Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PRAKTIKUM

TELAAH JURNAL
KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PROFESI DOKTER

Pembimbing :

dr. Kristianningrum Dian Sofiana, M. Biomed

Penyusun :

KELOMPOK TUTORIAL M KELOMPOK TUTORIAL J


Yuna Annisa Salsabila Dimas Widyadhana B. A.
(162010101095) (192010101005)
Susi Maryaningsih Amalia Safitri
(192010101017) (192010101014)
Oda Rivana Indera Waspada Erika Neferia Laurentina
(192010101022) (192010101025)
Bagus Sedya Hendiadi Annisya Adiratna Maharani
(192010101032) (192010101046)
Salsabila Rahmani Gamas Namara Akbar
(192010101051) (192010101063)
Nabil Athoillah Amelia Dyah Safitri
(192010101057) (192010101064)
Qurrota Ayun Alvitra Salmalia Syaharani
(192010101058) (192010101093)
Nadia Dian Rahmawati Arrum Rizky Andreani
(192010101097) (192010101107)
Rizka Amalia Zamroni Noor Samantha K. A.
(192010101103) (192010101131)
Naurah Nazihah Azzalina Daffa Hafiz Ramadhan
(192010101134) (192010101136)
Alif Wildan Cahyonoadi Inas Gama Putri H.
(192010101139) (192010101150)
Aniqol Makwa Safila Moch Harun Al-Rasyid
(192010101144) (192010101155)
M.S. Irham Rozaq
(192010101151)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Abstrak
Sebagaimana halnya dengan pekerjaan profesional lainnya, dokter juga
sering terpapar terhadap masalah konflik kepentingan (KK) dalam pekerjaannya
sehari-hari. Ada banyak contoh pelanggaran etika oleh dokter yang timbul akibat
masalah KK ini. Sebagian dilakukan dengan kesengajaan, sebagian lagi dilakukan
tanpa sadar seolah-olah perilaku itu adalah sesuatu yang biasa dilakukan dan tidak
ada yang salah dengan itu. Setidaknya ada dua pasal dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) yang memberi rambu etika terkait masalah KK ini. Untuk
menghindarkan dampak negatif KK ini ada beberapa tindakan yang dapat
dikerjakan, antara lain penghindaran yang menyeluruh, pengungkapan,
pengambilan sikap netral, dan penggunaan bantuan pihak luar.

Pemahaman Mengenai Konflik Kepentingan


Kepentingan dibagi 2 yaitu kewajiban primer (KK,baik,adil dan jujur) dan
kewajiban sekunder (adanya pengaruh dari luar). Keuntungan sekunder biasanya
menguntungkan pribadi. Profesi seorang dokter tidak luput dalam masalah ini jadi
dalam menjalankan profesionalisme terdapat 2 pilar yaitu judgment dan
integritas,dimana keduanya dapat dirusak oleh KK,bias dan ketidakjujuran.

Dampak Negatif Konflik Kepentingan


Konflik kepentingan tidak boleh dianggap remeh. Dewasa ini, masih
banyak dokter yang melakukan konflik kepentingan karena merasa hal tersebut
tidak melanggar hukum dan dianggap wajar di dunia kesehatan. Contohnya,
pemberian obat yang tidak dibutuhkan pasien, tetapi karena ada iming-iming
hadiah dari perusahaan obat akhirnya obat tersebut di berikan ke pasien. Hal
tersebut memang tidak melanggar hukum di Indonesia tetapi melanggar kode etik
kedokteran dan termasuk dalam konflik kepentingan. Contoh yang lain mengenai
dokter yang membocorkan soal ujian kepada mahasiswinya karena masalah
pribadi. Di negara maju KK sudah dijadikan masalah serius, Indonesia masih
harus banyak belajar.

