Perencanaan Highway PDF
Perencanaan Highway PDF
2.3.4.2 Lengkung Peralihan, Ls (Length of Spiral) R R
Lengkung peralihan atau sering disebut lengkung spiral
juga merupakan lengkung spiral clothoid. Radius pada spiral
clothoid diawali dari radius yang terhingga sampai dengan
radius yang merupakan radius lingkaran. Ls adalah sebagai
berikut : Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006
1. Berdasarkan waktu tempuh di lengkung peralihan.
Vd t Parameter lengkung full circle :
Ls 1
3.6 Tc R tg
2
dimana :
R
Ls = panjang lengkung peralihan, m E R
1
Vd = kecepatan rencana, km/jam cos
2
t = waktu tempuh di lengkung peralihan, detik (3 dt)
Lc R
180
2. Berdasarkan landai relatif. Dimana :
Ls e en B mmaks Tc = Panjang tangen dari PI (Point of Intersection), m
dimana : = titik awal peralihan dari posisi lurus ke lengkung
e = superelevasi, % R = jari-jari alinyemen horisontal, m
en = kemiringan melintang normal, % = sudut alinyemen horisontal, o
E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m
B = lebar jalur per arah, m
Lc = panjang busur lingkaran, m
mmaks = landai relatif maksimum
Tabel 2.6. Kelandaian Relatif Maksimum Bentuk diagram superelevasi full circle dengan as jalan
AASHTO 1990 Bina Marga (Luar Kota) sebagai sumbu putar dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Kec. Rencana Kelandaian relatif Kec. Rencana Kelandaian relatif Gambar 2.4. Bentuk Diagram Super Elevasi Lengkung
(km/jam) maks, mmaks (km/jam) maks, mmaks Full Circle
32 33 20 50 BINA MARGA
48 150 30 75
64 175 40 100 e
80 200 50 115
88 123 60 125 en = 2% en = 2%
e
96 222 80 150
104 244 100 TC TC
112 250 SC CS
3/4 Ls 1/4 Ls 1/4 Ls 3/4 Ls
Sumber : Sukirman, 1994 AASHTO
Lc
Ts
Ts
E
E p SC=CS
Xs Ys
p SC CS k
Lc s s
k
s s Ls R R Ls
Ls R R Ls
ST
TS
ST
Ts
Dimana :
s = sudut spiral pada titik SC TS SC=CS ST
Ls Lc Ls
Garis Pandang E
AASHTO
Penghalang
e Pandangan
R R' R
2% 2%
e Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006
TS SC CS ST
28.65 S
Ls Lc Ls E R' 1 cos
Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006 R'
dimana :
C. Bentuk tikungan Spiral – Spiral E = kebebasan samping, m
Lengkungan spiral–spiral pada umumnya pada R = jari-jari tikungan, m
umumnya digunakan jika nilai super elevasi (e) lebih besar dari R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m
3% dan panjang lengkung circle (Lc) < 25 m. Bentuk tikungan S = jarak pandangan, m
ini biasanya digunakan pada tikungan tajam. Bentuk lengkung Lt = panjang total lengkung, m
dapat dilihat pada Gambar 2.7. Lt full circle = Lc
Lt spiral–circle–spiral = 2Ls + Lc
Lt spiral–spiral = 2Ls
yang yang diijinkan. Artinya, landai maksimum masih
2. Jika jarak pandangan, S lebih besar dari pada panjang total diperbolehkan sampai landai maksimum absolut asalkan
lengkung, Lt (lihat Gambar 2.10) panjangnya tidak melebihi nilai tertentu. Besarnya panjang
Gambar 2.10. Daerah Bebas Samping Jika S > Lt kritis dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut :
Lajur Luar Tabel 2.8. Panjang Kritis
Lt Lajur Dalam
S
E
Garis Pandang R'
R R
Penghalang
Pandangan Sumber : Sukirman 1994
Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006
2.3.5.2 Bentuk Lengkung Vertikal
28.65 S S Lt 28.65 S
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk
E R' 1 cos sin mengadakan peralihan secara berangsur–angsur dari suatu landai
R' 2 R'
