Disusun Oleh;
Kelompok 4
Kelas 4A Keperawatan
1. Adelia Firliagusdina R (22142010003)
2. Alifah Istiana (22142010008)
3. Alifiyan Akbar Rafsanjani (22142010009)
4. Desy Fitria (22142010014)
5. Muhammad Alif Yusran R (22142010034)
6. Nur Aini (22142010041)
7. Nurul (22142010044)
8. Putri Erika Bela (22142010045)
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kelompok ini. Makalah ini kami susun dengan judul “Pelanggran etika
dalam praktek mandiri perawat” Dalam kesempatan ini, kami juga ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing kami, yang telah
memberikan arahan dan dukungan dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan kami di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan wawasan
dan pengetahuan yang bermanfaat dalam memahami komunikasi terapeutik pada
anak dengan kebutuhan khusus Terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkahi dan melindungi kita semua.
Terima kasih.
Kelompok 2
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
1.4 Manfaat..........................................................................................................6
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Pengertian.......................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
indvidu, keluarga dan masyarakat adalah perawat. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan keperawatan, perawat hanya diperbolehkan memberikan asuhan
keperawatan baik di lembaga pelayanan kesehatan maupun dalam kegiatan
praktek mandiri. perawat tidak memiliki wewenang memberikan pengobatan.
praktik keperawatan yang diperbolehkan adalah pemenuhan kebutuhan biologi,
psikologi, sosial, kultural dan spiritual (holistik). masih terjadi perawat di
indonesia memberikan kepadamasyarakat obat-obatan yang jauh di luar
wewenang (kozier, 2010). selain itu juga banyak perawat yang melakukan
praktik mandiri tetapi dalam pelaksanaannya mereka melakukan
praktik dianosa terapi merupakan wilayah medis atau dokter, tentunya hal
tersebut bertentangan dengan ketentuan yang tercantum pada undang-undang
keperawatan.
Praktek keperawatan merupakan aplikasi dari asuhan keperawatan
yang dilakukan secara professional dengan melakukan kolaborasi
dengan tenaga Kesehatan yang lain (Gaffar,1999) Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kepala Bidang Perizinan dan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Tegal (dr. Suharjo, MM) pada jurnal
ilmu dan teknologi kesehatana BHAMADA diperoleh data bahwa semua perawat
yang mengurus ijin untuk melakukan praktik mandiri keperawatan
perseorangan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tegal melakukan
penyimpangan dalam prakteknya. Perawat dalam melakukankegiatan praktek
mandiri praktiknya melakukan tindakan medis atau tindakan kedokteran
yang dilakukan tanpa izin atau delegasi dari pihak medis (dokter)
walaupun kondisi dari pasien tidak pada kondisi keadaan gawat
darurat.Menurut beliau bahwa 95% prakik perawat di KotaTegal melakukan
kegiatan praktik medis atau tindakan kedokteran.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden (Hadi
Purwanto, SKp) pada jurnal ilmu dan teknologi kesehatan BHAMADA tentang
beberapa penyebab perawat yang melakukan kegiatan praktek mandiri di
3
rumah melakukan tindakan medis di dalam prakteknya yaitu dikarnakan
adanya faktor ekonomi, perilaku masyarakat, dan kepercayaan Masyarakat pada
program pengobatan gratis.
Bagi perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuan kompetensi
yang menjadi tanggung jawabnya, dan dalam melaksanakan kegiatan praktik
mandiri harus mematuhi dan memahami semua ketentuan dan peraturan yang
telah tertuang dalam Undang-Undang Keperawatan secara khusus. bagi
Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi (PPNI) agar senantiasa
menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan bagi perawat yang melaksanakan
kegiatan praktik mandir
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi etika keperawatan ?
2. Untuk mengetahui aspek legal dan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
4
3. Untuk mengetahui jenis dan bentuk pelanggaran etika prktik mandiri
keperawatan ?
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
5. Untuk mengetahui upaya menghadapi tuntutan hukum
6. Untuk mengetahi acontoh kasus tentang hukum terkait pelanggaran
etika keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
7. Untuk mengetahui penanganan kasus pelanggaran etika keperawatan
mandiri ?
