Anda di halaman 1dari 19

SMALL GROUP DISCUSSION REPORT

TEAMWORK DENGAN PEMBAGIAN TUGAS TIDAK


JELAS DAN TEAMWORK DENGAN PIHAK YANG
UNDERPERFORM
Kelompok 19
Semester 3
Fasilitator Ni Made Ari Wilani,S.Psi., M.Psi.
Pelaksanaan 26 Maret 2021

Student No Student Name Student No Student Name


1902511093 Madeline J.S. 1902561121 Ni Made Prema S.S
1902511094 Jerry 1902531077 Ni Pt Shinta P.P.S.
1902511095 I G.A. Inten K.D. 1902531079 Ni Putu Maha L.
1902511096 I W.G. Adi F.S. 1902521021 Octaviana T.A.
1902511097 Alden J.A. 1908551041 Ni Wyn Sukma P.S.
1902561117 Ni K.Pradnya S.C.D. 1908551042 Ni Kd Rintan L.E.
1902561119 I G.A.A. Mas A.D 1902541056 Fatimah Azzahra R.

INTERPROFESSIONAL EDUCATION UNIT


FACULTY OF MEDICINE
KATA PENGANTAR
UDAYANA UNIVERSITY
2020
i
Puja dan Puji Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan mata
kuliah Interprofessional Studi dengan topik diskusi skenario 1 “Teamwork
Dengan Pembagian Tugas Tidak Jelas Dan Teamwork Dengan Pihak
Yang Underperform” dengan sebaik mungkin. Adapun tujuan pembuatan
laporan ini adalah sebagai hasil dari diskusi untuk memcahkan
permasalahan kesehatan yang dilukan oleh 7 Program Studi dalam
bidang kesehatan.

Melalui penulisan laporan ini, kami harapkan nantinya tenaga medis


lebih mengetahui perannya dalam profesi masing-masing untuk
memecahkan berbagai macam permasalahan kesehatan yang akan
ditemui nantinya.
Dalam penulisan laporan ini, tentu masih banyak kekurangan yang
tidak disengaja. Maka dari itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dari berbagai pihak untuk menyempurnakan laporan ini
kedepannya.

Denpasar, 20 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................... i


Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................ iii
Isi ........................................................................................................... 1
Daftar Pustaka ..................................................................................... 16

iii
ISI
A. PENDAHULUAN
1) Setting diskusi
- Hari/Tanggal : Jumat / 26 Maret 2021
- Waktu : 15.00 – 15.50
- Link SGD :
https://universitas-udayana.webex.com/meet/ariwilani
2) Nama dan Nim Ketua :
I Gusti Ayu Inten Krisna Dewi (1902511095)
3) Nama dan Nim Sekretaris :
Ni Kd Rintan Listiani Ekayanti (1902511094)
4) Nama Peserta Diskusi
- Madeline Juliand Sitranata (1902511093)
- I Wayan Gede Adi Febrian Setyawan (1902511096)
- Alden Jiraldi Akemah (1902511097)
- Ni Kadek Pradnya Sukma Candra Dewi (1902561117)
- I Gusti Ayu Agung Mas Andhita Dewi (1902561119)
- Ni Made Prema Swari Saraswati (1902561121)
- Ni Putu Shinta Pramita Putri Suastika (1902531077)
- Ni Putu Maha Liyani (1902531079)
- Octaviana Timorisa Aruan (1902521021)
- Ni Wayan Sukma Pramitha Sari (1908551041)
- Ni Kd Rintan Listiani Ekayanti (1908551042)
- Fatimah Azzahra Rachim (1902541056)
5) Nama Fasilitator: Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi.

