk memisahkan komponen-komponennya.Dalam evaporasi zat
cair pekat merupakan produk yang dipentingkan, sedangkan uapnya
biasanya dikondensasikan dan dibuang. Sebagai contoh adalah pemekatan
larutan susu, sebelum dibuat menjadi susu bubuk. Beberapa sistem
evaporasi bertujuan untuk mengambil air pelarutnya, misalnya dalam unit
desalinasi air laut untuk mengambil air tawarnya.

31
Perlu diperhatikan bahwa titik didih cairan murni dipengaruhi oleh
tekanan.Makin tinggi tekanan, maka titik didih juga semakin tinggi.
Hubungan antara titik didih dengan tekanan uapnya dapat dirumuskan
dengan persamaan Antoine :

B
log(P°) = A −
C+t

Untuk air : A = 6,96681; B = 1668,21; C = 228, dimana P° dalam


cmHg dan t dalam ℃

Titik didih larutan yang mengandung zat yang sulit menguap akan
tergantung pada tekanan dan kadar zat tersebut. Pada tekanan yang sama,
makin tinggi kadar zat, makin tinggi titik didih larutannya. Beda antara titik
didih larutan dengan titik didih pelarut murninya disebut kenaikan titik didih
(boiling point rise)

Dalam evaporator, terjadi 3 proses penting yang berlangsung simultan,


yaitu :

(a) Transfer panas


(b)Penguapan (transfer massa)
(c) Pemisahan uap dan cairan
Penguapan umumnya berlangsung cepat, sehingga tidak mengontrol
kecepatan keseluruhan proses. Penguapan cairan pada evaporator ukuran
standar sudah dirancang oleh manufacturer sedemikian rupa sehingga untuk
jumlah penguapan dalam evaporator tersebut, pemisahan uap-cairan sudah
bisa berjalan dengan baik.Jadi untuk perhitungan / perancangan evaporator
(bentuk standar), yang perlu diperhatikan hanyalah kecepatan transfer
panasnya. Untuk perhitungan kecepatan transfer panas, diperlukan hitungan
neraca massa dan neraca panas.

Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan


oleh karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting
dari zat cair yang dievaporasikan :

1. Konsentrasi

32
Walaupun cairan encer diumpankan ke dalam evaporator mungkin
cukup encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika
konsentrasinya meningkat, larutan itu akan makin bersifat individual.
Densitas dan viskositasnya meningkat bersamaan dengan kandungan zat
padatnya, hingga larutan itu menjadi jenuh, atau jika tidak, menjadi terlalu
lamban sehingga tidak dapat melakukan perpindahan kalor yang memadai.
Jika zat cair jenuh dididihkan terus, maka akan terjadi pembentukan kristal,
dan kristal ini harus dipisahakan karena bisa menyebabkan tabung
evaporator tersumbat. Titik didih larutanpun dapat meningkat dengan sangat
bila kandungan zat padatnya bertambah, sehingga suhu didih larutan jenuh
mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan yang sama.

2. Pembentukan Busa
Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat-zat organik, membusa (foam)
pada waktu diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama
uap, dan menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa-ikut. Dalam hal-hal
yang ekstrem, keseluruhan massa zat cair itu mungkin meluap ke dalam
saluran uap keluar dan terbuang.

3. Kepekaan Terhadap Suhu


Beberapa bahan kimia berharga, bahan kimia farmasi dan bahan
makanan dapat rusak bila dipanaskan pada suhu sedang selama waktu yang
singkat saja.Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan
teknik khusus untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu
pemanasan.

4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan kerak pada permukaan
pemanasan. Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh makin lama makin
berkurang, sampai akhirnya operasi evaporator terpaksa dihentikan untuk
membersihkannya. Bila kerak itu keras dan tak dapat larut, pembersihan itu
tidak mudah dan memakan biaya.

5. Bahan Konstruksi

33
Bilamana mungkin, evaporator itu dibuat dari baja. Akan tetapi,
banyak larutan yang merusak bahan-bahan besi, atau menjadi
terkontaminasi oleh bahan itu. Karena itu digunakan juga bahan-bahan
kondtruksi khusus, seperti tembaga, nikel, baja tahan karat, aluminium,
grafit tak tembus dan timbal. Oleh karena bahan-bahan ini relatif mahal,
maka laju perpindahan kalor harus harus tinggi agar dapat menurunkan
biaya pokok peralatan.

Oleh karena adanya variasi dalam sifat-sifat zat cair, maka


dikembangkanlah berbagai jenis rancang evaporator. Evaporator mana yang
dipilih untuk suatu masalah tertentu bergantung terutama pada karakteristik
zat cair itu.

Ada dua metode pada evaporator yaitu :

1. Operasi efek Tunggal (single-effect evaporation)


Hanya menggunakan satu evaporator dimana uap dari zat cair yang
mendidih dikondensasikan dan dibuang. Walaupun sederhana, nemun
proses ini tidak efektif dalam penggunaan uap.

2. Operasi Efek Berganda (multiple-effect evaporation)


Metode yang umum digunakan untuk meningkatkan evaporasi perpon
uap dengan menggunakan sederetan evaporator antara penyediaan uap dan
kondensor. Jika uap dari satu evaporator dimasukkan ke dalam rongga uap
(steam chest) evaporator kedua, dan uap dari evaporator kedua dimasukkan
ke dalam kondensor, maka operasi itu akan menjadi efek dua kali atau efek
dua (doubble-effect). Kalor dari uap yang semula digunakan lagi dalm efek
yang kedua dan evaporasi yang didapatkan oleh satu satuan massa uap yang
diumpankan ke dalam efek pertama menjadi hampir lipat dua. Efek ini dapat
ditambah lagi dengan cara yang sama.

