Trauma Abdomen
Trauma Abdomen
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
2
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen yang berlandaskan Advanced Trauma Life Support
(ATLS) sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen
di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
BAB 2
3
TINJAUAN PUSTAKA
Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ sistem
digestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien, glandula suprarenalis,
dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan membrane serosa
dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem digestivus yang sebagian
atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya ileum dan sebaliknya
kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga abdomen, misalnya uterus
yang membesar.
2.2.1 Pengertian
Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari
garis puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal.
Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera, pada
pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada. 2
Cedera perut traumatik diklasifikasikan lebih lanjut sebagai intraperitoneal
atau retroperitoneal. Cedera intraperitoneal lebih terarah untuk didiagnosis dengan
pemeriksaan fisik. Dalam cedera ini, baik sistem nyeri parietal dan visceral
terpengaruh. Reseptor nyeri parietal menyebabkan nyeri lokal, seperti cedera hati
atau limpa. Reseptor nyeri viseral klasik menyebabkan nyeri tumpul yang tidak
6
Ekstensi Abdomen.4
2) Trauma Tajam
Setiap luka di bawah garis yang ditarik melintang antara puting harus
diperlakukan sebagai memiliki potensi untuk lintasan intra-abdominal. Seperti
disebutkan sebelumnya, cairan intravena harus digunakan dengan bijaksana dalam
manajemen pra-rumah sakit. Sebelum tiba di Departemen Kegawatdaruratan,
pasien dapat diberikan cairan yang cukup untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik 90 mmHg, bukan resusitasi multiliter. Jika luka tembus hadir, dimulai terapi
antibiotik dan mengelola booster tetanus awal pengobatan. 1
a) Luka tembak
Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-abdomen
diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah menggambarkan
pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih dengan cermat pasien
dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa luka tembak kecepatan rendah.
Manajemen nonoperative luka tembak yang menembus peritoneum yang
kontroversial. Pasien dengan hipotensi meskipun diberi resusitasi kristaloid akan
memerlukan laparotomi segera eksplorasi, antibiotik untuk menutupi flora pada
abdomen, dan booster tetanus. Untuk pasien hemodinamik stabil, invasi
intraperitoneal telah dikesampingkan, manajemen konservatif luka yang dangkal
dan tangensial ke abdomen dapat digunakan. 1
b) Luka Tusukan
9
Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta booster tetanus dan
antibiotik jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal diduga. DPL, CT scan, dan
laparoskopi dapat digunakan. Jika kemungkinan keterlibatan peritoneal telah
dikesampingkan, pasien dapat dengan aman diarahkan kepada instruksi perawatan
luka lokal. Jika peritoneum telah terkena, diperlukan laparotomi eksplorasi. Serupa
dengan pengelolaan luka tembak kecepatan rendah seperti yang disebutkan di atas,
beberapa ahli bedah telah mulai mengamati subset yang dipilih dengan cermat pada
pasien dengan tidak ada tanda cedera intraperitoneal pada pemeriksaan fisik atau
diidentifikasi oleh modalitas pencitraan seperti CT scan. 1
Kerusakan akibat dari cedera senjata api terutama disebabkan oleh dampak
kecepatan proyektil. Senjata dengan kecepatan moncong lebih besar dari 2000 ft /
detik dianggap berkecepatan tinggi , menyebabkan luka parah, dan memiliki angka
kematian 50%. Kebanyakan pistol memiliki kecepatan moncong kurang dari 1000
ft / detik dan berkecepatan rendah. Dua pertiga dari cedera senjata api kecepatan
rendah memiliki peluru yang tersisa dalam tubuh. Organ yang terluka oleh dampak
langsung dari proyektil dan oleh efek concussive menghamburkan energi kinetik.
