Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Dalami (2010) Perawat merupakan salah satu profesi yang


selalu berhubungan dan berinterkasi langsung dengan klien, baik klien
sebagai individu, keluarga, keompok dan masyarakat. Oleh karena itu,
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk
memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar
seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka
ia harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktek keperawatan
itu sendiri, yaitu perawat membantu klien untuk mencapai tingkat
kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi klien
mengekspresikan kebutuhannya. Perawat mendukung martabat
kemanusiaan dan berlaku sebagai advokat bagi kliennya, perawat
menjaga kerahasiaan klien, berorientasi pada akuntabilitas perawat dan
perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten, etik dan aman.
Menurut Ismani (2001) Hubungan antara perawat dan pasien atau
tim medis yang lain tidaklah selalu bebas dari masalah. Perawat
profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang
mungkin mereka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam
praktek prefesional. Kemajuan dalam bdang kedokteran, hak klien,
perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian
terhadap etik. Standar perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang
disusun oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan negara
bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik
dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan diri
klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlihat.
Dalam berjalannya proses semua semua profesi termasuk profesi
keperawatan didalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang
membutuhkan berbagai alternatif jawaban yang belum tentu jaaban-

1
jawaban tersbut bersifat memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering
dikatan dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak
adanya kasus dilema etik sehigga seorang perawat harus benar-benar
tahu tentang etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik
supaya didapatkan keputusan yang terbaik.
           Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat
dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun
bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya baik itu pelanggaran
yang terkait dengan etika ataupun pelanggaran terkait dengan masalah
hukum.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa maksud pengertian Masalah Etik dan Hukum pada Profesi
Keperawatan?
1.2.2 Apa saja ciri accountable dan reliable perawat?
1.2.3 Apa saja tanggung jawab dasar profesi keperawatan?
1.2.4 Bagaimana perkembangan etik profesi?
1.2.5 Bagaimana implikasi tanggung jawab etik profesi?
1.2.6 Apa saja tantangan terhadap etik profesi keperawatan?
1.2.7 Apa prinsip-prinsip Etika Keperawatan?
1.2.8 Apa fungsi dari Hukum dalam Keperawatan?
1.2.9 Apa saja pasal Undang-Undang dalam Profesi Keperawatan?
1.2.10 Apa saja masalah dan solusi yang terjadi pada Profesi
Keperawatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami Masalah Etik dan Hukum pada
Profesi Keperawatan.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Pengertian Masalah Etik dan Hukum pada Profesi
Keperawatan.
2. Mengetahui Ciri Accountable Dan Reliable Perawat
3. Mengetahui Tanggung Jawab Dasar Profesi Keperawatan
4. Mengetahui Perkembangan Etik Profesi
5. Mengetahui Implikasi Tanggung Jawab Etik Profesi
6. Mengetahui Tantangan Terhadap Etik Profesi Keperawtan
7. Mengetahui Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan
8. Mengetahui Fungsi Hukum dalam Keperawatan.
9. Mengetahui Dasar Hukum Perundang-undangan dalam Profesi
Keperawatan.
10. Mengetahui masalah dan solusi yang terjadi pada Profesi
Keperawatan..

1.4 Manfaat
1. Bagi Responden

Memberikan informasi kepada pembaca bahwa pentingnya peran


pengetahuan terhadap Etika dan Hukum pada Profesi Keperawatan agar
tidak menimbulkan suatu masalah yang serius.

2. Bagi Lembaga

Dengan adanya makalah ini dapat menambah masukan bagi pendidikan


dalam mengembangkan mata kuliah keperawatan dan peran serta dalam
proses pencegahan terhadap masalah yang ditimbulkan.

3. Bagi Profesi

Adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan, informasi tentang


etika dan hukum keperawatan dalam meningkatkan kualitas kinerja pada
pelayanan.

3
4. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dan latihan bagi kami dalam mengajarkan ilmu


keperawatan serta mengkajinya dan berusaha menyelesaikan
permasalahan yang ada di lapangan.

5. Bagi Rumah Sakit

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan dan


informasi bagi Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan
sehingga klien mendapatkan tingkat kepuasan dan kepercayaan terhadap
Rumah Sakit yang bersangkutan.