Untuk bisa memahami proses evaporasi ini, maka diperlukan


pengetahuan dasar tentang neraca massa dan neraca energi untuk proses
dengan perubahan fasa. Salah satu alat yang menggunakan prinsip ini adalah
alat pembuat aquades ( auto still ). Pada pembuatan aquades ini, air ( pelarut

34
) dipisahkan dengan dari padatan pengotornya ( Padatan pengotor tidak
volatil ) dengan proses penguapan. Pada praktikum ini penekanannya pada
pengguaan neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui performance
dari suatu unit operasi, dan mendapatkan kondisi optimal proses.

Neraca Massa ( keadaan steady ) adalah

Kecepatan massa masuk – Kecepatan massa keluar = 0

Neraca Energi ( keadaan steady )adalah

Kecepatan panas masuk – Kecepatan panas keluar = 0

Entalpi ( H )

Isi panas dari satu satuan massa bahan dibandingkan dengan isi panas
dari bahan tersebut pada suhu referensinya.

Entalpi Cair pada suhu T ( hl pada T )

Hl = Panas Sensibel

= Cp1( T – TR )

Entalpi Uap pada suhu T ( HV pada T )

HV= Panas Sensibel Cair – Panas Laten (Panas Penguapan) + Panas


Sensibel uap

= Cp1 ( Tb – TR ) – λ . CpV ( T – Tb )

hl = entalpi spesifik keadaan cair  kJ 


 Kg 

HV = entalpi spesifik keadan uap  kJ 


 Kg 
 

Cp1= kapasitas panas bahan dalam keadan cair kJ , untuk air =


Kg0C

kJ
4,182
Kg 0 C

35
CpV = kapasitas panas bahan dalam keadan uap kJ , untuk uap air
Kg0C

suhu menengah = 1,185 kJ


0
Kg C

T = suhu bahan dalam ( °C )

TR = suhu referensi, pada “steam table” digunakan 0 °C

Tb = titik didih bahan ( °C )

λ = panas laten / panas penguapan bahan, untuk air pada suhu 100 °C
= 2260,16 kJ
Kg

Neraca Massa Total Keadaan Steady State

Kecepatan Massa Masuk = Kecepatan Massa Keluar

FT=O + D……………………………………………………………( 1
)

Neraca Energi Total Keadaan Steady State

Kecepatan Panas Masuk = Kecepatan Panas Keluar

Panas dibawa pendingin + Panas dari Heater = Panas dibawa Over


Flow + Panas dibawa Distilat – Panas hilang ke lingkungan.

FT .Cp1( TFT – TR ) + Q = O . Cp1 ( TO – TR ) + D . Cp1( TD – TR ) +


Qloss…( 2 )

Neraca Energi di Pendingin

Panas dibawa air pendingin masuk + Panas dibawa uap masuk =


Panas dibawa Distilat keluar + Panas dibawa air pendingin keluar.

FT .Cp1 ( TFT – TR ) + V. HV = D . Cp1 ( TD – TR ) + ( O + FB ) . Cp1 . (


TO – TR )

36
Karena FB = V = D

O + FB = O + D = FT

FT . Cp1 ( TFT – TR ) + V. HV = D . Cp1 ( TD – TR ) + FT. Cp1 . ( TO – TR


) …...( 3 )

Neraca Energi di Boiler

Panas dari Heater = Panas dibawa Uap + Panas hilang ke lingkungan

Q = V . HV + Qloss, karena V = D, maka

Q = D . HV + Qloss ….……………………………………………..(
4)

HV = Cp1 .( Tb – TR ) + λ + CpV .( T – Tb ), karena T = Tb = 100 °C

HV = Cp1 . ( 100 – TR ) + λ …………………………………………….(


5)

Faktor-faktor yang mempercepat proses evaporasi :

1. Suhu; walaupun cairan bisa evaporasi di bawah suhu titik didihnya,


namun prosesnya akan cepat terjadi ketika suhu di sekeliling lebih tinggi.
Hal ini terjadi karena evaporasi menyerap kalor laten dari sekelilingnya.
Dengan demikian, semakin hangat suhu sekeliling semakin banyak
jumlah kalor yang terserap untuk mempercepat evaporasi.
2. Kelembapan udara; jika kelembapan udara kurang, berarti udara sekitar
kering. Semakin kering udara (sedikitnya kandungan uap air di dalam
udara) semakin cepat evaporasi terjadi. Contohnya, tetesan air yang
berada di kepingan gelas di ruang terbuka lebih cepat terevaporasi lebih
cepat daripada tetesan air di dalam botol gelas. Hal ini menjelaskan
mengapa pakaian lebih cepat kering di daerah kelembapan udaranya
rendah.

37
3. Tekanan; semakin besar tekanan yang dialami semakin lambat evaporasi
terjadi. Pada tetesan air yang berada di gelas botol yang udaranya telah
dikosongkan (tekanan udara berkurang), maka akan cepat terevaporasi.
4. Gerakan udara; pakaian akan lebih cepat kering ketika berada di ruang
yang sirkulasi udara atau angin lancar karena membantu pergerakan
molekul air. Hal ini sama saja dengan mengurangi kelembapan udara.
5. Sifat cairan; cairan dengan titik didih yang rendah terevaporasi lebih
cepat daripada cairan yang titik didihnya besar. Contoh, raksa dengan
titik didih 357°C lebih susah terevapporasi daripada eter yang titik
didihnya 35°C.