ke landai berikutnya. Lengkung vertikal harus disediakan pada
2.3.4.5 Pelebaran Perkerasan Jalan Pada Tikungan setiap lokasi dimana kelandaian berubah.
Pelebaran untuk sebuah tikungan yang dapat dicari Rumus yang digunakan untuk lengkung vertical :
dengan persamaan berikut ini : Ev = AL
Rc = RD – ½ L – ½ b 800
x = L g1 = L g1
B =
g1 g 2 A
L g1
2
= L g1
2
– y =
2( g1 g 2 ) 2A
U = B–b Dimana :
Z = x = jarak dari titik P ke titik yang ditinjau pada Sta (m)
y = perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau pada
Bt = n(B + C) + Z Sta (m)
Δb = Bt – Bn L = panjang lengkung vertikal parabola, yang merupakan
jarak proyeksi dari titik P dan Q (m)
2.3.5 Alinyemen Vertikal g1 = kelandaian tangen dari titik P, (%)
Alinyemen vertikal atau biasa juga disebut penampang g2 = kelandaian tangen dari titik Q, (%)
melintang jalan didefinisikan sebagai perpotongan antara A = perbedaan aljabar kelandaian, (%)
potongan bidang vertikal dengan badan jalan arah memanjang
(Sukirman, 1994). Menurut bentuknya lengkung vertikal terdiri dari 2
2.3.5.1 Kelandaian Jalan macam yaitu :
Landai jalan adalah suatu besaran untuk menunjukkan A. Lengkung Vertikal Cembung
besarnya kenaikan dan penurunan vertikal dalam satuan jarak Perencanaan lengkung vertikal cembung didasarkan
horizontal (mendatar) dan dinyatakan dalam prosen (%). Pada pada dua kondisi, yaitu : (Lihat pada Gambar 2.11.)
umumnya gambar rencana dibaca dari kiri ke sebelah kanan, 1. Jarak Pandangan berada di dalam daerah lengkung (S<L)
maka diadakan perjanjian tanda terhadap landai dari kiri ke 2. Lengkung berada di dalam jarak pandangan (S>L)
kanan bila merupakan pendakian diberi tanda (+) dan penurunan Gambar 2.11. Lengkung Vertikal Cembung
diberi tanda (–). Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L
1. Landai minimum PPV
Kelandaian jalan merupakan faktor yang perlu g2
g1 E h2
diperhatikan dalam perencanaan alinemen vertikal. h1
Kelandaian yang bagus bagi kendaraan tentunya adalah PLV
d1 d2
kelandaian yang tidak menimbulkan kesulitan dalam
S
mengoperasikan kendaraan yaitu kelandaian 0% (datar).
L
Namun, untuk keperluan drainase justru kelandaian yang
tidak datar-lah yang lebih disukai.
2. Landai maksimum Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L
PPV
Selain memiliki batasan minimum, kelandaian juga g1 g2
memiliki batasan maksimum yang diijinkan. Lihat Tabel 2.7 h1 PLV PTV h2
L/2
untuk kelandaian maksimum yang diijinkan. L
Tabel 2.7. Kelandaian Maksimum Yang Diijinkan S
Kecepatan Jalan Arteri Luar Kota (AASHTO’90) Jalan Luar Kota (Bina Marga)
100h1/g1 L/2 100h2/g2
Rencana (km/j) Datar Perbukitan Pegunungan Maks Standar (%) Maks Mutlak (%)
40 7 11 Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006
50 6 10
64 5 6 8
60 5 9 - Perhitungan panjang lengkung (L)
80 4 5 7 4 8
a. Untuk S < L
96 3 4 6
113 3 4 5 AS 2
L
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Luar Kota C
No. 038/TBM/1997 b. Untuk S > L
C
L 2S
3. Panjang Kritis Kelandaian A
Kelandaian maksimum standard yang ditunjukkan pada c. Berdasarkan syarat dainase
Tabel 2.6 masih mungkin untuk dilampaui jika panjang ruas L 50 A
dengan sesuatu nilai gradien tidak melebihi panjang kritis d. Syarat kenyamanan
1000 Dalam merencanakan tebal perkerasan lentur digunakan
Lmin V t(3dt )
3600 metode Bina Marga pada “Petunjuk Perencanaan Lentur Jalan
Raya dengan Metode Analisa Komponen“.
