Anda di halaman 1dari 20

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

Hermeneutika

Genre Narasi

Disusun oleh:

Kelompok 1

DOSEN PENGAMPU

Valentino Wariki, M.Th

PRODI TEOLOGI

JAKARTA

2019

1
Daftar Isi

 Pengertian .............................................................................................
 Unsur ..............................................................................................
o Tokoh .......................................................................................
o Alur Cerita................................................................................
o Waktu Bercerita dan Narator ...................................................
o Struktur narasi panjang ............................................................
 Metode ..............................................................................................
o Analisis Struktur ......................................................................
o Analisi Gaya .............................................................................
o Analisis Redaksi .......................................................................
o Analisis Eksegetik ....................................................................
o Analisi Theologis .....................................................................
o Kontekstualisasi .......................................................................
o Bentuk Narasi dan Kotbah .......................................................

 Nama Anggota Kelompok


o Jonathan Edward Hutabarat (18111058)
o Cikenta ceria Tarigan ( 18111004)
o Efraim Dwi Anggoro ( 18111049)
o Kezia Jessica Anu ( 18111064)
o Frilly Jessica Korua ( 18111011)
o Indrayani Aruan (18111056)
o Novia Tiths Sweetha Manengkey ( 17111038)

2
Narasi adalah penceritaan suatu kejadian berdasarkan urutan waktu.

Dimana unsur-unsur dari narasi adalah

1. Perbuatan atau Tindakan


2. Unsur rangkaian waktu
3. Suduh pandang penulis

 Pengertian
Menurut Douglas Stuart dan Gordon D. Fee mengidentifikasikan narasi
sebagai cerita yang bertujuan mengisahkan kembali berbagai peristiwa
historis dari masa lampau yang dimaksudkan untuk memberi arti dan
petunjuk bagi orang-orang tertentu pada masa kini. Narasi berisis
penuturan bersifat menggambarkan menerangkan jalan cerita.
Pada gaya Narasi atau pencitraan yang pertama penulis
menyebut dirinya “Aku”. Dimana narasi dapat dilakukan oleh tokoh utama
cerita, dan tokoh yang lebih kecil, dapat dilakukan orang ketiga yang tidak
mengambil bagian dalam cerita dan pula bisa berupa pelaporan objektif
orang ketiga yang tidak sebagai tokoh cerita.

 Tokoh
Petunjuk untuk menemukan dan mendeskripsikan tokoh
1. Penampilan dan status social
1
Untuk memahami peristiwa yang dikisahkan dalam suatu kejadian
ataupun cerita, perlu adanya pemahaman mengenai penampilan dari
tokoh tersebut karena untuk beberapa kasus tertentu hal ini perlu
diperhatikan. Misalnya fisik Zakeus yang pendek ataupun Saul yang
memiliki tinggi badan di atas rata-rata di bangsanya. Begitupun dengan

1
Muryati Setianto dan Christian Reynaldi, Hermeneutik ilmu dan seni menafsirkan Alkitab, GL
Ministry, Jakarta, 2018, hlm 164-165)

3
status sosial yang disandang oleh tokoh tersebut. Misalnya Salomo
yang berkedudukan sebagai raja. Melalui hal ini pembaca akan lebih
dituntun untuk memahami lebih dalam isi dalam teks.

2. Tindakan nyata
Agar cerita dapat terangkai dengan baik tentu para tokoh memiliki
tindakan sehingga adanya suatu pergerakan dalam cerita. Tindakan
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: tindakan tokoh itu sendiri,
tindakan tokoh manusia lainnya, dan tindakan Allah serta para utusan-
Nya. Masing-masing ketiga tokoh ini memiliki hubungan interaksi satu
sama lain. Tindakan tokoh utama dapat dilihat secara moral ataupun
amoral, reaksi tindakan tokoh lainnya terhadap tokoh tersebut, dan
reaksi yang diberikan oleh Allah atau utusan-Nya terhadap tokoh-
tokoh tersebut.

