Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pemisahan campuran menjadi komponen – komponennya adalah hal yang sangat
penting dalam semua cabang ilmu kimia.Salah satu teknik pemisahan yang digemari
adalah teknik kromatografi.Dengan menggunakan metode kromatografi, dalam banyak
hal yang berkaitan dengan pemisahan telah terbukti jauh lebih cepat dan efektif daripada
metode lainnya.
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam
(padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas).Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen
yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda
Ada banyak pembagian metode pemisahan dengan kromatografi, kromatografi terbagi
mejadi kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan
kromatografi lapis tipis.Salah satu jenis metode kromatografi yang paling sering dipakai
adalah metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan teknik
kromatografi.Untuk mempermudah memahami materi kromatografi lapis tipis, dilakukan
kajian teori dari jurnal “skrining fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis ekstrak
tanaman patikan kebo (euphorbia hirta l.)”
B. Rumusan masalah
1. Apa itu kromatografi lapis tipis ( TLC)?
2. Bagaimana prinsip dari kromatografi lapis tipis?
3. Bagaimana mekanisme dari kromatografi lapis tipis ?
4. Bagaimana hasil analisa data kromatografi lapis tipis dari jurnal skrining
fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis ekstrak tanaman patikan kebo
(euphorbia hirta l.)
5. Bagaimana aplikasi dari kromatografi lapis tipis?
C. Tujuan
1. Mengetahui kromatografi lapis tipis
2. Mengetahui prinsip dari komatografi lapis tipis
3. Mengetahui mekanisme dari kromatografi lapis tipis
4. Mengetahui hasil analisa data kromatografi lapis tipis dari jurnal skrining
fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis ekstrak tanaman patikan kebo
(euphorbia hirta l.)
5. Mengetahui aplikasi dari analisa kromatografi lapis tipis
BAB II
Pembahasan
1. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi planar."
KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan. Peralatan
dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel dengan
metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah bejanatertutup (chamber) yang berisi pelarut dan
lempeng KLT. Dengan optimasi metode dan menggunakan instrumen komersial yang
tersedia, pemisahan yang efisien dan kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi
planar juga dapat digunakan untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan
lempeng, peralatan, dan teknik khusus.

Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil sampel
pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal. Kemudian
sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam fase gerak
(pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam chamber. Jika
fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran komponen-komponen sampel
bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda selama pergerakan fase gerak melalui fase diam.
Hal ini disebut dengan pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai
jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng
dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung (visual) atau di bawah sinar
ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok.

Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen
dalam fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan terlibat dalam penentuan
kecepatan migrasi. Kecepatan migrasi komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia
dari fase diam, fase gerak dan komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga
ditentukan oleh interaksi antara fase diam, fase gerak dan komponen sampel yang berupa
ikatan hidrogen, pasangan elektron donor atau pasangan elektron-akseptor (transfer karge),
ikatan ionion, ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals.

Pengambilan sampel, pengawetan, dan pemurnian sampel adalah masalah umum untuk KLT
dan metode kromatografi lainnya. Sebagai contoh, pengembangan KLT biasanya tidak
sepenuhnya melarutkan kembali analit yang berada dalam lempeng kecuali dilakukan
pemurnian sebelumnya (clean up). Metode clean up paling sering dilakukan pada ekstraksi
selektif dan kromatografi kolom. Dalam beberapa kasus zat/senyawa perlu dikonversi dahulu
sebelum dianalisis dengan KLT. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan turunan senyawa yang
lebih cocok untuk proses pemisahan, deteksi, dan / atau kuantifikasi. KLT dapat mengatasi
sampel yang terkontaminasi, seluruh kromatogram dapat dievaluasi, mempersingkat proses
perlakuan sampel sehingga hemat waktu dan biaya. Kehadiran pengotor atau partikel yang
terjerap dalam sorben fase diam tidak menjadi masalah, karena lempeng hanya digunakan
sekali (habis pakai). Deteksi senyawa menjadi mudah ketika senyawa secara alami dapat
berwarna atau berberfluoresensi atau menyerap sinar UV. Namun, perlakuan penambahan
pereaksi penampak noda dengan penyemprotan atau pencelupan terkadang diperlukan untuk
menghasilkan turunan senyawa yang berwarna atau berfluoresensi. Pada umumnya senyawa
aromatik terkonjugasi dan beberapa senyawa tak jenuh dapat menyerap sinar UV. Senyawa-
senyawa ini dapat dianalisis dengan KLT dengan fase diam yang diimpregnasi indikator
fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan di bawah sinar UV 254
nm.

Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf
dibandingkan Rf standar. Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium ke laboratorium
bahkan pada waktu analisis yang berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu
dipertimbangkan penggunaan Rf relatif yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda
senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi
meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume
dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel
KLT sebelumnya. Konfirmasi identifikasi dapat diperoleh dengan mengerok noda dalam
lempeng kemudian analit dalam lempeng dielusi dan dideteksi dengan spektrometri
inframerah (IR), spektrometri Nuclear magnetic resonance (NMR), spektrometri massa, atau
metode spektrometri lain jika senyawa hasil elusi cukup tersedia. Metode identifikasi ini juga
dapat menggunakan untuk menandaizona langsung pada lapisan (in situ).

2. Prinsip kromarografilapis tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi


senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun
merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.
Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )

Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan


pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen
naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen
pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu.
Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah
air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.

KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase
geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel
padat..( Soebagio,2002)

Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan,
sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk
berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):

3. Mekanisme kromatografi lapis tipis

Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan polimer dari gula sederhana, yaitu
glukosa.Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa.
Cara melakukannya, cuplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan diteteskan /
diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring dimana ia akan
meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas dimasukkan dalam bejana
tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan cuplikan ditempatkan, tercelup dalam
pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak (jangan sampai noda tercelup karena berarti
senyawa yang akan dipisahkan akan terlarut dari kertas).

Pelarut bergerak melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen dari
campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut
telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang telah ditentukan,
kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran
kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai
pita atau nodayang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus dideteksi dengan cara fisika
dan kimia yaitu dengan menggunakan suatu pereaksi – pereaksi yang memberikan sebuah
warna terhadap beberapa atau semua dari senyawa -senyawa. Bila daerah dari noda yang
terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa. Metoda
identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda relatif terhadap
permukaan pelarut, menggunakan harga Rf.

Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada
kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel.

Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak
tepi muka pelarut dari titik awal.

Rf = Jarak titik tengah noda dari titik awal

Jarak tepi muka pelarut dari titik awal

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu:

1) Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan - perubahan yang


sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan - perubahan
harga Rf.

2) Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran.

3) Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer
jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen - komponen pelarut dari kertas.
Jika bejana besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan
komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor
yaitu penguapan dan kompisisi mempengaruhi harga Rf.

4) Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam - macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan
aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi.

5) Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume


yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi karakteristik
dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.
4. Hasil analisa data kromatografi lapis tipis dari jurnal skrining fitokimia dan analisis
kromatografi lapis tipis ekstrak tanaman patikan kebo (euphorbia hirta l.)
Tahap awal penelitian adalah pengumpulan herba Patikan Kebo, kemudian dicuci bersih lalu
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang dan tidak dibawah sinar
matahari langsung. Pengeringan dilakukan hingga herba Patikan Kebo seluruhnya benar-
benar kering, yang dimana mudah dipatahkan dan dihaluskan. Pengeringan simplisia
menghasilkan bobot kering 44,5% dari berat tanaman segar. Setelah itu ,tahap selanjutnya
dilakukan ekstraksi, Pada tahap ekstraksi sebanyak 457,5 gram serbuk simplisia herba
Patikan Kebo diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 75% hingga
diperoleh eksrak kental sebanyak 31,44 gram (rendemen ekstrak 6,87%).
Pada ekstrak dilakukan skrining fitokimia dan didapatkan hasil negatif pada senyawa
golongan alkaloid, triterpenoid dan saponin. Hasil positif diperolah pada senyawa golongan
flavonoid, tanin, steroid dan antrakuinon. Setelah dilakukan skrining fitokimia, kemudian
dilakukan uji KLT. Uji KLT ini menggunakan beberapa jenis fase gerak yang berbeda-beda
untuk menguji positif dan negatif terhadap komponen-komponen tanaman patikan kebo
tersebut atau untuk mempertegas pengujian dengan cara skrining fitokimia.
Pertama, Uji KLT flavonoid dilakukan dengan fase gerak BAA (1:4:5) dan penampak noda
uap ammonia. Eluen ini menghasilkan enam spot noda dengan nilai Rf 0,93; 0,87; 0,84; 0,76;
0,53 dan 0,46. Dari hasil KLT terlihat adanya noda berwarna kuning cokelat setelah diuapkan
dengan ammonia dan berflouresensi biru pada UV 366 nm pada Rf 0,76 yang diduga adalah
senyawa golongan flavonoid.
Kedua, Identifikasi senyawa tanin dengan uji KLT menggunakan fase gerak metanol :
air (6:4) dan diperoleh empat spot hasil pemisahan dengan nilai Rf 0,87; 0,82; 0,71 dan 0,07.
Diduga pada Rf 0,87 adalah senyawa tanin karena noda berwarna hitam setelah disemprot
dengan FeCl3 5%, seperti yang terlihat pada gambar 3. Hasil ini selaras dengan hasil
penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa herba Patikan Kebo mengandung senyawa
tannin (Nafisah dkk., 2014; Miharja dkk., 2001; Harlis, 2010; Karim dkk., 2015).
Ketiga, dilakukan uji KLT untuk mempertegas hasil skrining fitokimia terhadap
senyawa steroid dengan fase gerak kloroform:metanol (9:1). Dari hasil elusi diperoleh 13
spot hasil pemisahan dengan nilai Rf yaitu 0,96; 0,85; 0,80; 0,76; 0,62; 0,48; 0,39; 0,35; 0,29;
0,25; 0,17; 0,12 dan 0,08. Diduga pada Rf 0,96; 0,62 dan 0,39 merupakan senyawa steroid
karena adanya noda berwarna hijau-biru setelah disemprot dengan pereaksi Liberman-
Buchard. Penelitian lain yang telah dilakukan juga menunjukkan hasil positif steroid yang
terkandung dalam Patikan Kebo (Nafisah dkk., 2014; Miharja dkk., 2001).
Keempat, dilakukan uji KLT dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (3:7) dan
diperoleh sebanyaj 14 spot noda dengan nilai Rf 0,91; 0,84; 0,79; 0,73; 0,67; 0,52; 0,39; 0,23;
0,19; 0,17; 0,15; 0,10; 0,06; 0,03. Fase gerak ini menghasilkan spot pemisahan paling banyak
diantara fase gerak lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Diduga pada Rf 0,79 dan
0,73 merupakan senyawa antrakuinon karena terbentuk noda warna kuning setelah
disemprot dengan larutan KOH 10% dalam metanol. Hasil ini juga menunjukkan bahwa eluen
n-heksana:etil asetat (3:7) merupakan eluen yang baik untuk pemisahan komponen dalam
ekstrak herba Patikan Kebo.
Dari penelitian yang dilakukan secara skrining fitokimia dan uji KLT pada ekstrak
etanol herba Patikan Kebo yang tumbuh di Bali, diperoleh hasil positif mengandung senyawa
golongan flavonoid, tanin, steroid dan antrakuinon. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Nafisah dkk. (2014), diketahui bahwa ekstrak kloroform dan heksana Patikan Kebo yang
diteliti di daerah Surabaya mengandung senyawa steroid, fenolik, flavonoid, tanin dan
alkaloid. Sementara ekstrak kloroform, etil asetat dan metanol Patikan Kebo di Tamil Nadu,
India positif mengandung senyawa fenolik, flavonoid, terpenoid dan tanin (Mathivanan dkk.,
2014). Dari penelitian ini dihasilkan tambahan informasi bahwa herba Patikan Kebo yang
tumbuh di daerah Bali mengandung senyawa antrakuinon. Namun alkaloid tidak ditemukan
pada ekstrak yang diteliti. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh pelarut yang digunakan saat
ekstraksi dan pengaruh lingkungan tempat tumbuh tanaman yaitu iklim, kualitas tanah, dan
mutu air yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas metabolit sekunder (Saifudin dkk.,
2011). Dari hasil profil kromatografi yang telah didapatkan, diperoleh hasil senyawa
metabolit sekunder yang positif terkandung pada ekstrak herba Patikan Kebo yaitu senyawa
golongan flavonoid, steroid, tanin dan antrakuinon. Pemisahan yang paling baik yaitu
menggunakan eluen n-Heksan : Etil asetat (3:7), karena dapat memberikan hasil pemisahan
terbaik dengan 14 spot noda yang terlihat pada UV 366 nm. Dari salah satu aspek parameter
spesifik yang salah satunya telah dilakukan yaitu mengetahui senyawa metabolit sekunder
secara kualitatif, maka herba Patikan Kebo yang tumbuh di Bali berpotensi dijadikan bahan
obat tradisional, namun perlu dilakukan penelitian dari aspek parameter yang lainnya.

5. Aplikasi Kromatofrafi Lapis


Salah satu perananan Kromatografi lapisan tipis ialah dapat digunakan untuk memonitor
pergerakan reaksi, mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalam campuran, dan menentukan
kemurnian bahan. Contoh penggunaan aplikasi ini antara lain: analisis seramida dan asam lemak,
deteksi pestisida dan insektisida dalam air dan makanan, analisisi komposisi zat warna serat
dalam bidang forensik, penentuan kemurnian radiokimia dalam bidang radiofarmasi, atau
identifikasi tanaman obat dan konstituennya.
a). Bidang farmasi, kromatografi lapis tipis sangat memberikan banyak manfaat di berbagai
penelitian. Terlebih lagi dunia kerja di bidang farmasi sangat luas, tidak hanya obat-obatan, makanan,
minuman, serta kosmetik pun menjadi tanggung jawab seorang farmasis. Sebagai contoh dalam
pengujian kandungan Rhodamin-B dalam sediaan kosmetika lipstick, uji kandungan bahan kimia obat
dalam sediaan jamu, uji pemanis dalam makanan, dan lain sebagainya.

