Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TUTORIAL KONSEP DASAR KEPERAWATAN

IPE DAN IPC

KELOMPOK 4 :
IIS DIAN SAVIQOH (1911166340)
IRAWATI (1911165196)
LATIFA OKTIFANI (1911165724)
MAHDALENA (1911166520)
MELATI TRYSIANA PASARIBU (1911166586)
MERIN SEMBIRING (1911166538)
MEYSHIN ADELINA NAIBAHO (1911166577)
MUHAMMAD IQBAL (1911166481)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai
kunci keberhasilan asuhan kesehatan di rumah sakit, Perawat dapat dikatakan
professional apabila telah memiliki kompetensi yang diharapkan yaitu kompetensi
intelektual, interpersonal dan teknikal serta berlandaskan pada etika profesi. Oleh
karena itu institusi pendidikan keperawatan yang memproduksi tenaga perawat dan
pelayanan yang menggunakan tenaga perawat ikut bertanggung jawab dalam
pembinaanya termasuk dalam pembinaan etika (Sumijatun, 2011).
Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan yang bisa
disebut benar. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan atau tindakan yang
mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas karena etika bertanggung
jawab secara moral (Wulan, 2011).
Menurut Haryono (2013) permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam
praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan
harapan perawat dan falsafah. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan
masalah etika kesehatan, dalam hal ini di kenal dengan istilah masalah etika biomedis
dan bioetis yang mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah-masalah yang
timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama dibidang biologi dan kedokteran.
Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip etika mengarahkan
banyak perawat untuk memandang care atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban.
Kasus pelanggaran etik yang terjadi Mount Sinai Hospital USA, perawat terlambat
mendeteksi adanya apneu pada bayi. Akibatnya, bayi mengalami hipoksia berat ke
otak yang mengakibatkan cedera otak permanen dan cerebral palsy (Triwibowo,
2012). Kasus tersebut juga pernah terjadi di Indonesia Omnii International Hospital
karena keterlambatan pemberian pelayanan kepada salah satu pasien sehingga
keluarga pasien mengeluhkan tindakan tersebut. Dari kasus tersebut terlihat bahwa
pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan kode etik (Yani, 2009).
Perawat merupakan tenaga pelayanan kesehatan yang selalu berhadapan
langsung dengan pasien, sehingga dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan
berupa asuhan keperawatan perawat harus senantiasa menjunjung kode etik
keperawatan dan menerapkan prinsip etik keperawatan. Kode etik sekaligus
mencegah kesalahpahaman dan konfik karena merupakan kristalisasi prilaku yang
dianggap benar menurut pendapat umum dan berdasarkan pertimbangan kepentingan
profesi, kode etik berisi prinsipprinsip etik yang dianut oleh profesi tertentu
(Triwibowo, 2010)
Menurut Potter and Perry (2005) Perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan berkewajiban berpedoman terhadap 6 prinsip etik keperawatan yaitu: 1)
otonomi (penentuan diri), 2) non malficience (tidak merugi), 3) beneficience
(melakukan hal yang baik), 4) justice (keadilan), 5) veracity (kejujuran), 6) fidelity
(menepati janji). Sedangkan menurut Marquis and Huston (2010) terdapat 7 prinsip
etik keperawatan yaitu: 1) otonomi (penentuan diri), 2) beneficience atau
paternalisme (membuat keputusan untuk orang lain), 3) utiliti
(meyakinkan/membenarkan), 4) keadilan (memperlakukan orang secara adil), 5)
vercity (berbicara jujur), 6) fidelity (menepati janji), 7) kerahasiaan (menghormati
informasi istimewa).
Menurut Purba dan Marlindawati (2010) ada 7 prinsip etik yaitu: 1) outonomy
(penentuan diri) yang merupakan hak para individu untuk mengatur kegiatan-kegiatan
mereka menurut alasan dan tujuan mereka sendiri, 2) beneficience (melakukan hal
yang baik) berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik, 3) juctice (keadilan)
dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan, 4) non malfience (tidak merugi) berarti
segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya/cedera secara
fisik dan psikologik, 5) veracity (kejujuran) berarti penuh dengan kebenaran, 6)
fidelity (menepati janji) dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain , 7) confidentiality (kerahasiaan) Apa yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien.
Penerapan prinsip etik penting untuk dilakukan mengingat perawat yang dalam
melakukan asuhan keperawatan berprilaku tidak etik menimbulkan kerugian bagi
klien sebagai penerima asuhan keperawatan dapat menimbulkan injury atau bahaya
fisik seperti nyeri, kecacatan atau kematian, serta bahaya emosional seperti perasaan
tidak berdaya atau terisolasi Canadian nurses assocation (CNA, 2004). Kerugian yang
dialami klien tersebut akan menyebabkan ketidakpuasan klien yang pada akhirnya
akan berdampak pada citra dan pendapatan rumah sakit (Okpara & College, 2002).
Sebaliknya perawat yang mengetahui tentang prinsip etik dan menerapkannya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien akan menimbulkan kepuasan kepada
klien dan mempertahankan hubungan antara perawat, klien dan petugas kesehatan
lain sehingga klien merasa yakin akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman
dan berkualitas (Malau, 2008).
Penelitian Chiovitti (2011) membahas bagaimana perawat memenuhi tanggung
jawab mereka untuk menyeimbangkan keselamatan pasien di rumah sakit (kebaikan
dan non-sifat mencelakakan) dengan pilihan pasien (otonomi) melalui teori
perlindungan memberdayakan, proses inti keseluruhan pemberdayaan pelindung dan
pertanyaan-pertanyaan reflektif yang terkait adalah sebagai lensa baru untuk
menyeimbangkan keselamatan pasien dengan pilihan perawat. kinerja berdasarkan
prinsip etik dalam memberikan asuhan keperawatan.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang kode etik keperawatan dan standard
praktik keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami defenisi kode etik.
b. Mahasiswa mampu memahami yang termasuk kedalam kode etik.
c. Mahasiswa mampu memahami standart praktik keperawatan.
d. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip kode etik.
e. Mahasiswa mampu memahami kelebihan dan kelemahan kode etik.
f. Mahasiswa mampu memahami hambatan kode etik.
g. Mahasiswa mampu memahami isu kode etik.
h. Mahasiswa mampu memahami aspek legal.
i. Mahasiswa mampu memahami defenisi dilema etik.
BAB II
PEMBAHASAN