3. Pikiran dan perkataan langsung


Dalam tindakannya tentu para tokoh dapat terlihat dari pikiran maupun
perkataannya. Hal ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: pikiran dan
perkataan langsung dari tokoh itu sendiri, tokoh-tokoh lain, serta para
utusan-Nya. Tokoh utama dapat memberi komentar tentang dirinya
sendiri (Petrus yang tetap mempertahankan kegigihannya untuk
memberitakan Injil), komentar yang berasal dari pihak lain ( Yehuda
yang berkomentar bahwa Tamar lebih benar dari dirinya), dan
tanggapan dari Allah yang dapat terlihat dari perkataan-Nya mengenai
bangsa Israel yang tegar tengkuk.

4. Komentar Deskriptif
Komentar deskriptif merupakan komentar yang diberikan oleh penulis
kitab itu sendiri terhadap kejadian atau hal-hal yang terdapat dalam
kisah tersebut. Misalnya: komentar Musa terhadap kejahatan dan dosa-
dosa orang Sodom dan Gomora.
4
Jenis-Jenis Tokoh

1. Berdasarkan kedalaman penyingkapan


o Tokoh bundar/tokoh utama
Tokoh bundar adalah tokoh yang dilukiskan dari berbagai sudut.
Mereka dipaparkan sebagai pribadi yang terlihat dari diri mereka
yang multi-sifat dan yang ditampilkan sebagai orang yang riil.
Penyingkapan tokoh-tokoh ini akan semakin jelas apabila mereka
diposisikan sebagai tokoh yang sentral. Sebagai contoh, kitab I
Samuel yang menyoroti tiga tokoh utama yaitu Samuel, Saul, dan
Daud.

o Tokoh Datar
Tokoh ini dilukiskan relatif datar dan tidak memiliki warna.
Sebagai contoh, dalam kisah pengujian iman Abraham, Ishak
berada pada posisi tokoh yang datar karena memiliki karakter yang
tunduk dan taat, hanya tamlil sedikit dan tidak terlalu banyak diberi
informasi.

o Tokoh Latar/Figuran
Figuran adalah tokoh yang diposisikan sebagai peran untuk
membuat kisah semakin koheren dan realistis, namun fungsinya
tidak dikemukakan. Misalnya: hamba dalam perumpamaan tentang
Anak yang Hilang dalam Luk 15:22-24. Jelas tokoh hamba tersebut
terlibat dalam kisah itu, namun tidak didapati banyak informasi
ataupun fungsi yang mereka lakukan

2. Berdasarkan relasinya dengan tokoh lainnya


o Tokoh protagonist

5
Protagonis adalah tokoh utama dalam narasi, tokoh ini tidak
selamanya harus berkarakter baik selama ia adalah tokoh utama.
Abraham adalah tokoh protagonis dalam kisah ujian imannya (Kej
22:1-19). Yang patut menjadi perhatian adalah kecenderungan
untuk menjadikan Allah sebagai tokoh utama.

o Tokoh antagonis
Antagonis adalah tokoh yang diperankan untuk menentang tokoh
utama. Misalnya: Allah yang menentang manusia dalam usahanya
untuk mendirikan menara Babel (Kej 11:1-9)

o Tokoh ambivalen Tokoh ambivalen


Ambivalen merupakan karakter tokoh yang bersifat tidak jelas
(rancu) terhadap pemeran protagonis maupun antagonis. Misalnya:
putri Firaun dalam kisah doa Salomo meminta hikmat (I Raj 3:1-
15).

Respons yang diharapkan muncul dari setiap tokoh

1. Simpati
Beberapa tokoh dalam Alkitab dimunculkan untuk diteladani
tindakan, moral, dan spiritualitas mereka. Dari tindakan dan respon
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dapat dijadikan suatu gambaran,
pemahaman, ataupun nilai-nilai yang dapat diperoleh.