Diagram pemanasan air

Kalor sensibel adalah kalor yang dibuthkan untuk menaikan suhu air.
Bila kita memanaskan suhu air maka secara perlahan suhu air akan terus
naik dan pada suatu titik akan mendidih. Kalor sensibel bisa diliat pada
grafik di atas, yaitu garis yang semakin naik. Kalor sensibel bisa dicari
dengan menggunakan rumus :

Q = m c (T2-T1)

38
Dimana :

m = massa benda

c = panas jenis

(T2-T1) = perbedaan jenis

Kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan wujud


zat, dai es menjadi air, dari air menjadi uap dan sebagainya. Bila air suda
mencapai titik didihnya lalu dipanaskan terus, suhu air tidak akan naik
melainkanwujudnya akan berubah. Kalor laten ditunjukan oleh garis
mendatar pada grafik di atas. Kalor laten bisa dicari dengan menggunakan
rumus :

Q=mL

Dimana :

m = massa benda

L = kalor lebur benda

IV. LANGKAH KERJA


Pembuatan Larutan Gula

- Membuat larutan gula dengan komposisi 750 gr


- Mencampurkan gula dengan air keran sebanyak 4 liter
- Mengaduk sampai campuran homogen
Proses Evaporasi

- Menghubungkan kabel evaporator pada stop kontak


- Menghidupkan main evaporator dengan menekan tombol pada bagian
samping tombol papan
- Memanaskan heater dengan memutar tombol heater ke kanan
- Menguapkan larutan gula
- Mencatat waktu dan suhu ketika terbentuk bubble pertama
- Mencatat suhu dan waktu ketika larutan gula mendidih

39
- Menghitung volume cairan hasil evaporasi
- Ketika semua proses selesai, tombol heater diatikan dengan memutar
tombol kearah kiri
- Mematikan main operator dengan memutarnya ke posisi off
- Mencabut kabel evaporator pada stop kontak
- Menunggu sampai kondisi evaporator dalam keadaan suhu ruang,
kemudian mematikan kondenser.
-
V. DATA PENGAMATAN
 Tabel antar waktu dan suhu
Waktu (Menit) Suhu (°C)

 Tabel Neraca Massa


Nama Bahan Input (L/menit) Output (L/menit)

Sampel

Destilat

Total

 Tabel Neraca Panas


Sumber Panas Q input (kJ/s) Q output (kJ/s)

Panas dibawah destilat

Panas Hilang

Panas dari Heater

40
TRAY DRYER

1. Tujuan Percobaan
a. Mendapatkan produk silika gel sesuai dengan standar JIS-0701.
b. Menentukan laju perpindahan panas konveksi (qc) dan konduksi (qk)
dari proses pengeringan silika gel berbasis ampas tebu dengan
menggunakan alat pengering tipe tray dryer.
2. Teori
Silika adalah suatu mineral yang penyusun utamanya berupa silikon
dioksida (SiO2).Silika tersusun dari dua unsur yang terdiri dari silikon (Si)
dan oksigen (O2) dimana keduanya merupakan unsur yang paling banyak di
alam.Diperkirakan 60% dari kerak bumi ini tersusun dari silika.Silika yang
ada di bumi ini biasanya ditemukan dalam bentuk silikat (Lujan, 2007).

Silika terdiri dari berbagai bentuk yaitu: silika kristalin, silika


mikrokristalin, silika vitreous (supercooled liquid glesses), dan silika amorf.
Berdasarkan struktur molekulnya silika dibagi menjadi dua bagian yaitu:
silika kristalin dan silika amorf. Silika kristalin adalah silika yang susunan
molekulnya membentuk pola tertentu (kristal) sedangkan silika amorf
adalah silika yang susunan molekulnya tidak teratur. Silika sebagai senyawa
yang terdapat di alam berstuktur kristalin, sedangakn sebagai senyawa
sintetisnya berupa amorf.Secara sintetis senyawa silika dapat dibuat dari
larutan silikat atau dari pereaksi silan. Sifat-sifat fisika dari silika dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini

Sifat-Sifat Fisika Silika


Sifat Fisika Keterangan

Nama IUPAC Silikon dioksida

Nama lain Kuarsa, silika, silikat dioksida, silicon (IV) oksida

Rumus molekul SiO2

Massa molar 60, 08 gr/mol

41
Penampilan Kristal transparan

Titik lebur 1.600-1.725 ̊C

Titik didih 2.230 ̊C

Sumber: Melinda, 2015


Adapun sifat kimia dari silika yaitu:
Mineral silika mempunyai berbagai sifat kimia antara lain sebagai berikut:
a. Reaksi Asam
Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali terhadap asam
hidrofluorida dan
asam phospat.
SiO2(s) + 4HF(aq) → SiF4(aq) + 2H2O(l).....(Vogel, 1985)

Dalam asam berlebih reaksinya adalah:


SiO2 + 6HF → H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)…..(Vogel, 1985)

b. Reaksi Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti
dengan hidroksil alkali.
SiO2(s) + 2NaOH(aq) → Na2SiO3 + H2O …..(Vogel, 1985)

Secara komersial, silika dibuat dengan mencampurkan larutan natrium


silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan suatu disperse pekat
yang akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai
silika hidrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 70-100 ̊C
agar terbentuk silika gel. Reaksi yang terjadi:

NaSiO3(aq) + 2HCl(aq) → H2SiO3(l) + 2NaCl(aq)


H2SiO3(s) → SiO2.H2O(s)

 Silka Gel

Silika gel merupakan salah satu bentuk silika amorf yang paling luas
penggunaannya karena silika gel memiliki kemampuan menyerap air.Hal ini