B. SKENARIO
Team Work Dengan Pembagian Tugas Yang Tidak Jelas
Rumah Sakit darurat penanganan COVID-19 di daerah X
difungsikan untuk menangani lonjakan kasus pasien yang berpotensi
membuat kolaps fasilitas layanan kesehatan yang ada di daerah
tersebut. Tenaga ahli maupun relawan medis disiapkan untuk

1
operasional Rumah Sakit tersebut dan diawasi oleh dinas kesehatan
setempat. Terdapat pengaturan jadwal antara tenaga nonmedis, tenaga
medis, dokter jaga, dan dokter ahli. Khusus pengaturan tugas dokter
ahli, kunjungan rutin tidak bisa dilakukan setiap hari karena kekurangan
tenaga dan harus merangkap memberikan pelayanan rutin di Rumah
Sakit lain. Seorang pasien laki-laki berusia 70 tahun telah dirawat inap
di Rumah Sakit darurat tersebut sejak 5 hari yang lalu dengan status
COVID-19 dan pemberatan klinis stroke infark. Perkembangan kondisi
saat ini tampak pasien masih mengalami penurunan kesadaran dan
dengan kondisi klinis yang stagnan. Pasien mengalami kelumpuhan di
sisi tubuh bagian kiri dan oral hygiene pasien tampak tidak baik.
Tampak perdarahan di gusi serta munculnya jamur di rongga mulut.
Saat kunjungan oleh dokter ahli, dokter menanyakan mengapa
kondisi oral hygiene seperti itu. Perawat yang mendampingi visite
dokter ahli mengatakan bahwa kondisi tersebut telah mereka laporkan
ke dokter jaga dan meminta bantuan supervisi karena kondisi pasien
tidak stabil. Demikian juga dengan aktivitas ROM untuk stroke yang
belum sempat tersentuh. Dokter jaga sebaliknya berkilah bahwa itu
tugas rutin perawat dan dia masih sibuk untuk menangani pasien-
pasien yang terus berdatangan. Situasi agak menegang karena
masing-masing pihak tidak nyaman untuk disalahkan.
Setelah dicari duduk perkaranya, ternyata pada pengelolaan pasien
ini tidak pernah dilakukan rapat tim dan pihak medis maupun pihak
keperawatan tampak bekerja sendiri-sendiri. Tampak pelayanan
perawatan yang berlangsung kurang optimal dan sempat sering terjadi
saling menduga untuk suatu tindakan akan dilakukan oleh yang lain
sampai-sampai belum sempat dilakukan hingga saat ini. Juga perihal
insentif yang menyebabkan terjadinya kecemburuan internal di pihak
yang terlibat dalam pelayanan COVID-19.

C. NOTULENSI
STEP 1—Definisi

2
1. Stroke Infark: kondisi ketika aliran darah di otak terhambat akibat
pembentukan gumpalan darah (trombosis) di pembuluh darah
otak, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan otak.
2. Stagnan: kondisi yang terhenti, selalu tetap tanpa menunjukkan
adanya suatu kemajuan yang berarti.
3. Oral Hygiene: tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan
mulut, gigi, dan gusi.
4. ROM (Range of Motion): batas atau besarnya gerakan pada
sendi. ROM pada pasien stroke dapat dikatakan sebagai
sejumlah pergerakan yang mungkin dilakukan pada bagian-
bagian tubuh pada penderita stroke untuk menghindari adanya
kekakuan sebagai dampak dari perjalanan penyakit ataupun
gejala sisa.
5. Supervisi: pengawasan utama, pengontrolan tertinggi. Dalam
kasus tersebut, istilah supervisi yang dimaksud adalah kegiatan
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan yang mencakup masalah pelayanan
keperawatan, masalah ketenagaan, dan perawatan agar pasien
mendapat pelayanan yang bermutu.

STEP 2—Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan kurang koordinasi


antar nakes tersebut? Serta Hal apa yang memungkinkan,
mengapa pada rumah sakit tersebut tidak melakukan koordinasi
sebelum pelaksanaan tugas?
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar tenaga kesehatan
dapat meningkatkan komunikasi yang baik sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan yang sama?
3. Bagaimana cara mengatasi duduk perkara yang terjadi terkait
pengelolaan pasien supaya peran dan tugas dari masing-masing
profesi dapat terlaksana dengan efisien serta terciptanya
pelayanan kesehatan yang baik bagi pasien?