2. Antipati
Sejumlah tokoh di dalam Alkitab dimunculkan agar para pembaca
menolaknya. Hal ini dimunculkan agar pembaca memiliki suatu

6
perbandingan antara yang patut diteladani dan yang tidak sehingga
membangun pemikiran pembaca dengan baik untuk dapat memilah
hal yang tidak patut untuk ditiru

3. Campuran
Dalam bagian ini, para tokoh memiliki gabungan sifat positif dan
negatif sehingga mengundang tanggapan beragam dari audiensi.
Beberapa tokoh dapat menyeimbangkan kedua sifat baik dan jahat
secara sempurna. Misalnya: tokoh Abimelekh yang mengingini
Sarai sehingga hal itu mengancam janji keturunan Abraham,
namun pada akhirnya Abimelekh mengembalikan Sarai karena
telah diperingati dalam mimpinya (Kej 20:1-18).
 Alur cerita dan konflik
Alur drama dalam suatu narasi, ada 3 hal yang perlu diperhatikan:

1. Alur-alur dramatis
 Laporan. Terlepas dari konteks luasnya, Perikop narasi yang hendak
ditafsirkan hanya berisi sebuah deskripsi saja tanpa menciptakan
ketegangan dramatis (tanpa konflik dan resolusi)
 Ketegangan tanpa resolusi. Dalam narasi tanpa resolusi, cerita
bergerak lebih maju daripada laporan biasa di mana konflik muncul
namun belum ada penyelesaian.
 Episode resolusi. Dalam tipe ini konflik muncul dan kemudian terdapat
penyelesaian konflik tersebut terjadi.

2. Simetri resolusi dramatis


 Awal dan Akhir

7
a. Pola-pola sirkuler(circular: menyajikan situasi akhir
kembali kepada situasi awal)
b. Pola kontras di mana bagian awal bersifat positif namun
bagian akhir bersifat negatif ataupun sebaliknya.
c. Pola berkembang(developmental) di mana cerita
berkembang ke arah yang baru walaupun tidak harus selalu
kontras dengan bagian awal
 Pola tiga babak (tripartit)
Pada pola ini narasi memiliki 3 babak yaitu awal (prolog),
tengah dan akhir (epilog). Adegan tengah berfungsi
menjembatani antara adegan awal dan akhir
 Fase
Dalam fase, setiap babak dibagi menjadi beberapa fase
(perkembangan, perubahan) lalu kemudian dibagi lagi
menjadi adegan-adegan yang lebih kecil.
A. Pola tipikal resolusi dramatis
Dua babak, merupakan pola yang paling
sederhana Karen babak pertama sudah menyajikan
problem sedangkan bagian kedua menyajikan
resolusinya

B. Tiga babak, babak pertama menyajikan problema


lalu dilanjutkan dengan titik balik dan diakhiri
dengan resolusi

C. Empat babak, bagian tengah narasi yang memiliki


empat babak terbagi atas dua bagian yang
seimbang sehingga menghasilkan empat babak
yaitu: problema, aksi menanjak, aksi menurun dan
resolus

8
D. Lima babak, pola ini adalah gabungan antara pola
empat babak dan tiga babak dengan sebuah
keseimbangan di antara aksi menanjak dan
menurun sehingga polanya terdiri dari lima bagian
yaitu problema, aksi menanjak, titik balik, aksi
menurun, dan resolusi.

 Waktu bercerita dan Narator


Maksud penulis kitab dapat terlihat dari banyaknya
pasal/ayat yang dipakai untuk menceritakan narasi tersebut.
Contoh: Ken 1-11 tentang asal usul alam semesta dan
nenek moyang Abaraham berlangsung hingga ribuan tahun
sedangkan pasal 12-50 tentang Abraham-Yusuf yang hanya
berlangsung selama beberapa tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa narasi tentang Abraham- Yusuf lebih ditekankan
daripada asal usul dunia dan nenek moyang Abraham.
Inilah yang disebut waktu bercerita. Sementara waktu yang
diceritakan adalah susunan kronologis dalam narasi. Waktu
bercerita dapat lebih panjang atau singkat daripada waktu
bercerita, tergantung penekanan maksud penulis.