42
disebabkan silika gel sangat berpori dan memiliki Gugus Si-OH dipermukaannya
sehingga mudah menyerap air. Partikel silika gel adalah inti yang terdiri dari atom
silikon yang terikat bersama silikon lain oleh adanya atom oksigen dengan ikatan
siloksan (Si– O–Si) sehingga pada permukaan tiap partikel primer terdapat gugus
−OH yang tidak terkondensasi yang berasal dari monomer asam silikat. Gugus
−OH yang kemudian dikenal dengan gugus silanol inilah yang memberikan sifat
polar pada silika gel dan merupakan sisi aktif silika gel (Ida, 2018).
Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui
penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2).Sol mirip agar – agar ini dapat
didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang
bersifat tidak elastis.Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat
penyerap, pengering dan penopang katalis.Garam – garam kobalt dapat diabsorpsi
oleh gel ini.

Silika gel memiliki standar teknis untuk lembaga inspeksi nasional seperti MIL-
D3464E, JISS-0701, DIN 55473 dan sebagainya.Berikut ini adalah tabel
spesifikasi silica gel desicant sesuai standar JIS-0701.
Spesifikasi Silika Gel Standar JIS-0701
ITEM TEST Standar JIS-0701

Butir Diameter ( mm ) 2,0-5,0 ( sesuai kebutuhan )


Kerugian Pengeringan pada 180 ℃ ( % ) 5,0 max.
Ph 4,0 – 8,0
Kadar Air (%) 2,5 max.
Jelas Density (g/ml ) 0,73
Luas Permukaan (m2/g) 650
Pori Volume (ml/g) 0,36
Av. Pori Diameter (mm) 22
Bahan Jenis (kcal/kg.C) 0,22
Konduktivitas Termal (kcal/m.Hr.C) 0,15
Spesific Resistance (Ω/cm) 3.000 min.

43
Kelembaban:

RH = 20% 8,0% min.

RH = 40% 20,0% min.

Penyerapan Kadar Air 41%

Sumber: Japanese Industrial Standard, 2003

 Pengeringan
Pengeringan mempunyai pengertian aplikasi pemanasan melalui kondisi
yangteratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian besar air dalam suatu bahan
dengan cara diuapkan. Penghilangan air dalam suatu bahan dengan cara
pengeringan mempunyai satuan operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi
akan menurunkan aktivitas air yang terkandung dalam bahan dengan cara
mengeluarkan atau menghilangkan air dalam jumlah lebih banyak, sehingga umur
simpan bahan pangan menjadi lebih panjang atau lebih lama (Muarif,2013).

 Mekanisme Pengeringan
Udara yang terdapat dalam proses pengeringan mempunyai fungsi sebagai
pemberi panas pada bahan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan air.
Fungsi lain dari udara adalah untuk mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh
bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik apabila kecepatan
udara ditingkatkan. Kadar air akhir apabila mulai mencapai kesetimbangannya,
maka akan membuat waktu pengeringan juga ikut naik atau dengan kata lain lebih
cepat (Muarif, 2013).
Faktor yang dapat mempengaruhi pengeringan suatu bahan pangan adalah:
(Buckle dkk., 1987):
 Sifat fisik dan kimia dari bahanpangan.

 Pengaturan susunan bahanpangan.

 Sifat fisik dari lingkungan sekitar alatpengering.

44
 Proses pemindahan dari media pemanas ke bahan yang dikeringkan
melalui dua
 Tahapan proses selama pengeringanyaitu:
a. Proses perpindahan panas terjadinya penguapan air dari bahan yang
dikeringkan.
b. Proses perubahan air yang terkandung dalam media yang dikeringkan
menguapkan air menjadigas.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian, yaitu panas harus
diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari dalam
bahan. Dua fenomena ini menyangkut perpindahan panas ke dalam dan
perpindahan massa keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kecepatan
pengeringanadalah:

 Luas Permukaan
 Perbedaan SuhuSekitar
 Kecepatan AliranUdara
 KelembabanUdara
 LamaPengeringan

 Tray Dryer

Tray dryer dapat digunakan untuk mengeringkan bahan berupa padatan


kental atau padatan seperti pasta, dimana bahan tersebut disebarkan secara merata
pada rak-rak pengering.Pengeringan menggunakan tray dryer dapat menghasilkan
pengeringan yang jauh lebih cepat pada padatan, Kristal dan bahan yang
berbentuk granular dapat dikeringkan secara langsung, dengan melihat kondisi
tersebut, maka alat tray dryer sangatlah memungkinkan untuk mengeringkan
material yang berbentuk hydrogel

Tray dryer atau alat pengering tipe rak, mempunyai bentuk persegi
dandidalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan
dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering
jenis ini rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat
pengeringnya. Bahan diletakan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam yang

45
berlubang. Kegunaan lubang-lubang tersebut untuk mengalirkan udara panas.
Ukuran yang digunakan bermacam-macam, ada yang luasnya 200 cm2 dan
ada juga yang 400 cm2. Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada
bahan yang dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran
halus, maka lubangnya berukuran kecil. Pada alat pengering ini bahan selain
ditempatkan langsung pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lainnya
misalnya pada baki dan nampan. Kemudian pada baki dan nampan ini disusun
diatas rak yang ada di dalam pengering. Selain alat pemanas udara, biasanya juga
digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering.
Udara yang telah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini
udara dipanaskan lebih dulu kemudian dialurkan diantara rak-rak yang sudah
berisi bahan. Arah aliran udara panas didalam alat pengering bisa dari atas ke
bawah dan bisa juga dari bawah ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan yang
dikeringkan. Untuk menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga
harus disesuaikan (Unari Thaibdkk.,2008).