Contoh Konflik Kepentingan pada Profesi Dokter

1. Sebagai agen utama dalam roda kesehatan, dokter sudah seharusnya


bersikap lebih netral dalam menghadapi masalah terkait kerjasama dengan
perusahaan. Dokter juga tidak diperbolehkan “mensponsori” obat tertentu
apabila merugikan pasien dan merugikan pelayanan kesehatan. Obat yang
diresepkan juga harus sesuai dengan penyakit pasien.

2. Dalam etika, dokter tidak diperbolehkan mensponsori sebuah produk/


obat/ terapi yang tidak jelas kemanfaatannya dan malah merugikan pasien.
Yang sebaiknya dilakukan ialah tetap bersikap netral dan menguatkan diri
dengan perasaan ikhlas untuk kepentingan manusia, sehingga tidak
terpengaruh iming-iming hadiah.
3. Seorang dokter wajib mengikuti prinsip kedokteran veracity/ kejujuran,
artinya tidak boleh menutup-nutupi kekurangan, serta prinsip justice/ adil,
tidak melebih-lebihkan sesuatu, dan seven star doctor yaitu manager/
pengelola artinya mampu mengatur dan mengkondisikan keadaan sehingga
tercipta suatu sistem yang efektif dan efisien.

4. Seseorang harus bisa membedakan mana yang benar dan yang salah
dengan cara mengetahui kebenaran, setelah mengetahui kebenaran iomu
diwujudkan dengan berlandaskan etik sehingga tercipta etika yang baik.
Dalam hal ini, dokter harus berusaha netral terhadap profesinya, fokus
pada kepentingan pasien, dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Orang yang bukan dokter, namun berlaku seolah-olah dokter (tidak
memiliki SIP) juga akan dijerat hukuman 5 tahun penjara/ 150 juta.

5. Di dalam organisasi IDI, ada beberapa dokter yang menyandang gelar


sarjana hukum. Banyak di antara mereka sangat dihormati oleh para dokter
karena mau mendedikasikan pengetahuan mereka untuk menolong teman
sejawat yang sedang terjerat kasus hukum. Namun di wilayah DKI pernah
terjadi kasus di mana beberapa dokter dituduh polisi melakukan perbuatan
melawan hukum, kemudian seorang dokter tertentu yang bergelar sarjana
hukum tidak membantu sebagaimana layaknya yang diharapkan dari
seorang petugas IDI. Ia malah menggiring para dokter yang sedang
ketakutan itu ke kantor law firm yang
ternyata adalah miliknya sendiri. Di sana dokter-dokter itu ditakut-
takutinya dan
dijanjikan akan dibela di pengadilan bila mau membayar biaya ratusan juta
rupiah.

6. Dalam suatu sesi ilmiah di Muktamar IDI ke-30 yang berlangsung di


Samarinda bulan Oktober 2018, ada seorang dokter yang memberi
ceramah mengenai suatu penyedap makanan. Dalam ceramah itu ia tidak
melakukan disclosure mengenai ada tidaknya masalah KK. Selain itu
materi ceramah itu dirasakan kurang objektif karena seluruh
materi presentasinya hanya mengutarakan segi positif dari penyedap
masakan tersebut. Tidak ada disinggung mengenai dampak negatif
potensial yang mungkin timbul. Seyogyanya dari seorang dokter
diharapkan lahir informasi yang objektif, informatif, dan mampu
menambah pengetahuan bagi pendengarnya. Penceramah harus dapat
memberikan informasi secara berimbang. Namun, ini hanyalah contoh
kecil dari demikian banyaknya informasi bias yang muncul demikian
banyak di berbagai acara ilmiah yang disponsori industri farmasi. Sering
sekali terjadi semua slides yang disampaikan oleh penceramah dibuatkan
oleh sponsor. Penceramah asing yang didatangkan sponsor dari luar negeri
pun juga sering kali tidak berbicara objektif. Mereka biasanya tidak
menyampaikan data dan fakta yang bisa mengurangi potensi penjualan
produk terkait. Sering juga mereka tidak menyampaikan masalah
disclosure mengenai KK. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh
Cherla et al, dilaporkan bahwa dalam laporan penelitian yang punya
masalah KK, peneliti sering melaporkan hasil yang menguntungkan
produk sponsor.