 Narator
Adalah pihak yang tidak disebutkan secara langsung dalam
pembukaan narasi atau penulis terselubung dalam narasi di
Alkitab. Ada 2 hal penting dari peranan narator dalam
pembukaaan cerita

1. Posisi mahatahu narrator


Posisi mahatahu narator menjelaskan bahwa ia dimana-
mana dan mengetahui segala sesuatu tentang kisah yang
9
dia ceritakan. Tetapi narator tidak pernah
menyampaikan semua yang diketahuinya, juga dia
biasanya tidak mengulas, menjelaskan atau
mengevaluasi laga waktu dia menyingkapkan narasi itu.
Ia menceritakan kisah tersebut dengan cara sedemikian
rupa sehingga pembaca tertarik kepada cerita itu.
2. Sudut Pandang Penulis
Posisi mahatahu narator menjelaskan bahwa ia dimana-
mana dan mengetahui segala sesuatu tentang kisah yang
dia ceritakan. Tetapi narator tidak pernah
menyampaikan semua yang diketahuinya, juga dia
biasanya tidak mengulas, menjelaskan atau
mengevaluasi laga waktu dia menyingkapkan narasi itu.
Ia menceritakan kisah tersebut dengan cara sedemikian
rupa sehingga pembaca tertarik kepada cerita itu.

 Ada beberapa cara untuk mengetahui maksud penulis


• Dalam teks
1. Pengulangan. Apabila motif serupa muncul berulang kali
dalam sebuah Perikop biasanya mengindikasikan bahwa
perhatiannya pada hal itu merupakan sesuatu yang penting
dalam pandangan penulis.
2. Rujukan tak langsung. Rujukan tak langsun mempunyai
persamaan dengan teknik pengulangan namun rujukan atau
pengulangan tersebut namun pengulangan tersebut berasal
dari episode lain di luar narasi.
3. Ironi dramatis adalah suatu situasi dimana audiensinya
diberitahukan oleh sang penulis bahwa seorang tokohnya
tidak mengetahui ap-apa. Audiensi menjadi lebih mengerti
ideologi penulis dan mereka lebih memahami sesuatu
dibandingkan dengan tokoh di dalam narasi.
10
4. Waktu bercerita. Dalam kej 12-50 yang menceritakan kisah
tentang Abraham- Yusuf yang berlangsung selama ratusan
tahun merupakan waktu yang diceritakan yang adalah susuan
kronologis dalam narasi. Waktu bercerita dapat lebih panjang
atau lebih singkat daripada waktu bercerita, tergantung
penekanan maksud penulis.
5. Diskursus langsung, terjadi ketika tokoh-tokoh dalam narasi
memberikan pandangan mereka dengan menggunakan
perkataan mereka sendiri.
 Luar teks
o Intervensi Ilahi
Penulis kitab menceritakan tindakan Allah di masa lalu dalam
narasi. Maksud penulis terlihat dari bagaimana ia menuliskan
tindakkan Allah di masa lalu
o Kebudayaan penulis. Kehidupan sosial, ekonomi dan politik pada
zaman penulis turut menjadi faktor pendukung mengapa penulis
menulis suatu cerita.

 Struktur Narasi Panjang


o Struktur Kronologis
Pada dasarnya saat dilihat secara keseluruhan, setiap teks
berbentuk narasi dalam Perjanjian Lama mengikuti suatu urutan
kronologis. Sama halnya dengan bagian-bagian tunggal yang
cenderung bergerak menurut waktu, rangkaian keseluruhan kitab
dan bab-bab kitab menunjukkan urutan peristiwa. Terdapat
pergantian antara peristiwa-peristiwa yang simultan dan yang
sebelumnya terjadi tetapi gerakan utama yang perlu disoroti adalah
peristiwa berikutnya. Misalnya dalam kitab Keluaran dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu peristiwa sebelum Sinai (Kel.1-18)
dan peristiwa-peristiwa di Sinai (19-40).