6. Bagi Keluarga

Makalah ini dapat memberikan informasi baik saran maupun kritikan


mengenai Etika dan Hukum pada Profesi Keperawatan.

7. Bagi Dinas Kesehatan

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat mempertanggungjawabkan


Etika dan Hukum pada Profesi Keperawatan yang berlaku.

4
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Pengertian
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih)
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral
atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukanyang benar atau
salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa
yangharus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Nilai-
nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada
pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat.
Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah
dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah, apa yang
dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah, dan apa yang
dilakukan jika semua solusi tampak salah. Dilema etik dapat bersifat
personal ataupun profesional.
Menurut Araskar dan David (1978) Etika merupakan kata yang
berasal dari Yunani, etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu
Ethos berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang
diharapkandan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan
keputusan benar atau tidaknya suatu perbuatan.
Menurut Supriadi (2001) Hukum adalah kumpulan peraturan yang
berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan etika adalah kumpulan peraturan
yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah laku
atau etika. Hukum dalam keperawatan adalah kumpulan peraturan yang
berisi kaidah-kaidah hukum keperawatan yang rasionalogic dan dapat
dipertanggung jawabkan.

5
2.2 Ciri Accountable Dan Reliable Perawat

Untuk dapat memahami perkembangan dan langkah-langkah


pengembangan profesi keperawatan, perlulah dipahami dahulu apa yang
dimaksud dengan profesi serta ciri-ciri yang dimiliki oleh profesi.
Profesi berasal dari perkataan profession yang menurut Wilensky
(1964) berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan dukungan body of
knowledge sebagai dasar bagi perkembangan teori yang sistematis,
menghadapi banyak tantangan baru dan karena itu membutuhkan
pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, memiliki kode etik serta
orientasi utamanya adalah melayani (alturism). 
Dari batasan profesi ini jelaslah bahwa pengertian profesi tidaklah
sama dengan okupasi (occupation). Sekalipun keduanya sama-sama
menunjuk pada suatu pekerjaan yang dapat menghasilkan nafkah, tetapi
profesi tidak sama dengan okupasi. Profesi mempunyai ciri-ciri tersendiri,
yang secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Fromer, 1961;
Wilensky, 1964, Sussman, 1966) sebagai berikut.

1) Pekerjaan profesi didukung oleh body of knowledge yang jelas


wilayah garapan keilmuan (ontology), metodologi keilmuan
(epistomology) serta pemanfaatan keilmuannya (axiology).
2) Keahlian profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan profesi
yang terarah, terencana, terus menerus dan berjenjang (life long
education).
3) Pekerjaan profesi diatur oleh kode etik profesi (code of professional
ethics) serta diakui secara legal melalui perundang-undangan.
4) Peraturan dan ketentuan yang mengatur hidup dan kehidupan
profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan
kode etik), serta pengawasan terhadap pelaksanaan pelbagai
peraturan dan ketentuan profesi tersebut dilakukan sendiri oleh
warga profesi (self regulation).

Bertitik tolak dari ciri-ciri diatas, khususnya ciri yang keempat, yakni
perlunya menyusun serta mengawasi pelaksanaan berbagai peraturan

6
dan ketentuan profesi, maka untuk setiap profesi perlu dibentuk suatu
wadah khusus yang menghimpun para warga profesi. Dikenal dengan
nama organisasi profesi (professional organization). Jika dibandingkan
dengan pelbagai organisasi lainnya yang ada di masyarakat, organisasi
profesi memiliki beberapa ciri tersendiri. Ciri-ciri yang dimaksud antara lain
adalah sebagai berikut.
1) Umumnya untuk satu profesi hanya ada satu organisasi profesi,
yang para anggotanya berasal dari satu profesi saja, dalam arti
telah menyelesaikan pendidikan profesi dengan dasar-dasar
keilmuan yang sama.
2) Misi utama organisasi profesi adalah untuk merumuskan kode etik
profesi (code of professional ethics), merumuskan kompetensi
profesi (professional competency), serta memperjuangkan
tegaknya kebebasan profesi (professional autonomous).
3) Kegiatan pokok organisasi profesi adalah menetapkan serta
merumuskan standar pelayanan profesi (standards of professional
services) yang kode etik (code of professional ethics) termasuk
kedalamnya, merumuskan dan menetapkan standar pendidikan
dan pelatihan profesi (standards of professiobal education and
training), serta menetapkan dan memperjuangkan kebijakan dan
politik profesi (professional policy)