3
4. Bagaimana seharusnya perawatan yang seharusnya dilakukan
oleh tenaga medis terkait kepada pasien tersebut?
5. Saat terjadi suatu permasalahan yang cukup sensitif sehingga
rentan memicu perpecahan, misalnya regulasi mengenai insentif,
bagaimana agar nakes dapat mengesampingkan egonya dan
tetap mementingkan kerja sama demi kepentingan pasien
(patient-based treatment)?

STEP 3—Hipotesis

1. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan kurang koordinasi


antar nakes tersebut? Serta Hal apa yang memungkinkan,
mengapa pada rumah sakit tersebut tidak melakukan
koordinasi sebelum pelaksanaan tugas?

Jawab:

− Ego dari masing-masing nakes yang belum bisa mereka


atasi
− Kurangnya koordinasi dan komunikasi dari tenaga kesehatan
dapat terjadi karena kurangnya komunikasi yang baik
sehingga menyebabkan kurangnya koordinasi.
− Kurangnya koordinasi tersebut dapat terjadi karena
banyaknya pasien covid yang terus berdatangan yang
mungkin menyebabkan para tenaga kesehatan kewalahan
dan terjadi saling menduga bahwa mungkin tenaga medis
lainnya sudah memberikan atau akan memberi intervensi
pada pasien.

2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar tenaga


kesehatan dapat meningkatkan komunikasi yang baik
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan
yang sama?

Jawab:

4
− Upaya yang dapat dilakukan agar tenaga kesehatan dapat
meningkatkan komunikasi yang baik sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan yang sama
adalah dengan memberikan training atau pelatihan
sebelumnya terkait dengan komunikasi serta team work
dalam menangani pasien atau pun tugas lainnya yang
dikerjakan secara berkelompok.
− Dapat ditumbuhkan rasa saling membutuhkan antar nakes
dan kerjasama
− Selalu mengkonfirmasi ulang informasi mengenai
penanganan pasien dan tidak hanya menduga-duga, agar
masing-masing nakes bisa memiliki pemahaman yang sama
tentang pasien tersebut

3. Bagaimana cara mengatasi duduk perkara yang terjadi


terkait pengelolaan pasien supaya peran dan tugas dari
masing-masing profesi dapat terlaksana dengan efisien
serta terciptanya pelayanan kesehatan yang baik bagi
pasien?
Jawab:

− Cara untuk menyelesaikan duduk perkara dalam kasus


tersebut adalah dengan cara mengajak semua tenaga
kesehatan atau perwakilannya untuk berdiskusi bersama
terkait pengorganisasian sistem rumah sakit darurat guna
mengefisienkan segala tindakan dan memperjelas batasan
atau tugas masing-masing melalui pembagian tugas secara
jelas yang kemudian disetujui bersama dan ditetapkan oleh
kepala rumah sakit.
− Pentingnya mengetahui tanggung jawab dari tugas dan
pentingnya mengetahui ranah dari masing masing profesi
kesehatan sehingga komunikasi dibutuhkan untuk

5
memperjelas ranah masing masing profesi untuk menangani
kondisi pasien
4. Saat terjadi suatu permasalahan yang cukup sensitif
sehingga rentan memicu perpecahan, misalnya regulasi
mengenai insentif, bagaimana agar nakes dapat
mengesampingkan egonya dan tetap mementingkan kerja
sama demi kepentingan pasien (patient-based treatment)?

Jawab:

Hal yang menyebabkan terjadinya perawatan yang tidak


optimal, yaitu komunikasi yang tidak efektif dan kurangnya
kerjasama antar tenaga kesehatan. Kurangnya kerjasama
menyebabkan antar tenaga kesehatan saling mengira bahwa
pasien telah diberikan intervensi, namun sesungguhnya tidak
mendapatkan intervensi. Selain itu, ketiadaan rapat membuat
antar tenaga kesehatan tidak saling mengetahui kejelasan atau
transparansi setiap batasan tugas dari masing-masing tenaga
kesehatan. Selain itu, kecemburuan insentif dapat terjadi karena
tidak ada transparansi terkait penyebab perbedaan insentif yang
ditambah adanya persepsi bahwa setiap tenaga kesehatan
mengalami lelah, risiko, dan beban yang sama, sehingga merasa
tidak baik jika insentif harus dibeda-bedakan. Terlepas dari
insentif yang diberikan dimana konteks insentif disini adalah
bonus diluar gaji sebagai bentuk kompensasi saat menangani
pasien covid, sebagai tenaga kesehatan kita harus menjalankan
apa yang menjadi tanggung jawab kita, insentif hanya bonus
selepas kita melaksanakan tanggung jawab pasti hak kita akan
diberikan, kecemburuan mengenai insentif ini seharusnya tidak
tumbuh apabila ada kesadaran untuk bekerjasama memberikan
yang terbaik bagi pasien