11
o Struktur Tematik
Secara keseluruhan memang teks narasi dalam Perjanjian Lama
disusun berdasarkan struktur kronologis, tetapi dalam bagian-
bagian kecil dari episode yang panjang kadang-kadang disisipi
dengan struktur topical. Ada tiga macam cara dalam penyusunan
berdasarkan struktur kronologis;
 Seleksi
Dalam Perjanjian Lama, Penulis kitab dapat melakukan
penyeleksian bahan sesuai dengan topik-topik yang
mempunyai keterkaitan atau memilki hubungan. Misalnya
adalah Kej. 15:1-6 dengan 15:7-21 dibuat menjadi satu oleh
sang penulis bukan karena dilihat kronologisnya tetapi
karena ada keterkaitaconn topik yaitu janji Allah kepada
Abraham di mana Abraham meminta pengukuhan janji
(15:2-3 dan 15:8) kemudian diakhiri dengan pengukuhan
janji dari Allah (15:6 dan 15:18-21).
 Peristiwa Simultan
Saat peristiwa dalam waktu-waktu yang berdekatan juga
disusun karena memiliki topik yang mirip atau topik ini
menjurus pada satu hal sama.Misalnya kisah Yehuda dan
Tamar (Kej. 38:1-30) berkaitan atau memiliki hubungan
dengan kisah Yusuf di rumah Potifar (Kej. 39:1-23)
 Peristiwa Diskronologis.
Dalam beberapa kasus, peristiwa disusun tidak berpatokan
pada urutan waktu, namun diceritakan berdampingan
karena alasan keterkaitan topik. Misalnya dalam 2 Sam. 21-
24 terdapat sekumpulan kisah yang sebenarnya saling
diskronologis tetapi semua kisah tersebut mengarah pada
satu topik yakni berkat dan pengharapan yang diberikan
kepada Daud dan dinastinya setelah berbagai kegagalan
dalam rumah tangganya

12
Struktur narasi panjang memilik paralelisme atau kesejajaran pikiran menyerupai
dalam genre puisi. Berikut paralelisme dalam narasi.

1. Paralel Sederhana
Terdiri atas episode-episode yang saling mengonfirmasi atau saling
mengontraskan di aman mereka langsung berdampingan. Contohnya kisah
Yehuda dan Tamar (Kej. 38:1-30) dan kisah Yusuf (39:1-23) yang
mengontraskan perilaku moral antara keduanya.
2. Inklusio
Episode-episode paralel yang membingkai atau membatasi suatu bab akan
membentuk sebuah inklusio. Bahan-bahan intervensi yang panjang
maupun pendek mungkin muncul di antara paralel-paralel itu. Kadang-
kadang paralel menunjukkan kemiripan yang terperinci dan ada kalanya
hanya sedikit saja keterkaitannya. Contohnya yaitu kejayaan nasional
Salomo (1 Raj. 3:1-9:25) yang disusun berdampingan dengan kejayaan
internasional Salomo (9:26-10:29).
3. Kiasmus
Merupakan sebuah susunan multi inklusio ( A B C | C’ B’ A’) atau dalam
pola konsentris jika episode-episode berparalel di sekitar sebuah episode
sentral ( A B C B’ A’ ). Episode –episode yang paralel dalam kisah-kisah
Perjanjian Lama juga muncul dalam pola kiasmus.
Salah satu contohnya adalah kisah-kisah mengenai Daud dalam 2 Sam. 21-
24 yaitu sebagai berikut ;
Episode Satu Daud Menengahi (21:1-14) (A)
Episode Dua Keberhasilan Perang (21:15-22) (B)
Episode Tiga Nyanyian Pujian Daud (22:1-51) (C)
Episode Empat Hikmat Daud (23:1-7) (C’)
Episode Lima Keberhasilan Perang (23:8-39) (B’)
Episode Enam Daud Menengahi (24:1-25) (A’).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penafsir saat menafsir teks narasi;

13
1. Pada umumnya narasi tidak mengajarkan suatu doktrin secara langsung.
2. Narasi tidak boleh ditafsirkan secara alegoris.
3. Narasi mencatat apa yang terjadi tetapi tidak harus mencatat apa yang
seharusnya terjadi atau apa yang harus terjadi setiap waktu.
4. Hal yang dilakukan tokoh dalam narasi tidak selalu menjadi sebuah contoh
yang baik untuk diteladani oleh pembaca.
5. Dalam narasi akhir atau resolusi tidak selalu diberitahukan (baik atau
buruk) sehingga pembaca diharapkan mampu menilai hal itu berdasarkan
apa yang Allah ajarkan kepada kita secara langsung dan pastu di dalam
Alkitab.
6. Narasi dapat bersifat eksplisit atau implisit
7. Narasi bersifat selektif dan tidak ditulis untuk menjawab semuan
pertanyaan yang berkaitan dengan teologi

 ANALISIS STRUKTUR
Dimulai dengan membaca teks dengan teliti, mencari alur narasi
kemudian mendapat ide awal dari plot. Pertama, pada tingkat makro
dilakukan dengan memperhatikan perkembangan dari karya itu sebagai
suatu keutuhan. Kemudian melakukan analisis struktur mikro dari masing-
masing perikop atau cerita.
Tiap cerita akan dibagi ke dalam unit-unit “tindakan” elemen-
elemen atau aksi-aksinya masing-masing. Semua hal ini dipaparkan untuk
menentukan bagaimana tokoh-tokoh itu berinteraksi dan bagaimana
konflik atau masalah dapat memudar dan mengalir di dalam satu cerita
maupun dalam narasi yang lebih besar tempatia tercakup.
Setelah demikian maka penafsir mempelajari pengaruh dari latar
(geografis, waktu atau sosial) pada alur plot narasi, dan menyatukan
semuanya kembali dalam cerita dalam kerangka perkembangan
strukturnya

14
 ANALISIS GAYA
Seorang ahli esegesis harus mengenali beragam saranan sastra
yang di gunakan untuk menyajikan suatu materi, kemudian melihat
bagaimana teknik-teknik meperdalam struktur plot dan menyoroti aspek-
aspek tertentu di dalam suatu narasi. kita Juga harus mencari kiasme atau
inklusio (teknik-teknik membuat kerangka), repetisi, celah-celah, antitesis-
antitesis, simbol, ironi dan sifat-sifat sastra lainnya. Kita juga harus
mempelajari kecenderungan gaya individu dari seseorang penulis dan
melihat yang mana dari antara itu yang berperan dalam masing-masing
perikop.
Dalam matius 28, beberapa sarana dasar digunakan. Misalnya, ada
celah di mana matius gagal menyediakan suatu gambaran mengenai
kebangkitan namun mengizinkan pembaca menyimpulkannya dari
konteks. Ketegangan terbentuk tatkala para imam melakukan segala
macam cara untuk merintangi rencana Allah, namun dengan adegan
berlawanan yang mengagumkan yang menunjukkan kuasa Allah
menyebabkan para prajurit yang keras itu gentar dan ketakutan, di mana
ini merupakan drama pada titik terbaiknya. Suatu adegan ironi besar
terjadi ketika para imam dalam keputusasaan mereka terpaksa menyuap
para penjaga untuk menyampaikan kebohongan yang sebelumnya telah
meminta agar pilatus cegah dalam matius 27:62-66 (bahwa mayat Yesus
telah di curi).2

 ANALISIS REDAKSI
suatu analisis komposisi yang mencari cara-cara penulis
menggunakan sumber-sumbernya. Contohnya Bagi kitab-kitab Tawarikh

2
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika pengantar komprehensif bagi penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), hlm.252

15
dan bagi kitab-kitab injil, studi kritik sumber dan redaksi sangat berharga
sebagai pelengkap bagi studi-studi struktural dan stilistika untuk
menentukan penekanan-penenkanan yang khusus. Pada tingkat narasi dan
theologis, teknik-teknik redaksional memberikan suatu kontrol terhadap
penafsiran yang subjektif. Ada dua tipe pendekatan, dan keduanya
tergantung pada penggunaan atas sipnosis yang menempatkan kitab-kitab
injil ayat demi ayat berdampingan satu dengan yang lain. Pendekatan
perteama lebih bersifat teknis.
Dalam analsisi redaksi terdapat beberapa cara menganalisis redaksi
yaitu; Secara eksternal yaitu, pembaca akan mencari perubahan-peruahan
khusus yang diperkenalkan ke dalam teks, yaitu, cara penulis telah
mengubah sumber-sumbernya. “penghubung”yang mengawali bagian-
bagian dan menyediakan peralihan-peralihan menuju bahan lebih lanjut di
dalam cerita menunjuk kepada penekanan-penekanan linguistik dan
tematik yang khas, karena pada penghubung itulah kita dapat melihat
tangan penulis dengan jelas..
Secara internal, para ahli mencari pola-pola yang berulang dan
ungkapan-ungkapan khas penulis gunakan untuk mengusung beritanya
kepada pembaca. Struktur sebagai keseluruhan yang berkembang
(ketimbang tradisi yang digunakan oleh penulis) sekarang merupakan
fokus dari perhatian. Dengan cara ini pembaca dipaksa untuk mengenali
perbedaannya dan membuat suatu pilihan. Dengan kata lain, teks
menggunakan teknik ini untuk menghadapkan pembaca dengan tuntutan
Allah di dalam Yesus.
Seorang mempelajari cara penulis menata materinya-materinya,
memperhatikan bagaimana dia menggunakan sumber-sumbernya sebagai
kontrol untuk melihat dengan lebih jelas berita khusus dari keseluruhan
narasi. Dengan kata lain menggabungkan sumber, dan teknik-teknik
redaksi dengan kritik narasi, mengizinkan metode-metode ini (kadang kala