2.3 Tanggung Jawab Dasar Profesi Keperawatan

Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya


yaitu menjalakan tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar.
Tantangan dalam profesi keperawatan salah satunya yaitu mempunyai
tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada
kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung
jawab terhadap Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab
tehadap klien dan masyarakat (Responsibility to Client and Society), dan

7
tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to
Colleague and Supervisor). Tanggung jawab secara umum, yaitu;

1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya.


2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau
obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada
dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
3. Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal
kerahasiaan informasi.
4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-
pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan
oleh dokter.
5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal
penting kepada orang yang tepat.

2.4 Perkembangan Etik Profesi Keperawatan

1) Pengembangan sistem pendidikan keperawatan

Bahwa pengembangan profesi keperawatan sangat ditentukan oleh


keberhasilan program pendidikan profesi keperawatan, barangkali tidak
perlu dikemukakan lagi. Untuk ini banyak hal yang dipandang masih perlu
dilakukan. Disamping tetap secara gigih memperjuangkan konversi
Sekolah Perawat Kesehatan menjadi Akademi Perawat dan peningkatan
mutu pendidikan Akademi Perawat, maka hal lain yang dipandang perlu
untuk segera dilakukan adalah menyempurnakan serta mengembangkan
sistem pendidikan tinggi keperawatan.

2) Pengembangan sistem pelayanan keperawatan

Jika ditinjau pelbagai masalah yang menyangkut perkembangan


profesi keperawatan pada saat ini, masalah pengembangan sistem

8
pelayanan keperawatan ini dipandang merupakan hal yang amat pokok.
Karena sampai saat ini harus diakui, sekalipun body of knowledge profesi
keperawatan telah mendapat pengakuan, serta pendidikan sarjana
keperawatan telah berhasil dilaksanakan, tetap saja kejelasan pelayanan
keperawatan belum dimiliki. Sampai saat ini, banyak perawat yang bekerja
di rumah sakit belum dapat menyelenggarakan pelayanan keperawatan
yang sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang dimilikinya. Sementara
itu di masyarakat, banyak ditemukan para perawat yang
menyelenggarakan praktek, yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan
penerapan ilmu dan keterampilan keperawatan .

3) Pemantapan sistem pengembangan karier tenaga perawat

Untuk dapat lebih menjamin terselenggaranya pelayanan


keperawatan yang profesional, dipandang perlu pula untuk segera
mengembangkan sistem pengembangan karier tenaga keperawatan.
Pelbagai jenjang jabatan struktural keperawatan, terutama di rumah sakit,
harus segera dapat diciptakan.

4) Pemantapan sistem imbal jasa tenaga perawat

Betapa pun terdididiknya tenaga keperawatan yang dimiliki, dan


atau betapa pun baiknya sistem pelayanan keperawatan yang telah
diterapkan, tetapi jika tenaga perawat tersebut tidak mendapatkan imbal
jasa yang layak, tentu saja pelayanan keperawatan profesional akan sulit
terwujud. Untuk terwujudnya sistem imbal jasa yang layak ini disarankan
besarnya gaji yang diterima perawat perlu ditinjau kembali. Atau jika
mungkin dapat diberlakukan pula sistem imbal jasa keperawatan,
sebagaimana yang telah diberlakukan dengan sistem imbal jasa medis
untuk tenaga medis.

9
5) Menyempurnakan organisasi profesi keperawatan

Menyadari bahwa peranan organisasi profesi sangat menentukan


dalam menetapkan pelbagai peraturan dan kebijakan profesi, maka
dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan organisasi profesi
keperawatan yang saat ini dimiliki. Untuk tertipnya hidup dan kehidupan
profesi, memang sangat diperlukan peran aktif organisasi profesi dalam
menetapkan pelbagai standar pendidikan dan pelatihan profesi, pelbagai
standar pelayanan profesi, serta pelbagai mekanisme pengawasan
praktek profesi. Atau jika sekiranya upaya menyempurnakan organisasi
profesi keperawatan yang ada saat ini, karena satu dan lain hal, dinilai
sulit dilakukan, tidakkah waktunya untuk mempertimbangkan perlunya
mendirikan organisasi profesi keperawatan lain yang lebih sesuai.