1.4 Manfaat
5
2.1 Pengertian
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/59893762/Etika_Keperawatan20190629-
56608-nx9719-libre.pdf?1561796641=&response
Etika, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu "Ethikos"
yang mana artinya adalah suatu perkara yang timbul dari suatu kebiasaan. Perkara
tersebut mencakup analisis dan penerapan konsep dari pelbagai hal penilaian
seperti benar, salah, baik, buruk, tanggung jawab dan tanggung gugat. Ketika etika
tersebut dikaitan dengan keperawatan, dimana dalam hal ini keperawatan
merupakan sebuah profesi, maka muncul yang namanya etika profesi atau
professional ethics. Secara umum, etika profesi ini adalah suatu sikap etis yang
harus dimiliki oleh seorang profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup
dalam mengemban tugas keprofesiannya dengan menerapkan norma-norma etis
umum pada bidang sesuai profesionalitasnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga, berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud dengan Etika
keperawatan adalah; Suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh seorang perawat
sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengemban tugasnya sebagai
seorang perawat dengan menerapkan norma-norma etis keperawatan dalam
kehidupan profesi dan kehidupan bermasyarakat.
6
5. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
yangditujukan untuk penyelamatan jiwa
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP
di ruang praktiknya
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam
bentukkunjungan rumah
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang–kurangnya memenuhi :
a. tempat praktik memenuhi syarat
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk
formulir/buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan
7
d. menyalah gunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
e. merokok dan berjudi di lingkungan rumah sakit saat memakai
seragam perawat
f. menceritakanaib teman seprofesi atau menjelekkan profesi perawat
dihadapan profesi lain
g. melakukan pelanggaran etik ringan (minimal 3 kali).
3. Pelanggaran berat, meliputi :
a. melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga
penderitaan pasien bertambah parah bahkan meninggal.
b. salah emmberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien
c. membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul
maut tanpa memberikan pertolongan
d. berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk
diruangan perawatan
e. memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja
sampai terjadi cacat fisik
8
1 Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan klien.
2 Perawat benar-benar memahami hak klien dan harus me- lindungi hak
tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi klien.
3 Perawat harus memahami keberadaan klien sehingga ber- sikap sabar dan
tetap mempertahankan pertimbangan etis dan moral.
4 Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala
risiko yang mungkin timbul selama klien dalam asuhan keperawatannya.
5 Perawat selalu berusaha untuk menghindari konflik antara nilai
pribadinya dengan nilai-nilai pribadi klien dengan cara membina
hubungan yang baik antara klien, keluarga, dan teman sesama sejawat,
serta dokter untuk kepentingan klien.
9
kesalahan tersebut tidak ditanggung oleh perawat tersebut melainkan wajib
ditanggung oleh pihak rumah sakit (Amir & Purnama, 2021).
3. Pertanggung jawaban dengan mempraktikkan asas zaakwarneming. Dalam
mempraktikkan asas ini, pertanggungjawaban dari perawat yang sudah
melakukan kesalahan berpedoman pada pasal 1354 BW. Asas
zaakwarneming ialah perwakilan sukarela yang berasal dari perawat.