Untuk nilai konstanta C menurut AASHTO’90 dan
Bina Marga ’90 berdasarkan JPM dan JPH, (Tabel 2.9.) 2.4.2 Umur Rencana
Tabel 2.9. Nilai Konstanta C Umur rencana perkerasan lentur jalan baru umurnya
diambil 10 tahun. Untuk rencana yang lebih besar dari 10 tahun
tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu
besar (tambahan tebal lapisan perkerasan menyebabkan biaya
awal yang cukup tinggi).
Sumber : Modul Rekayasa Jalan Raya, ITS, 2006
2.4.3 Lalu Lintas Harian Rata – Rata
B. Lengkung Vertikal Cekung Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis
Secara umum, lengkung vertikal cekung dibagi menjadi kendaraan ditentukan pada awal umur rencana dan digolongkan
dua macam, yaitu : menurut jenis kendaraannya tanpa memperhitungkan jenis roda
1. Berdasarkan penyinaran lampu kendaraan (Gambar 2.12.) dua dan roda tiga. LHR dihitung pada awal rencana dan pada
2. Jarak pandangan bebas di bawah jembatan akhir umur rencana dari tiap-tiap jenis kendaraan dengan
Gambar 2.12. Lengkung Vertikal Cekung Berdasarkan menggunakan rumus :
Penyinaran Lampu Kendaraan LHRawal umur rencana = Vkendaraan × (1+i)n
Lengkung Vertikal Cembung Berdasarkan jarak penyinaran LHRakhir umur rencana = LHRawal umur rencana × (1+i)n
lampu S < L Dimana :
S B V = Volume rencana
1o
1o B' I = perkembangan lalu lintas
60cm
n = umur rencana
A/100
O V D D
L 2.4.4 Angka Ekivalen (E)
Untuk menghitung Angka Ekivalen (E) masing-masing
Lengkung Vertikal Cembung Berdasarkan jarak penyinaran golongan beban sumbu untuk setiap kendaraan ditentukan
lampu S > L menurut rumus berikut ini:
S
4
B'
Sumbu tunggal roda tunggal (STRT) = P
1o
5.40
B
4
Sumbu tunggal roda ganda (STRG) = P
1o
60cm A/100
8.16
O
L/2
V
S-L/2
D D
4
Sumbu dual roda ganda (SDRG) = P
13.76
- Perhitungan panjang lengkung (L)
a. Untuk S < L 4
Sumbu triple roda ganda (STrRG) = P
18.45
2
AS
L
120 3.5 S
b. Untuk S > L Dimana : P = Beban sumbu kendaraan (ton)
120 3.5S
L 2S
A 2.4.5 Lintas Ekivalen
c. Berdasarkan bentuk visual Lintas Ekivalen dipengaruhi oleh LHR, koefisien
AV 2 distribusi kendaraan (C) dan angka ekivalen (E). Sedangkan
L koefisien kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
380
d. Syarat kenyamanan lewat jalur rencana ditentukan pada Tabel 2.11.
