Anda di halaman 1dari 19

ETIK DAN LEGAL KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT ANALGESIK PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA TERMINAL

MATA KULIAH KEPERAWATAN PALIATIF


Dosen Pembimbing : Chandra Bagus R.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun oleh: Kelompok 6


A18.2
1. Rizka Nur Fadhila (22020118120021)
2. Melin Agustin Ismayadi (22020118120034)
3. Camalia Arinal Chovia (22020118130073)
4. Citra Aprilia Anggraeni (22020118130076)
5. Selvie Aryana Meilia (22020118130100)
6. Dian Nailul Fadhilah (22020118130121)
7. Saffin Aziza Fathia (22020118130125)
8. Lami’ Nuriyati (22020118140126)
9. Tety Yani Sri Rizky S. (22020118140128)
10. Sigma Ardhika Kautsari (22020118140132)

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada orang lain, baik individu keluarga ataupun masyarakat. Dalam menjalankan
asuhan keperawatan, perawat sering mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim
kesehatan dan lingkungannya, dimana asuhan-asuhan tersebut diberikan[ CITATION
Rob95 \l 1033 ]. Dalam proses pemberian pelayanan kesehatan, perawat bertanggung
jawab mempertahankan standar asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan. Dalam
pemberian asuhan keperawatan, perawat mempunyai peluang untuk berbuat baik
maupun buruk [ CITATION Car17 \l 1033 ].

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien harus sesuai dengan
etika profesi. Etika profesi keperawatan merupakan kesadaran dan pedoman yang
mengatur nilai-nilai moral di dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan,
sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan tetap terjaga dengan cara yang terhormat
[ CITATION Muh09 \l 1033 ].

Masalah etik keperawatan sebagian besar terjadi pada pelaksanaan pelayanan


keperawatan. Rasa ketidakpuasan yang sering kali timbul pada pasien adalah pasien
merasa kebutuhannya tidak dipenuhi dan merasa tidak diperhatikan oleh perawat
dalam pelayanan kesehatan. Masalah etik yang sering muncul menyebabkan konflik
antar tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan yang lain maupun dengan pasien,
sesuai dengan buku etik keperawatan dengan pendekatan praktik dijelaskan bahwa
permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan
telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah
perawat [ CITATION Set18 \l 1033 ].
Oleh karena itu, perawat dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada
dengan mengambil keputusan secara etik dan legal, yang tidak melanggar kesepakatan
professional yang tertuang dalam standar praktik maupun standar profesi.
B. Tujuan
1. Memperoleh pengalaman nyata tentang pelanggaran etika oleh perawat dan dapat
mengambil pelajaran dari sebuah permasalahan sekaligus menerapkan dan
mengambil sikap terhadap masalah etika moral dalam pelayanan keperawatan.
2. Mengaplikasikan nilai-nilai etika moral dalam pelayanan keperawatan.
3. Mengaplikasikan aspek etika dalam hubungan perawat dengan klien, perawat dengan
perawat dan perawat dengan tenaga medis yang lain.
4. Menyelesaikan masalah tentang dilemma etik melalui pengambilan keputusan yang
sesuai dengan etika keperawatan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Etik
Etika adalah ilmu tentang kesusialaan yang mengatur bagaimana sepatutnya
manusia hidup di dalam masyarakat yang melibatkan aturan atau prinsip yang
menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan buruk atau kewajiban dan tanggung
jawab (Suhaemi, 2003). Menurut plato etika bersifat rasional dan intelektual yang berrati
dapat dijelaskan secara logis. Dasar ajaran plato ialah mencapai budi baik karena tujuan
hidup manusia adalah memperoleh kesenangan hidup berlandaskan etika (Taufik, 2018).
Sedangkan etika keperawatan adalah nilai atau prinsip yang diyakini oleh profesi
keperawatan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang berhubungan dengan
pasien atau klien, masyarakat, teman sejawat maupun antar profesi dan juga dalam
pengaturan praktik keperawatan (Pangaribuan, 2016). Perawat ketika melaksanakan tugas
seringkali dilanda dilema etik. Menurut Van Auken (2016) dilemma etik mengarah pada
manusia membuat keputusan yang salah karena kesulitan. Dilema etik muncul ketika
seseorang harus membedakan antara moral dan tindakan amoral. Sebuah dilema dapat
didefenisikan sebagai suatu masalah sulit yang kelihatannya tidak dapat diatasi yang
melibatkan pilihan yang sama-sama tidak memuaskan, yang sering terjadi dalam praktik
keperawatan (Aroskar, Liaschencko, dan Drought, 1997) (Wimar, 2017).
B. Jenis dan Prinsip Etik