Skenario
Apa yang sebaiknya saya lakukan…???

Seorang pasien Tn. A usia 38 tahun masuk UGD RS X menderita sariawan


sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-
angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan
telah turun 10 kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan sopir truk yang sering
pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2
minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Dokter menyuruh pasien untuk di opname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas dan memberikan advice kepada perawat
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darah Tn. A.
Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitna meminta perawat tersebut untuk
segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Hsilnya
mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat
tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter tersebut, perawat
menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan
bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak
memberitahukan penyakitnya kepada Tn. A. keluarga takut Tn. A frustasi, tidak mau
menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi
permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahkan kondisi
yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan
informasi. Tetapi secara kode etik dan standard praktik keperawatan dan profesi
keperawatan, perawat tersebut tetap harus merahasiakan dengan menjalankan prinsip
etik sesuai dengan kasus tersebut.
Step I : Klasifikasi Istilah
1. Advice :
a. Nasehat atau saran
b. Perintah atau terapi
2. HIV / AIDS :
a. Human Immunodeficiency Virus.
b. Acquired Immuni Deficiency Syndrome.
3. Opname : dirawat.
4. Frustasi : Putus asa.
5. Kode etik : norma-norma atau ketentuan yang menentukan baik atau buruknya
seseorang.
6. Dilema etik : bingung memilih diantara 2 pilihan.
7. Prinsip etik : otonomi yang didasarkan mampu berfikir logis dan mampu
membuat keputusan.
8. Profesi :
a. Pekerjaan yang sesuai bidangnya.
b. Pelatihan dan ilmu.
9. Standart praktik keperawatan : SOP.

Step II : Identifikasi Masalah


1. Bagaimana dengan berat badan Tn. A dalam 3 bulan terakhir dapat turun 10 kg?
2. Apakah pekerjaan Tn. A sebagai supir truk resti dengan HIV/AIDS?
3. Apakah pasien tidak berhak untuk mengetahui penyakitnya?
4. Pendekatan apa saja yang dilakukan perawat yang sedang menghadapi dilema?
5. Bagaimana proses terjadinya HIV/AIDS terhadap Tn. A?
6. Sebagai seorang perawat, apa yang sebaiknya perawat lakukan yang telah
mengetahui diagnose dari pasien tersebut, apakah memberitahuya atau
merahasiakannya?
7. Apakah perawat tersebut melanggar kode etik keperawatan ketika menjelaskan
penyakitnya kepada keluarga dan kondisi pasien tersebut?
8. Apa yang sebaiknya dilakukan perawat kepada Tn. A tentang penyakitnya?
9. Apa yang dilakukan tenaga kesehatan saat keluarga mengetahui penyakit Tn. A?
10. Apa saja yang termasuk kedalam standart praktik keperawatan?
11. Prinsip kode etik apa yang sesuai dengan kasus ini?
12. Apa saja contoh dilemma etik yang sering terjadi di keperawatan?