1000 Tabel 2.11. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lmin V t(3dt ) Kendaraan ringan Kendaraan berat
3600 Jumlah Lajur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2.4 KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
Perkerasan jalan (pavement) adalah suatu lapisan 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
tambahan yang diletakkan di atas jalur jalan tanah, dimana 4 lajur - 0,30 - 0,45
lapisan tambahan tersebut terdiri dari bahan material yang lebih 5 lajur - 0,25 - 0,425
keras / kaku dari tanah dasarnya dengan tujuan agar jalur jalan 6 lajur - 0,20 - 0,40
tersebut dapat dilalui oleh kendaraan (berat) dalam segala cuaca. Sumber : Petunjuk Perencanaan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari beberapa Analisa Komponen
lapisan, antara lain :
a. Lapisan Permukaan (Surface Course) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), Rumus :
n
LHRj Cj Ej
b. Lapisan Pondasi Atas (Base Course) LEP =
c. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course) j 1
d. Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade Course) Lintas Ekivalen Akhir (LEA), Rumus :
n
Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur rencana Tabel 2.17. Nilai Yn
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan n 0 1
Yn
2 3 4 5 6 7 8 9
dan jumlah Lalu Lintas Rencana (LER) seperti dicantumkan 10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5520
pada Tabel 2.13. 20
30
0,5225
0,5362
0,5252
0,5371
0,5268
0,5380
0,5283
0,5388
0,5296
0,5402
0,5309
0,5402
0,5320
0,5410
0,5332
0,5418
0,5343
0,5424
0,5353
0,5432
Tabel 2.13. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana 40
50
0,5436
0,5485
0,5422
0,5489
0,5448
0,5493
0,5453
0,5497
0,5458
0,5501
0,5463
0,5504
0,5468
0,5508
0,5473
0,5511
0,5477
0,5519
0,5481
0,5518
(IPt) 60 0,5521 0,5534 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5552 0,5555 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5568 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Analisa Komponen
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 10,095 10,206 10,316 10,411 10,493 10,565
20 0,0628 10,696 10,696 10,811 10,864 10,915 10,961 11,004 11,047 11,086
30 0,1124 11,159 11,159 11,226 11,225 11,285 11,313 11,339 11,363 11,388
2.4.9 Indeks Tebal Perkerasan (ITP) 40 0,1413 11,436 11,436 11480 11,499 11,519 11,538 11,557 11,574 11,590
Indeks Tebal Pekerasan (ITP) ialah suatu angka yang 50
60
0,1607
0,1747
11,623
11,759
11,623
11,759
11,658
11,782
11,667
11,793
11,681
11,803
11,696
11,814
11,708
11,824
11,721
11,834
11,734
11,844
berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan jalan yang 70 0,1859 11,863 11,863 11,881 11,890 11,898 11,906 11,915 11,923 11,930
80 0,1938 11,945 11,945 11,959 10,967 11,973 11,980 11,987 11,994 12,001
nilainya didapat dengan nomogram. 90 0,2007 12,013 12,020 12,026 12,032 12,038 12,044 12,049 12,055 12,060
5.1 UMUM
Data yang digunakan dalam tugas akhir ini merupakan
data sekunder yang didapatkan dari berbagai sumber.
Pertumbuhan lalu lintas, i rata–rata untuk Bus didapat 6.1 DASAR PERENCANAAN
dari pendekatan pertumbuhan jumlah penduduk, untuk Truk 6.1.1 Penentuan Karakteristik Geometrik Dan Kecepatan
didapat dari pendekatan pertumbuhan dari data Produk Yang Digunakan
Domestik Regional Bruto (PDRB) dan untuk mobil pribadi Dalam tugas akhir ini, klasifikasi jalan alteri sekunder
didapat dari pendekatan pertumbuhan PDRB perkapita. dengan tipe jalan 2 lajur 2 arah tanpa median (2/2 UD). Lebar
Setelah itu dihitung i rata-ratanya. Angka inilah yang jalan rencana 7m, lebar lajur rencana 3.5m dan bahu jalan sebesar
akan dijadikan acuan untuk meramalkan volume lalu lintas. 1.5m. dan jalan ini berfungsi sebagai jalan alteri yang berada di
Analisa pertumbuhan volume lalu lintas ruas Amlapura– perbukitan maka berdasarkan Tabel 2.3, kecepatan rencana
Kubutambahan Bali, direncanakan dibuka pada tahun 2009 sebesar 60–80 Km/jam. Sehingga kecepatan yang dipakai 80
dengan masa 10 tahun rencana. Volume lalu lintas per tahun km/jam dan 60 km/jam.
untuk awal umur rencana (tahun 2009) dan akhir umur
rencana (tahun 2019). Seperti pada Tabel 5.3. 6.1.2 Penentuan Kemiringan Melintang Normal,
Tabel 5.3. Hasil Estimasi LHR Per Lajur Pada Awal Maksimal Dan Bahu Jalan
Dan Akhir Umur Rencana Untuk kemiringan melintang normal sebesar 2%.