16
berbeda jauh) untuk berinteraksi dan mengoreksi satu samalain dalam
rangka untuk memahami cerita dan pesan theologis yang dimaksud.3

 ANALISIS EKSEGETIK
Setelah memeriksa secara mendetail pilihan-pilihan redaksi
penulis, seorang ahli akan memakai pendekatan sejarah tata bahasa pada
perikop tersebut. Tata bahasa akan memampukan seseorang untuk
menentukan hubungan yang lebih pasti dari kata-kata dan dengan itu
menentukan hubungan yang riset semantik akan memberikan kejelasan
mengenai nuansa makna yang dimaksud. Hal ini tidak perlu dilakukan
langkah pertama sampai ketiga, namun metode ini digunakan bersama.
Seperti, tata bahasa dan studi kata merupakan aspek-aspek dari analisis
gaya mereka saling bergantungan. Selain itu, analisis kritik redaksi
merupakan bagian dari sarana-sarana eksegesis yang digunakan dalam
mempelajari literatur narasi.
Dalam beberapa hal, eksegesis berfungsi sebagai suatu
rangkuman dari yang lainnya dalam hal lain eksegesis yang menyediakan
suatu kontrol, karena banyak suddi narasi telah mengabaikan eksegesis
yang serius maka hasil-hasil yang dicapai kurang memuaskan. Sebuah data
latar belakang sangatlah penting bagi riset narasi. Cerita-cerita ditulia
dalam suatu budaya yang sudah tidak kita kenal; tanpa detail-detail ini kita
hanya dapat menyingkap plot akhirnya namun tidak bisa mencapai
signifikansi-signifikansi batinnya.

 ANALISI TEOLOGI
Analisis theologis merupakan upaya seorang ahli harus
memisahkan penekanan-penekanan yang mendetail di dalam satu perikop

3
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika pengantar komprehensif bagi penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), hlm.253

17
dari pola theologis utama yang saling menghubungkan detail-detail
tersebut kepada bagian utama dan kepada kitab itu sebagi suatu keutuhan.
Baik aspek dramatis maupun theologis keduanya dijumpai dalam cerita-
cerita dimensi theologis berhubungan dengan komponen proposional dan
dimensi dramatis dengan dinamika atau komponen tindakan (berhubungan
dengan praksis) dari makna. Seorang penafsir harus berhubungan dengan
kedua aspek dari perikop itu. Jika kita membawa sebuah cerita ke dalam
narasi, secara tidak langsung cerita tersebut memaksa kita untuk
berinteraksi dengan alur cerita serta para tokoh dan bergabung dengan
pembaca tersirat. Pada waktu yang bersamaan juga ada pelajaran theologis
memasuki drama tersebut, dengan demikian kita dapat mengambil makna
(belajar) jika kita berinteraksi terhadap cerita tersebut.
Sebuah Theologi tanpa praksis itu mandul, dan praksis tanpa
Theologi itu kosong. Misalnya narasi kebangkitan dari Matius berpusat
pada Kristologi, mengajarkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang telah
bangkit dan menegaskan penekanan utama dari Matius pada Yesus sebagai
Anak Ilahi dari Allah yang memiliki otoritas dari Yahweh dan mahahadir.
Pada waktu yang sama narasi tersebut juga mengajarkan kesia-siaan
melawan rencana Allah dan keistimewaan dari pemuridan. Terakhir,
Amanat Agung (Mat.28:18-20) menjadikn puncak dari penekanan kitab
Injil yang Pertama pada misi “kepada semua bangsa” (ayat 19).