Step III : Curah Pendapat/ Brainstorming


1. Bisa jadi pada saat itu Tn. A sudah terkena HIV/AIDS sehingga mengalami
penurunan berat badan.

2. Ada 4 jawaban :
a. Bisa resti bisa tidak, tergantung kepribadian seksual Tn. A.
b. Bisa dari istri Tn. A yang mengidap HIV/AIDS
c. Tergantung pergaulan Tn. A, apakah suka melakukan sex bebas atau tidak.
d. Bisa saja Tn. A mengkonsumsi narkoba, bisa melalui jarum suntik atau
tetesan darah yang mengenai tangan yang sedang terluka.

3. Ada 2 jawaban :
a. Tidak berhak bila kita jelaskan kepada pasien tentang penyakitnya karena
melanggar kode etik dan standart praktik keperawatan sehingga perawat
harus merahasiakannya sesuai dengan kode etik yang berlaku.
b. Pasien berhak mengetahui penyakitnya jarena itu merupakan hak dari pasien
tersebut.

4. Ada 3 jawaban :
a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan atau konkret.
b. Perawat harus lebih memahami tentang kode etik.
c. Memahami prinsip etika keperawatan.
5. Ada 3 tahap yang terjadi :
a. Virus masuk melalui aliran darah, sehingga membuat kondisi pasien menjadi
lemah, berat badan menurun, dan ini terjadi dalam kurun waktu 2-6 bulan.
b. HIV berkembang, penyebaran virus terjadi 5-10 tahun.
c. ODHA.

6. Ada 2 jawaban :
a. Wajib diberi tahu karena itu merupakan hak pasien.
b. Untuk diagnosa lebih diserahkan kepada dokter, silahkan keluarga atau
pasien bertanya kepada dokter, tetapi untuk kondisi pasien perawat bisa
memberitahunya.

7. Ada 6 jawaban :
a. Melanggar karena bukan haknya perawat untuk menjelaskan.
b. Untuk kondisi, perawat bisa memberitahu keluarga atau pasien..
c. Dokter tidak mengatakan diagnose kepada pasien, akan tetapi lebih ke
penkes.
d. Ketika visit, dokter tidak banyak menjelaskan, tetapi apabila keluarga atau
pasien ingin meminta penjelasan dokter, maka dokter akan menjelaskan.
e. Dokter melimpahkan kepada perawat untuk menjelaskan tentang penyakit
pasien.
f. Perawat hanya berhak menjelaskan kondisi pasien tersebut dan memberi
penkes.

8. Perawat hanya menjelaskan tentang kondisi pasien tersebut dan memberikan


penkes.

9. Mejelaskan tentang kondisi pasien dan memberi dukungan kepada pasien


penderita HIV/AIDS.
10. Ada 3 jawaban :
a. Memerlukan modal konsep menjadi dasar praktek.
b. Membutuhkan hubungan saling membantu interaksi perawat dank lien.
c. Menuntut perawat untuk memenuhi tanggug jawab profesi.

11. Otonomi.

12. Ada 5 jawaban :


a. Agama dan kepercayaan.
b. Berkata jujur tentang keadaan klien.
c. Membagi perhatian.
d. Hubungan perawat dengan pasien.
e. Hubungan perawat dengan dokter.
Step IV : Mapping

Tn. A usia 38 tahun

HIV/AIDS

Perawat/Klien/Keluarga

Kode Etik Standart Praktik Keperawatan


keperawatan

Dilema Etik

Konsep Kode Etik

Strategi Pemecahan Masalah


Step V : Learning Objektif
1. Defenisi kode etik.
2. Apa-apa saja yang termasuk kedalam kode etik.
3. Standart praktek keperawatan.
4. Prinsip kode etik keperawatan.
5. Kelebihan dan kelemahan kode etik keperawatan.
6. Hambatan kode etik keperawatan.
7. Isu kode etik keperawatan.
8. Aspek legal keperawatan
9. Defenisi dilema etik.