STEP 4—Pembahasan Rumusan Masalah

6
1. Setelah membaca kasus diatas tersebut hal ini
disebabkan karena tidak adanya perilaku asertif dari
masing-masing tenaga kesehatan sehingga muncul
perasaan saling menyalahkan antar profesi. Tentu saja
ini akan memberikan dampak yang besar kepada para
pasien. Dimana perilaku asertif adalah bentuk
komunikasi secara langsung terhadap kebutuhan,
keinginan dan pendapat seseorang tanpa menghukum,
mengancam atau merendahkan orang lain. Dengan tidak
adanya perilaku asertif maka tidak adanya sebuah
proses komunikasi positif yang seharusnya ada dalam
sebuah kolaborasi antar profesi dalam menangani
pasien. Selain itu, menurut saya dalam kasus tersebut
tidak mencerminkan adanya kualitas hubungan
interpersonal yang baik antar profesi kesehatan, padahal
dalam kolaborasi antar tenaga kesehatan perlu untuk
berhubungan baik satu dengan yang lainnya, komunikasi
dan memecahkan konflik. Mereka harus saling
mendukung satu sama lain. Mereka harus menunjukkan
perhatian sehingga level keterampilannya semakin tinggi.
2. Perawatan yang dilakukan tidak optimal dikarenakan
dalam penanganan pasien tersebut tidak pernah
dilakukan rapat tim dan pihak medis dimana hal tersebut
mencerminkan adanya pola komunikasi di antara
kolaborasi tenaga medis yang bertanggung jawab tidak
efektif. Pola komunikasi yang tidak efektif terkendala oleh
beberapa faktor. Diantaranya belum dibekali dengan
Interprofessional Education (IPE), belum
tersosialisasinya pengetahuan kolaborasi interprofesi
termasuk komunikasi efektif dalam tim di Rumah Sakit
tersebut sehingga mengakibatkan masih adanya
perbedaan persepsi tentang makna kolaborasi

7
interprofesi itu sendiri serta peran dokter perawat yang
belum dipahami secara benar. Namun, sekarang di
tahap perkuliahan pun sudah banyak universitas yang
memfasilitasi mahasiswanya terkait Interprofessional
Education (IPE) yang dapat sebagai langkah antisipatif
hal sedemikian rupa terjadi lagi nanti. Lalu, penyebab
terjadinya kecemburuan akibat insentif di pihak yang
terlibat dalam pelayanan covid-19 dapat diasumsikan
karena adanya kebijakan yang kurang tepat terkait
insentif bagi pihak-pihak terlibat. Karena, mungkin
terdapat beberapa pihak yang merasa ada kesenjangan
terkait beban kerja dan risiko keterpaparan akan virus
dengan insentif yang didapat. Untuk itu perlunya hal
tersebut dikomunikasikan dengan baik secara terbuka,
lebih asertif kepada manajemen rumah sakit dan juga
tenaga medis lainnya.
STEP 5—Tujuan

1. Mengetahui pentingnya teamwork atau kolaborasi antar tenaga


kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik
kepada pasien.
2. Mengetahui pentingnya menjalin komunikasi yang baik antar
profesi kesehatan dalam bekerja secara berkelompok
(teamwork) serta menjaga koordinasi satu sama lain untuk
menghindari adanya kesalahan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
3. Memahami peran, tanggungjawab, dan kewajiban masing-
masing profesi sebagai tenaga kesehatan untuk menciptakan
sebuah kerjasama tim yang kompak sehingga tercapainya
tujuan bersama dari teamwork itu sendiri.