Gambar 4.Tray Dryer

 Perpindahan Panas
Dalam proses pengeringan terjadi proses perpindahan panas yang terbagi
menjadi konduksi (hantaran), dan konveksi.

 Perpindahan Panas Konduksi


Perpindahan panas secara konduksi adalah proses panas mengalir dari daerah
yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu

46
medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi
terjajadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan
molekul yang cukup besar.Menurut teori kinetik, temperatur elemen suatu zat
sebanding dengan energi kinetik rata-rata molekul-molekul yang membentuk
elemen itu.Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh
kecepatan dan positif relativ molekul-molekulnya disebut energi dalam.Jadi,
semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu maupun energi
dalam elemen zat.
Bila molekul-molekul di satu daerah memperoleh energi kinetik rata-rata
yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh molekul-molekul disuatu daerah
yang berdekatan, sebagaimana diwujudkan oleh adanya beda suhu, maka molekul-
molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian
energinya kepada molekul-molekul di daerah yang bersuhu lebih rendah.
Konduksi adalah satu-satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam zat
padat yang tidak tembus cahaya.Konduksi penting pula dalam fluida-fluida, tetapi
di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi.
Jika media perpindahan panas konduksi berupa cairan, mekanisme
perpindahan panas yang terjadi sama dengan konduksi dengan media gas, hanya
kecepatan gerak molekul cairan lebih lambat daripada molekul gas. Tetapi jarak
antara molekul-molekul pada cairan lebih pendek dari pada jarak antara molekul-
molekul pada fase gas.Berikut persamaan dari laju perpindahan panas konduksi.
𝑞𝑘 = 𝑈𝑘 (𝑇 − 𝑇𝑠 )𝐴 ..... (Geankoplis, 1978)
Dimana:
qk =Laju perpindahan panas konduksi
A = Luas penampang
T = Temperatur udara
𝑇𝑠 = Temperatur pelat
1
𝑈𝑘 =
1⁄ + 𝑚⁄ + 𝑧𝑠⁄
𝑧
ℎ𝑐 𝑘𝑚 𝑘𝑠
zm(ketebalan pelat)zs(ketebalan bahan)
km(konduktivitas termal pelat)ks(konduktivitas termal bahan)

47
hc(koefisien perpindahan panas)

 Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi dengan kerja
gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur.
Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindaahn energi antara
permukaan benda padat dan cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara
konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya
berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara
konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang
berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-
partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-
partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di
dalam fluida dimana mereka akan bercampur, dan memindahkan sebagian
energinya kepada partikel-partikel fluida lainnya.
Perpindahan panas secara konveksi terjadi melalui dua cara, yaitu:
1. Konveksi bebas/konveksi alamiah (free convection/natural convection)
Konveksi bebas/konveksi alamiah adalah perpindahan panas yang
disebabkan oleh beda suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang
mendorongnya.
Contoh: plat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan
dari luar.
2. Konveksi paksaan (forced convection)
Konveksi paksaan adalah perpindahan panas yang aliran panas yang aliran
gas atau cairannya disebabkan adanya tenaga dari luar.
Contoh: plat panas dihembus udara dengan kipas/blower. Berikut persamaan dari
laju perpindahan panas konveksi.
𝑞𝑐 = ℎ𝑐 𝐴(𝑇 − 𝑇𝑠 ).....(Geankoplis, 1978)
Dimana:
𝑞𝑐 = Laju perpindahan panas konveksi
A = Luas penampang hc= Koefisien perpindahan panas
T = Temperatur udara 𝑇𝑠 = Temperatur pelat

48
3. Bahan dan Alat
 Seperangkat alat Tray Dryer
 Tungku pembakar
 Ph meter
 Timbangan
 Erlenmeyer
 Kertas saring Whatman no 41
 Vacuum Pump
 Silica gel
 NaOH 1 M
 CH3COOH

4. Prosedur kerja
 Menyiapkan bahan yang akan dikeringkan menggunakan tray
dryer.
 Menyiapkan termometer bola basah, termometer bola kering dan
peralatan penunjang proses penelitian lainnya.
 Menimbang berat awal hydrogel sebelum proses pengeringan.
 Menyalakan kompresor.
 Mengatur besarnya temperatur untuk proses pengeringan.
 Memasukkan hydrogel kedalam rak pengeringan dan mengamati
proses pengeringan yang terjadi.
 Mengukur temperatur bola basah, temperatur bola kering hydrogel
setelah pengeringan dari 0 menit, 60 menit, 120 menit, 180 menit,
210 menit, 240 menit, 300 menit, 330 menit, 360 menit.
 Setelah proses pengeringan selesai, mematikan semua alat proses.

5. Data pengamatan
 Berat awal umpan :
 Berat akhir umpan :
 Temperatur bola basah :

49
 Temperatur bola kering :
 Laju udara masuk :
 Laju udara keluar :

6. Analisis percobaan
7. Tugas / perhitungan
 Menghitung % penurunan kadar air dalam silika gel pada masing-
masing waktu pengeringan yang telah dilakukan.
 Menghitung laju pengeringan silika gel setiap masing-masing
waktu.
 Menentukan mekanisme laju pengeringan terhadap kadar
penurunan kadar air dalam silika gel sesuai standar
8. Kesimpulan
9. Gambar alat

50
MEMBRAN TERVAPORASI

1. Tujuan Percobaan
 Mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian mencapai 99% dan sesuai
dengan standar SNI
 Menentukan kinerja membran pervaporasi terhadap etanol yang dihasilkan
 Menentukan temperatur optimum terhadap kenaikan fluks dan penurunan
selektivitas

