Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Kasus Legal Etik Keperawatan

Disusun oleh:

Chici Reksa Surya Friyani (2014201050)

I B Keperawatan

Dosen pembimbing:

Ns. Asmawati, M. Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN (STIKes) ALIFAH PADANG
2021
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat rahmat dan limpahan-Nya saya mampu menyelesaikan tugas kasus
aspek legal etik keperawatan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan
yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dan penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan kedua orang tua, sehingga kendala – kendala
yang saya hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan aspek legal
praktek keperawatan. Makalah ini saya susun dengan berbagai ragam rintangan. Baik itu yang
datang dari diri sendiri maupun dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………………………….…………………………………………………. i
Daftar Isi……………………………………………………………………….………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………… 1
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………………………….. 1
BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………………… 2
A. Kasus……………………………………………………………………………………………………………………. 2
1). Prinsip etik tindakan keperawatan………………………………………………………….. 2
2.) Tanggung Jawab Perawat…………………………………………………………………………. 4
3) Tindakan MalPraktik Aborsi……………………………………………………………………….. 5
4) Tindakan Eutanasia……………..…………………………………………………………………….. 6
BAB III. PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………….. 9
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………. 9
B. Saran……………………………………………………………………………………………………………………… 9
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………………………………….. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang
manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat
memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi,
maka masyarakat akan menempuh jalur hokum untuk membelahak-haknya.Kebijakan yang ada dalam
institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan
pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik
profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada
advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk
tetapmemberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakanyang
dilakukan.Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang
diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala
sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi
kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di
rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg dan Swansburg, 1999) dan
hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun
ditatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan
PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan
adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005) dan 60% tenaga kesehatan adalah perawat yang
bekerja pada berbagai sarana atau tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7hari
seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menghadapi kasus aspek legal etik

C. Tujuan Masalah

2. Agar dapat mengetahui cara menghadapi kasus aspek legal etik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus

Nn “Y” (14 tahun) seorang siswi kelas 3 SMP “S”, saat ini sedang hamil usia 4 bulan keluar dari sebuah
klinik “T” yang terkenal dengan praktek aborsinya. Saat kembali pulang kerumah, ibunya menemukan
Nn Y sudah tidak sadarkan diri dan terkejut dengan adanya pendarahan hebat keluar dari sekitar alat
kelamin anaknya. Saat itu juga, Nn Y dibawa ke RS “D” dan langsung ditangani serius oleh dokter dan
perawat meningat sudah terjadi syok Hipovolemik pada kondisi pasien. Setelah sadar dan kondisi
membaik, Nn. Y tampak terguncang mentalnya serta tidak dapat mengontrol emosinya dan berharap
pada perawat bisa memberikan tindakan euthanasia pada dirinya.

Analisa Kasus Diatas :

Dari kasus diatas merupakan pelanggaran etik atau dilema etik, hal yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan fakta dan mencari informasi yang diperlukan baik itu pihak internal dan pihak eksternal.
Untuk mendapatkan data maka perlu mengumpulkan informasi yang diperlukan. Dari kasus diatas
pihak-pihak yang terlibat adalah dokter, perawat, pihak klinik T, pasien dan keluarga. Pada kasus Nn.Y
diatas dapat dianalisa dari berbagai hal:

1. Prinsip etik tindakan keperawatan


2. Tugas dan tanggung jawab perawat
3. Tindakan malpraktek aborsi
4. Tindakan eutanasia

PEMBAHASAN:

1). Prinsip etik tindakan keperawatan

etika atau ethics berasal dari bahasa yunani, yaitu“ethos”. Dalam kamus lngkap Bahasa
Indonesia karangan Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, ethos diartikan adat, ethos diartikan
adat, kebiasaan, akhlak, watak perasaan, sikap atau cara berpikir. Dari pengertian di atas, dapat
dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya
manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang
menentukan tingkah laku yang yang benar. Jadi dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan dengan
baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat.

Etika memberi keputusan tentang tindakan yang diharapkan benar, tepat atau bermoral,
terlebih dalam profesi keperawatan. Dimana pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama
dan dan dasar adanya profesi keperawatan , oleh karena itu etika dalam perjalanan pelayanan
keperawatan sangat diperlukan. etika keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral

2
dalam keperawatan, atau dengan kata lain merupakan suatu ungkapan tentang bagaimana perawat
wajib bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun
perawat dalam praktek sehari-hari.