Step VI : Mandiri

Step VII : Pemaparan Hasil


1. Defenisi Kode Etik
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos, yang berhubungan
dengan pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan
karena tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus
dilakukan. Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber
dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sifat menerima) dan kepercayaan
dari profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai
dan situasi individu yang dilayani.
Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina
profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional.
Kode etik yaitu menerapkan konsep etis karena profesi bertangungjawab
pada manusia dan menghargai kepercayaan serta nilai individu.
2. Standart praktek keperawatan
Karena keperawatan telah meningkat kemandiriannya sebagai suatu profesi,
sejumlah standar praktek keperawatan telah ditetapkan. standar untuk praktek
sangat penting sebagai petunjuk yang obyektif untuk perawat memberikan
perawatandan sebagai kriteria untuk melakukan evaluasi asuhan ketika standar
telah didefinisikan secara jelas, klien dapat diyakinkan bahwa mereka
mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi, perawat mengetahui
secara pasti apakah yang penting dalam pemberian askep dan staf administrasi
dapat menentukan apakah asuhan yang diberikan memenuhi standar yang
berlaku, seperti :
a. Standar Canadian Association untuk praktek keperawatan :
1. Praktik keperawatan memerlukan model konsep keperawatan yang menjadi
dasar praktek.
2. Ptraktek keperawatan memerlukan hubungan yang saling membantu untuk
menjadi dasar interaksi antara klien-perawat
3.Praktek keperawatan menuntut perawat untuk memenuhi tanggung jawab
profesi.

b. Standar Perawatan:
Menguraikan tingkat asuhan keperawatan yang kompeten seperti yang
diperlihatkan oleh proses keperawatan yang mencakup semua tindakan penting
yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan perawatan dan membentuk
dasar pengambilan keputusan klinik:
1. Pengkajian : Perawat mengumpulkan data kesehatan pasien.
2. Diagnosa : Perawat menganalisis data yang diperoleh melalui pengkajian
untuk menentukan diagnose.
3. Identifikasi hasil : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara
individual pada pasien.
4. Perencanaan : Perawat membuat rencana perawatan yang memuat
intervensi-intervensi untukuntuk mencapai hasil yang diharapkan.
5. Implementasi : Perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang
telah diidentifikasi dalam rencana perawatan.
6.Evaluasi : Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap pencapaian
hasil.

c. Standar Kinerja Profesional


1. Kualitas perawatan : perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan
keefektifan praktik keperawatan.
2. Penilaian kinerja : Perawat mengevaluasi praktik keperawatan dirinya
sendiri dalam hubungannya dengan standar-standar praktik profesional dan
negan peraturan yang relevan.
3. Pendidikan : Perawat mendapatkan dan mempertahnkan pengetahuan
sekarang dalam praktik keperawatan.
4. Kesejawatan : Perawat memberikan kontribusi pada perkembangan profesi
dari teman sejawat, kolega dan yang lainnya.
5. Etik : Keputusan dan tindakan perawat atas nama pasien ditentukan dengan
cara etis.
6. Kolaborasi : Perawat melakukan kolaborasi dengan pasien, kerabat lain,
dan pemberi perawatan kesehatan dalam memberikan perawatan pada pasien.
7. Riset : Perawat menggunakan temuan riset dalam praktik.
8. Penggunaan sumber : Perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keamanan.

3. Prinsip kode etik keperawatan


a. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus
menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak
memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya
baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan.

b. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan


hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan.
Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk
memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak
dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.

c. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika


perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk
serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat
harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian
bertindak sesuai dengan asas keadilan.

d. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan


bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang
menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse
darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien
semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse
darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence
walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince.

e. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun
harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi
yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
f. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki
komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.

g. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien


harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien
hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan
klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.

h. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti


bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak
jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri
sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat.
Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat
oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan
masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

4. Isu kode etik keperawatan


a.  Isu-isu Etika Biomeidis
Isu etika biomedis menyangkut persepsi dan perilaku profesional dan
instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran,
pada saat-saat sejak lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera,
menjadi tua, sampai saat-saat menjelang akhir hidup, kematian dan malah
beberapa waktu setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi
dalam isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak revolusi
biomedis sejak tahun 1960-an, yang antara lain berakibat masalah dan dilema
baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan propesinya. Etika biomedis
dalam arti ini didefinisikan oleh International association of bioethics sebagai
berikut; Bioetika adalah studi tentang isu-isu etis,sosial,hukum,dan isu-isu
lainyang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi (terjemahan
oleh penulis).
Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu etika
medis’tradisional’ yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih banyak
menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik antara dokter dan
pasien. Kemungkinan adanya masalah etika medis demikianlah yang dalam
pelayanan di rumah sakit sekarang cepat oleh masyarakat (dan media masa)
ditunding sebagai malpraktek.
b. Isu-isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam
arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa
genetik,teknologi reproduksi,eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ,
penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu pada akhir hidup, kloning terapeutik dan
kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi di atas tentang bioetika oleh
International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika, tetapi
juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan,
ekonomi,kependudukan,lingkungan hidup,dan mungikin juga isu-isu di bidang
lain.
Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam
arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal saja-misalnya penanganan
masalah etika medis ‘tradisional’- melainkan kepedulian dan bidang kajian
banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang masalah-masalah yang timbul
karena perkembangan bidang biomedis pada skala mikro dan makro,dan tentang
dampaknya atas masyarakat luas dan sistemnilainya,kini dan dimasa mendatang
(F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian bioetika yang
sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia.Dengan
demikian,identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis dalam arti pertama
tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini. yang perlu diketahui dan diikuti
perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah tentang ‘fatwa’ pusat-pusat
kajian nasional dan internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti
PBB, WHO, Amnesty International, atau’fatwa’ Akademi Ilmu Pengetahuan
Nasional (diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit
sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh
lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang terhormat itu. Dan jika
terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum diketahui solusinya,pendapat
lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta.