2. Teori
Membran merupakan alat pemisah berupa penghalang yang bersifat
selektif yang dapat memisahkan dua fase dari berbagai campuran. Campuran
tersebut dapat bersifat homogen atau heterogen dan dapat berupa padatan, cairan
atau gas.Transportasi pada membran terjadi karena adanya driving force yang
dapat berupa konveksi atau difusi dari masing-masing molekul, adanya tarik
menarik antar muatan komponen atau konsentrasi larutan, dan perbedaan suhu
atau tekanan (Pabby et al, 2009).
Membran didefinisikan sebagai suatu media berpori, berbentuk film tipis,
bersifat semipermeabel yang berfungsi untuk memisahkan partikel dengan ukuran
molekuler (spesi) dalam suatu sistem larutan. Spesi yang memiliki ukuran yang
lebih besar dari pori membran akan tertahan sedangkan spesi dengan ukuran yang
lebih kecil dari pori membran akan lolos menembus pori membran (Kesting, RE,
2000).
Menurut Mulder (1996), membran dapat diklasifikasikan berdasarkan
asalnya, struktur/morfologi, prinsip pemisahan, dan sifat listriknya.

a. Berdasarkan asal membrane


 Membrane alami
 Membrane sintetik

b. Berdasarkan struktur membrane


 Membrane simetri
 Membrane asimetri

c. Berdasarkan prinsip pemisahan


 Membrane berpori
 Membrane tidak berpori
 Membrane cair

51
d. Berdasarkan sifat listrik
 Membrane bermuatan tetap
 Membrane tidak bermuatan tetap

Prinsip Proses Pemisahan Membran

Sumber: Teknologi Membran USU, 2015


Gambar 1. Skema proses pemisahan menggunakan membran

Pada prinsipnya proses pemisahan dengan menggunakan membran adalah


proses pemisahan antara pelarut dengan zat terlarut. Pelarut dipisahkan dengan zat
terlarut yang akan tertahan pada membran atau yang disebut dengan konsentrat,
sedangkan pelarut akan lolos melalui membran yang dinamakan permeate.
Proses pemisahan dengan membran mempunyai kemampuan memindahkan
salah satu komponen berdasarkan sifat fisik dan kimia membran serta komponen
yang dipisahkan. Perpindahan yang terjadi karena adanya gaya dorong (driving
force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (∆P), beda konsentrasi (∆C), beda
potensial listrik (∆E), dan beda temperatur (∆T), serta selektifitas membran yang
dinyatakan dengan rejeksi.
Dengan menggunakan membran, yaitu filtrasi laminar (dead end) dan
filtrasi tangensial (cross flow).Dalam filtrasi laminar, aliran umpan tegak lurus ke
permukaan membran sehingga sebagian saja yang terakumulasi. Pada konfigurasi
dead end tidak terdapat retentat sedangkan jika terdapat retentat disebut cross
flow. Jadi pada konfigurasi cross flow terdapat sebagian feed (pelarut) yang tidak

52
menjadi permeat. Untuk kasus dead end, resistan meningkat menurut ketebalan
lapisan fouling yang terbentuk pada permukaan membran.
Kinerja Membran
Kinerja atau efisiensi perpindahan didalam membran ditentukan oleh dua
parameter yaitu :
a. Permeabilitas
Permeabilitas sering disebut juga sebagai kecepatan permeat atau fluks
adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas
membran dengan waktu tertentu dengan adannya gaya dorong dalam hal ini
berupa tekanan. Pada proses filtrasi, nilai fluks yang umum dipakai adalah fluks
volume yang dinyatakan sebagai volume larutan umpan yang dapat melewati
membran per satuan waktu per satuan luas membran. Faktor yang mempengaruhi
permeabilitas adalah jumlah dan ukuran pori, interaksi antara membran dan
larutan umpan, viskositas larutan serta tekanan dari luar.
Permeabilitas membran dilihat dari fluks, dimana fluks adalah kecepatan
aliran melewati membran yang dihitung dengan persamaan:
𝑉
J = 𝐴 .𝑡

Dalam hal ini, J adalah fluks cairan, sedangkan V adalah volume permeat,
dan t adalah waktu permeat, serta A adalah luas permukaan membran.

b. Selektivitas
Selektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu alat
membran keramik menahan suatu suspensi atau melewati suatu suspensi tertentu
lainnya. Faktor yang mempengaruhi selektivitas adalah besarnya ukuran partikel
yang akan melewatinya, interaksi antara membran, larutan umpan dan ukuran
pori. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan selektivitas membran
adalah koefisien rejeksi (R), yaitu fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak
menembus membran.

Penentuan tolakan (R) ditentukan oleh persamaan:


𝐶𝑝
R = ( 1− )
𝐶𝑏

53
Dalam hal ini, Cp adalah konsentrasi zat terlarut di dalam permeat dan Cb
adalah rata-rata konsentrasi zat terlarut di dalam umpan (feed) dan rentetat.
Ukuran pori juga berperan dalam menentukan selektifitas membran, dimana
membran yang memiliki ukuran pori kecil akan memberikan tolakan yang lebih
besar daripada membran yang mempunyai ukuran pori lebih besar (Mulder,
1991).