Tujuan Belajar dari skenario ini adalah untuk mengetahui


bagaimana peranan berbagai bidang tenaga kesehatan dalam

8
menyelesaikan suatu permasalahan. Adapun peranan masing-
masing profesi yaitu sebagai berikut:

1. Farmasi: Peran farmasi pada kasus ini yakni ikut bekerjasama


dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan
rekomendasi obat yang sesuai kepada dokter, melakukan
konseling obat untuk meningkatkan ketaatan pasien,
melakukan monitoring terkait obat dan kondisi pasien.

2. Dokter: dokter memiliki peran yang sama penting dengan


peranan tenaga medis lainnya, yakni membantu pasien agar
menerima perawatan yang optimal sehingga pasien dapat lekas
pulih. Dengan cara melakukan penanganan sesuai prosedur.
Baik sebagai dokter jaga maupun dokter ahli, sebaiknya mau
untuk mengerti serta menjalankan proporsi tugas nya dan tidak
saling menyalahkan antar profesi.
3. Kedokteran gigi: Dalam kasus ini dokter gigi berperan untuk
memberikan diagnosis dan perawatan terkait oral hygine pasien
yang tidak baik, dokter gigi juga berperan untuk bekerjasama
dengan perawat dan apoteker untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien agar kesehatan oral hygine pasien
menjadi lebih baik
4. Keperawatan: Pada dasarnya, perawat bekerja dengan konsep
caring dimana perawat akan mengamati segala aspek dalam
pasien secara keseluruhan sehingga dapat membantu pasien
agar kelas sembuh. Peran perawat dalam menangani kasus ini
yakni, berkoordinasi dengan dokter dan tenaga kesehatan
lainnya. Melalui data yang dikumpulkan oleh perawat, maka
dapat memberi insight dari diagnosis keperawatan yang dapat
membantu tenaga kesehatan lainnya untuk lebih
mengoptimalkan perawatan pada pasien.
5. Kesehatan Masyarakat: Peran ahli kesehatan masyarakat
dalam kasus ini adalah mampu untuk memahami sistem

9
pelayanan kesehatan dalam rumah sakit tersebut secara umum
sehingga koordinasi antar tenaga kesehatan menjadi lebih baik,
tidak ada lagi sistem kerja yang tidak jelas serta pembagian
tugas yang sesuai dengan porsinya masing-masing.
6. Psikologi : peran psikolog dalam kasus ini ialah membantu
pasien untuk mendapat terapi untuk psikologi nya agar dapat
mendapat kualitas hidup yang lebih baik walaupun memiliki
penyakit yang mungkin dapat menghambat aktivitasnya sehari-
hari.
7. Fisioterapi: Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan pada
psaien dalam scenario tersebut adalah pelatihan ROM (Range
Of Motion). ROM merupakan latihan yang diberikan untuk
membantu meningkatkan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan dalam menggerakkan persendian
secara normal untuk meningkatkan massa otot dan juga tonus
otot. Pemberian latihan ROM ini diberikan pada pasien stroke
untuk membantu mencegah kecacatan permanen pada pasien,
dimana pemberian ROM dapat meningkatkan atau
mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,
mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, serta
mencegah terjadinya kontraktur dan kekakuan pada sendi
(Rahayu, 2015).

D. PEMBAHASAN STEP 7
1. Jelaskan permasalahan yang terjadi pada kasus dan hal apa
yang seharusnya dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan
pasien!
Jawab:

Permasalahan utama berdasarkan kasus atau skenario yaitu


kurangnya tenaga kesehatan sehingga berakibat ke pengaturan
waktu dan tugas yang kurang maksimal antar tenaga kesehatan.
Akibat hal tersebut pula dan akibat kurangnya koordinasi antara

10
perawat dengan dokter muncul kesenjangan sehingga masing-
masing pihak tidak ingin disalahkan. Maka dari itu, hal yang
seharusnya dilakukan untuk optimalisasi pelayanan pasien adalah
tentu memperbaiki sistem koordinasi antar tenaga kesehatan
hingga mencakup ke tenaga medis, non medis, dokter jaga, dan
dokter ahli yang disebutkan pada kasus. Perbaikan sistem ini dapat
dilakukan dengan sistem manajemen rapat. Dengan demikian,
terdapat ruang dan waktu untuk berkomunikasi dan berkoordinasi
seperti penyusunan waktu dan pengaturan tugas masing-masing
profesi sehingga dapat dioptimalkan.