Pengujian tersebut dilakukan karena penambahan bahan kimia dalam sediaan tradisional seperti
itulah yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.246/Menkes/V/1990 yang
menyatakan bahwa industry obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang
mengandung bahan kimia obat dan melanggar Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 serta
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen. Sebab penambahan dengan
dosis maupun cara yang tidak benar dapat memberikan dampak yang merugikan bagi konsumen,
maka dari itu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) hingga saat ini masih terus menguji
makanan, obat, serta kosmetik yang beredar dipasaran.

Selain beberapa contoh diatas, metode Kromatografi Lapis Tipis juga digunakan dalam bidang
pendidikan.

b). Aplikasi KLT Pada Bidang Pangan

Pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel saus tomat. Sampel dianalisis
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Zat warna dari sampel saus tomat ditarik kedalam benang
wol bebas lemak dalam suasana asam sampai benang wol tersebut terwarnai oleh pewarna saus
tomat.

Setelah benang wol terwarnai oleh pewarna saus tomat, pewarna tersebut dilepaskan ke dalam
larutan basa. Larutan basa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada
analisis Kromatografi Lapis Tipis. Noda totolan sampel dibandingkan dengan noda totolan baku
standar rhodamin B yang telah dieluasi bersama-sama dan dilihat di bawah lampu UV pada λ 366 dan
λ 254 nm, apabila terdapat zat pewarna rhodamin B dalam sampel maka noda pada lempeng KLT
akan berflouresensi di lampu UV pada λ 366 nm dan tidak berflorousensi dilampu UV pada λ 254 nm,
pada penelitian ini noda totolan sampel pada lempeng KLT tidak menunjukan flouresensi di lampu
UV pada λ 366 nm, sehingga dapat disimpulan bahwa pada sampel saus tomat ini tidak terkandung
zat pewarna rhodamin B

3.1 Kesimpulan

1. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari
komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan
fase gerak (cair atau gas).

2. KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya
serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen,

3. Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya memerlukan waktu untuk menentuan sistem
eluen yang cocok.

4. Prinsip KLT yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi
oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang.

5. Pembuatan lapis tipis KLT dimulai dari penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi
bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada
jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat
kaca / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai
“standard”.

6. Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.

7. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Fasa gerak/eluent yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).

8. Kerja dengan KLT dimulai dari penyiapan plat, eluen dan sampel, penotolan, elusi, dan deteksi
bercak/noda.

9. Cara mendeteksi bercak ada 2 yaitu menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.

10. Terdapat beberapa instrument pada kromatografi lapis tipis diantaranya adalah detector,
monokromator, absorbansi, dan transmitansi.

11. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.

e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

f. Teknik percobaan.

g. Jumlah cuplikan yang digunakan.

h. Suhu

i. Kesetimbangan.

12. Aplikasi KLT pada bidang pangan adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B
dalam sampel saus tomat.

14 kesimpulan dari analisis penelitian kromatografi lapis tipis dari jurnal skrining fitokimia dan
analisis kromatografi lapis tipis ekstrak tanaman patikan kebo (euphorbia hirta l.) adalah Dari
hasil profil kromatografi yang telah didapatkan, diperoleh hasil senyawa metabolit sekunder yang
positif terkandung pada ekstrak herba Patikan Kebo yaitu senyawa golongan flavonoid, steroid, tanin
dan antrakuinon. Pemisahan yang paling baik yaitu menggunakan eluen n-Heksan : Etil asetat (3:7),
karena dapat memberikan hasil pemisahan terbaik dengan 14 spot noda yang terlihat pada UV 366
nm. Dari salah satu aspek parameter spesifik yang salah satunya telah dilakukan yaitu mengetahui
senyawa metabolit sekunder secara kualitatif, maka herba Patikan Kebo yang tumbuh di Bali
berpotensi dijadikan bahan obat tradisional, namun perlu dilakukan penelitian dari aspek parameter
yang lainnya.

3.2 Saran

1. Bagi Pemerintah

Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan Indonesia hendaklah pemerintah memperhatikan


kualitas pangan Indonesia serta agar terus mengembangkan teknologi yang menunjang pada
penelitian dalam bidang pangan.

2. Untuk Mahasiswa

Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan mahasiswa
berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami materi kromatografi lapis tipis.

Anda mungkin juga menyukai