Penafsiran dari asas ini yaitu sesuatu perbuatan di mana seorang tersebut
secara sukarela melibatkan dirinya dengan iktikad membantu kepentingan
orang. Pertanggungjawaban tersebut dapat timbul seketika perawat terletak
dalam posisi tidak dapat melaksanakan apa-apa, hal ini disebabkan dikala
itu tidak terdapat orang lain yang dapat menanggulangi keadaan seseorang
yang membutuhkan bantuan. Sehingga di sini perawat melaksanakan
pertolongan secara sukarela agar dapat menyelamatkan nyawa. Apabila hal
tersebut dilakukan oleh seorang perawat, maka perawat tersebut dapat
memperoleh perlindungan hukum sesuai yang telah disebutkan dalam Pasal
33 Permenkes No. 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan
UndangUndang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Di sini
berlaku kebalikannya apabila perawat tidak melaksanakan aksi apa-apa
dalam keadaan darurat serta memunculkan kerugian pada penderita,
sehingga seorang perawat dapat dimintakan pertanggunjawaban (Amir &
Purnama, 2021). Tenaga kesehatan diharuskan untuk melakukan
pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan. Hal ini didasarkan pada
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang mengatakan bahwa dalam kondisi darurat, sarana pelayanan kesehatan,
baik pemerintah ataupun swasta, harus melaksanakan pelayanan kesehatan
untuk menyelamatkan nyawa serta mencegah kecacatan. Sedangkan pada
Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengatakan bahwa sarana pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan untuk
menolak pasien dan mengambil uang di awal. Pada saat itu, perawat
Jumraini melakukan pertolongan berdasarkan rasa kemanusiaan, selaku
tenaga kesehatan yang mengetahui kewajiban untuk berbuat serta
10
membagikan pertolongan dalam keadaan darurat. Jumraini hanya sekedar
melakukan pertolongan, bukan dikarenakan kemampuannya untuk
melaksanakan serangkaian tindakan keperawatan, Jumraini terlebih dulu
sudah menganjurkan agar berobat ke dokter ataupun ke rumah sakit, tetapi
pasien menolak (Samino & Yanti, 2020).
4. Tanggung jawab terhadap gugatan wanprestasi bersumber pada Pasal 1234
BW. Dalam wanprestasi seseorang perawat dimintai tanggung jawab jika
memenuhi unsur-unsur wanprestasi. Apabila perawat melakukan
wanprestasi, maka tanggung jawab tersebut dipikul langsung oleh perawat
yang melakukannya (Primadita, 2020).
11
seperti adanya kemungkinan bagi perawat untuk melakukan kesalahan, baik
sengaja maupun tidak sengaja (Larenggam, 2013) Penyimpangan yang dilakukan
oleh seorang perawat yang melakukan praktik mandiri terjadi pada Perawat
Jumraini, sesuai yang dikutip melalui (Kompas, 2019), hari Kamis tanggal 19
Desember 2019 seorang perawat di Kabupaten Lampung Utara dijatuhi hukuman
pidana denda sebesar Rp 20 juta oleh Majelis Hakim PN Kotabumi. Jumraini
terbukti bersalah karena melakukan praktik tanpa izin sebagaimana yang tertuang
dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Kesehatan. Jumraini didakwa karena dianggap lalai dalam melakukan
pemeriksaan terhadap A sehingga menyebabkan kematian. Kasus yang menjerat
Jumraini bermula pada tanggal 18 Desember 2018 sekitar pukul 17.00 WIB, Alex
menemui Jumraini untuk meminta dilakukan pemeriksaan terhadap bisul yang ada
di telapak kaki kanan. Sekitar tiga puluh menit, Alex memutuskan untuk pulang
dan tidak jadi berobat karena masih merasa takut. Tanggal 19 Desember 2019
pukul 12.00 WIB, saat Alex pergi ke rumah Jumraini, ternyata perawat tersebut
tidak di tempat. Lalu sore harinya Alex kembali ke rumah Jumraini. Pada saat itu,
Jumraini melakukan tindakan terhadap bisul di kaki Alex. Saat di rumah Alex
meminum obat dan langsung beristrahat, namun sekitar pukul 22.00 WIB Alex
merasa nyeri pada kaki, selain itu merasakan demam dan nyeri kepala. Tanggal 20
Desember 2018, keluhan nyeri pada kakinya timbul lagi dan kondisinya terus
menurun. Saat pukul 23.00 WIB Alex sempat tidak sadarkan diri, tanggal 21
Desember 2018 pukul 11.00 WIB Alex dibawa ke puskesmas dalam keadaan
masih sadar. Namun perawat puskesmas tersebut menolaknya karena sebelumnya
telah ditangani oleh Jumraini. Lalu keluarga membawa Alex ke rumah Jumraini,
namun Jumraini masih bekerja. Pada pukul 11.30 WIB, Alex dibawa oleh
keluarga ke RSU Ryacudu Kotabumi dalam kondisi yang tidak sadarkan diri.