Faktor yang Memengaruhi Kinerja Membran


Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan membran
diantaranya :
1. Ukuran Molekul
Ukuran molekul membran sangat mempengaruhi kinerja membran.
2. Bentuk Membran
Membran dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk, seperti bentuk datar,
bentuk tabung, dan bentuk serat berongga.
3. Bahan Membran
Perbedaan bahan membran akan berpengaruh pada hasil rejeksi dan
distribusi ukuran pori.
4. Karakteristik Larutan
Karakteristik larutan ini akan memberi pengaruh terhadap permeabilitas
membran.
5. Parameter operasional

Jenis parameter yang digunakan pada operasional umumnya terdiri dari


tekanan membran, permukaan membran, temperatur dan konsentrasi.

Teknologi Pervaporasi

Pervaporasi adalah suatu proses pemisahan menggunakan membran yang


berbeda dari semua proses membran yang lain karena terjadi perubahan fase
permeat dari cair menjadi uap selama perpindahan bahan. Umpan dalam proses
pervaporasi berfase cair. Daya dorong dalam membran dicapai dengan
menurunkan aktivitas komponen permeat.Komponen – komponen dalam
campuran permeat melalui membran dan menguap sebagai hasil dari tekanan

54
parsial pada bagian permeat lebih rendah dari tekanan uap jenuh.Daya dorong
biasanya dikontrol dengan memberikan tekanan vakum. Alternatif lain, digunakan
gas inert sebagai pembawa seperti uap air atau udara, sehingga tekanan parsialnya
menurun dari komponen permeat (Rautenbach & Albrecht, 1989).
Pervaporasi merupakan proses pemisahan membran yang relatif baru,
dimana secara umum digunakan untuk pemisahan berdasarkan prinsip seperti
osmosa balik dan pemisahan gas membran. Dalam pervaporasi, campuran cairan
yang dipisahkan (umpan) ditempatkan berkontak pada salah satu sisi dari
membran dan produk yang diserap (permeat) dipisahkan sebagai uap bertekanan
rendah dari sisi yang lain. Uap permeat dapat dikondensasikan dan dihasilkan
sesuai yang diinginkan. Gradien potensial kimia yang melewati membran adalah
daya dorong untuk perpindahan massa. Daya dorong tersebut dapat diperoleh
dengan menggunakan pompa vakum atau pembawa inert (umumnya udara atau
uap) pada bagian permeat untuk menjaga tekanan uap permeat lebih rendah dari
tekanan parsial cairan umpan.
Penerapan pervaporasi dapat digolongkan menjadi tiga kategori :
a. Dehidrasi pelarut organik,
b. Pemisahan senyawa organik dari larutan,
c. Pemisahan dari campuran organic anhidrat.
Pemisahan pervaporasi ditentukan oleh sifat kimia dari penyusun membran,
struktur fisik dari membran, sifat fisikokimia dari campuran yang akan
dipisahkan, dan interaksi antara permeat-membran (Huang and Feng, 1997).
Proses pemisahan etanol dari komponen cair lainnya menggunakan teknik
konvensional yaitu distilasi (penyulingan) dengan memanfaatkan perbedaan titik
uap antara etanol dan komponen – komponen cair lainnya. Distilasi dapat
menghasilkan etanol yang lebih murni, tetapi maksimal hanya menghasilkan
konsentrasi sebesar 95,6 % (pada titik azeotropnya), proses pemisahan yang relatif
lama dan memerlukan energi yang relatif besar. Pada pervaporasi etanol-air,
membran yang digunakan harus bersifat hidrofilik dan selektif.
Selulosa nitrat merupakan suatu senyawa kimia buatan yang digunakan
dalam film fotografi.Secara kimia, selulosa nitrat adalah ester dari asam nitrat dan
selulosa.Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan sebagai

55
komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik.Selulosa nitrat, pada
dasarnya merupakan salah satu jenis polimer yang paling banyak digunakan untuk
industri.
Kebutuhan energi untuk dehidrasi etanol dengan berbagai metode
pemisahan dapat dilihat pada tabel

Kebutuhan energi untuk dehidrasi etanol


Metode Pemurnian (% w/w) Kebutuhan energi

(kJ/kg)

Distilasi 80 – 99,5 10376

Distilasi azeotropik 95,0 – 99,5 3305

Pervaporasi 95,0 – 99,5 423

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pervaporasi merupakan pilihan yang
paling hemat energi dalam dehidrasi etanol – air (Huang, et al., 2006).
Peningkatan tekanan pada sisi bagian bawah membran dalam pervaporasi
dapat menurunkan selektivitas.Tekanan sisi bagian bawah membran ini
menentukan parameter fluks.Tetapi tekanan pada sisi atas membran hanya
memberikan pengaruh yang sangat sedikit.Ketika temperatur umpan dinaikkan,
fluks pervaporasi meningkat, pengaruh ini sangat penting karena selektivitas
menurun dengan meningkatnya temperatur umpan operasi. Karena kelarutan dan
defusivitas dari campuran yang akan dipisahkan merupakan fungsi dari
konsentrasi komponen yang terkandung di dalam campuran tersebut, maka fluks
dan selektivitas tergantung pada komposisi umpan (Bungay, et al., 1983).
Dalam pervaporasi, campuran cairan yang akan dipisahkan dikontakkan
dengan salah satu sisi membran dan permeatnya dikeluarkan pada tekanan uap
rendah dari sisi membran yang lain. Berdasarkan sifat difusi larutan, pervaporasi
berlangsung tiga tahap:

56
1. Penyerapan permean dari campuran cairan ke dalam membran;
2. Difusi permean melalui membran, dan
3. Desorpsi permean menjadi fasa uap
Pemisahan berdasarkan membran berpotensi penting karena lebih sedikit
energi yang digunakan dan lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi
pemisahan lainnya.Adapun mekanisme pemisahan dengan menggunakan
membran ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Mekanisme Pemisahan berdasarkan Membran


