Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
ISI
A. PENDAHULUAN
1) Setting diskusi
- Hari/Tanggal : Jumat / 26 Maret 2021
- Waktu : 15.00 – 15.50
- Link SGD :
https://universitas-udayana.webex.com/meet/ariwilani
2) Nama dan Nim Ketua :
I Gusti Ayu Inten Krisna Dewi (1902511095)
3) Nama dan Nim Sekretaris :
Ni Kd Rintan Listiani Ekayanti (1902511094)
4) Nama Peserta Diskusi
- Madeline Juliand Sitranata (1902511093)
- I Wayan Gede Adi Febrian Setyawan (1902511096)
- Alden Jiraldi Akemah (1902511097)
- Ni Kadek Pradnya Sukma Candra Dewi (1902561117)
- I Gusti Ayu Agung Mas Andhita Dewi (1902561119)
- Ni Made Prema Swari Saraswati (1902561121)
- Ni Putu Shinta Pramita Putri Suastika (1902531077)
- Ni Putu Maha Liyani (1902531079)
- Octaviana Timorisa Aruan (1902521021)
- Ni Wayan Sukma Pramitha Sari (1908551041)
- Ni Kd Rintan Listiani Ekayanti (1908551042)
- Fatimah Azzahra Rachim (1902541056)
5) Nama Fasilitator: Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi.
B. SKENARIO
Team Work Dengan Pembagian Tugas Yang Tidak Jelas
Rumah Sakit darurat penanganan COVID-19 di daerah X
difungsikan untuk menangani lonjakan kasus pasien yang berpotensi
membuat kolaps fasilitas layanan kesehatan yang ada di daerah
tersebut. Tenaga ahli maupun relawan medis disiapkan untuk
1
operasional Rumah Sakit tersebut dan diawasi oleh dinas kesehatan
setempat. Terdapat pengaturan jadwal antara tenaga nonmedis, tenaga
medis, dokter jaga, dan dokter ahli. Khusus pengaturan tugas dokter
ahli, kunjungan rutin tidak bisa dilakukan setiap hari karena kekurangan
tenaga dan harus merangkap memberikan pelayanan rutin di Rumah
Sakit lain. Seorang pasien laki-laki berusia 70 tahun telah dirawat inap
di Rumah Sakit darurat tersebut sejak 5 hari yang lalu dengan status
COVID-19 dan pemberatan klinis stroke infark. Perkembangan kondisi
saat ini tampak pasien masih mengalami penurunan kesadaran dan
dengan kondisi klinis yang stagnan. Pasien mengalami kelumpuhan di
sisi tubuh bagian kiri dan oral hygiene pasien tampak tidak baik.
Tampak perdarahan di gusi serta munculnya jamur di rongga mulut.
Saat kunjungan oleh dokter ahli, dokter menanyakan mengapa
kondisi oral hygiene seperti itu. Perawat yang mendampingi visite
dokter ahli mengatakan bahwa kondisi tersebut telah mereka laporkan
ke dokter jaga dan meminta bantuan supervisi karena kondisi pasien
tidak stabil. Demikian juga dengan aktivitas ROM untuk stroke yang
belum sempat tersentuh. Dokter jaga sebaliknya berkilah bahwa itu
tugas rutin perawat dan dia masih sibuk untuk menangani pasien-
pasien yang terus berdatangan. Situasi agak menegang karena
masing-masing pihak tidak nyaman untuk disalahkan.
Setelah dicari duduk perkaranya, ternyata pada pengelolaan pasien
ini tidak pernah dilakukan rapat tim dan pihak medis maupun pihak
keperawatan tampak bekerja sendiri-sendiri. Tampak pelayanan
perawatan yang berlangsung kurang optimal dan sempat sering terjadi
saling menduga untuk suatu tindakan akan dilakukan oleh yang lain
sampai-sampai belum sempat dilakukan hingga saat ini. Juga perihal
insentif yang menyebabkan terjadinya kecemburuan internal di pihak
yang terlibat dalam pelayanan COVID-19.
C. NOTULENSI
STEP 1—Definisi
2
1. Stroke Infark: kondisi ketika aliran darah di otak terhambat akibat
pembentukan gumpalan darah (trombosis) di pembuluh darah
otak, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan otak.
2. Stagnan: kondisi yang terhenti, selalu tetap tanpa menunjukkan
adanya suatu kemajuan yang berarti.