Pukul 16.00 WIB, Alex dinyatakan meninggal dunia. Dedi Afrizal yang
merupakan Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi
Lampung menghargai keputusan Mejelis Hakim PN Kotabumi. Ketua PPNI
Provinsi Lampung tersebut sempat khawatir karena Jumraini didakawa Pasal 84
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan dugaan
12
malapraktik. Sebaga bentuk solidaritas, anggota PPNI bersedia membantu
Jumraini untuk membayar denda.
13
menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Menurut Galang Asmara (Asmara, 2005) dalam artikel yang membahas mengenai
tanggung jawab hukum terhadap perawat yang melakukan sebuah kelalaian dalam
rangka melaksanakan praktik keperawatan mandiri ditinjau dari hukum
administrasi, apabila perawat melanggar ketentuan mengenai SIPP dapat
diberikan sanksi administrasi berupa pencabutan Surat Rekomendasi Ijin Praktik
Perawat oleh PPNI. Sedangkan menurut Clara Yunita Ina Ola, Khoirul Huda,
Andika Persada Putera (Ola, Huda, & Putera, 2017), dalam artikel yang
membahas mengenai bagaimana tanggung jawab pidana, perdata dan administrasi
asisten perawat dalam pelayanan di Desa Swadaya, seorang perawat dapat diminta
pertanggungjawaban secara pidana apabila memenuhi unsur yang bersifat
melawan hukum, dapat bertanggung jawab, dan terdapat kesalahan (schuld)
berupa dolus atau culpa; pertanggungjawaban secara perdata apabila dikatakan
sebagai perbuatan melawan hukum, dan terpenuhinya unsur yang tertuang dalam
Pasal 1365 KUHPerdata, dalam kategori wanprestasi jika terpenuhinya unsur
wanprestasi yang terdapat pada Pasal 1234 KUHPerdata; pertanggungjawaban
secara administrasi apabila asisten perawat melanggar hukum administrasi seperti
tidak mempunyai surat tanda registrasi, surat izin kerja, surat ijin praktik dan
melanggar batas kewenangannya. Pada artikel ini bertujuan untuk menganalisis
tanggung jawab hukum perawat praktik mandiri terhadap kerugian pasien
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan
menganalisis akibat hukum perawat praktik mandiri terhadap kerugian pasien
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika keperawatan adalah Suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh
seorang perawat sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
mengemban tugasnya sebagai seorang perawat dengan menerapkan
norma-norma etis keperawatan dalam kehidupan profesi dan kehidupan
bermasyarakat.
Beberapa Aspek legal keperawatan yaitu meliputi Memberikan
kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum, Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain,
Membantu menentukan batas–batas kewenangan tindakan
keperawatanmandiri, Membantu mempertahankan standard praktik
keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas
dibawah hukum.
Jenis - jenis pelanggaran etik keperawatan dibedakan menjadi 3
yaitu ringan, sedang, dan berat. Sehingga Upaya pencegahan terjadinya
pelanggaran etika keperawatan yaitu Perawat harus berkata secara
bijaksana bahwa kesehatan klien lebih penting untuk dipertahankan.
Perawat juga dapat mempertahankan pendapatnya, baik terhadap keluarga
klien, petugas lain, maupun teman sejawat. Sehingga klien harus fokus
dari upaya asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat, sebagai salah
satu komponen tenaga kesehatan.
Tanggung jawab seorang perawat dapat dikelompokkan kedalam
empat hal, yaitu secara mandiri, Pertanggung jawaban bersumber pada
asas respondeat superior ataupun vicarious liability, Pertanggung jawaban
dengan mempraktikkan asas zaakwarneming, Tanggung jawab terhadap
gugatan wanprestasi bersumber pada Pasal 1234 BW.
15
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa bisa memahami dan mengerti tentang Definisi
Etika keperawatan, aspek legal keperawatan, jenis-jenis pelanggaran etika keper-
awatan, Upaya pencegahan terjadinya pelanggaran etika keperawatan, Upaya
menghadapi tuntutan hukum, contoh kasus yang terjadi serta penanganan yang
harus dilakukan. Sehingga diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan tambahan
ilmu pengetahuan dari makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
17