Prinsip etika keperawatan

1. Otonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berfikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respect terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional mereleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2. Beneficience

Beneficince berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan keajahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

3. Jusctise (keadilan)

Keadilan merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu. Tindakan yang dilakukan
untuk semua orang adalah sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini
persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang.
Dokter dan perawat harus berlaku adil dan tidak berberat sebelah.

4. Moral Right

Moralitas menyangkut ada yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan sifat. Tanda utama
adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang,
dan tidak damai dihati. Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau
masyarakat dimana ia dibesarkan.

5. Kerahasiaan ( confidentiality )

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diizinkan
oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

3
6. Informed Consent

“Informed consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi
“informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan
informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan
oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya
pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No.585 tahun 1989
tentang“Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan
tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh
sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis
dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.

2.) Tanggung Jawab Perawat

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang
diberikan kepada individu yang sehat mau pun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis, dan sosial
agar dapat mencapai derajat psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu,
mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh
individu (Nursalam, 2008)

Peran perawat profesional

Kelompok kerja Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia di tahun 2001 merumuskan
kompetensi yang harus dicapai oleh perawat profesional adalah sebagai berikut (Nurachmah, 2002.):

a. Menunjukkan landasan pengetahuan yang memadai untuk praktek yang aman

b. berfungsi sesuai dengan peraturan /undang- undang ketentuan lain yang mempengaruhi praktek
keperawatan.

c. Memelihara lingkungan fisik dan psichososial untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan dan
kesehatan yang optimal.

d. Mengenal kemampuan diri sendiri dan tingkat kompetensi profesi professional.

e. Melaksanakan pengkajian keperawatan secara komprehensi dan akurat pada individu dan kelompok
di berbagai tatanan.

f. Merumuskan kewenangan keperawatan melalui konsultasi dengan individu /kelompok dengan


memperhitungkan regiman therapeutic anggota lainnya dari tim kesehatan.

4
g. Melaksanakan asuhan yang direncanakan.

h. Mengevaluasi perkembangan terhadap hasil yang diharapkan dan meninjau kembali sesuai data
evaluasi

i. Bertindak untuk meningkatkan martabat dan integritas individu dan kelompok

j. Melindungi hak-hak individu dan kelompok membuat keputusan berdasarkan informasi yang

dimilik.

3) Tindakan MalPraktik Aborsi

Aborsi berdasarkan hukum islam

Membicarakan aborsi sebenarn!a membicarakan perempuan. Hal ini dapat dibenarkan karena
perempuan dipandang sebagai pelaku aborsi, yang secara faktual ini benar-benar terjadi dan ada di
masyarakat. Aborsi yang dilakukan oleh perempuan sebenarnya beresiko tinggi terhadap kesehatan dan
keselamatan jiwanya, namun tetap menjadi pilihan tetap menjadi pilihan mereka dengan alasan aborsi
merupakan hak reproduksi atau bentuk otonomi perempuan atas tubuhnya. Dalam pandangan hukum
islam aborsi hukumnya haram. Seluruh ulama sepakat bahwa aborsi setelah kehamilan melewati masa
120 hari adalah haram, karena pada saat itu janin telah bernyawa. Boleh dilakukan dilakukan jika kondisi
darurat, seperti apabila membahasakan jiwa si ibu. Sedangkan aborsi pada usia kehamilan di bawah 40
hari hukumnya makruh. Ini pun dengan syarat adanya keridhaan dari suami dan istri serta adanya
rekomendasi dari dua orang dokter spesialis bahwa aborsi itu tidak menyebabkan kemudharatan bagi si
ibu. Namun penulis sependapat dengan Imam Ghozali yang menyatakan bahwa aborsi adalah tindakan
pidana yang haram tanpa melihat apakah sudah ada ruh atau belum, dengan argumen bahwa kehidupan
telah dimulai sejak pertemuan antara air sperma dengan ovum di dalam rahim perempuan.