7. Amat sering terjadi ketika suatu RS akan merayakan ulang tahun,


direkturnya (biasanya seorang dokter) mencari dana dengan menghubungi
berapa industri farmasi. Pabrik yang mau menyumbang untuk acara ulang
tahun itu diberi balas jasa oleh direktur dengan memasukkan
produk obat-obat sponsor ke dalam daftar formularium RS yang
bersangkutan. Walaupun tidak untuk kepentingan pribadinya, praktik
seperti ini amat tidak etis karena mencari uang dengan masuk ke masalah
KK. Sangat disayangkan bahwa praktik ini dilakukan secara rutin tiap
tahun. Direkturnya pun tidak merasakan ada sesuatu yang salah dalam
tindakan itu. Padahal dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 14 Tahun
2014 telah disebutkan bahwa pemberian uang, barang, rabat, komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya yang berhubungan
dengan jabatan atau kewenangan tidak dibenarkan karena
sudah termasuk tindak gratifikasi.

Menurut KODEKI
Pasal 2:
“Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Pasal ini menjelaskan bahwa standar
profesi tertinggi harus diterapkan dalam pelayanan bagi pasien dan ini tidak boleh
di-downgradeakibat dokter yang bersangkutan mau menerima hadiah yang tidak
wajar.

Pasal 3:
“Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi”. Senada dengan Pasal 2 tersebut di atas, pasal ini dengan
jelas menjelaskan bahwa profesionalisme seorang dokter tidak boleh dicederai
oleh faktor eksternal yang memberi keuntungan material bagi dokter yang
bersangkutan atau kerabatnya

Cara Mengurangi Dampak Negatif Konflik Kepentingan pada Profesi Dokter

1. Removal (Penghindaran Total)


Removal pada intinya adalah menolak ikut serta atau ambil bagian
bila ada anggota keluarga yang terlibat masalah yang nantinya dapat
menimbulkan salah paham. Misalnya, seorang dokter anggota MKEK di
IDI yang diikutsertakan menangani kasus dugaan pelanggaran etika yang
dilakukan oleh seorang dokter yang kebetulan adalah adiknya sendiri.
Maka dalam kasus ini amat terpuji bila ia menolak ikut dalam divisi
kemahkamahan untuk kasus tersebut. Dalam hal ini tentu ia harus
menjelaskan alasan penolakannya itu.

2. Disclosure (Pengungkapan)
Mekanisme ini digunakan bila mekanisme pertama di atas tidak
dapat diterapkan. Misalnya, seorang dokter diminta memberi ceramah
dalam suatu acara ilmiah. Acara ilmiah itu disponsori oleh suatu pabrik
farmasi yang pernah mensponsorinya. Dalam kasus ini ia tentu tidak perlu
menggunakan mekanisme removal. Cukup bila ia menggunakan
mekanisme disclosure dengan menjelaskan dalam slide presentasinya,
detail bantuan apa saja yang pernah diterimanya dari pabrik obat terkait.
Bila paparannya objektif, penghargaan orang terhadapnya tidak akan
berkurang sedikitpun. Jadi ada kasus dokter bekerja sama dengan pihak
kepala farmasi dengan menjual obat mahal kepada pasien dan dokter
mendapatkan bonusnya. Di sini untuk mengurangi dampak dari keeogisan
tersebut maka harus memberi pengawasan dan penindak dengan tegas
bahwa tindakan ini meresahkan pasien

3. Recusal (Abstain)
Pada kondisi tertentu saat seseorang tidak bisa menarik diri dari
kewajiban yang sudah melekat padanya (biasanya dalam kaitan tugas
struktural). Maka ia ketika menghadapi masalah KK, ia bisa menggunakan
mekanisme abstain ini. Sebagai contoh seorang dokter ditunjuk menjadi
penanggung jawab renovasi rumah sakit, salah satu tendernya ialah
perusahaan yang dimiliki keluarganya. Maka dalam hal ini ia bisa tetap
menjadi ketua tim tapi sama sekali tidak ikut memutuskan perusahaan
mana yang dipilih sebagai pemenang tender.