Dalam profesi keperawatan, ada 8 prinsip etika keperawatan yang harus diketahui
oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penerima layanan
keperawatan, baik individu, kelompok, keluarga atau masyarakat, yaitu (Amelia, 2013):

1. Autonomy (Kemandirian)

Prinsip autonomi merupakan prinsip yang didasarkan pada keyakinan bahwa


individu mampu berfikir secara logis dan mampu membuat keputusan secara mandiri.
Prinsip autonomi ini sering digunakan dalam proses informed dan concent.
2. Beneficience (Berbuat Baik)

Beneficience merupakan suatu tindakan yang membawa kebaikan untuk pasien.


Prinsip beneficience ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik kepada pasien
yang sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.

3. Justice (Keadilan)

Justice berarti bahwa setiap orang berhak atas perlakuan yang sama dalam upaya
pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan suku, agama, ras, golongan, dan
kedudukan sosial.

4. Fidelity (Kesetiaan)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya


terhadap orang lain. Kesetiaan merupakan landasan etika hubungan perawat dan klien
yang berarti menepati janji dan kesetiaan.

5. Veracity (Kejujuran)

Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan


kebenaran. Perawat mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan klien dalam menjalani perawatan agar pasien
memperoleh suatu pemahaman terhadap masalah yang dideritanya terkait dengan asuhan
keperawatan. Informasi yang diberikan kepada klien harus akurat, komprehensif, dan
objektif.

6. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)

Prinsip Non-Maleficience merupakan tindakan yang tidak merugikan pasien.


Perawat dalam melakukan pelayanannya harus sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan
yang tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis pada pasien.

7. Confidelity (Kerahasiaan)

Confidelity berarti perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang telah


dipercayakan pasien kepadanya, yaitu berupa informasi mengenai penyakitnya dan
tindakan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, kecuali jika pasien mengizinkan atau
perintah undang-undang untuk kepentingan dalam persidangan.

8. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas merupakan standar yang mana tindakan seorang professional dapat


dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Contohnya apabila perawat
salah dalam memberi dosis obat kepada klien, perawat tersebut dapat digugat oleh klien
yang menerima obat, oleh dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang
menuntut kemampuan professional.

C. Hukum Etik dan Legal Keperawatan

Dalam Pasal 28 Undang-Undang 38 tahun 2014 Tentang Prakik Keperawatan berbunyi:

1. “Praktik layanan kesehatan dan tempat lainnya sesuai dengan pasien sasarannya.
2. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) terdiri atas :
a. Praktik keperawatan mandiri;
b. Praktik keperawatan difasilitas pelayanan kesehatan,
3. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus didasarkan pada
kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional,
4. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) didasarkan pada prinsip
kebutuha pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan masyarakat dalam suatu
wilayah.”[ CITATION Mar16 \l 1033 ]
Dengan demikian perawat melaksanakan standar pelayanan keperawatan,
sehingga bila terjadi suatu kesalahan/kelalaian, maka perawat dapat bertanggung jawab.
Oleh karena itu, lahirnya hak dan kewajiban perawat, maka hubungan anggota
masyarakat dilindungi oleh hukum, maka mereka harus mentaati hubungan hukum ini.
Kehendak untuk mentaati hubungan hukum ini disebut tanggung jawab hukum (legal
liability). Tanggungjawab hukum dimaksudkan sebagai terhadap ketentuan-ketentuan
hukum. Seorang perawat dalam memberikan jasa pelayanan kemungkinan melakukan
kesalahan/kelalaian. Hal ini akan menimbulkan tuntutan terhadap perawat oleh pasien
maupun keluarganya agar perawat bertanggung jawab.[ CITATION Bai181 \l 1033 ]
Apabila perawat melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka perawat berhak
memperoleh haknya sebagaimana dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan yang menyatakan bahwa “Perawat berhak memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan standar
pelayanan keperawatan, mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya mengenai kondisi atau penyakit pasien, agar perawat tidak
melakukan kesalahan/kelalaian dalam menentukan diagnosa penyakit pasien dan tidak
salah menentukan obat yang akan diberikan padanaya, menolak keinginan pasien yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan keperawatan serta perawat berhak mendapatkan
imbalan jasa dari pelayanan yang diberikan oleh pasien dan memperoleh fasilitas kerja
sesuai dengan standar”. Sedangkan, Jika perawat melakukan suatu kesalahan atau
kelalaian yang menyebabkan pasien mengalami kerugian dalam menjalankan praktik
mandiri perawat, maka perawat harus bertanggung jawab untuk menerima sanksi
administrasi sebagaimana dalam Pasal 58 Ayat (1) Setiap orang yang melanggar
ketentuan Pasal 18 Ayat (1), Pasal 21, Pasal 24 Ayat (1), dan Pasal 27 Ayat (1) dikenai
sanksi administrasi; Ayat (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
dapat berupa : a) teguran lisan; b) peringatan tertulis; c) denda administratif dan; d)
pencabutan izin praktik; Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah .[ CITATION Bai181 \l 1033 ].

