Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PELANGGARAN ETIKA PERAWAT DALAM PRAKTEK


MANDIRI PERAWAT
Dosen Pengampuh: Nisfil Mufidah,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh;
Kelompok 4
Kelas 4A Keperawatan
1. Adelia Firliagusdina R (22142010003)
2. Alifah Istiana (22142010008)
3. Alifiyan Akbar Rafsanjani (22142010009)
4. Desy Fitria (22142010014)
5. Muhammad Alif Yusran R (22142010034)
6. Nur Aini (22142010041)
7. Nurul (22142010044)
8. Putri Erika Bela (22142010045)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN PELAJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kelompok ini. Makalah ini kami susun dengan judul “Pelanggran etika
dalam praktek mandiri perawat” Dalam kesempatan ini, kami juga ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing kami, yang telah
memberikan arahan dan dukungan dalam penyusunan makalah ini.

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa penulisan


makalah kelompok ini bukanlah suatu yang mudah. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh anggota
kelompok kami, yang telah bekerja keras dan saling bekerjasama dalam
mengumpulkan data dan menyusun isi makalah ini dengan baik dan benar.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan kami di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan wawasan
dan pengetahuan yang bermanfaat dalam memahami komunikasi terapeutik pada
anak dengan kebutuhan khusus Terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkahi dan melindungi kita semua.
Terima kasih.

Bangkalan, 07 Februari 2024

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5

1.3 Tujuan.............................................................................................................5

1.4 Manfaat..........................................................................................................6

BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Pengertian.......................................................................................................7

2.2 Aspek legal dan hukum terkait pelanggaran etika keperawatan....................7

2.3 Jenis-jenis dan bentuk pelanggaran etika keperawat.....................................8

2.4 Upaya pencegahan.........................................................................................9

2.5 Upaya menghadapi tuntutan hukum............................................................10

2.6 Contoh kasus................................................................................................12

2.7 Penanganan kasus........................................................................................14

BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16

3.2 Saran.............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18

BAB 1
PENDAHULUAN

2
1.1 Latar Belakang
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
indvidu, keluarga dan masyarakat adalah perawat. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan keperawatan, perawat hanya diperbolehkan memberikan asuhan
keperawatan baik di lembaga pelayanan kesehatan maupun dalam kegiatan
praktek mandiri. perawat tidak memiliki wewenang memberikan pengobatan.
praktik keperawatan yang diperbolehkan adalah pemenuhan kebutuhan biologi,
psikologi, sosial, kultural dan spiritual (holistik). masih terjadi perawat di
indonesia memberikan kepadamasyarakat obat-obatan yang jauh di luar
wewenang (kozier, 2010). selain itu juga banyak perawat yang melakukan
praktik mandiri tetapi dalam pelaksanaannya mereka melakukan
praktik dianosa terapi merupakan wilayah medis atau dokter, tentunya hal
tersebut bertentangan dengan ketentuan yang tercantum pada undang-undang
keperawatan.
Praktek keperawatan merupakan aplikasi dari asuhan keperawatan
yang dilakukan secara professional dengan melakukan kolaborasi
dengan tenaga Kesehatan yang lain (Gaffar,1999) Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kepala Bidang Perizinan dan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Tegal (dr. Suharjo, MM) pada jurnal
ilmu dan teknologi kesehatana BHAMADA diperoleh data bahwa semua perawat
yang mengurus ijin untuk melakukan praktik mandiri keperawatan
perseorangan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tegal melakukan
penyimpangan dalam prakteknya. Perawat dalam melakukankegiatan praktek
mandiri praktiknya melakukan tindakan medis atau tindakan kedokteran
yang dilakukan tanpa izin atau delegasi dari pihak medis (dokter)
walaupun kondisi dari pasien tidak pada kondisi keadaan gawat
darurat.Menurut beliau bahwa 95% prakik perawat di KotaTegal melakukan
kegiatan praktik medis atau tindakan kedokteran.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden (Hadi
Purwanto, SKp) pada jurnal ilmu dan teknologi kesehatan BHAMADA tentang
beberapa penyebab perawat yang melakukan kegiatan praktek mandiri di

