Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

“KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGRAAN ( PKn )”


Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan suatu hal
berbeda dengan lainya. PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa
memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya.
Karakteristik PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi
pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini. Pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah :
1. PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS)
2. PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar
sampai perguruan tinggi
3. PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara,
penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar
pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4. PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa,
Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara,
Konstitusi Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi
5. PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata
pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and
character building) dan pemberdayaan warga negara.
6. PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah
dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
7. PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence (kecerdasan dan
daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun
sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga
negara yang bertanggung jawab dan Civic Participation (kemampuan berpartisipasi
warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun
sebagai pemimpin hari depan)
8. PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk
mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga
negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
9. PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value Clarification
Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang
membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang
memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn termasuk
kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil dari pelajaran
ini mengharapkan agar siswa sebagai warga negara memiliki kepribadian yang baik,
bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh kessadaran karena wujud
cinta atas tanah air dan bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa terwujud.
Seperti yang diungkap oleh Dra. Hj. Fitri Eriyanti, M.Pd.,Ph.D (Dosen Pascasarjana
UNP kosentrasi PKn) bahwa setiap negara pasti memiliki tujuan, hanya warga negara
yang baiklah yang dapat mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu PKn memiliki peran yang sangat besar untuk membentuk siswa
menjadi warga negara yang bisa mengemban semua permasalahan negara dan
mencapai tujuan negaranya. Keberadaan PKn dengan karakteristik seperti ini
mestinya menjadi perhatian besar bagi masyarakat, komponen pendidik dan negara.
Hal ini disebabkan karena PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Niai-
nilai kebaikan, kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini
jika di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berhagra dalam
khidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Siswalah yang akan menjadi
cikal bakal penerus bangsa dan yang akan mempertahankan eksistensi negara maka
dari itu mereka sangat memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.
John J. Patrick dalam tulisan ‘Konsep inti PKn’ mengatakan PKn memiliki kriteria
dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara. Ada 4 kateori yaitu
pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian kognitif warga negara,
keahlian partisipatori dan kebaikan pendidika kewarganegaraan. Jika empat kategori
ini hilang dari kurikulum PKn makan PKn dapat dianggap cacat.
Walaupun pemerintah sudah memberi perhatian besar pada pelajaran PKn, semua itu
tidak akan cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat tidak
berpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini. Berkaitan dengan
kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru yang luput mengajarkan
nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu dengan meteri sesuai
kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi sehingga civic intelligent saja yang
terpenuhi. Meskipun materi PKn saat ini tidak banyak mencantumkan secara konkret
nilai-nilai kehidupan dalam silabus pengajaran, semsetinya guru mampu berperan
memasukan nilai-nilai ini sebagai hiden curicullum bagi siswa.
Sumber : 1. Bahmuller,C.F.,Patrick.J. Principles and Practices of Education for
Democratic
Citizenship :International Perspectives and Projects. ERIC

1. Pe dekatan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD

Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar, yakni


bahwa “value is neather taught nor cought it is learnded” yang artinya bahwa subtansi
nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna
dalam arti ditangkap, diisternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam
kualitas pribadi seseorang malalui proses belajar.
DalamSW latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah
barlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya
tradisi dongen dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan
cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau sinetron dalam media
massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual,
instrumen, dan operasional.
Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang theistis atau
demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi
Indonesia seyogyanya berpijak pada nilai-nilai keagamaan, nilai demokratis yang
berketuhanan Yang Maha Esa, dan nilai sosial kultural yang berbineka tunggal ika.
Konsepsi pendidikan nilai moral piaget yang menitik beratkan pada
pembangunan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral
dalam kehidupan dapat diadaptasidalam pendidikan nilai di indonesia dalam konteks
demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-kultural masyarakat Indonesia
yang ber Bhineka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
Konsepsi pendidikan nilai moral kohlberg yang menitik beratkan pada penalaran
moral melalui pendekatan klarifikasi nilai yang memberi kebebasan kepada individu
peserta didik untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks
pembehasan nilai selain nilai aqidah sesuai dengan keyakinan agama masing-masing.
Konsepsi dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan
paradigma penelitian perkembangan moral bagi warga Indonesia.
Kerangka konsepsual komponen Good Charakter dari Lickona yang membagi
karakter menjadi wawasan moral, perrencanaan moral, dan perilaku moral dapat
dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral dalam pendidikan nilai di Indonesia
dengan menambahkan kedalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang berkenan
dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
dimensi Wawasan Moral, Perasaan mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa dalam
dimensi Perasaan Moral, dan Perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku
Moral.

2. Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn diSD


Muatan isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamankan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Secara umum PKn diSD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan:
1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indoensia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya;
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Struktur kurikulum diSD meliputi subtanti pembelajaran yang ditempuh dalam satu
jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan Kelas VI.
Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan
standar kompetensi mata pelajaran.
Muatan materi tentang Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam
perbedaan, Cinta Lingkungan, kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah
Pemuda, Keutuhan Negara, Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
Muatan materi tentang Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam
kehidupan keluarga, Tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat,
Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam dalam kehidupan berbangsa, sistem
hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
Mautan materi tentang hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan
kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
Muatan materi tentang kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga
diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi kedudukan warga negara,.
Muatan materi tentang konstitusi Negara meliputi; Proklamasi Kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
hubungan agar negara dengan konstitusi.
Muatan materi tentang Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan
kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan
sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi.
Muatan materi tentang Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar
negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari Pancasila sebagai
ideologi terbuka.
Muatan materi tentang Globalisasi meliputi; globalisasi di lingkungannya, poloitik
luar negeri Indonesia di era globalisasi dampak globalisasi, hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globaalisasi.

Pendidikan moral

Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral atau
bermanusiawi. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan
tentang akademik, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana
perilaku sehari-hari yang baik. Sayangnya saat ini, di Indonesia sudah minim sekali
atau hampir tidak ada guru yang mengajarkan hal tersebut. Hal ini tentu saja
menyebabkan kehancuran moral siswa atau siswi saat ini, dampak yang jelas sekali
terlihat adalah bayaknya tawuran yang terjadi sekarang. Hal ini membuktikan bahwa
tidak terkontrolnya emosi yang ada pada diri siswa, siswa sudah mulai mengikuti
hawa nafsunya tanpa bisa mengendalikannya. Hal ini tentu saja merupakan salah satu
tugas guru untuk mendidik siswa siswinya untuk menjadi manusia yang bermartabat
yang bisa mengendalikan hawa nafsu siswa siswinya.

Saat ini pendidikan moral sudah dikalahkan oleh pendidikan yang lain seperti
matematika, IPA, IPS dan lainnya. Waktu di sekolah habis untuk mengejar nilai
akademik. Murid-murid dipaksa beajar mati-matian agar nilainya pada saat ujian
nanti membaik dan bisa mengharumkan nama dimana dia bersekolah. Guru, pelajar,
dan pemerintah seakan-akan lupa ada pelajaran yang lebih penting dari itu semua
yaitu pendidikan moral. Pendidikan yang akan dibawa sampai akhir hayat,
pendidikan yang aka menentukan bagaimana dia dipandang masyarakat lain kelak,
pendidikan yang membuat dia menjadi manusia yang berguna, pendidikan yang akan
membawa akan di surga atau neraka kah siswa siswinya kelak.

Tentu saja kita mengetahui bahwa kehancuran suatu negara dapat terjadi karena
hancurnya moral beberapa warganya saja. Dari kalimat tersebut dapat diketahui
bahwa kehacuran suatu bangsa bukan terjadi karena nilai akademik memburuk
namun karena moral yang hancur. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral jauh
lebih penting dari pada pendidikan akademik. Pendidikan moral yang akan
menentukan kemana negara ini kelak akan berkembang.

Dampak ke masa depan yang akan terjadi jika di sekolah tidak diberikan pendidikan
moral yaitu hancurnya moral siswa atau siswi , kejahatan dimana-mana, dan tentu
saja korupsi semakin merajalela. Saat ini di Indonesa banyak sekali kejahatan yang
dilakukan baik dari rakyat kecil maupun pemerintah atau orang penting. Hal ini
mungkin saja salah satu faktornya yaitu kurangnya atau minimnya sikap baik yang
idpunyai rakyat Indonesia. Mereka tidak memikirkan orang lain, mereka hanya
memikirkan bagaimana cara agar mereka bahagia. Mereka hanya memikirkan
bagaiman hawa nafsu mereka tersampaikan.