Di dalam Buku Standar Kode Etik Keperawatan, disebutkan beberapa jenis


pelanggaran etik keperawatan, antara lain:

1. Pelanggaran ringan, meliputi :

(a) Melalaikan tugas;

(b) Berperilaku tidak menyenangkan penderita atau keluarga;

(c) Tidak bersikap sopan saat berada dalam ruang perawatan;

(d) Tidak berpenampilan rapi;

(e) Menjawab telepon tanpa menyebutkan identitas; dan


(f) Berbicara kasar dan mendiskreditkan teman sejawat dihadapan umum/forum.

2. Pelanggaran sedang, meliputi :

(a) Meminta imbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau keluarganya untuk
kepentingan pribadi atau kelompok;

(b) Memukul pasien dengan sengaja;

(c) Bagi perawat yang sudah menikah dilarang menjalin cinta dengan pasien dan
keluarganya, suami atau teman sejawat;

(d) Menyalahgunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk kepentingan pribadi
atau kelompok;

(e) Merokok dan berjudi di lingkungan rumah sakit saat memakai seragam perawat;

(f) Menceritakan aib teman seprofesi atau menjelekkan profesi perawat dihadapan profesi
lain; dan

(g) Melakukan pelanggaran etik ringan (minimal 3 kali).

3. Pelanggaran berat, meliputi :

(a) Melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga penderitaan


pasien bertambah parah bahkan meninggal; Vol. 8 No.4 Desember 2018

(b) Salah emmberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien;

(c) Membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul maut tanpa memberikan
pertolongan;

(d) Berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk diruangan perawatan;

(e) Menodai kehormatan pasien;

(f) Memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja sampai terjadi cacat
fisik;
(g) Menyalahgunakan obat pasien untuk kepentingan pribadi atau kelompok; dan

(h) Menjelekkan dan/atau membuat cerita hoax mengenai profesi keperawatan pada
profesi lain dalam forum, media cetak, maupun media online yang mengakibatkan
adanya tuntutan hukum. [ CITATION Bai181 \l 1033 ]

Sanksi untuk pelanggaran etik keperawatan terbagi atas :

1. Sanksi pelanggaran ringan, yaitu dengan :

(a) Berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi; dan

(b) Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.

2. Sanksi pelanggaran sedang, yaitu dengan :

(a) Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta kepada pasien atau keluarganya;

(b) Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan; dan

(c) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai tidak akan mengulanginya
lagi.

3. Sanksi pelanggaran berat, yaitu dengan :

(a) Harus meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan;

(b) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai tidak akan mengulanginya
lagi;

(c) Dilaporkan kepada pihak kepolisian; dan

(d) diberhentikan dari kedinasan dengan tidak hormat. [ CITATION Bai181 \l 1033 ].

1. Perdata

Hukum antara perawat dan pasien dimulai secara keperdataan, untuk melihat atau
mendudukkan hubungan perawat dengan landasan hukum, dapat dimulai dengan pasal 1367
KUH Perdata dinyatakan :”Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan atas perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan orang-orang
yang berada dibawah pengawasannya”. Ketika kerugian yang diderita pasien akibat tindakan
tersebut berakibat fatal, maka disinilah muncul permasalahan hukum, khususnya di bagian
hukum perdata dalam rumusan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum
yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan tersebut”. [ CITATION Mar16 \l 1033 ]. Sementara tanggung jawab dalam
kategori wanprestasi apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi dalam Pasal 1234 KUH
Perdata.[ CITATION Bai181 \l 1033 ]

Tanggung jawab perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata, maka dapat
dikatagorikan ke dalam empat prinsip sebagai berikut:

1. Tanggung jawab langsung berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW


2. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan kesalahan
dalam menjalanka fungsi independennya yang mengakibatkan kerugian pada pasien
maka ia wajib memikul tanggung jawabnya secara langsung;
3. Tanggung jawab dengan asas respondeat superior atau let's the master answer maupun
khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW
4. Dalam hal ini tanggung jawab akan muncul apabila kesaalahan terjadi dalam
menjalankan fungsi interdependen perawat. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang
bekerja di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama
bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien;
5. Tanggung jawab\ dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW
6. Dalam hal ini konsep tanggung jawab terjadi seketika bagi seorang perawat yang berada
dalam kondidi tertentu harus melakukan pertolongan darurat dimana tidak ada orang lain
yang berkompeten untuk itu. Perlindungan hukum dalam tindakan zaarneming perawat
tersebut tertuang dalam Pasal 20 Kepmenkes tentang Registrasi Perawat. Perawat justru
akan dimintai pertanggungjawaban hukum apabila tidak mengerjakan apa yang
seharusnya dikerjakan dalam Pasal 20 tersebut;
7. Tanggung jawab karena gugatan wanprestasi berdasarkan Pasal 1234 BW
Dalam wanprestasi seorang peraawat akan dimintai pertanggungjawaban apabila
terpenuhi unsur-unsur wanprestasi, yaitu:

a. Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila seorang
perawat tidak mengerjakan semua tugas sesuai dengan fungsinya, baik fungsi
independen, interdependen maupun dependen.
b. Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewjiban sesuai fungsi
tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
c. Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu tugas yang
dikerjakan asal-asalan.
d. Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila seorang
perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari dokter, seperti
menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus padahal dirinya belum terlatih.
Apabila perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka tanggung jawab itu akan
dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan.[ CITATION Bai181 \l 1033 ]
2. Pidana

Aspek tanggung jawab secara hukum pidana seorang perawat baru dapat dimintai
pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum ; dalam hal ini apabila perawat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasl 15
Kepmenkes.
b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami
konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah
mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang
menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien.
c. Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan (culpa).
Kesalahan disini bergantung pada niat (sengaja) atau hanya karena lalai. Apabila
tindakan tersebut dilakukan karena niat dan ada unsur kesengajaan, maka perawat
yang bersangkutan dapat dijerat sebagai pelaku tindak pidana.
d. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan
pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suat tindakan,
ataupun tidak ada alasan pembenar seperti resiko yang melekat dalam tindakan yang
dilakukan.

Kewajiban perawat tertuang dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 38 Tahun 2014,


Pasal 9- 13 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, serta Pasal 3 dan 12 Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010. Sedangkan mengenai hak perawat,
tertuang dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014, Pasal 56 Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009, serta Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
HK.02.02/Menkes/148/I/2010.[ CITATION Bai181 \l 1033 ].

D. Dilemma Etik Keperawatan

Dilema etik adalah realitas sehari-hari dalam praktek keperawatan. Dilema etik selalu
ada bersama dengan manusia termasuk perawat, tetapi sifat alami mereka dalam seting
keperawatan kesehatan dapat berubah secara radikal sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Aroskar, 1980).

Phipps dkk, (1987, dikutip dari Townsend (2003)) berpendapat bahwa terdapat
beberapa tahapan penting terjadinya dilema etik, yaitu:

1. Beberapa bukti menunjukkan bahwa tindakan X benar secara moral dan beberapa
bukti menunjukkan bahwa tindakan X salah secara moral
2. Bukti-bukti dari kedua pernyataan di atas tidak dapat dibuktikan
3. Individu berpandangan bahwa seseorang harus memperlihatkan dan tidak
memperlihatkan suatu tindakan moral.
4. Beberapa pilihan harus diambil
5. Suatu dilema etik terjadi

Beberapa penelitian telah mengeksplorasi pengalaman perawat dan mahasiswa


perawat ketika berhadapan dengan dilema etik (Cassels dan Redmann, 1989; Tabak dan
Reches, 1996). Dimensi etika dalam praktik keperawatan berorientasi pada tindakan,
bukan pada perasaan dan keyakinan dengan mempertimbangakan pilihan yang
merefleksikan prinsip etik (Post, 1996).
Setiawan (2005) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ada dilema etik yang
dialami oleh perawat yang bekerja di ruang Intensive Care Unit (ICU) di Medan, yaitu :

1. Meneruskan atau menghentikan pengobatan.


2. Siapa yang seharusnya diberi ventilator.
3. Perawat ingin bertindak tetapi tindakannya melebihi wewenang.
4. Mengatakan atau tidak mengatakan yang sebenarnya .
5. Bertindak sebagai penasehat bagi pasien vs membedakan hubungan tim kesehatan
yang lain.

Terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya dilema etik, yaitu:

1. Kurangnya kerjasama untuk mempertahankan standar keperawatan.


2. Mengabaikan pasien dan keterlibatan keluarga serta kebulatan tekad diri sendiri.
3. Tidak memberi kepercayaan, dan mempertahankan keyakinan.
4. Kewajiban profesional dan tugas untuk diri sendiri.
5. Memperpanjang kehidupan.
6. Mengakhiri kehidupan.
BAB III
KASUS DAN ANALISA KASUS
Kasus

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal


dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita
tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan
pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika
istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walaupun klien
tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya
pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat
dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat
mempercepat kematian klien.

Analisa Kasus

Dari kasus diatas akan muncul suatu dilema etik bagi perawat. Dimana perawat
harus memutuskan suatu tindakan yang menguntungkan bagi klien dan tidak
merugikannya. Namun seperti kita ketahui bahwa dalam kasus tersebut klien dan
keluarga sering meminta untuk diberikan obat analgesik bahkan keluarganya meminta
untuk dilakukan penambahan dosis obat analgesik. Namun setelah perawat melakukan
diskusi ternyata pemberian obat analgesik dapat mempercepat kematian bagi klien
tersebut. Tentu hal ini menjadi suatu keputusan yang sulit bagi perawat, karena apabila
perawat tetap melakukan tindakan sesuai dengan permintaan klien dan keluarga maka
perawat akan melanggar prinsip etik :

1. Beneficience
Apabila perawat memberikan suntikan analgesik yang dapat mempercepat kematian
tentu bukanlah tindakan yang membawa kebaikan bagi pasien melainkan keburukan.
Perawat yang tahu dan paham akibat dari tindakan tersebut dan risikonya bagi klien,
secara etik, tidaklah dibenarkan untuk membiarkan pasien untuk diberikan suntikan
analgesic karena jelas ancaman nyawa klien menjadi taruhan apabila tindakan tersebut
dilakukan.
2. Non-maleficience (Tidak merugikan)
Apabila perawat memberikan obat anlgesik yang jelas berisiko bagi keselamatan
hidup klien tentu hal ini merupakan tindakan yang merugikan klien. Mungkin
penambahan dosis dirasa dapat menghilangkan nyeri hebat yang tengah dialami klien
namun di lain sisi disertai juga risiko tinggi yang dapat mengancam keselamatan nyawa
klien.

Selain itu, terdapat juga pelanggaran kode etik keperawatan dalam hal “Perawat
senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan
tugas keperawatan…”, dimana seharusnya perawat bertindak untuk melakukan hal yang
baik dan menguntungkan bagi klien tanpa menimbulkan bahaya dan merugikan diri klien.

Namun apabila perawat tidak memberikan obat analgesik kepada klien maka
perawat akan melanggar pula prinsip otonomi, dimana seharusnya perawat memberi
kebebasan bagi klien untuk menentukan keputusannya sendiri. Faktor keselamatan klien
perlu diperhatikan oleh perawat sebelum pemberian analgesic atau penambahan dosis
analgesic seperti pada kasus di atas. Sampaikan kepada klien mengenai dampak yang
mungkin terjadi apabila dilakukan atau tidak dilakukan tindakan tersebut kepada klien.
Terjadinya kematian pada klien yang jelas melanggar etik juga dapat membawa kasus
tersebut ke ranah legal. Untuk melindungi perawat dan tenaga kesehatan dalam tindakan
berbahaya bagi klien adalah dengan penandatanganan informed consent. Meskipun klien
dalam kasus tersebut sudah menandatanganinya, perawat harus tetap memberitahukan
mengenai dampak yang mungkin diterimanya dengan harapan klien benar-benar yakin
atas keputusan untuk dilakukan tindakan membahayakan tersebut. Dalam meyakinkan,
hindari kata-kata yang terdengar seperti sebuah pemaksaan. Bentuk patrenalisme juga
tidak diperbolehkan dalam praktik keperawatan karena merupakan bentuk pelanggaran
prinsip otonomi.