Terdapat dua tipe membran pervaporasi untuk campuran etanol-air, yang
pertama yaitu permselektif air dan kedua yaitu permselektif etanol.Membran
permselektif etanol baik digunakan untuk konsentrasi etanol rendah dan membran
permselektif air baik digunakan untuk umpan dengan konsentrasi etanol tinggi
seperti pada dehidrasi etanol dan turunannya. Khususnya dalam proses dehidrasi
etanol umpan yang mengandung konsentrasi etanol tinggi atau kondisi azeotropik
(95 %) akan tertahan oleh membran yang memiliki karakter hidrofilik tinggi serta
permselektif terhadap air sehingga pada bagian permeat akan mengandung
konsentrasi air lebih banyak dibandingkan dengan bagian retentat.
Kinerja Membran Pervaporasi
Kinerja membran dapat dilihat dari laju aliran (fluks) dan
selektivitasnya.Fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati membran tiap
satu satuan luas permukaan tiap satuan waktu.Selektivitas adalah kemampuan
suatu membran di dalam menghambat atau meloloskan komponen tertentu dari
larutan yang dipisahkan.

57
Pemisahan dengan membran dilakukan dengan mengalirkan feed ke
dalam membran kemudian akan terpisah sesuai driving force yang digunakan.
Proses pemisahan dengan membran menghasilkan dua aliran yaitu permeate dan
retentate. Permeate merupakan hasil pemisahan yang diinginkan sedangkan
retentate merupakan hasil sisa (Pabby et al, 2009).

Gambar 3. Skema Pemisahan Menggunakan Membran


Driving force pada pemisahan menggunakan membran ada 4 macam.
Kinerja (performance) instalasi membran tergantung pada jenis driving force yang
digunakan (Mulder, 1996). Macam-macam aplikasi pemisahan dengan membran
berdasarkan driving force dan kinerja instalasinya antara lain :

1. Driving force gradien tekanan (∆P)


Aplikasi penggunaan antara lain : mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi,
reverse osmosis. Kinerja instalasi membran berupa fluks (J) dan rejeksi (R) dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
𝑄𝑝
Jv = 𝐴
𝑚

Besarnya fluks dihitung dari besarnya laju alir yang melewati setiap
luas permukaan membran. Semakin besar laju alir permeate dan semakin kecil
luas permukaan membran maka fluks yang dihasilkan semakin besar. Rejeksi
merupakan ukuran perbandingan konsentrasi permeate dan retentate yang berhasil
dipisahkan.

2. Driving force gradien Konsentrasi (∆C)

58
Aplikasi penggunaan : pervaporasi, permeasi gas, permeasi uap, dialisis,
dialisis-difusi. Selektivitas (𝞪) umumnya dinyatakan oleh satu dari dua parameter:
Retensi (R) atau Faktor Pemisahan (𝞪)
𝐶𝑓−𝐶𝑝 𝐶𝑝
R= = 1- 𝐶𝑓
𝐶𝑓

Selektivitas membran digunakan untuk campuran gas atau campuran cairan


organik yang umumnya dinyatakan dalam faktor separasi (𝞪) :
𝑦 /𝑦
𝞪A/B= 𝑥𝐴 / 𝑥 𝐵
𝐴 𝐵

dimana, A dan B merupakan komponen-komponen yang terdapat pada


campuran yang akan dipisahkan dan x dan y merupakan fraksi mol umpan dan
permeate.
3. Driving force gradien Temperatur (∆T)
Aplikasi penggunaan : thermo-osmosis, distilasi membran. Kinerja
instalasi berupa
fluks (J) dan selektivitas (𝞪).
4. Driving force gradien Potensial Listrik (∆E)
Aplikasi penggunaan : elektrodialisis, elektro-osmosis, membran-
elektrolisis. Kinerja instalasi berupa fluks (J) dan selektivitas (𝞪).

3.Alat dan Bahan

 Satu set peralatan pervaporasi


 Refraktometer
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Gelas kimia
 Etanol 96%
 Membrane cellulose nitrat
 Aquadest

4. Prosedur Percobaan

Proses Pervaporasi

1. Menyiapkan etanol umpan.


2. Memasukkan etanol ke dalam tangki umpan.

59
3. Memanaskan etanol pada suhu 1000C, sehingga air dalam etanol berubah
menjadi uap air. Mengatur tekanan konstan pada 600 mbar.
4. Meletakkan termos yang berisi es batu pada kedua tabung gelas sebagai
penampung uap air.
5. Uap air akan melewati membran, sedangkan etanol akan tertahan karena
membran yang digunakan tidak berpori.
6. Pompa vakum akan menyerap uap air, sehingga uap air masuk ke tabung
gelas dan terkondensasi kembali menjadi air sedangkan etanol akan
kembali ke tangki umpan.
7. Mengukur volume dan menganalisa produk etanol yang dihasilkan.
8. Mengulangi langkah 2-4 dengan variasi temperatur yaitu 1000C, 1050C,
1100C, 1150C, dan 1200C.

Penentuan Indeks Bias

1. Menyiapkan alat refraktometer


2.Meneteskan etanol di tempat sampel pada alat refraktometer
3.Melihat nilai indeks bias yang tercapai untuk etanol melalui kaca
teropongnya

5. Data Pengamatan

Diameter membrane :

Ukuran pori :

Berat permeat :

Tekanan mula-mula :

Temperature mula-mula :

6. Analisis percobaan
7. Tugas / Perhitungan
 Hitung fluks membrane
 Hitung selektivitas membrane
8. Kesimpulan
9. Gambar alat

60
61

Anda mungkin juga menyukai