3
rumah melakukan tindakan medis di dalam prakteknya yaitu dikarnakan
adanya faktor ekonomi, perilaku masyarakat, dan kepercayaan Masyarakat pada
program pengobatan gratis.
Bagi perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuan kompetensi
yang menjadi tanggung jawabnya, dan dalam melaksanakan kegiatan praktik
mandiri harus mematuhi dan memahami semua ketentuan dan peraturan yang
telah tertuang dalam Undang-Undang Keperawatan secara khusus. bagi
Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi (PPNI) agar senantiasa
menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan bagi perawat yang melaksanakan
kegiatan praktik mandir

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi etika keperawatan ?
2. Bagaimana aspek legal dan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
3. Apa saja jenis dan bentuk pelanggaran etika dalam praktik mandiri
keperawat ?
4. Bagaimana upaya pencegahan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
5. Bagaimana upaya menghadapi tuntutan hukum
6. Apacontoh kasus tentang hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
7. Bagaimana penanganan kasus pelanggaran etika keperawatan
mandiri ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi etika keperawatan ?
2. Untuk mengetahui aspek legal dan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?

4
3. Untuk mengetahui jenis dan bentuk pelanggaran etika prktik mandiri
keperawatan ?
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan hukum terkait pelanggaran etika
keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
5. Untuk mengetahui upaya menghadapi tuntutan hukum
6. Untuk mengetahi acontoh kasus tentang hukum terkait pelanggaran
etika keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
7. Untuk mengetahui penanganan kasus pelanggaran etika keperawatan
mandiri ?

1.4 Manfaat

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi etika keperawatan ?


2. Agar mahasiswa dapat mengetahui aspek legal dan hukum terkait
pelanggaran etika keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis dan bentuk pelanggaran
etika prktik mandiri keperawatan ?
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui upaya pencegahan hukum terkait
pelanggaran etika keperawatan dalam praktek mandiri perawat?
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui upaya menghadapi tuntutan
hukum
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui contoh kasus tentang hukum
terkait pelanggaran etika keperawatan dalam praktek mandiri
perawat?
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penanganan kasus pelanggaran
etika keperawatan mandiri ?
BAB II
PEMBAHASAN

5
2.1 Pengertian
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/59893762/Etika_Keperawatan20190629-
56608-nx9719-libre.pdf?1561796641=&response

Etika, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu "Ethikos"
yang mana artinya adalah suatu perkara yang timbul dari suatu kebiasaan. Perkara
tersebut mencakup analisis dan penerapan konsep dari pelbagai hal penilaian
seperti benar, salah, baik, buruk, tanggung jawab dan tanggung gugat. Ketika etika
tersebut dikaitan dengan keperawatan, dimana dalam hal ini keperawatan
merupakan sebuah profesi, maka muncul yang namanya etika profesi atau
professional ethics. Secara umum, etika profesi ini adalah suatu sikap etis yang
harus dimiliki oleh seorang profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup
dalam mengemban tugas keprofesiannya dengan menerapkan norma-norma etis
umum pada bidang sesuai profesionalitasnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga, berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud dengan Etika
keperawatan adalah; Suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh seorang perawat
sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengemban tugasnya sebagai
seorang perawat dengan menerapkan norma-norma etis keperawatan dalam
kehidupan profesi dan kehidupan bermasyarakat.

2.2 Aspek legal dan hukum terkait pelanggaran etika keperawatan


ETIKA KEPERAWATAN & HUKUM KESEHATAN: ASPEK LEGAL PERAWAT INDONESIA
| Penerbit Tahta Media
Aspek legal keperawatan meliputi :
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
3. Membantu menentukan batas–batas kewenangan tindakan
keperawatanmandiri
4. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum

6
5. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
yangditujukan untuk penyelamatan jiwa
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP
di ruang praktiknya
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam
bentukkunjungan rumah
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang–kurangnya memenuhi :
a. tempat praktik memenuhi syarat
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk
formulir/buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan

2.3 Jenis-jenis dan bentuk pelanggaran etika keperawat


Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban dan
Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan | Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia
(stikim.ac.id)
Jenis_jenis pelanggaran etik keperawatan, antara lain:
1. Pelanggaran ringan, meliputi :
a. melalaikan tugas
b. berperilaku tidak menyenangkan penderita atau keluarga
c. tidak bersikap sopan saat berada dalam ruang perawatan
d. tidak berpenampilan rapi
e. menjawab telepon tanpa menyebutkan identitas
f. berbicara kasar dan mendiskreditkan teman sejawat dihadapan
umum/forum.
2. Pelanggaran sedang, meliputi :
a. memintaimbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau
keluarganya untuk kepentingan pribadi atau kelompok
b. memukul pasien dengan sengaja
c. bagi perawat yang sudah menikah dilarang menjalin cinta
dengan pasien dan keluarganya, suami atau teman sejawatt

7
d. menyalah gunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
e. merokok dan berjudi di lingkungan rumah sakit saat memakai
seragam perawat
f. menceritakanaib teman seprofesi atau menjelekkan profesi perawat
dihadapan profesi lain
g. melakukan pelanggaran etik ringan (minimal 3 kali).
3. Pelanggaran berat, meliputi :
a. melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga
penderitaan pasien bertambah parah bahkan meninggal.
b. salah emmberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien
c. membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul
maut tanpa memberikan pertolongan
d. berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk
diruangan perawatan
e. memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja
sampai terjadi cacat fisik

2.4 Upaya pencegahan


https://www.google.co.id/books/edition/_/uyaKXqAGL0YC?
hl=id&newbks=1&gbpv=1&dq=upaya+pencegahan+etika+perawat+dalam+prakti
k+mandiri+perawat&pg=PA68&printsec=frontcover
Upaya pencegahan yaitu Perawat harus berkata secara bijaksana bahwa
kesehatan klien lebih penting untuk dipertahankan. Perawat juga dapat
mempertahankan pendapatnya, baik terhadap keluarga klien, petugas lain, maupun
teman sejawat. Sehingga klien harus fokus dari upaya asuhan keperawatan yang
diberikan oleh perawat, sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan. Dasar
hubungan antara perawat dengan klien adalah hubungan yang saling
menguntungkan (mutual humanity). Perawat mempunyai hak dan kewajiban
untuk melaksanakan asuhan keperawatan seoptimal mungkin dengan pendekatan
bio, psiko, sosial, dan spiritual, sesuai dengan hubungan klien. Sehingga harus ada
hubungan yang baik antara perawat dengan klien akan terjadi apa bila:

8
1 Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan klien.
2 Perawat benar-benar memahami hak klien dan harus me- lindungi hak
tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi klien.
3 Perawat harus memahami keberadaan klien sehingga ber- sikap sabar dan
tetap mempertahankan pertimbangan etis dan moral.
4 Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala
risiko yang mungkin timbul selama klien dalam asuhan keperawatannya.
5 Perawat selalu berusaha untuk menghindari konflik antara nilai
pribadinya dengan nilai-nilai pribadi klien dengan cara membina
hubungan yang baik antara klien, keluarga, dan teman sesama sejawat,
serta dokter untuk kepentingan klien.

2.5 Upaya menghadapi tuntutan hukum

Tanggung jawab seorang perawat dapat dikelompokkan kedalam empat hal,


yaitu:
1. Pertanggungjawaban yang dilakukan secara mandiri serta langsung.
Pertanggungjawaban ini bersumber pada pada Pasal 1365 BW dan juga
1366 BW. Bersumber pada ketentuan tersebut, menyebabkan perawat yang
melakukan kesalahan serta memunculkan kerugian pada pasien maka
perawat tersebut harus bertanggungjawab secara individu (Amir &
Purnama, 2021).
2. Pertanggung jawaban bersumber pada asas respondeat superior ataupun
vicarious liability. Pertanggungjawaban tersebut berpedoman pada Pasal
1367 BW. Asas tersebut mengatakan bahwa atasan harus bertanggungjawab
terhadap tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Asas ini dapat
diterapkan pada perawat yang melakukan kesalahan pada saat melaksanakan
tugasnya di suatu rumah sakit. Karena perawat tersebut bekerja di bawah
naungan rumah sakit dan perawat bekerja atas nama rumah sakit, dalam
artian perawat rumah sakit merupakan bawahan dari pemilik rumah sakit.
Oleh karena itu, apabila perawat melakukan tindakan yang salah maka