c. Isu-isu Etika Medis


Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam
pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan
terjadinya malpraktek. Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan
tanggung jawab institusional rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu
dapat berdasar pada ketentuan hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha Negara)
atau pada norma-norma etika.

d. Keperawatan Pelaksanaan Kolaborasi Perawat dengan Dokter


Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun
didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi
tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian
kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang
menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint
Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa
tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan
kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan. Apapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih
baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas
hidup.
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika
hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu
terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-
masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah
pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan
dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang
dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat
merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan
bantuan kepada pasien.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran
pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik
setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership
kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome
yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan
memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan
dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang
dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat
merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan
bantuan kepada pasien.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran. Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien.
1. Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim
akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi :
pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi
yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama
anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien
dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana
menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya
dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin
tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan
sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi
yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi,
otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung
suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung
jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup
kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah
efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi
duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan
seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan
konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai
suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang
ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi.
Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,
menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan
ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain.
g. Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama
kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi
perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring
perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra
dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah
untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik
medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab
hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi
perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar
dapat mengantisipasi perubahan.Pertemuan profesional dokter-perawat
dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam lingkungan rumah
sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi
terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem
atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi
kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama,
dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan
strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
h. Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara
dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa
kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang
telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar
informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif.
Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan
sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan
pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan
pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga
terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
i. Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,
hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat
menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga
menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam
pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan
status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan
perawat terjadi secara efektif.
j. Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan
kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan
berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat
dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau
minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan
keahlian perawat.
5. Aspek legal keperawatan
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang
sesuai dengan hukum.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri.
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan
posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang di tujukan untuk
penyelamatan jiwa.
f. Perawat menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang
prakteknya.
g. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah.
h. Persyaratan praktek perorangan sekurang-kurangnya memenuhi:
1. Tempat praktek memenuhi syarat
2. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir atau
buku kunjungan, catatan tindakan, dan formulir rujukan.
i. Larangan perawat dalam melakukan praktek :
1. Praktek di larang menjalankan praktek selain yang tercantum dalam izin
dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan
lain, di kecualikan dari larangan ini.
3. Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan
atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran.
4. Peringatan tertulis paling banyak dilakukan 3 kali, apabila tidak di
indahkan SIK dan SIPP dapat di cabut.
5.   Sebelum SIK dan SIPP di cabut kepala dinas kesehatan terlebih dahulu
mendengar pertimbangan dari MDTK dan MP2EM.

j. Sanksi seorang perawat, yaitu :


1. Pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 bulan.
2. Pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 bulan.
3. Pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 tahun.
4. Penetapan pelanggaran di dasarkan pada motif pelanggaran serta situasi
setempat.

5. Defenisi dilema etik


Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit dimana alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik
tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis,
seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional bukan emosional
(Wulan, 2011). Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau
salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan
tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil
keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan
suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi
dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari apa yang telah di uraikan di atas, bisa di tarik suatu kesimpulan
bahwa untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim
kesehatan harus saling bekerjasama. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan
lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi
profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh
seperti kerjasama, sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi
efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Penangananan
masalah yang efektif dan cepat dalam mengatasi masalah antara anggota tim
kesehatan dapat memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang
berkualitas.
B. Saran
Kode etik keperawatan bukan hanya sebagai syarat administratif ,tetapi
juga berfungsi sebagai landasan bagi perawat dalam menjalankan profesinya.
Untuk itu setiap perawat diharapkan dapat benar-benar mengetahui dan mengerti
tentang kode etiknya serta fungsi dan juga tujuan dari dibentuknya koe etik ini
agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan lebih baik dan
profesional sesuai dengan kode etiknya.
Agar seorang perawat memiliki etika yang baik,diperlukan pembelajaran
etika keperawatan secara dini.

Anda mungkin juga menyukai