Pendidikan moral merupakan pendidikan yang mempunyai peran penting dalam


kehidupan masyarakat, seharusnya pemerintah menyadari itu dan segera menindak
lanjuti. Tambahkan jam mata pelajaran agama dan BK agar siswa atau siswi lebih
memahami cara mereka bersikap dengan orang lain dan membuat hatinya lebih peka
terhadap masyarakat sekitar. Jangan sampai siswa atau siswi menjadi manusia yang
egois yang selalu ingin menang sendiri dan mengikuti hawa nafsunya saja tanpa ada
pengendalian dari hatinya. Naudzubillah.

Guru, pemerintah, dan lainnya harus mulai bersama-sama memperbaiki moral remaja
saat ini. Tentu saja hal itu tidak mudah, namun jika berusaha tentu akan mendapatkan
hasil yang baik kelak.

Contoh penyimpangan

Di negara kita saat ini, banyak sekali terjadi penyimpangan moral dan hal itu
dilakukan oleh masyarakat kita dari berbagai kalangan dan usia. Kondisi ini sangat
memprihatinkan karena hal tersebut akan membawa dampak negatif pada keadaan
negara kita. Ada banyak contoh yang perlu anda ketahui yang termasuk dalam
kategori penyimpangan moral. Informasi tersebut diharapkan membuat anda paham
tentang penyimpangan itu sehingga mampu menemukan solusi yang tepat bagi
permasalahan tersebut.

“Penyimpangan moral tersebut bisa diakibatkan oleh budaya barat yang tidak
disaring dengan baik sehingga semuanya diserap oleh generasi muda kita. Dalam
masa pubertas, keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka
tidak memikirkan resiko dari perbuatannya tersebut.”

Contoh penyimpangan moral dikalangan remaja adalah perilaku seks bebas,


pemakaian narkoba, budaya hedonisme dan juga gaya berpakaian yang tidak
sepantasnya. Jika hal ini dibiarkan maka generasi muda kita akan hancur dan bangsa
ini akan jauh dari kemajuan dan kemakmuran. Selain itu, hal tersebut akan membawa
pengaruh yang buruk pada system sosial negara kita. Penyimpangan tersebut sudah
terjadi sejak lama dan banyak orang yang menutup mata dan telinga dari kondisi ini.

Penyimpangan moral tersebut bisa diakibatkan oleh budaya barat yang tidak
disaring dengan baik sehingga semuanya diserap oleh generasi muda kita. Dalam
masa pubertas, keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka
tidak memikirkan resiko dari perbuatannya tersebut. Selain budaya barat, kondisi
keluarga juga menjadi penyebab dari penyimpangan moral pada kalangan remaja.
Mungkin orang tua lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja
sehingga para remaja tersebut kurang kasih sayang, pengawasan dan perhatian. Selain
itu, mereka juga butuh pengertian dan dukungan dari keluarga yang harusnya mereka
dapatkan sebagai seorang anak. Jika hal ini dibiarkan, penyimpangan tersebut akan
semakin parah.

Untuk mengatasi penyimpangan moral pada remaja, peran orang tua sangat penting.
Dengan orang tua yang selalu mendampingi, mereka akan yakin bahwa mereka tidak
sendiri sehingga apapun kondisinya para remaja tersebut akan berani terbuka pada
orang tua. Selain itu, bimbinglah mereka dan arahkan mereka dengan baik. Sebagai
contoh, anda bisa mendorong para remaja untuk menyalurkan bakat dan hobi dengan
cara yang benar seperti les musik.

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral


seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan
oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di
University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja
[1]
Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia
[2]
menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang
sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku
etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula
[3]
diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif.[4] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan
dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,[2] walaupun ada
dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.[5][6]

Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya,


dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan
mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian
mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam
tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-
konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[7][8][9] Teorinya didasarkan pada
tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan
yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat
sebelumnya.[4]

Anda mungkin juga menyukai