Proyektil primer bisa menyerang tulang, memproduksi proyektil sekunder, dan
menimbulkan kerusakan jaringan tanpa penetrasi organ langsung. Jalur luka
proyektil bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk menentukan
cedera organ. 2
Manajemen trauma darurat berfokus pada golden hour , 60 menit pertama
setelah cedera apapun, ketika dampak terbesar pada morbiditas dan mortalitas dapat
diwujudkan. Hal ini terutama berlaku dalam trauma abdomen. Kematian dini
seringkali merupakan hasil dari perdarahan yang tidak terkontrol dari organ padat
atau cedera pembuluh darah, sehingga stabilisasi dini, diagnosis, dan intervensi
operatif dapat menyelamatkan nyawa. Penyebab kematian akhir termasuk sepsis,
perdarahan yang belum diakui, cedera okultisme (misalnya, ruptur diafragma
dengan herniasi isi perut), cedera organ berongga (usus, kandung empedu, dan
kandung kemih), dan pankreas atau cedera ginjal.2
B. Auskultasi
Di ruang IGD yang ramai sulit untuk mendengarkan bising usus, yang
penting adalah ada atau tidaknya bising usus tersebut. Darah bebas di
retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang
mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau luka tusuk
dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu diusahakan untuk
memperoleh tanda-tanda rangsangan peritoneum atau hilangnya bising
usus. Pada keaadan ini laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan. Pada
trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk tindakan
selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebra,
maupun pelvis bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera
intraabdominal. Karena itu hilangnya bising usus tidak diagnostik untuk
trauma intraabdominal.7
C. Perkusi
Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan tanda
peritonitis. Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani karena
dilatasi lambung akut di kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup
bila ada hemoperitoneum.2 Adanya darah dalam rongga perut dapat
ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan
dengan pekak hati yang beranjak atau menghilang.7
D. Palpasi
Adanya kekakuan dinding perut yang volunter (disengaja oleh pasien)
mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini menjadi kurang bermakna.
Sebaliknya, kekakuan perut yang involunter merupakan tanda yang
bermakna untuk rangsang peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk
mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas
sesudah tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan
13
Primary Survey
A. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita trauma abdomen.
Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt, chin lift atau jaw
thrust, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag
reflex) dapat dipakai oropharyngeal tube. Bila ada keraguan mengenai
kemampuan menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif. Jika
ada disertai dengan cedera kepala, leher atau dada maka tulang leher
(cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.7,8
B. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu
karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita trauma
diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan dengan face
mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang
adekuat.7,8
C. Circulation
Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera setelah
tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas
atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah
berada di kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus
menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada
pasien dengan perdarahan yang signifikan jelas. Upaya yang harus
dilakukan untuk mencegah hipotermia, termasuk menggunakan selimut
hangat dan cairan prewarmed.7,8
15
D. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.7,8
E. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi
head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen
penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit
kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka
penting penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan.7,8
Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei
sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi
PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik.
Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan
dengan perhatian utama: 9
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
16
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
19. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
serial dan jika adanya tanda peritoneal, pasien diindikasikan untuk dilakukan
laparatomi.
Biasanya pasien diobservasi 12 – 48 jam sebelum dibenarkan pulang. Pasien
dibenarkan pulang jika:10
Luka yang dialami bukan luka tembus dan;
Keadaan umum/ hemodinamik yang stabil setelah 12 – 48 jam.
Tidak ada indikasi untuk admisi.
Berespon baik terhadap terapi.
2.3.8 Prognosis
Kadar kematian dari trauma tajam abdomen tergantung pada cedera yang
dialami. Pasien yang mengalami cedera pada dinding facia abdominal anterior
tanpa cedera peritoneal mempunyai kadar mortaliti 0% dan kadar morbidity yang
minimal dan pasien dengan cedera kompleks multiorgan dengan hipotensi, base
deficit kurang dari -15 mEq/L HCO3, temperatur kurang dari 35ᵒC dan adanya
koagulopati dapat meningkatkan kadar mortality.
Faktor – faktor yang mempengaruhi mortality pada trauma tajam abdominal
adalah:10
Jenis kelamin perempuan
Interval yang lama antara cedera dan operation
Adanya syok
Adanya cedera kranial
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Stone, CK, 2003. Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 6th
edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Fermann, GJ, 2003. Emergency Medicine-An Approach to Clinical
Problem Solving. In: Hamilton, et al., Emergency Medicine-An Approach
to Clinical Problem Solving. 2nd edition. USA : W. B. Saunders Company.
3. Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2007. Dinding Abdomen. Anatomi Tubuh
Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta: 273-279.
4. Williams, et al., 2008. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery. 25th
edition. UK: Edward Arnold Ltd.
5. Beauchamp, et al., 2008. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery. 18th
edition. USA : Elvesier, Inc.
6. Brunicardi, FC, 2007. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
7. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk
Dokter Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
8. Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment &
Management. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment [Accessed 26
June 2013]
9. Wilkinson, D.A, 2000. Primary Trauma Care. Available from :
http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_ENG
.pdf [Accessed 26 June 2013]
10. Isenhour J.L., Marx J., 2007. Advances in abdominal trauma. Emerg Med
Clin N Am 25 (2007), pg 713–733. Available from: http://
emed.theclinics.com. [ Accessed on: 26 Jun 2013]
11. Stanton-Maxey K.J, et al. 2011. Penetrating Abdominal Trauma. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview [Accessed
on 27 Jun 2013]