9
kesalahan tersebut tidak ditanggung oleh perawat tersebut melainkan wajib
ditanggung oleh pihak rumah sakit (Amir & Purnama, 2021).
3. Pertanggung jawaban dengan mempraktikkan asas zaakwarneming. Dalam
mempraktikkan asas ini, pertanggungjawaban dari perawat yang sudah
melakukan kesalahan berpedoman pada pasal 1354 BW. Asas
zaakwarneming ialah perwakilan sukarela yang berasal dari perawat.
Penafsiran dari asas ini yaitu sesuatu perbuatan di mana seorang tersebut
secara sukarela melibatkan dirinya dengan iktikad membantu kepentingan
orang. Pertanggungjawaban tersebut dapat timbul seketika perawat terletak
dalam posisi tidak dapat melaksanakan apa-apa, hal ini disebabkan dikala
itu tidak terdapat orang lain yang dapat menanggulangi keadaan seseorang
yang membutuhkan bantuan. Sehingga di sini perawat melaksanakan
pertolongan secara sukarela agar dapat menyelamatkan nyawa. Apabila hal
tersebut dilakukan oleh seorang perawat, maka perawat tersebut dapat
memperoleh perlindungan hukum sesuai yang telah disebutkan dalam Pasal
33 Permenkes No. 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan
UndangUndang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Di sini
berlaku kebalikannya apabila perawat tidak melaksanakan aksi apa-apa
dalam keadaan darurat serta memunculkan kerugian pada penderita,
sehingga seorang perawat dapat dimintakan pertanggunjawaban (Amir &
Purnama, 2021). Tenaga kesehatan diharuskan untuk melakukan
pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan. Hal ini didasarkan pada
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang mengatakan bahwa dalam kondisi darurat, sarana pelayanan kesehatan,
baik pemerintah ataupun swasta, harus melaksanakan pelayanan kesehatan
untuk menyelamatkan nyawa serta mencegah kecacatan. Sedangkan pada
Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengatakan bahwa sarana pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan untuk
menolak pasien dan mengambil uang di awal. Pada saat itu, perawat
Jumraini melakukan pertolongan berdasarkan rasa kemanusiaan, selaku
tenaga kesehatan yang mengetahui kewajiban untuk berbuat serta

10
membagikan pertolongan dalam keadaan darurat. Jumraini hanya sekedar
melakukan pertolongan, bukan dikarenakan kemampuannya untuk
melaksanakan serangkaian tindakan keperawatan, Jumraini terlebih dulu
sudah menganjurkan agar berobat ke dokter ataupun ke rumah sakit, tetapi
pasien menolak (Samino & Yanti, 2020).
4. Tanggung jawab terhadap gugatan wanprestasi bersumber pada Pasal 1234
BW. Dalam wanprestasi seseorang perawat dimintai tanggung jawab jika
memenuhi unsur-unsur wanprestasi. Apabila perawat melakukan
wanprestasi, maka tanggung jawab tersebut dipikul langsung oleh perawat
yang melakukannya (Primadita, 2020).

2.6 Contoh kasus


Perawat berhubungan langsung dengan tenaga medis dan pasien dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari. Sehingga, perawat akan selalu dituntut agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bertanggungjawab. Pengobatan
yang diberikan oleh perawat dapat berupa penerapan praktik keperawatan yang
diberikan kepada pasien, keluarga pasien, dan masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan dan memelihara kesehatan sampai pasien dinyatakan sembuh. Pada
praktiknya seorang perawat tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan
medis terhadap pasien, melainkan perawat hanya memiliki kompetensi untuk
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien. Perawat hanya dapat melakukan
tindakan medis apabila dokter memberikan pelimpahan wewenang baik secara
lisan maupun tertulis atau karena dalam kondisi yang tidak mendukung akibat
kurangnya profesi dokter pada suatu daerah. Tetapi, jika pada daerah tersebut
memiliki tenaga medis yang tersebar merata maka tindakan perawat yang
mengambil alih wewenang dokter dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dan
dapat diterapkan sanksi atas pelanggaran tersebut (Amir & Purnama, 2021).
Adanya peraturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan, diharapkan
dapat menjadi pedoman bagi perawat dalam menjalankan tugas profesinya.
Namun, pada kenyataannya dalam penerapan aturan tersebut tidak sepenuhnya
dapat sesuai dengan harapan. Terdapat berbagai penyimpangan-penyimpangan,