Kemiringan melintang jalan maksimum disesuaikan dengan
fungsi jalan, yaitu sebagai jalan luar kota sehingga kemiringan
jalan maksimum sebesar 10%. Untuk kemiringan bahu jalan
diambil sebesar 4%.
Jika D < Dp, maka rumus yang dipakai adalah f1 : 6.2.1.8 Stationing Titik Parameter Lengkung Horisontal
Stationing titik parameter lengkung horisontal, sebagai
f1 =
berikut :
- Sta. TS = (0+000) + L – Ts
h = emax × – = 10% × – 10% = 0.0384
= (0+000) + 1340.622 – 584.935
= 0+756
tan α1 = = = 0,00976 - Sta. SC = Sta. TS + Ls
= (0+756) + 71.11 = 0+827
tan α2 = = = 0,0352 - Sta. CS = Sta. SC + Lc
= (0+827) + 903.64 = 1+730
Mo = Dp × (Dmax – Dp) × - Sta. ST = Sta. CS + Ls
= (1+730) + 71.11 = 1+802
= 3.934 × (6.822 – 3.934) × = 0,0212
6.2.1.9 Diagram Super Elevasi
f(D) = f1 = Pada tugas akhir ini diagram super elevasi menggunakan
diagram super elevasi AASHTO. Contoh diagram super elevasi
= = 0,0203 untuk PI 1, dapat dilihat pada Gambar 6.1.
Jadi : e = (e+f) – f(D) = 0,0593 – 0,0.0203 Gambar 6.1. Diagram Super Elevasi PI 1
= 0,0390 = 3.90% T S e kiri= C S
S C +3.9% S T
AS AS
Jadi superelevasi yang dipakai e = 3.90% Jalan Jalan
en= en=
e kanan = - 2%
2%
6.2.1.5 Perhitungan Panjang Lengkung Peralihan (Ls) 3.9%
Berdasarkan waktu tempuh peralihan (t = 3 detik) Ls = 71.11
m
Lc = 903.64 Ls = 71.11
m
m
Ls = = = 66,667 m
Berdasarkan landai relatif
Untuk keseluruhan perhitungan alinyemen horisontal 6.2.2.2 Contoh Perhitungan Parameter Lengkung Vertikal
semua PI dengan program Microsoft Excel. Cekung (PPV 3)
Panjang lengkung vertikal direncanakan JPH = 120–140,
maka S direncanakan = 130
g1 = 0.00%
g2 = 5.00%
A = (g1 – g2) = (0.00 – 5.00) = -5.00
Dari tabel 2.9, nilai C menurut Bina Marga, yaitu : Untuk
JPH = 399
JPM = 960
- Ev = = = 0.918 m
meliputi alinyemen vertikal cekung dan alinyemen vertikal L/2 = 73.48 m L/2 = 73.48 m
- Ev = = = 2.013 m
- Karena perencanaan ini menurut JPH, berdasar tabel 2.9,
Maka : h1 = 1.2 dan h2 = 0.1
- d1 = = = 111.002 m
- d2 = = = 32.043 m
=
– = 2.655 m 6.5.3 Penentuan Faktor Regional (FR)
- Off Tracking - Persen kendaraan berat
U = B – b = 2.655 – 2.6 = 0.055 m Prosentase kend. berat (≥ 5 ton) adalah sebagai berikut :
- Tambahan lebar karenakesulitan mengemmudi % kendaraan berat = × 100%
Z = = = 0.288 m = × 100%
- Lebar jalan total yang diperlukan = 57.69% > 30%
Bt = n(B + C) + Z - Karena prosentase kendaraan berat >30%, dengan kelandaian
= 2×(2.655 + 1) + 0.288 = 7.599 m < 6% dan berada di daerah yang mempunyai curah hujan
Jadi lebar tambahan yang diperlukan untuk PI 1, yaitu : rata-rata tahunan > 900 mm/tahun, maka berdasarkan Tabel
Δb = Bt – Bn 2.12 nilai Faktor Regional yang diijinkan berkisar antara 2,0
= 7.599 – 7 = 0.599 ≈ 0.6 m - 2,5.
- Sehingga untuk perencanaan kali ini, diambil nilai Faktor
Dan untuk selengkapnya, perhitungan pelebaran Regional (FR) = 2.0
perkerasan jalan ini menggunakan program Microsoft Excel.
6.5.4 Perencanaan Tebal Perkerasan
Berikut ini adalah data perencanaan untuk tebal
perkerasan :
- Direncanakan lapis permukaan atas (surface course)
menggunakan Laston (MS 774), dengan :
a. Indeks permukaan awal (IPo) = 4 (Tabel 2.14)
b. Koefisian relatif (a1) = 0.4 (Tabel 2.15)
- Karena LER = 26060.171 > 1000 kend/hari dan klasifikasi
jalan arteri, maka menurut Tabel 2.13 :
a. Indeks permukaan akhir (IPt) = 2.5
- Dari lampiran 2, nilai CBR untuk subgrade = 4.21%. Dan
dengan grafik korelasi CBR dan DDT (Gambar 5.4), didapat
nilai DDT subgrade = 4.4
6.5 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN - Lapis pondasi atas (base course) menggunakan batu pecah
Dalam perencanaan tebal perkerasan jalan re- kelas B (CBR 80%), dengan :
alinyemen ruas Amlapura–Kubutambahan ini digunakan a. Koefisian relatif (a2) = 0.13 (Tabel 2.15)
konstruksi perkerasan lentur dengan menggunakan Metode b. DDT base course = 9.9 (Gambar 5.4)
Analisa Komponen (Bina Marga). - Lapis pondasi bawah (sub base course) menggunakan sirtu /
Adapun beberapa ketentuan dalam perencanaan tebal pitrum kelas C (CBR 30%), dengan :
konstruksi perkerasan lentur disini adalah : - Koefisian relatif (a3) = 0.11 (Tabel 2.15)
- Umur rencana = 10 tahun - DDT base course = 8.1 (Gambar 5.4)
- Jalan direncanakan dibuka pada tahun 2009
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan
dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Geometrik Jalan
a. Alinyemen Horisontal
- Alinyemen horisontal pada ruas jalan ini terbentuk
sepanjang 15.167 Km dan terdiri dari 15 PI (Point
of Intersection), yang terdiri dari 13 lengkung
horisontal S-C-S (Spiral–Circle–Spiral) dan 2
lengkung horizontal F-C (Full Circle).
- Untuk daerah kebebasan samping di tikungan,
bervariasi dari 0.47 m s.d 6.15 m untuk semua
tikungan.
- Untuk pelebaran perkerasan jalan, dengan
menggunakan kendaraan sedang sebagai kendaraan
rencana, maka didapat lebar perkerasan tamabahan
yang dibutuhkan bervariasi di setiap PI-nya, dengan
kisaran lebar 0.5 m s.d 1.7 m.
b. Alinyemen Vertikal
- Alinyemen vertikal ruas jalan ini direncanakan
dengan kelandaian maksimum sebesar 5%.