Permasalahan yang terjadi pada kasus di atas adalah:

- Kurangnya komunikasi antar tenaga medis


- Kurangnya pemahaman masing-masing mengenai job desc dan
tanggung jawab antar tenaga medis, sehingga terdapat tugas yang
seharusnya dikerjakan tenaga medis tidak dikerjakan karena
asumsi bahwa ini bukan job desc atau tanggung jawab saya. Ketika
mengerti job desk dan tanggung jawab maka permasalahan bahwa
ada kewajiban yang tidak dikerjakan dan insentif yang
mengakibatkan kecemburuan tidak akan terjadi, karena mereka
sudah memahami perannya masing-masing.
Maka dari itu ada solusi yang dapat diterapkan:

- Melakukan rapat tim, sehingga lebih mengenal satu sama lain,


mengetahui kondisi satu sama lain, sehingga kerja juga lebih
nyaman jika kenal satu sama lain.
- Bisa saling klarifikasi tanggung jawab dan peran masing-masing
tenaga medis agar kerja sama yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik.
2. Terdapat beberapa jenis dalam team work. Jelaskan apakah
yang kelompok ketahui mengenai interprofesi dan
multidisiplin!
Jawab:

11
Interprofesi adalah suatu kolaborasi antar profesi di suatu
lingkup ilmu yang sama, disini khususnya di ilmu kesehatan.
Dengan latar belakang pendidikan, ilmu, serta skill yang beragam
dan saling melengkapi, kolaborasi interprofesi sangatlah
bermanfaat dalam menjunjung pelayanan kesehatan yang
maksimal dan optimal untuk kesehatan pasien.

Interprofesi berbeda dengan multiprofesi, dimana


multiprofesi adalah dua profesi atau lebih yang bekerja secara
berdampingan sesuai dengan area kerja masing-masing untuk
suatu tujuan. Sedangkan multidisiplin, menurut peraturan menteri
kesehatan republik indonesia nomor 79 tahun 2014 tentang
penyelenggaraan pelayanan geriatri di RS, multidisiplin adalah
berbagai disiplin atau bidang ilmu yang secara bersama-sama
menangani penderita dengan berorientasi pada ilmunya masing-
masing.

Multidisiplin bersifat hierarkis di mana setiap orang


menangani masalah yang sama di dalam kapabilitas mereka
sendiri. Anggota memiliki pengetahuan terbatas tentang disiplin &
peran lain dan ada komunikasi terbatas antar anggota. Misalnya,
ahli paru, spesialis pengendalian infeksi dan ahli jantung mungkin
semua merawat pasien yang sama dengan pneumonia tetapi
memiliki komunikasi yang terbatas di antara mereka sendiri. Selain
itu, tidak ada komunikasi langsung antara mereka (semua dokter)
dengan profesi lain seperti perawat, dan mungkin ada pemahaman
yang terbatas tentang peran profesi lain.

Di sisi lain, Praktik Interprofesional kurang hierarkis,


meskipun tidak semua tingkat staf dapat dianggap setara. Setiap
orang mengerjakan masalah yang sama dengan batas disiplin yang
tumpang tindih dan anggota belajar dari, dengan, dan tentang satu
sama lain. Anggota memahami disiplin satu sama lain. Praktik

12
interprofesional lebih dari sekadar menyatukan orang; ini tentang
proses berpikir kritis dan pemecahan masalah di luar batas disiplin.