11
seperti adanya kemungkinan bagi perawat untuk melakukan kesalahan, baik
sengaja maupun tidak sengaja (Larenggam, 2013) Penyimpangan yang dilakukan
oleh seorang perawat yang melakukan praktik mandiri terjadi pada Perawat
Jumraini, sesuai yang dikutip melalui (Kompas, 2019), hari Kamis tanggal 19
Desember 2019 seorang perawat di Kabupaten Lampung Utara dijatuhi hukuman
pidana denda sebesar Rp 20 juta oleh Majelis Hakim PN Kotabumi. Jumraini
terbukti bersalah karena melakukan praktik tanpa izin sebagaimana yang tertuang
dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Kesehatan. Jumraini didakwa karena dianggap lalai dalam melakukan
pemeriksaan terhadap A sehingga menyebabkan kematian. Kasus yang menjerat
Jumraini bermula pada tanggal 18 Desember 2018 sekitar pukul 17.00 WIB, Alex
menemui Jumraini untuk meminta dilakukan pemeriksaan terhadap bisul yang ada
di telapak kaki kanan. Sekitar tiga puluh menit, Alex memutuskan untuk pulang
dan tidak jadi berobat karena masih merasa takut. Tanggal 19 Desember 2019
pukul 12.00 WIB, saat Alex pergi ke rumah Jumraini, ternyata perawat tersebut
tidak di tempat. Lalu sore harinya Alex kembali ke rumah Jumraini. Pada saat itu,
Jumraini melakukan tindakan terhadap bisul di kaki Alex. Saat di rumah Alex
meminum obat dan langsung beristrahat, namun sekitar pukul 22.00 WIB Alex
merasa nyeri pada kaki, selain itu merasakan demam dan nyeri kepala. Tanggal 20
Desember 2018, keluhan nyeri pada kakinya timbul lagi dan kondisinya terus
menurun. Saat pukul 23.00 WIB Alex sempat tidak sadarkan diri, tanggal 21
Desember 2018 pukul 11.00 WIB Alex dibawa ke puskesmas dalam keadaan
masih sadar. Namun perawat puskesmas tersebut menolaknya karena sebelumnya
telah ditangani oleh Jumraini. Lalu keluarga membawa Alex ke rumah Jumraini,
namun Jumraini masih bekerja. Pada pukul 11.30 WIB, Alex dibawa oleh
keluarga ke RSU Ryacudu Kotabumi dalam kondisi yang tidak sadarkan diri.
Pukul 16.00 WIB, Alex dinyatakan meninggal dunia. Dedi Afrizal yang
merupakan Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi
Lampung menghargai keputusan Mejelis Hakim PN Kotabumi. Ketua PPNI
Provinsi Lampung tersebut sempat khawatir karena Jumraini didakawa Pasal 84
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan dugaan

12
malapraktik. Sebaga bentuk solidaritas, anggota PPNI bersedia membantu
Jumraini untuk membayar denda.

2.7 Penanganan kasus


PPNI merupakan sebuah organisasi profesi yang bertanggung jawab dalam
upaya memelihara dan meningkatkan profesionalisme serta mutu dari anggotanya,
sehingga anggota tetap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya
dan dapat mempertahankan standar kinerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan serta mutu pelayanan kesehatan.
Dalam mendukung keprofesian perawat, maka dibentuk PPNI sebagai organisasi
berdasarkan bidang keahlian dari ilmu keperawatan.
PPNI berperan dalam melakukan pembinaan kepada anggota,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan, serta mengelola
pelayanan keperawatan. Salah satu bentuk pembinaan anggota yang dilakukan
adalah PPNI berupaya memantapkan status keprofesian perawat dengan berusaha
menyusun dan memberlakukan Kode Etik Keperawatan Indonesia yang masih
banyak mengandung kekeliruan dalam penggunaan istilah hukum (Nurhadi,
2007). PPNI sebagai suatu organisasi yang bertujuan untuk mensejahterakan
perawat akan berupaya sebisa mungkin agar dapat memberikan perlindungan
hukum kepada anggotanya yang mengalami permasalahan hukum dalam lingkup
profesi keperawatan. Peran PPNI sangat penting pada saat proses penyelidikan
yang dilaksanakan oleh penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan apakah tindakan tersebut
dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana (Nusawakan, 2019).
Menurut Maryam (Maryam, 2016) dalam artikel yang membahas
mengenai tanggung jawab perawat dalam melaksanakan kewajiban berdasarkan
perundangundangan yang dikaitkan dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, perawat diwajibkan untuk bertanggung jawab dalam
melakukan praktik keperawatan, bila perawat melakukan sesuatu kesalahan
ataupun kelalaian, perawat wajib bertanggung jawab dan memberi ganti rugi.
Perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan segala usaha untuk