Sehingga terbentuk PPV sebanyak 27 buah, yang
terdiri dari 14 PPV lengkung cekung, dan 13 PPV
lengkung cembung. Yang direncanakan berdasarkan
referensi jarak pandang yang berbeda-beda (baik
Selain rambu, juga menggunakan marka jalan. Marka JPH maupun JPM) tergantung kondisi alinyemen
pada perencanaan kali ini ada dua macam, yaitu : horisontal, tata guna lahan dan kontur tanah yang
a. Marka memanjang berupa garis putus-putus, yang terdapat tersedia.
pada As jalan yang berfungsi sebagai pembatas lajur. 2. Tebal Konstruksi Perkerasan
b. Marka memanjang berupa garis menerus tanpa putus, yang Untuk perencanaan tebal perkerasan, didapat :
terdapat pada bagian tengah jalur jalan yang berfungsi a. Tebal lapisan Surface Laston (MS 744) sebesar 20 cm.
sebagai larangan menyiap bagi pengemudi. b. Tebal lapisan Base Batu Pecah Kelas B sebesar 20 cm.
c. Tebal lapisan Sub-Base Sirtu/Pitrun Kelas C sebesar 40
cm.
3. Saluran Tepi Jalan
Untuk perencanaan dimensi saluran tepi jalan,
direncanakan menggunakan profil saluran persegi dengan
material beton. Maka didapat 4 tipe dimensi saluran dengan
tinggi saluran total (h+w) dan lebar saluran (b) yang
berbeda–beda, sebagai berikut :
a. Saluran tepi 50 × 70, terletak pada :
- Sta. 2+700 s.d 2+800
- Sta. 6+900 s.d 7+100
- Sta. 8+465 s.d 8+548
b. Saluran tepi 60 × 70, terletak pada :
- Sta. 2+230 s.d 2+500
c. Saluran tepi 80 × 70, terletak pada :
- Sta. 8+900 s.d 11+700
d. Saluran tepi 90 × 70, terletak pada :
- Sta. 4+200 s.d 6+000
Dan dimensi tersebut disamakan di kedua sisi
sepanjang jalan untuk mempermudah pengerjaan.
4. Volume Galian dan Timbunan
Pada tugas akhir ini memerlukan 3.273.047,256 m3
galian tanah dan 887.731,800 m3 timbunan tanah pilihan.
5. Pekerjaan Rambu Dan Marka.
a. Rambu
Jumlah dari semua rambu yang ada pada ruas
Amlapura–Kubutambahan propinsi Bali adalah 73
buah.
b. Marka
Terdapat 2 jenis marka yang dipakai di ruas jalan
ini, yaitu marka putus-putus dan menerus pada as jalan.
Marka menerus ini khusus dipakai di tikungan. Dan
luas marka total ini sebesar 1260.987 m2.
6. Perhitungan Biaya
Total perhitungan biaya dalam pengerjaan ruas jalan ini
adalah Rp. 506,852,636,000.00 (Lima Ratus Enam Milyar
Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Enam Ratus Tiga
Puluh Enam Ribu Rupiah).
7.2 SARAN
Saran dalam tugas akhir ini, adalah sebagai berikut :
1. Untuk alinyemen horisontal, persilangan dengan air
(sungai) harus diusahakan tegak lurus, agar tidak membuat
bangunan persilangan menjadi lebih panjang. Dan idealnya
tidak ada persilangan dengan air (sungai) di sepanjang
lengkung peralihan maupun lengkung circle.
2. Untuk alinyemen vertikal, kelandaian maksimum yang
direncanakan harus benar-benar memperhatikan bentuk
kontur tanah yang ada.
3. Untuk perencanaan tebal perkerasan, bila output hasil dari
metode Bina Marga masih kurang memuaskan, bisa
dilakukan review desain menggunakan metode lainnya.
4. Untuk dimensi saluran tepi jalan, bila lebar ROW
mencukupi, dapat dicoba material pembentuk dari tanah
yang diperkeras dengan dimensi trapesium. Hal ini akan
sangat berguna untuk menekan harga supaya lebih murah.
5. Pemeliharaan jalan dan saluran drainase harus dilakukan
rutin setiap tahunnya, agar tercapai umur yang telah
direncanakan.