3. Oral Hygiene: tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan
mulut, gigi, dan gusi.
4. ROM (Range of Motion): batas atau besarnya gerakan pada
sendi. ROM pada pasien stroke dapat dikatakan sebagai
sejumlah pergerakan yang mungkin dilakukan pada bagian-
bagian tubuh pada penderita stroke untuk menghindari adanya
kekakuan sebagai dampak dari perjalanan penyakit ataupun
gejala sisa.
5. Supervisi: pengawasan utama, pengontrolan tertinggi. Dalam
kasus tersebut, istilah supervisi yang dimaksud adalah kegiatan
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan yang mencakup masalah pelayanan
keperawatan, masalah ketenagaan, dan perawatan agar pasien
mendapat pelayanan yang bermutu.
3
4. Bagaimana seharusnya perawatan yang seharusnya dilakukan
oleh tenaga medis terkait kepada pasien tersebut?
5. Saat terjadi suatu permasalahan yang cukup sensitif sehingga
rentan memicu perpecahan, misalnya regulasi mengenai insentif,
bagaimana agar nakes dapat mengesampingkan egonya dan
tetap mementingkan kerja sama demi kepentingan pasien
(patient-based treatment)?
STEP 3—Hipotesis
Jawab:
Jawab:
4
− Upaya yang dapat dilakukan agar tenaga kesehatan dapat
meningkatkan komunikasi yang baik sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan yang sama
adalah dengan memberikan training atau pelatihan
sebelumnya terkait dengan komunikasi serta team work
dalam menangani pasien atau pun tugas lainnya yang
dikerjakan secara berkelompok.
− Dapat ditumbuhkan rasa saling membutuhkan antar nakes
dan kerjasama
− Selalu mengkonfirmasi ulang informasi mengenai
penanganan pasien dan tidak hanya menduga-duga, agar
masing-masing nakes bisa memiliki pemahaman yang sama
tentang pasien tersebut
5
memperjelas ranah masing masing profesi untuk menangani
kondisi pasien
4. Saat terjadi suatu permasalahan yang cukup sensitif
sehingga rentan memicu perpecahan, misalnya regulasi
mengenai insentif, bagaimana agar nakes dapat
mengesampingkan egonya dan tetap mementingkan kerja
sama demi kepentingan pasien (patient-based treatment)?
Jawab:
6
1. Setelah membaca kasus diatas tersebut hal ini
disebabkan karena tidak adanya perilaku asertif dari
masing-masing tenaga kesehatan sehingga muncul
perasaan saling menyalahkan antar profesi. Tentu saja
ini akan memberikan dampak yang besar kepada para
pasien. Dimana perilaku asertif adalah bentuk
komunikasi secara langsung terhadap kebutuhan,
keinginan dan pendapat seseorang tanpa menghukum,
mengancam atau merendahkan orang lain. Dengan tidak
adanya perilaku asertif maka tidak adanya sebuah
proses komunikasi positif yang seharusnya ada dalam
sebuah kolaborasi antar profesi dalam menangani
pasien. Selain itu, menurut saya dalam kasus tersebut
tidak mencerminkan adanya kualitas hubungan
interpersonal yang baik antar profesi kesehatan, padahal
dalam kolaborasi antar tenaga kesehatan perlu untuk
berhubungan baik satu dengan yang lainnya, komunikasi
dan memecahkan konflik. Mereka harus saling
mendukung satu sama lain. Mereka harus menunjukkan
perhatian sehingga level keterampilannya semakin tinggi.
2. Perawatan yang dilakukan tidak optimal dikarenakan
dalam penanganan pasien tersebut tidak pernah
dilakukan rapat tim dan pihak medis dimana hal tersebut
mencerminkan adanya pola komunikasi di antara
kolaborasi tenaga medis yang bertanggung jawab tidak
efektif. Pola komunikasi yang tidak efektif terkendala oleh
beberapa faktor. Diantaranya belum dibekali dengan
Interprofessional Education (IPE), belum
tersosialisasinya pengetahuan kolaborasi interprofesi
termasuk komunikasi efektif dalam tim di Rumah Sakit
tersebut sehingga mengakibatkan masih adanya
perbedaan persepsi tentang makna kolaborasi
7
interprofesi itu sendiri serta peran dokter perawat yang
belum dipahami secara benar. Namun, sekarang di
tahap perkuliahan pun sudah banyak universitas yang
memfasilitasi mahasiswanya terkait Interprofessional
Education (IPE) yang dapat sebagai langkah antisipatif
hal sedemikian rupa terjadi lagi nanti. Lalu, penyebab
terjadinya kecemburuan akibat insentif di pihak yang
terlibat dalam pelayanan covid-19 dapat diasumsikan
karena adanya kebijakan yang kurang tepat terkait
insentif bagi pihak-pihak terlibat. Karena, mungkin
terdapat beberapa pihak yang merasa ada kesenjangan
terkait beban kerja dan risiko keterpaparan akan virus
dengan insentif yang didapat. Untuk itu perlunya hal
tersebut dikomunikasikan dengan baik secara terbuka,
lebih asertif kepada manajemen rumah sakit dan juga
tenaga medis lainnya.