Aborsi berdasarkan Pandangan hukum

 Pasal 347 KUHP :


Ayat (1) : Sengaja menggugur atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan,
pidana 12 penjara 12 tahun
Ayat (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, pidana penjara 12 tahun

 Pasal 348 KUHP :


Ayat (1) : Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya pidana penjara 5 tahun
Ayat (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, pidana 7 tahun

 Pasal 349 KUHP :

5
‘’ Apabila tindakan pengguguran kandungan sesuai pasal 346, 347 dan 348 dilakukan oleh dokter, bidan
atau juru obat maka pidananya diperberat dengan ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak profesinya’’

 Pasal 299 KUHP :


Ayat (1) : Sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan sesuatu perbuatan
terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau menimbulkan pengharapan,
bahwa oleh karena itu dapat gugur kandungannya dihukum penjara selama-lamanya 4 (empat)
tahun.
Ayat (2) : Kalau Si tersalah melakukan pekerjaan itu karena mengharapkan keuntunga dan
menjadi kebiasaan dan dilakukan oleh tabib , bidan atau tukang pembuat obat maka
hukumannya dapat ditambah 1,3nya.

ABORSI-> UU No. 36/2009 TENTANG KESEHATAN

Pengecualian :

1. Berdasarkan indikasi medis


2. Akibat perkosaan

4) Tindakan Eutanasia

Eutanasia dapat digolongkan menjadi beberapa macam:

1) Eutanasia Pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau
pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia. Dengan kata lain, euthanasia pasif
merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk mengakhiri
hidupnya. Tindakan Pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan
bantuan medis yang dapat memperpanjang pasien, seperti tidak memberikan alat-alat tidak bantu hidu"
bantu hidup atau 0bat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya. Penyalahgunaan euthanasia pasif bisa
dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki
kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan
pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampu membayar biaya pengobatan.

6
2) Euthanasia aktif atau Euthanasia agresif

Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain,
euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh
dokter atau tenaga dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup sih
pasien. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
menimbulkan kematian. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan kedalam tubuh
pasien (suntik mati). Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas:

a. Euthanasia aktif langsung (direct)

Euthanasia aktif langsung adalah dilakukanya tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini
juga dikenal sebagai mercy killing.

b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)

Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan
medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

3) Euthanasia Non Agresif

Euthanasia non agresif atau disebut juga autoeuthanasia termasuk euthanasia negative dimana
seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan pasien
tersebut mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau menakhiri hidupnya

Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas:

1) Euthanasia diluar kemauan Pasien

Suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan sih pasien untuk tetap hidup.
Tindakan seperti ini dapat disamakan dengan pembunuhan.

2) Euthanasia Voluntir atau Euthanasia Sukarela atas Permintaan Pasien

Euthanasia yang dilakukan atas permintaan atau persetujan pasien itu sendiri secara sadar dan
diminta berulang-ulang.

3) Euthanasia Involuntir atau Euthanasia tidak Sukarela atau tidak atas Permintaan Pasien

Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar, biasanya keluarga pasien yang
meminta. Ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk mensetujui karena faktor umur,
ketidakmampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan
makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetative (koma) euthanasia ini
sering kali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapa pun

7
juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu
keputusan, misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil
keputusan bagi pasien tersebut.

Tindakan Hukum Tentang Eutanasia

Pasal 344 KUHP

“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan
nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk
membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman
hukuman ini harus dihadapinya. Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa
pasal ini perlu diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHP

“ Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, diukur karena maker mati, dengan
penjara selama-lamanya lima belas tahun.”

Pasal 340 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum,
karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya
seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”

Pasal 359 KUHP

“Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum orang, dihukum penjara

Selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”

Pasal 345 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.” Pasal ini mengingatkan dokter untuk, jangankan melakukan euthanasia, menolong atau
memberi harapan kearah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Aspek legal keperawatan adalah aspek peraturan perawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang di atur dalam undang undang keperawatan.
 Aspek legal profesi keperawatan meliputi kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan
praktek profesi.
 Malpraktek yaitu praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau
standar prosedur operasional.

B. Saran

Dalam prakteknya perawat dituntut untuk tanggap dalam memberikan asuhan keperawatan
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan dan
kompleks, memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka
penyelesaian masalah keperawatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya
memandirikan sistem klien, memberikan pelayanan keperawatan disarana kesehatan dan tatanan
lainnya, memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan
persalinan normal dan menulis permintaan obat, melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari
dokter. Untuk menunjang kegiatan tersebut seorang perawat diharapkan terdaftar pada badan resmi
baik milik pemerintah maupun non pemerintah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.2001.Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Ismani, Nila.2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Nursalam, 2008, Peran Fungsi Perawat, Salemba Medika, Jakarta

Weitzel, marlene. 1984. Dasar-dasar ilmu keperawatan. Jakarta : Gunung Agung

Roper, nancy.1996. Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Abdi Yogyakarta

K.Bertens. Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003

10

Anda mungkin juga menyukai