3. Pada pemberian perawatan ke pasien, jelaskan mengapa


diperlukan kerja sama dengan profesi lainnya?
Jawab:
Seperti yang kita ketahui, sebuah profesi kesehatan tidak
bisa berdiri sendiri semua profesi saling ketergantungan dengan
berbagai profesi lainnya. Misalnya pada kasus ini dokter tidak dapat
bekerja sendiri, harus dengan bantuan perawat, apoteker, dan lain-
lain demi kesembuhan pasien. Sehingga diperlukan komunikasi
dan kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan agar dapat
berkolaborasi dengan baik.

Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang


sama yaitu sebuah keselamatan untuk pasien. Selain itu, kolaborasi
tim kesehatan ini dapat meningkatkan performa di berbagai aspek
yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada
bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi faktor
kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Pada umumnya, pasien yang datang kepusat pelayanan


kesehatan biasanya mangalami permasalahan yang cukup
kompleks seperti pada skenario dimana tidak hanya terdapat satu
keluhan saja sehingga membutuhkan penanganan yang kompleks
juga yang berasal dari tenaga kesehatan dengan keilmuannya
masing". Setiap tenaga kesehatan memiliki ranah dan keilmuannya
masing", sehingga perlu adanya kolaborasi dan komunikasi yang
baik antar nakes dalam memberikan pelayanan kepada pasien,
sehingga tidak terjadi tumpang tindih peran nakes dalam
menangani pasien (Susilaningsih et al., 2017).

13
4. Hal apa saja yang mungkin dapat terjadi bila dalam team medis
jika terjadi ketidakjelasan peran dan pembagian tugas masing-
masing?
Jawab:

Hal yang dapat terjadi adalah perawatan terhadap pasien


atau pun tugas lainnya tidak terlaksana secara maksimal.
Ketidakmaksimalan kinerja tersebut dapat menurunkan kesehatan
pasien serta tingkat kepercayaan pasien pada fasilitas kesehatan.
Jika hal tersebut terjadi maka akan menyebabkan kerugian bagi
fasilitas kesehatan dan pasien itu sendiri. Sedangkan pasien yang
dirawat mengharapkan peningkatan kesehatan di fasilitas
kesehatan tersebut tetapi malah mendapatkan hasil yang
sebaliknya.

Hal lain yang akan terjadi apabila terdapat ketidakjelasan


peran dan pembagian tugas adalah terlambatnya penanganan,
kerusakan reputasi, dan kegagalan penanganan. Pembagian tugas
dan peran diperlukan dalam tim, tujuannya adalah agar fungsi dari
tim medis yaitu salah satunya menangani pasien dapat terlaksana
dengan cepat dan tepat. Jika masing-masing tenaga medis telah
memahami peran dan kewajibannya, maka keragu-raguan untuk
melaksanakan tugasnya akan berkurang dan akan meminimalisir
kegagalan dalam penanganan pada pasien karena sudah saling
percaya pada profesinya sendiri dan juga pada profesi lain.

Hal yang mungkin dapat terjadi selanjutnya apabila dalam


team medis jika terjadi ketidakjelasan peran dan pembagian tugas
masing-masing yaitu, kurangnya komunikasi serta koordinasi dapat
menyebabkan tenaga kesehatan tidak memiliki persepsi dan tujuan
yang sama untuk berkolaborasi serta bekerja sama dalam
memfasilitasi serta mendukung kesembuhan pasien, sehingga
dampak dari konflik tersebut akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang akan diterima pasien. Kurangnya koordinasi

14
tenaga kesehatan adalah ketidakoptimalan pelayanan kesehatan,
dan beresiko mengganggu keselamatan pasien. Selain itu, dampak
yang dapat ditimbulkan adalah munculnya ego dari masing-masing
nakes seperti pada contoh kasus diatas yang tentunya akan
membawa dampak buruk bagi penanganan pasien kedepannya.

E. PRINT OUT POWER POINT

15
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, K., 2015. Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (Rom)


Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di Rsud
Gambiran. Jurnal Keperawatan. 6(2): 102-107.

Susilaningsih, F., Mediani, H., Kurniawan, T., Widiawati, M., Maryani, L. and
Meharawati, I., 2017. Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi
Interprofesional Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. Jurnal Aplikasi
Ipteks untuk Masyarakat. 6(1): 10-13.

16

Anda mungkin juga menyukai