STEP 5—Tujuan
8
menyelesaikan suatu permasalahan. Adapun peranan masing-
masing profesi yaitu sebagai berikut:
9
pelayanan kesehatan dalam rumah sakit tersebut secara umum
sehingga koordinasi antar tenaga kesehatan menjadi lebih baik,
tidak ada lagi sistem kerja yang tidak jelas serta pembagian
tugas yang sesuai dengan porsinya masing-masing.
6. Psikologi : peran psikolog dalam kasus ini ialah membantu
pasien untuk mendapat terapi untuk psikologi nya agar dapat
mendapat kualitas hidup yang lebih baik walaupun memiliki
penyakit yang mungkin dapat menghambat aktivitasnya sehari-
hari.
7. Fisioterapi: Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan pada
psaien dalam scenario tersebut adalah pelatihan ROM (Range
Of Motion). ROM merupakan latihan yang diberikan untuk
membantu meningkatkan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan dalam menggerakkan persendian
secara normal untuk meningkatkan massa otot dan juga tonus
otot. Pemberian latihan ROM ini diberikan pada pasien stroke
untuk membantu mencegah kecacatan permanen pada pasien,
dimana pemberian ROM dapat meningkatkan atau
mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,
mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, serta
mencegah terjadinya kontraktur dan kekakuan pada sendi
(Rahayu, 2015).
D. PEMBAHASAN STEP 7
1. Jelaskan permasalahan yang terjadi pada kasus dan hal apa
yang seharusnya dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan
pasien!
Jawab:
10
perawat dengan dokter muncul kesenjangan sehingga masing-
masing pihak tidak ingin disalahkan. Maka dari itu, hal yang
seharusnya dilakukan untuk optimalisasi pelayanan pasien adalah
tentu memperbaiki sistem koordinasi antar tenaga kesehatan
hingga mencakup ke tenaga medis, non medis, dokter jaga, dan
dokter ahli yang disebutkan pada kasus. Perbaikan sistem ini dapat
dilakukan dengan sistem manajemen rapat. Dengan demikian,
terdapat ruang dan waktu untuk berkomunikasi dan berkoordinasi
seperti penyusunan waktu dan pengaturan tugas masing-masing
profesi sehingga dapat dioptimalkan.
11
Interprofesi adalah suatu kolaborasi antar profesi di suatu
lingkup ilmu yang sama, disini khususnya di ilmu kesehatan.
Dengan latar belakang pendidikan, ilmu, serta skill yang beragam
dan saling melengkapi, kolaborasi interprofesi sangatlah
bermanfaat dalam menjunjung pelayanan kesehatan yang
maksimal dan optimal untuk kesehatan pasien.
12
interprofesional lebih dari sekadar menyatukan orang; ini tentang
proses berpikir kritis dan pemecahan masalah di luar batas disiplin.
13
4. Hal apa saja yang mungkin dapat terjadi bila dalam team medis
jika terjadi ketidakjelasan peran dan pembagian tugas masing-
masing?
Jawab:
14
tenaga kesehatan adalah ketidakoptimalan pelayanan kesehatan,
dan beresiko mengganggu keselamatan pasien. Selain itu, dampak
yang dapat ditimbulkan adalah munculnya ego dari masing-masing
nakes seperti pada contoh kasus diatas yang tentunya akan
membawa dampak buruk bagi penanganan pasien kedepannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Susilaningsih, F., Mediani, H., Kurniawan, T., Widiawati, M., Maryani, L. and
Meharawati, I., 2017. Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi
Interprofesional Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. Jurnal Aplikasi
Ipteks untuk Masyarakat. 6(1): 10-13.
16