Kasus ini perlu adanya suatu tindakan alternatif untuk mengatasi dilema etik ini,
perawat dapat berdiskusi terlebih dahulu dengan dokter mengenai pemberian dosis
tambahan obat analgesik bagi klien dan membuat informed consent mengenai tindakan
yang akan dilakukan bagi klien, perawat menjelaskan secara detail kepada klien dan
keluarga mengenai risiko dari pemberian obat analgesik bagi klien serta mengupayakan
alternatif atau jalan keluar terbaik dengan pertimbangan prinsip beneficence dan non-
maleficence bagi pasien tanpa melupakan hak pasien dalam memutuskan yang terbaik
bagi dirinya sendiri.

Maka kasus ini dapat diselesaikan dengan cara Perawat Penanggung Jawab Pasien
(PPJP) melaksanakan tugas umumnya dalam pengelolaan pelayanan pasien dengan
melakukan kolaborasi dan diskusi dengan tim kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
Hasil kegiatan diskusi tersebut diadvokasikan kepada pasien dan keluarganya dengan
memaparkan opsi tindakan beserta kekurangan dan kelebihan. Dalam mengadvokasikan
tindakan yang akan dipilih pasien dan keluarganya sebisa mungkin perawat bersifat netral
agar tidak mencedarai hak otonomi pasien. Setelah itu, pasien dan keluarga diintruksikan
untuk menandatangi informed consent sesuai opsi tindakan medis yang telah dipilih oleh
pasien dan keluarga.
BAB IV
KESIMPULAN

Asuhan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan


kepada orang lain, baik individu keluarga ataupun masyarakat. Perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien harus sesuai dengan etika profesi. Etika profesi keperawatan
merupakan kesadaran dan pedoman yang mengatur nilai-nilai moral di dalam melaksanakan
kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan tetap terjaga
dengan cara yang terhormat. Terdapat delapan jenis prinsip etik yaitu autonomy, beneficience,
justice, fidelity, veracity, non-maleficience, confidelity dan accountability. Apabila perawat
melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka perawat berhak memperoleh haknya
sebagaimana dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014. Sedangkan, Jika perawat
melakukan suatu kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan pasien mengalami kerugian dalam
menjalankan praktik mandiri perawat, maka perawat harus bertanggung jawab untuk menerima
sanksi. Pelanggaran etik dibagi menjadi pelanggaran ringan, pelanggaran ringan dan pelanggaran
berat. Sanksi untuk pelanggaran etik meliputi sanksi pelanggaran ringan, sanksi pelanggaran
sedag dan sanksi pelanggaran berat. Terdapat dua macam hukum yaitu perdata dan perdana.
Dalam melakukan tindakan tentunya perawat mengalami dilemma etik.

Dilemma etik mengarah pada manusia membuat keputusan yang salah karena kesulitan.
Dilema etik muncul ketika seseorang harus membedakan antara moral dan tindakan amoral. Pada
kasus dijelaskan bahwa perawat bimbang antara memberikan analgesic pada pasien atau tidak
karena jika diberi terus menerus dapat menyebabkan kematian. Sedangkan keluarga mendesak
ingin diberikan analgesic. Jika perawat menuruti keinginan keluarga maka perawat akan
melanggar prinsip etik beneficience dan non-malificience.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, N. (2013). Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta: D-Medika.

Effendi, M. F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam


Keperawatan.

Maryam. (2016). TanggungJawab Hukum Perawat Terhadap Kerugian Pasien Dikaitkan Dengan
Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen. Jurnal
Katalogis, Vol 4(10) ,Hal 191-192.

Pangaribuan, R. (2016). . PERSEPSI PERAWAT TERHADAP PRINSIP-PRINSIP ETIK


DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN DI ICU RUMAH SAKIT
TK. II PUTRI HIJAU MEDAN. . Jurnal Riset Hesti Medan, 37-44.

Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Kanisius.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.

Setiani, B. (2018). Pertanggungjawabn Hukum Perawat dalam Hal Pemenuhan Kewajiban dan
Kode Etik dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, Vol
8(4) , Hal 501-506.

Suhaemi, M. E. (2003). ETIKA KEPERAWATAN: APLIKASI DAN PRAKTIK. Jakarta:


PENERBIT BUKU KEDOKTERAN.

Setiani, B. (2018, Desember). Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan


Kewajiban Dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia, 8(4), 497-507.

Taufik, M. (2018). ETIKA PLATO DAN ARISTOTELES:Dalam Perspektif Etika Islam. UIN
Sunan-Kalijaga, 27-45.

Wimar, P. V. (2017). ETHICAL DILEMMA. Universitas Mercu Buana, 1-36.

Anda mungkin juga menyukai