4. Penggunaan pihak ketiga


Ketika seorang dokter harus membuat keputusan yang di mana
terdapat kemungkinan besar dapat terjadi KK yang melibatkan bukan lagi
individu, tapi tim secara keseluruhan maka sebaiknya digunakan pihak
ketiga. Sebagai contoh, di suatu rumah sakit dibentuk tim menyusun
formularium. Ketika harus menentukan pilihan untuk obat anti
diabetes,para klinisi ternyata berbeda pendapat mengenai obat mana yang
harus dipilih sedangkan tim penyusun formularium sendiri tidak yakin
mana yang sebaiknya dipilih. Maka dalam hal ini sebaiknya diminta
pendapat pihak ketiga yang tidak punya KK dan mempunyai pengetahuan
yang memadai untuk itu.
Membandingkan kasus yang sudah kelompok kami buat pada saat
praktikum dengan jurnal ilmiah yang berjudul “Konflik Kepentingan dalam
Profesi Dokter”. Pada kasus yang kami buat bercerita tentang seorang pembantu
rumah tangga yang ternyata saat diperiksa seorang dokter mengidap penyakit
TBC. Hal ini sangat berbahaya apabila si pembantu berhubungan dengan keluarga
dan anak-anak majikannya, karena dapat menularkan penyakitnya kepada orang
lain melalui udara. Pembantu tersebut akhirnya menyuap dokter agar tidak
membocorkan peyakitnya kepada majikannya dengan tujuan agar ia tidak
dikeluarkan dari pekerjaannya.
Menurut jurnal yang berjudul “Konflik Kepentingan dalam Profesi
Dokter” , dokter pada kasus tersebut telah mengalami konflik kepentingan dengan
menerima suap dari pasien untuk merahasiakan datanya. Hal yang seharusnya
dilakukan seorang dokter pada kasus tersebut yaitu tidak membocorkan rahasia
pasien serta memberi edukasi pada pasien agar mengatakan sendiri tentang
penyakit TBCnya kepada majikannya, mengingat TBC ini menular. Padahal
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 14 Tahun 2014 telah disebutkan bahwa
pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangan tidak dibenarkan
karena sudah termasuk tindak gratifikasi.
Di dalam KODEKI juga djelaskan :
 Pasal 2: “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Pasal ini menjelaskan
bahwa standar profesi tertinggi harus diterapkan dalam pelayanan bagi
pasien dan ini tidak boleh di-downgrade akibat dokter yang bersangkutan
mau menerima hadiah yang tidak wajar.
 Pasal 3: “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi”. Senada dengan Pasal 2 tersebut di
atas, pasal ini dengan jelas menjelaskan bahwa profesionalisme seorang
dokter tidak boleh dicederai oleh faktor eksternal yang memberi
keuntungan material bagi dokter yang bersangkutan atau

Menurut Sloans, semuanya ini akhirnya ditentukan oleh pribadi seorang


dokter: apakah ia mementingkan integritas dan kemuliaan profesinya atau ia lebih
mengejar gratifikasi yang menguntungkan pribadinya. Hati nuraninya yang akan
menentukan.

Kesimpulan
Baik dari segi struktural maupun profesional, dokter sering kali
menghadapi masalah Konflik Kepentingan. Di Indonesia masalah ini sering
dianggap tidak penting, bahkan sering menyeret dokter melakukan perbuatan
tidak terpuji.

Anda mungkin juga menyukai