13
menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Menurut Galang Asmara (Asmara, 2005) dalam artikel yang membahas mengenai
tanggung jawab hukum terhadap perawat yang melakukan sebuah kelalaian dalam
rangka melaksanakan praktik keperawatan mandiri ditinjau dari hukum
administrasi, apabila perawat melanggar ketentuan mengenai SIPP dapat
diberikan sanksi administrasi berupa pencabutan Surat Rekomendasi Ijin Praktik
Perawat oleh PPNI. Sedangkan menurut Clara Yunita Ina Ola, Khoirul Huda,
Andika Persada Putera (Ola, Huda, & Putera, 2017), dalam artikel yang
membahas mengenai bagaimana tanggung jawab pidana, perdata dan administrasi
asisten perawat dalam pelayanan di Desa Swadaya, seorang perawat dapat diminta
pertanggungjawaban secara pidana apabila memenuhi unsur yang bersifat
melawan hukum, dapat bertanggung jawab, dan terdapat kesalahan (schuld)
berupa dolus atau culpa; pertanggungjawaban secara perdata apabila dikatakan
sebagai perbuatan melawan hukum, dan terpenuhinya unsur yang tertuang dalam
Pasal 1365 KUHPerdata, dalam kategori wanprestasi jika terpenuhinya unsur
wanprestasi yang terdapat pada Pasal 1234 KUHPerdata; pertanggungjawaban
secara administrasi apabila asisten perawat melanggar hukum administrasi seperti
tidak mempunyai surat tanda registrasi, surat izin kerja, surat ijin praktik dan
melanggar batas kewenangannya. Pada artikel ini bertujuan untuk menganalisis
tanggung jawab hukum perawat praktik mandiri terhadap kerugian pasien
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan
menganalisis akibat hukum perawat praktik mandiri terhadap kerugian pasien
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika keperawatan adalah Suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh
seorang perawat sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
mengemban tugasnya sebagai seorang perawat dengan menerapkan
norma-norma etis keperawatan dalam kehidupan profesi dan kehidupan
bermasyarakat.
Beberapa Aspek legal keperawatan yaitu meliputi Memberikan
kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum, Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain,
Membantu menentukan batas–batas kewenangan tindakan
keperawatanmandiri, Membantu mempertahankan standard praktik
keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas
dibawah hukum.
Jenis - jenis pelanggaran etik keperawatan dibedakan menjadi 3
yaitu ringan, sedang, dan berat. Sehingga Upaya pencegahan terjadinya
pelanggaran etika keperawatan yaitu Perawat harus berkata secara
bijaksana bahwa kesehatan klien lebih penting untuk dipertahankan.
Perawat juga dapat mempertahankan pendapatnya, baik terhadap keluarga
klien, petugas lain, maupun teman sejawat. Sehingga klien harus fokus
dari upaya asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat, sebagai salah
satu komponen tenaga kesehatan.
Tanggung jawab seorang perawat dapat dikelompokkan kedalam
empat hal, yaitu secara mandiri, Pertanggung jawaban bersumber pada
asas respondeat superior ataupun vicarious liability, Pertanggung jawaban
dengan mempraktikkan asas zaakwarneming, Tanggung jawab terhadap
gugatan wanprestasi bersumber pada Pasal 1234 BW.
15
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa bisa memahami dan mengerti tentang Definisi
Etika keperawatan, aspek legal keperawatan, jenis-jenis pelanggaran etika keper-
awatan, Upaya pencegahan terjadinya pelanggaran etika keperawatan, Upaya
menghadapi tuntutan hukum, contoh kasus yang terjadi serta penanganan yang
harus dilakukan. Sehingga diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan tambahan
ilmu pengetahuan dari makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai