Anda di halaman 1dari 15

ACEH JAYA

1. KEADAAN GEOGRAFIS ACEH JAYA

Gambar 1.1 peta letak Aceh Jaya

Kabupaten Aceh Jaya merupakan wilayah pesisir Barat pantai Sumatra dengan
panjang garis pantai lebih kurang 160 kilometer. Curah hujan rata-rata sepanjang
tahun sebesar 318,5 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 19 hari. Suhu udara dan
kelembaban udara sepanjang tahun tidak terlalu berfluktuasi, dengan suhu udara
minimum rata-rata berkisar antara 21,0-23,2 °C dan suhu udara maksimum rata-rata
berkisar antara 29,9-31,4 °C.

Batas wilayah
Utara Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten
Pidie, SelatanSamudera Indonesia dan Kabupaten
Aceh Barat, BaratSamudera Indonesia,
TimurKabupaten Aceh Barat.

Gambar 1.2 peta batas wilayah aceh jaya

2. SOSIAL

Kabupaten Aceh Jaya, khususnya Kecamatan Jaya terkenal dengan profil


penduduknya yang khas. Sebagian penduduk Kecamatan Jaya ini berprofil seperti
orang Eropa dimana ada yang bermata biru dan berambut pirang. Mereka dipercaya
merupakan keturunan prajurit Portugis pada abad ke-16 yang kapalnya terdampar di
Pantai Kerajaan Daya, dan ditawan oleh raja kawasan itu. Para prajurit Portugis yang
tertawan ini lama-kelamaan masuk Islam, menikah dengan penduduk setempat dan
mengadaptasi tradisi Aceh secara turun-temurun. Keturunan mereka saat inilah yang
terlihat khususnya di kecamatan Jaya (sekitar 75 km arah barat daya Banda Aceh).
3. BUDAYA

 MANUSKRIP

Di Kabupaten Aceh Jaya terdapat lima buah manuskrip, diantaranya adalah


Hikayat Poe Teumerhom, Surat Tanah Kerajaan Aceh, Sarakata Kerajaan Keluang,
Obligasi Nyak Sandang dan Kitab Suci Al-Quran (ukuran kecil).

 TRADISI LISAN

Tradisi lisan di Kabupaten Aceh jaya terdiri atas cerita rakyat, bahasa rakyat,
teka-teki rakyat (Hiem), peribahasa rakyat (Hadis Maja), Syair Aceh (Hikayat)
berbalas pantun (Seumapa). Tradisi Tradisi lisan merupakan bagian kekuatan kultural
suatu suku bangsa.

 ADAT ISTIADAT

Adat istiadat yang masih dilaksanakan di Kabupaten Aceh Jaya diantaranya adalah
Khanduri Ek Rumoh, Khanduri Dara Padee, Khanduri Trok Thon, Khanduri Syukur
Nikmat, Khanduri Laot, Khanduri Baling, Khanduri Bungong Kayee, Khanduri
Peusunat Aneuk, Khanduru Uteun, Khanduri Apam, Peutron Bijeh, Seumeuleung
Raja Daya, Upacara Perkawinan Aceh Jaya dan Upacara Peutron Tanoh (Turun
Tanah). Adat istiadat tersebut, berkaitan dengan beberapa jenis, yaitu adat istiadat
tentang tata perilaku masyarakat, adat adat istiadat terkait perilaku terhadap agama,
perkawinan, gotong-royong, dan sebagainya.

 RITUS

Masyarakat Aceh Jaya memiliki beberapa perayaan yang diwujudkan dalam


bentuk upacara atau ritual. Ritus tersebut diantaranya adalah ritual tolak bala (Manoe
Safar), Perkawinan Adat Aceh Jaya, dan upacara kerjaan (Seumeuleung).

 PENGETAHUAN TRADISIONAL

Pengetahuan tradisional yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya diantaranya adalah


Keuneunong Beuleun, Beukam Aceh, Baju Adat Perkawinan Keupiah Meukutop,
makanan tradisional (Kuah Pliek, Kuah Jruak Drien, Keumamah, Keueng, Karah,
Haluwa Drien), dan Rajah.

 TEKNOLOGI TRADISIONAL

Teknologi tradisional yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya diantaranya adalah


Nok, Bajak Dengan Kerbau, Mesin Teunun kain, Teknologi Sistem Irigasi,
Teumalang Pot Unoe, Teupeun Parang, Jengki (alat tumbuk padi menjadi beras),
Tunang Pot Unoe, dan Weng Tube.

 SENI
Kesenian tradisional yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya meliputi Seni Tari
(Rapai Saman, Rateb Meuseukat, Ratoeh Jaroe, Tari Laweut, Tari Pho, Tari Rapai
Geleng, Tari Ranup Lampuan, dan Tari Dike Pam.

 BAHASA

Masyarakat Aceh Jaya dominannya adalah suku Aceh asli sehingga bahasa yang
digunakan oleh masyarakat Aceh Jaya adalah Bahasa Aceh dan bahasa aneuk jamee.
Di Aceh Jaya terdapat 2 (dua) dialek yaitu Aceh Lamno dan Teunom.

 PERMAINAN RAKYAT

Di Kabupaten Aceh Jaya terdapat beberapa jenis permainan rakyat, diantaranya


adalah Cato Rimeung, Gasing Aceh (Gaseng), Geulayang Tuning, Maen Geunteut,
Panjat Pinang, Patok Lele Aceh dan Tarek Tambang.

 OLAHRAGA TRADISONAL

Olahraga tradisional masyarakat Aceh jaya diantaranya adalah Kasti, Galah Asin,
Lari Karung, Lomba Jalo (Sampan), Silat Geuleumbang dan Sipak Bhan.

4. KERAJAAN
4.1 Penelusuran sejarah singkat Kerajaan Teunom

Saboh perjalanan sejarah Raja Teunom Teuku Nyak Ali Imum Muda Setia
Bakti Hadjat Teuku Imum Muda lahir sekitar 1850 M. Menjabat tahta sekitar 1872
M. Meninggal akibat sakit ginjal 1901 M. Nama asli Imum Muda yakni antara T
Nyak Ali atau Yusuf.
Dilanjutkan oleh Teuku Oema. Mengapa Teuku Oema yang lanjutkan.
Menarik karena darah istri kedua Teuku Imuem Muda Cut intan lebih darah
kerajaan. Cut intan istri Teuku Imum Muda berasal dari kerajaan Bubon yakni
teuku keudjreun Amin dari Bubon. Setelah itu, Teuku Oema kawin dengan anak dr
Teuku Puteh Panga. Lahirlah Teuku Sulaiman.
Nah Teuku Raja Mahmud lhok Bubon sebenarnya adalah cucu dari Teuku
Imum Tuha (ayah imum muda). Jadi kerajaan Bubon ada darah kita juga.
Teuku Raja lam ili menantu Teuku Imuem Muda sempat memimpin Teunom
setelah Imum Muda meninggal. Tapi tidak lama. Untuk masalah politik tahun 1904
T Raja lam ili kembali ke Aceh besar.
Saat Teuku Oema memimpin diyakini tahun 13/5/1907. Teuku Oema
meninggal 1938. Dan setelah itu tahun 17/2/1939, Teuku Sulaiman yang
memimpin.Teuku Sulaiman punya anak. Nyak Pulo. Tapi anaknya justru
meninggal lebih dulu daripada dia.
Menarik dari cerita anak Teuku Imum Muda dari istri pertama Cut Meredom.
Teuku Raja Pulo anak tertua. Cut Adih Baren anak kedua. Cut Adih Baren ini
adalah istri T. Raja lam ili Indrapuri. Namun Teuku Oema anak dari istri Cut Intan
justru lebih punya darah untuk diturunkan tahta padanya.
Nah, Teuku Sulaiman (pemegang tahta terakhir) punya adik yakni Cut Elok. Cut
Elok akhirnya menikah dengan Teuku Abdurrahman (kakek Teuku Reza Fahlevi)
anak Teuku Raja Abdullah.
Anak Teuku Imum Tuha ada (2) Yakni: Teuku Imum Muda dan Cut Buleun.
Nah Cut Buleun ini dikawinkan dengan Raja lhok Bubon.
Dan lahirlah Teuku Raja Mahmud Teuku raja Mahmud Uleebalang lhok Bubon
adalah keponakan dari Teuku Imum Muda.Dan pada akhirnya, anak dari Teuku
Raja Mahmud akan dikawinkan lagi dengan Teuku Oema yakni sepupunya sang
penerus tahta Teunom.
Daftar raja kerajaan Teunom
* Teuku Imum Muda,
* Teuku Raja Pulo,
* Teuku Raja Abdulullah,
* Teuku Puteh,
* Teuku Irsyad,
* Teuku Reza Fahlevi (2017).
Masa kerajaan Teunom memiliki 1 sub area seperti kabupaten di Panga dan
dipimpin satu bupati (saat itu teuku puteh panga). Teunom memiliki 4 mukim.
Masing2 dipimpin keuchik tuha peuet.
4 Mukim tersebut terdapat kampung2 yakni gampong Alue Ambang dan
Padang Kling, gampong Baro dan Pajo Baro, gampong Panton Mamoet dan Alu
Poentoeot dan Tanoh Anoe. Daerah ini dipimpin setingkat imum.
Wilayah lain masuk zona lebih kecil Seuneboe dipimpin peutuha yakni Cot
Kumbang, Gunung Lasoe dan Cot Panah. Poecok seumira dan alue meraksa.
Di panga juga ada zona Seuneboe yakni Aloe Lhok, Paja Meurega, Bate
Meutudong, sama Leuma, Rambong Jampo, Gunung Buloh, Gunung Meulinteung
dan Tuwo Eumpeuk.
Jumlah penduduk yang dapat menggunakan senjata ditahun 1900 M adalah sekitar
1.200 orang.
Meningkat menjadi 6.400 orang saat tahun 1930 M (YR Imum muda Raja Teunom
Setia Bakti.dan cicit beloau Teuku Reza pahlevi).

4.2 Kerajaan Negeri Daya

Negeri Daya didirikan pada tahun 1480 M dengan raja pertama “Sulthan
Salathin Alaidin Ri’ayat Syah” atau lebih dikenal dengan julukan “Po
Teumeureuhom”, atau “Cik Po Kandang” yang membawahi empat kerajaan yang di
persatukannya, yaitu:
1. Kerajaan Negeri Keuluang.
2. Kerajaan Negeri Lamno.
3. Kerajaan Negeri Kuala Unga, dan
4. Kerajaan Negeri Kuala Daya.
Kerajaan ini merupakan bagian dari kerajaan Nanggroe Aceh Darussalam yang
ditetapkan oleh Sulthanah Siti Hur Khairil Barri Wal Bahriyah yang berkuasa pada
tahun 1520 M – 1553 M.
Negeri Daya sebelumnya dikenal dengan Negeri Indra Jaya, karena pada abad
ke V masehi, di pesisir barat Aceh, kalau sekarang berada di Kuala Unga dan Pante
Ceureumen Kecamatan Jaya, Asal usul Negeri ini didirikan oleh keturunan raja
Negeri Sedu yang melarikan diri dari serbuan armada China yaitu di Panton Bie
yang sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, dalam catatan:
1. Dalam catatan Marcopolo Negeri Indra Jaya disebut dengan “DAGROIAN”,
Marcopolo sewaktu pulang dari Tiongkok singgah di negeri ini.
2. Dalam kitab Mahabrata Negeri Indra Jaya disebut dengan BHARAT.
Negeri Indra Jaya dengan pusat pemerintahannya di Kuala Unga, sangat
disayangkan sampai dua abad lamanya tidak diketahui sejarahnya, baru pada abad
ke VII Masehi pelabuhan RAMI (EL-RAMI) di Lamno Negeri Indra Jaya ramai
disinggahi kapal-kapal dagang Asing termasuk dari Negara Arab, Persia, Tiongkok
dan India, dan pada abad ke VIII Masehi pelabuhan EL-RAMI di Lamno Negeri
Daya sudah menjadi bandar yang rutin disinggahi oleh pedagang dari Negara Arab
dan Yunani.
Pada abad ke X Raja Kerajaan Perlak yaitu Meuruah Pupok dengan gelar
Teungku Sangob atau Meureuhom Unga putera Makhdum Malik Musir Ibni
Makhdum Malik Ishaq Ibni Makhdum Malik Ibrahim Johan Berdaulat, merebut
kembali pusat Pemerintahan Indra Jaya dari pendudukan armada China, tepatnya
di Gampong Keude Unga sekarang. dan pada abad ke XIV Masehi Kekuasaan
Portugis di Negeri Keuluang dilumpuhkan oleh “Sulthan Alaiddin Ri’ayat Syah”
dan membentuk Kerajaan Negeri Daya. Pada masa kepemimpinannya Negeri
Daya mengalami perubahan besar, rakyatnya hidup makmur dan sejahtera
sekaligus merupakan puncak Kejayaan Negeri Daya.

Gambar 4.2.1 makam Po Teumereh

Raja Negeri Daya Sulthan Salathin Alaidin Ri’ayat Syah atau lebih dikenal
dengan “Po Teumeureuhom”, atau “Cik Po Kandang” adalah putra raja madat
“Raja Pidie” yang menakluk Negeri Darul Kamal dan Kuta Alam, dan sekarang
berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, atau dalam sejarah lebih dikenal
dengan nama “Sulthan Inayat Syah” putera raja “Abdullah Malikul Mubin”,
selanjutnya keturunan ini menjadi cikal bakal Raja-raja di Aceh Darussalam,
“Sulthan Inayat Syah” dikaruniai 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan, 3 orang
anak laki-laki yaitu:

1. Sulthan Muzaffar Syah mewarisi Negeri Darul Kamal.


2. Sulthan Munawar Syah mewarisi Negeri Kuta Alam.
3. Sulthan Salathin Alaiddin Ri’ayat Syah menjadi raja di Kuta Madat, Negeri
Pidie dan terakhir sebagai raja di Negeri daya, atau lebih dikenal dengan “Po
Teumeureuhom”, atau “Cik Po Kandang”.
5. Jejak Legenda Putri Hijau Di Aceh Daya

Gambar 5.1 pemakaman Putri Ijo di aceh daya

Kisah Putri Hijau sendiri hingga kini belum memiliki catatan sejarah yang
pasti. Terdapat banyak versi berkembang di tengah masyarakat. Kisah Putri
Hijau lebih populer dibicarakan kalangan masyarakat Sumatera Utara atau karo.
Pasalnya, di sana terdapat sebuah prasasti peninggalan yang kerap dipercayai
memiliki ikatan sejarah kuat dengan Putri Hijau, yaitu Meriam Puntung.
Dikisahkan dalam legenda hikayat Putri Hijau, Meriam Puntung atau
Meriam Buntung dalam bahasa Karo adalah penjelmaan dari adik Putri Hijau
dari Kerajaan Haru yang memerintah sekitar tahun 1594. Meriam Puntung ini
berada di dalam komplek Istana Maimun, Medan dan kerap diziarahi warga.
Dikutip dari berbagai sumber, dikisahkan suatu hari pada masa itu Putri Hijau
mendapatkan pinangan dari Sultan Aceh, tetapi pinangan itu ditolak sehingga
membuat Raja Aceh betul-betul marah hingga memutuskan untuk menyerang
Kerajaan Haru.
Lalu Sultan Aceh mengirimkan Panglima Gocah Pahlawan untuk
menyerang Kerajaan Haru. Tapi karena bentengnya sangat kokoh, pasukan
Aceh gagal menembusnya. Menyadari jumlah pasukannya makin menyusut
setelah banyak yang terbunuh, panglima-panglima perang Aceh memakai siasat
baru. Mereka menyuruh prajuritnya menaburi uang emas ke arah prajurit
benteng yang bertahan di balik pintu gerbang.
Suasana menjadi tidak terkendali karena para penjaga benteng itu
berebutan uang emas dan meninggalkan posnya. Ketika mereka tengah sibuk
memunguti uang emas, tentara Aceh menerobos masuk dan dengan mudah
menguasai benteng.Pertahanan terakhir yang dimiliki adalah Meriam Puntung.
Tapi karena ditembaki terus-menerus, meriam ini pun menjadi panas, meledak,
terlontar, dan terputus dua.
Sementara Sang Puteri Hijau dibawa oleh kakaknya yang berubah menjadi
ular besar ke atas punggungnya dan menyelamatkan diri melalui sebuah terusan
memasuki Sungai Deli, dan langsung ke Selat Malaka. Hingga sekarang kedua
kakak beradik ini dipercaya menghuni sebuah negeri dasar laut di sekitar Pulau
Berhala.
Versi lain menyebutkan bahwa Puteri Hijau sempat tertangkap dia ditawan
dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang diangkut ke dalam kapal untuk
dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Aceh Utara, Putri
Hijau memohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari
kapal. Atas permintaannya, dia diberikan berkarung-karung beras dan
beribu-ribu telur.
Tetapi setelah beberapa saat upacara dimulai, tiba-tiba berembus angin
yang maha dahsyat, disusul gelombang tinggi dan ganas. Dari dalam laut
muncul jelmaan saudaranya, ular besar. Lalu Putri Hijau dilarikan ke dalam laut
dan mereka bersemayam di perairan Pulau Berhala.

Pendapat Para Ahli

Dikisahkan dalam rangka perebutan kekuasaan terutama di perairan Selat


Malaka. Pada saat itu semua orang ingin merebut kawasan Selat Malaka karena
dianggap sebagai kawasan strategis jalur masuk lalulintas Internasional.
Ketika mereka ingin merebut itu setiap orang menunjukkan kekuasaannya.
Di sana ada Portugis, Belanda, dan Aceh. Pada saat itu Aceh menunjukkan
kekuatan besar, salah satunya juga ingin memperebutkan seorang putri dari
kerajaan lain.
Pada saat itu ada tiga kawasan Aceh yang paling besar, ada kawasan inti,
daerah taluk, dan daerah fazar. Daerah taluk, adalah daerah-daerah yang
ditaklukkan kemudian. Sehingga kekuasaannya besar dan luas dan berlanjut
sampai dengan pemerintahan raja-raja berikutnya.
Sampai pada saat masa kerajaan Aceh melemah, banyak daerah-daerah lain
melepaskan diri tapi kemudian masih ada kekuatan-kekuatan Aceh. Salah satu
caranya dengan menjalin hubungan perkawinan. Ada orang yang menikah
dengan putri Aceh, dan juga orang Aceh menikah dengan putri di luar Aceh.
“Termasuklah seperti daerah Deli, Siak, Arokan, Haru, dan Pariaman.
Semua itu adalah kekuasaan Aceh sebenarnya, jadi ada kekuatan sehingga
timbul cerita yang melegenda yaitu tentang Putri Hijau,” kata Dr Husaini
Ibrahim, dosen Ilmu Sejarah, FKIP Unsyiah, saat ditemui kumparan
(kumparan.com) di rumahnya, Sabtu (27/1).
Merujuk pada silsilah keturunan raja Aceh seperti dalam buku “Tarikh Aceh
dan Nusantara” halaman 576, disebutkan Putri Hijau adalah anak dari Raja
Putri yang menikah dengan Sulthan Mansyursyah bin S. Ahmad Perak.
Keturunan Sulthan Ala Uddin Riayat Syah atau Saidin Mukammil. Beliau
memiliki Enam orang anak, Maharaja Diraja, Raja Putri, Puteri Diraja Indra
Ratna Wangsa, Mahmud Syah, Raja Hussain Syah, dan Meurah Upah.
“Salah satu di antaranya adalah Putri dari Raja Puteri yaitu Putri
Hijaukemudian menikah dengan Raja Umar S Abdul Jalil Johor yang kemudian
melahirkan keturunan Radja Hasjim. Jadi saya lebih yakin yang dimaksud
dengan Putri Hijau seperti legenda yang berkembang hari ini adalah Putri Hijau
yang dimaksud dalam silsilah ini,” kata Husaini.
Berdasarkan hasil bacaannya, Husaini mengatakan silsilah tersebut masih
berhubungan dengan Sultan Iskandar Muda, karena Putri Hijau adalah anak dari
Raja Puteri sementara Sultan Iskandar Muda anak dari Puteri Diraja Indra Ratna
Wangsa.
“Raja Puteri dan Puteri Diraja Indra Ratna Wangsa adalah adik kakak.
Sementara Putri Hijau dan Sultan Iskandar Muda mereka adalah sepupuan.”
Kendati demikian, Husaini tidak menepis bahwa cerita tentang Putri Hijau
memiliki banyak versi, sebutnya, hal itu biasa terjadi dalam sejarah. Ketika ada
cerita yang dianggap memiliki kekuatan batin maka orang menganggap sebagai
semacam legenda.
“Hal ini bisa digali dan untuk melihat tentang kebenaran legenda dalam
sejarah atau sastra sejarah harus sangat berhati-hati. Karena ini bisa
memisahkan antara fakta dengan mitos yang berkembang. Namun demikian
cerita ini sangat penting sebuah sejarah menjadi besar juga karena ada legenda,”
tambahnya.
Husaini melihat, sejarah tentang Puteri Hijau adalah sebuah fakta sejarah
namun memang belum ada bukti secara sains. Maka dari itu, beberapa ahli
sejarah di Aceh saat ini sedang menggali termasuk menelusuri jejak-jejak
perjuangan Puteri Hijau apakah di Aceh ataupun di Sumatera Utara.
“Kalau di Aceh khususnya di Gampong Pande ada makam Putri Hijau dan
di Lamuri di kawasan bukit Lamreh, Aceh Besar ada kolam Putroe Ijo dan kita
akan menelusuri ke sana. Saya sangat meyakini hal ini adalah sejarah fakta
bukan legenda namun harus ditelusuri dengan berbagai sumber yang ada.”
Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa), Mizuar Mahdi
menyebutkan kisah tentang Putri Hijau belum memiliki dokumen autentik.
Kisah itu hanya ada dalam cerita hikayat atau legenda.
“Belum ada bukti yang ditemukan untuk bisa dipertanggung jawabkan,”
kata Mizuar kepada kumparan.
Ia menceritakan, berdasarkan hasil bacaan dan temuannya selama ini tidak ada
makam yang menyebutkan Putroe Ijo seperti yang tertera di Gampong Pande
saat ini. Makam di sana sudah ada dari abad 16, sedangkan penamaan komplek
makam tersebut dengan Putroe Ijo baru muncul sekitar tahun 1970-1980.
“Merujuk ke peta yang digambar Belanda akhir abad 19 dan awal abad 20, buka
Putroe Ijo nama komplek makam itu. Tetapi komplek kandang Raja kalau tidak
salah saya,” ujarnya.

Gambar 5. 2 batu nisan di pemakaman gambar 5.3 batu sejarah di pemakaman

6. Bangunan Arsitektur Aceh Jaya

6.1 Rumah Adat Aceh Bercorak Kaligrafi di Kampung Lamno

Gambar 6.1.1, rumah aceh di kampong Lamno gambar 6.1.2 letak kampong
lamno
Rumah adat Aceh ini terletak di Gampong Ketapang Lamno, Aceh Jaya.
Belasan tiang penyangga rumah (Aceh: tameh) masih berdiri tegak menopang
bangunan yang berkonstruksi kayu tersebut.
“Rumah ini dibina pada tahun 1952. Hal tersebut bisa kita lihat dari
ukiran kaligrafi yang ada pada dinding rumahnya. Di Lamno masih banyak
bangunan Rumoh Aceh yang full ukiran. Termasuk rumah ini yang terpahat
ukiran ayat kursi di pintu masuk. Namun sayang, sang pemilik rumah hampir
10 tahun tidak menempatinya,” ujar Koordinator LSM Peusaba, Mawardi
Usman AB, kepada portalsatu.com, Minggu, 28 September 2015 malam.

Gambar 6.1.3 Ukiran Kaligrafi pada dinding interior gambar 6.1.4 ukiran kaligrafi
pada pintu

Selain ukiran ayat kursi, di rumah ini juga terdapat beberapa ukiran
kaligrafi lainnya. Di dalam rumah juga terdapat ragam perabotan rumah
tangga. Salah satunya seperti lemari klasik tiga pintu berwarna coklat muda
dan guci yang terbuat dari tanah.
“Rumah adat ini belum masuk dalam cagar budaya yang dilindungi.
Namun, kita berharap agar pemerintah setempat mau menyosialisasikan
kepada pemilik agar tidak merusak rumah ini,” ujarnya.
Tim Peusaba juga berharap juga berharap agar pemerintah mau
merenovasi rumah ini agar menjadi destinasi wisata yang juga menjaganya
dari ambang kepunahan. “Karena juga motif dan kaligrafinya sangat indah dan
hal ini jarang kita temukan yang memiliki khas ukiran Aceh,” katanya.

6.2 Kuburan Po Teumeurehom Daya

Gambar 6.2.1 kompleks kuburan gambar 6.2.2 letak kuburan


Po Teumeurehom Daya po teumerehom Daya
Po Teumeurehom Daya (Sultan Alaiddin Riatsyah) adalah keturunan
raja-raja Aceh yang terkenal pada abad 17. Pada setiap Hari Raya Idul Adha, di
makam ini diadakan upacara "Seumeuleng" yaitu suatu upacara untuk
memperingati Sultan Alaiddin Riatsyah (Po Teumeurehom Daya) yang
dilaksanakan oleh keturunan-keturunan beliau sampai sekarang. Seluruh
masyarakat dari dalam maupun luar Kecamatan Jaya datang untuk
menyaksikan upacara Seumuleueng itu, karena cukup unik dan tidak ada di
daerah lain.
Sajian upacara tersebut terdiri dari makanan adat seperti Bu Yapan,
Kuah Rayeuk, Takeeh U, Kuah Pengat dan lauk-pauk lainnya yang dimasak di
Gampong Meunasah Rayeuk. Ada mitos kalau Kuah Rayeuk itu dimasak di
gampong lain maka kemungkinan akan mendatangkan musibah. Maka
ditetapkanlah masakan kuah rayeuk itu di Gampong Meunasah Rayeuk. Kuah
itu untuk dimakan bersama di Balairung atau Askara. Balai itu dibangun di kaki
gunung yang tidak begitu jauh dengan kompleks makam Po Termeureuhom.
Hari itu, keturunan Po Teumeureuhom berkumpul di Balairung dengan
memakai pakaian kebesaran dengan dominasi hitam, pakai tengkuluk, kain
selempang yang panjangnya mencapai tiga meter lebih dan menggunakan
sebilah pedang tanda kebesaran, masyarakat sangat beruntung bila Nasi Yapan
dapat diperoleh dan merasa bersedih apabila nasi tidak didapatnya. Nasi Yapan
adalah nasi yang dimakan keluarga Po Teumeureuhom masa dulu, yang
diyakini masyarakat setempat kalau memakan nasi tersebut akan mendapat
barakah dan bagi anak-anak dengan memakan nasi tersebut dapat terjaga dari
bermacam-macam gangguan makhluk halus dan terhindar dari penyakit

Gambar
6.2.3 bangunan pemakaman gambar 6.2.4 kuburan keturunan raja-raja

SAYANG SEKALI

Sebenarnya ada banyak bangunan bersejarah yang dapat kami sajikan untuk
menjadi bahan penelitian ciri khas bangunan adat aceh jaya namun bencana Tsunami
yang terjadi pada tahun 2004 telah merenggut jejak jejak bersejarah di aceh jaya,
sehingga menyulitkan kami untuk mencari gambar-gambar dari peninggalan tersebut.

Alasan lainnya adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap situs budaya,


seperti yang disampaikan oleh pewaris tahta ke-12 Kerajaan Negri Daya, Raja
Saifullah.Baginda Raja Saifullah selalu berjuang melalui pemerintah kabupaten aceh
jaya dan pemerintahan aceh agar dapat mengalokasikan dana untuk membangun taman
kerajaan negeri daya.

Akhirnya kami akan memaparkan hasil penelitian kami terhadap bangunan


tradisional di aceh jaya untuk melihat cirri khas dari arsitektur di aceh jaya.

a) Kantor bupati Aceh Jaya

Gambar A.1 kantor bupati Aceh jaya

Gambar A.2 topi adat yang dipakai gambar A.3 topi adat yg ada di kantor bupati
bupati aceh jaya Azhar Abdurahman aceh jaya

kantor bupati aceh jaya menggunakan topi adat aceh sebagai bagian yang
menonjolkan konsep desain arsitektur tradisional. Topi ini juga menjadi vocal point
pada bangunan karena berbentuk seperti kubah bangunan.
Gambar A.4 ukiran pintu khop pada dinding dan ukiran di bawah atap

Gambar A.5 atap bertumpuk

b) Gedung DPRK Aceh Jaya

Gambar B.1 gedung DPRK Aceh jaya

Pada bangunan DPRK Aceh jaya terlihat beberapa bagian yang menunjukkan
arsitektur tradisional.

a) Atap bertumpuk
b) Ukiran di bawah atap

c) bangunan KLHP Aceh Jaya

pada bangunan KLHP aceh jaya terdapat


ukiran di bawah atap.

gambar C.1 bangunan KLHP


Aceh Jaya
KESIMPULAN

Ciri arsitektur tradisional aceh jaya adalah ::

 Ukiran, berdasarkan data yang kami dapatkan setiap bangunan yang ada di aceh
jaya selalu memiliki ukiran. Baik itu di fasad bangunan maupun di bagian
dalam. Hal ini menandakan tingginya nilai estetis masyarakat aceh jaya dulu.

Gambar1 ukiran di bawah atap gedung KLHP gambar 2 ukiran di DPRK

Gambar 3 ukiran di
kantor bupati gambar 4 ukiran di atap rumah aceh lamno

Gambar5 ukiran di interior rumah aceh lamno gambar6 ukiran di interior pintu
rumah aceh lamno

Gambar7 ukiran pada pemakaman Po Teumereh

 Atap Pelana, berdasarkan data yang kami dapatkan setiap bangunan tradisional
aceh jaya menggunakan atap pelana.
 Tangga masuk, sebelum memasuki bangunan tradisional aceh jaya selalu
terdapat tangga masuk yang jumlahnya selalu berjumlah ganjil.
Gambar8 tangga pada gedung KLHP Gambar9 tangga pada gedung DPRK

Gambar10 tangga pada rumah aceh lamno


DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Jaya

Diakses 6 juni 2019

http://kongres.kebudayaan.id/kabupaten-aceh-jaya/

Diakses 6 juni 2019

Aceh, Sejarah. (2010). Wisata Sejarah Aceh Jaya


https://www.facebook.com/notes/sejarah-aceh/wisata-sejarah-aceh-jaya/31406118354
0/ Diakses pada 4 juni 2019\

KumparanNews. (2018). Jejak Sejarah Putri Hijau Di Aceh


https://kumparan.com/@kumparannews/jejak-legenda-putri-hijau-di-aceh diakses
pada 4 juni 2019

Nasshruddin, Boy. (2015). Ukiran Kaligrafi Terpahat Rapi di Rumoh Aceh Kawasan
Lamno
https://archives.portalsatu.com/budaya/ukiran-kaligrafi-terpahat-rapi-di-rumoh-aceh-k
awasan-lamno/ diakses pada 4 juni 2019

Anda mungkin juga menyukai