 KONTEKTUALISASI
Kontekstualisasi merupakan inti dari narasi di dalam Alkitab,
yang meminta para pembaca untuk menerapkan pelajarannya kepada
situasi orang itu. pada intinya narasi adalah suatu kontekstualisasi
signifikasi dari kehidupan israel (perjanjian lama), Yesus Kristus (kitab-
kitab injil) atau gereja mula-mula (kisah para rasul) untuk komunitas Allah
pada masa kemudian.
Narasi menuntut adanya respon agar kita mampu dan dapat
menghidupi kembali setiap konflik-konflik dan pelajaran-pelajarannya.
18
Contohnya seperti para murid yang kagum dan menyembah Yesus
demikianlah dengan kita yang kagum dan menyembah Yesus. Disini tugas
kita adalah menempatkan diri kita pada posisi pembaca dan mengizinkan
teks cerita itu menuntun respon kita.

 BENTUK NARASI DAN KOTBAH


Disini kontekstualisasi berarti berpindah dari eksesgesis kepada
khotbah dan bagi cerita-cerita Alkitab ini melibatkan ‘bentuk narasi’
sebagai pengganti khotbah tiga-poin. Bentuk khotbah ini menolong
jemaat untuk menghidupi kembali drama dan ketegangan yang
tersingkap dari narasi.
Narasi-narasi Alkitab mengandung teologi dan disana ada
prinsip-prinsip atau tema-tema yang dimaksudkan bagi pembaca. Tujuan
utama narasi adalah membuat para pembaca agar bisa masuk kedalam teks
untuk merasakan kesan menggugah. Kunci untuk menuju khotbah narasi
adalah alur plotnya yang mengendalikan garis besarnya.
Setelah melengkapi enam langkah diatas, maka seorang
pengkhotbah akan mencoba untuk menggabungkan elemen-elemen
(perkembangan plot, dialog, penekanan-penekanan teologis, dan
identifikasi pembaca). Sehingga terciptalah suatu khotbah dramtis yang
menciptakan kembali pesan asli yang dikontekstualisasikan. Para
pengkhotbah harus menggunakan kembali latar belakangan dalam
menyampaikan cerita itu agar para pendengar mengalami dan menghidupi
kembali berita itu. warna lokal sangat diperlukan untuk menolong
pembaca masuk dan merasakan kuasanya. Diperlukan juga illustrasi untuk
menuntun para pendengar untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari mereka. Khotbah narasi memiliki pontensi yang semakin besar dalam
memotivasi dan khotbah narasi menampilkan kebenaran-kebenaran ini
dalam situasi kehidupan.

19
4Hal-Hal yang menjadi perhatian untuk para penafsir

1. Narasi tidak mengejerkan suatu doktrin


2. Narasi tidak boleh ditafsirkan sebagai doktrin
3. Narasi mencatat yang terjadi, namun tidak harus mencatat segala sesutau
setiap waktu
4. Tidak semua dalam narasi dapat menjadi contoh bagi pembaca
5. Akhir atau resolusi narasi tidak selalu diberitahukan
6. Narasi bersifat eksplisit
7. Narasi bersifat selektif dan tidak untuk menjawab semua pertanya teologi

PENUTUP

Sekiranya ini makalah yang kelompok kami buat dengan murni hasil karya
sendiri, sekiranya Tuhan Yesus selalu menyertai selalu apa yang kita kerjakan dan
memberkati apa yang kita pelajari.

44
Muryati Setianto dan Christian Reynaldi, Hermeneutik ilmu dan seni menafsirkan Alkitab, GL
Ministry, Jakarta, 2018, hlm 175-176)

20

Anda mungkin juga menyukai