Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

UPAYA MENGHADAPI TUNTUTAN HUKUM

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika

Dosen Pengampu : Ning Iswati

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Nama Anggota:

1. Laila Safa Hafidah (A02020001)


2. Nurmala Yasinta (A02020002)
3. Anggih Wahyu Wardani (A02020009)
4. Anisa Afriani (A02020011)
5. Bagas Andika Putra (A02020018)
6. Bella Apricya Nirmala S (A02020020)
7. Charunisa Widya Putri (A02020021)
8. Eka Putri Widyaswari (A02020029)
9. Khonim Setia Ningrum (A02020035)
10. Kuntoro Ihsan (A02020037)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

TAHUN AJARAN 2020 / 2021


Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan nikmat,Rahmat,Inayah,
Taufik dan hidayahnya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk isinya yg sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat berguna sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca yang bermanfaat dalam program studi
keperawatan.

Harapan kelompok kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kelompok kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.

Makalah ini kami aku masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki kurang.
Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan masukan
yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan

a. Latar belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan

Bab 2 Pembahasan

a.
b.
c.

Bab III Penutup

a. Kesimpulan
b. Saran

Daftar Pustaka

a. Latar belakang

Malpraktik mempunyai arti yang lebih komprehensif

dibandingkan kelalaian. Istilah malpraktik tidak diketahui

secara sempurna dalam suatu aturan Hukum Positif Indonesia. Dalam

malpraktik terdapat suatu pelayanan tindakan yang dilakukan

dengan sengaja dan oleh sebab itu berimplikasi terjadinya suatu aturan

ketentuan Undang – undang yang terlanggar, sedangkan arti kelalaian

lebih menitikberatkan kepada ketidaksengajaan, kurang hati-hati,

kurang teliti, acuh tak acuh, sembrono, tak peduli terhadap kepentingan
orang lain, namun akibat yang timbul memang bukanlah tujuannya.

1. Malpraktik tercipta untuk menurunkan sistem pembangunan

kesehatan medis pada bagian Standar Operasional Prosedur (SOP),

Standar Profesi Kedokteran (SPK) dan Informed Consent.

2. Pada hakekatnya kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan dalam

melaksanakan suatu profesi medis, merupakan bentuk interpretasi yang

amat penting untuk diulas secara bersama - sama, hal ini dipengaruhi

karena timbulnya kesalahan dan kelalaian yang mengindikasikan dampak merugikan. Selain
tercela dan mengurangi bentuk amanah masyarakat

terhadap petugas kesehatan, juga menimbulkan suatu kerugian terhadap

pasien. Seyogyanya di dalam menginterpretasikan suatu eksistensi

pelaksanaan profesi harus diletakkan terlebih dahulu, kesalahan dan

kelalaian pengimplementasian profesi dengan berhadapan pada kewajiban

profesi. Oleh karena itu se eloknya harus juga memperhatikan indikator –

indikator seperti aspek hukum yang mendasari terjadinya suatu hubungan

hukum antara dokter dan pasien yang bersumber pada perjanjian

terapeutik atau transaksi terapeutik.3

Kasus malpraktik medik di lingkungan kesehatan pada Rumah

Sakit, penyebabnya tercipta karena berbagai faktor seperti yang sudah di

terangkan pada pembahasan di atas, kini penulis mengawali pembahasan

dengan mengemukakan berbagai contoh kasus – kasus yang sudah terjadi

di Indonesia mulai dari kasus di RS, misalnya di RSUD Aceh, Tamiang

pada 19 Mei 2015 lalu, yang dialami oleh Mayda Andriani yang berumur

32 Tahun istri dari suami M. Jafaruddin yang berumur 35 Tahun, diduga


melakukan tindakan malpraktik medik yang dilakukan oleh Dokter Elisa Ayu Wardani SpOG
yang menangani operasi dalam proses persalinan, tanpa memerhatikan Standar Operasional
Prosedur (SOP) dalam penanganan tindakan kesehatan.

Malpraktik terjadi apabila seorang dokter yang tidak melakukan pekerjannya sesuai dengan
standar operasional kedokteran dan standar prosedur tindakan medik berarti telah melakukan
kesalahan dan kelalaian, yang dapat ditunutut secara hukum pidana,. Penuntutan
pertanggungjawaban pidana hanya dapat dilakukan jika pasien menderita cacat permanen atau
meninggal dunia

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mal praktek dibidang pelayanan kesehatan?

2. Apa saja upaya dalam pencegahan maupun menghadapi tuntutan malpraktek?

3. Bagaimana upaya pencegahan mal praktek dalam pelayanan kesehatan?

4. Bagaimana menghadapi upaya tuntutan hukum?

c. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui mal praktek dibidang pelayanan kesehatan

2. Mengetahui berbagai upaya dalam mencegah maupun menghadapi tuntutan malpraktek

3. Mengetahui upaya pencegahan mal praktek dalam pelayanan kesehatan

4. Mengetahui upaya yang dilakukan dalam tuntutan hukum


A. PEMBUKTIAN MALPRAKTEK DIBIDANG PELAYANAN KESEHATAN

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua
cara yakni :

1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah
bertindak berdasarkan

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi


4) Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya,
maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

c. Direct Causation (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa
atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome)
negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.

Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan
dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa
loquitur).

Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:

a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.

Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan mengganti/memperbaiki kedudukan jarum
infus pasien bayi, saat menggunting perban ikut terpotong jari pasien tersebut .

Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat
membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:

a. Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga perawatan.
b. Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung jawab perawat.

c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian tersebut.

B. UPAYA PENCEGAHAN DAN MENGHADAPI TUNTUTAN MALPRAKTEK

Upaya dalam penanggulangan malpraktek dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu

1. Pertama upaya penal, upaya penal yang dilakukan dalam menanggulangi malpraktek
dilakukan secara represif (penegakan hukum) yang diawali dengan pemberitahuan melalui
broadcast adanya dugaan malpraktek. Sedangkan MKEK mengupayakan mediasi setelah
menerima pengaduan dan mendapat klarifikasi dalam penanganan malpraktek.

2. Kedua upaya non penal, upaya non penal yang dilakukan oleh MKEK yang bekerjasama
dengan IDI adalah dengan cara melakukan pemberian pembekalan baik secara etik maupun
disiplin kepada setiap tenaga kesehatan. Misalnya dalam kegiatan ilmiah, simposium, maupun
seminar tentang kesehatan diadakan SKP (Satuan Kredit Partisipasi) sebagai penilaian dalam
kegiatan tersebut, serta disisipkan pembahasan tentang pelanggaran etik dan disiplin dalam
tindakan medis.

C. UPAYA PENCEGAHAM MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan karena adanya
mal praktek diharapkan para perawat dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati,
yakni:

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upaya- nya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed

consent.

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau

dokter.

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan

segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

D. UPAYA MENGHADAPI TUNTUTAN HUKUM

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak

memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga

perawatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah

yang aktif membuktikan kelalaian perawat.

Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka

tenaga perawatan dapat melakukan :

a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/

menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak

menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat

mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi

merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan

bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana

disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengaju-

kan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan

menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung

jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari

pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang

dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa


penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan

kepadanya.

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana

perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan

adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan

perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan,

dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan

dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab

atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya

tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa

loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan

kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara

menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan

(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang

awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga

perawatan.

https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/pidana/article/download/844/728#:~:text=Upaya
%20non%20penal%20dalam%20menanggulangi,melakukan%20tugasnya%20sebagai%20tenaga
%20medis.

Anda mungkin juga menyukai