2.5 Implikasi Tanggung Jawab Etik Profesi

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan,


mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi
penderitaan.

a. Tanggung jawab perawat terhadap masyarakat keluarga dan


penderita
 Perawat dalam rangka pengabdiannya senantiasa
berpedoman kepada tanggung jawab yang pangkal tolaknya
bersumber dari adanya kebutuhan akan perawat untuk
orang seorang, keluarga dan masyarakat.
 Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya dalam bidang
perawat senantiasa memelihara suasana lingkungan yang
menghomati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari orang seorang, keluarga
atau penderita, keluarganya dan masyarakat.

10
b. Tanggung jawab perawat tehadap tugas
 Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disetai kejujuran profesional dalam
menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan
sesuai dengan kebutuhan orang seorang atau penderita,
keluarga dan masyarakat.
 Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan
kepadanya.
 Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan
ketermpilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan
dengan norma-norma kemanusiaan.
 Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya
senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak
terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik
yang dianut serta kedudukan sosial.
 Perawat senantiasa mengutamakan perlindunagan-
perlindungan dan keselamatan penderita dalam
melaksanakan tugas keperawatan, serta dengan matang
mempetimbangkan kemampuan jika menerima dan
mengalihtugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya
dengan perawatan. 

c. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan


profesional kesehatan lain
 Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara

sesama perawat dengan tenaga kesehatan lainnya baik


dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
secara keseluruhan.

11
 Perawat senantiasa menyebar luaskan pengetahuan,
keterampilan dan pengalamanya kepada sesama perawat
serta menerima pengetahuan dan pengalamanya kepada
sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi bidang perawatan.

d. Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawatan


 Perawat selalu berusaha meningkatkan pengetahuan
profesional secara sendiri-sendiri dan atau bersama-
bersama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan,keterapilan dan pengalam yang bermanfaat
bagi pengembangan perawatan.
 Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi
perawatan dengan menunjukkan peri/tingka laku dan sifat-
sifat pribadi yang tinggi.
 Perawat senantiasa berperan dalam menentukan
pembakuan pendidikan dan pelanyanan perawat an serta
menerapkanya dalam kegiatan-kegiatan pelayanan
danpendidikan perawatan.
 Perawatan secara bersama-sama  membina dan
memelihara mutu organisasi profesi perawatan sebagai
sarana pengabdian.

e. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah,banggsa dan tanah


air
 Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan
sebagai kebijaksanaan yang di gariskan oleh perintah dalam
bidang kesehatan dan perawatan.
 Perawat senantiasa berperan secara  aktif dalam
menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.

12
2.6 Tantangan Terhadap Etik Profesi Keperawatan
Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin
meningkat. Seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai
profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan.
Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini
sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi dominan yaitu;
keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik
keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan
adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola
penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban,
perubahan system pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada
supra system dan pranata lain yang terkait.
Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari
semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga
pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya peran serta
pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi
kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam
melahirkan perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta
pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya
dalam mewujudkan perubahan ini. Profesi memiliki beberapa karakteristik
utama sebagai berikut.
1. Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya,
demikian juga landasan dasarnya.
2. Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang
mengarah pada keterampilan, kemampuan, pada orma-norma
tertentu.
3. Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
4. Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat
keputusan dan melakukan tindakan.
5. Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan
praktik keperawatan.

13
Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya
yaitu menjalakan tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar.
Tantangan dalam profesi keperawatan salah satunya yaitu mempunyai
tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada
kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung
jawab terhadap Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab
tehadap klien dan masyarakat (Responsibility to Client and Society), dan
tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to
Colleague and Supervisor). Tanggung jawab secara umum yaitu sebagai
berikut.

1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya.


2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau
obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada
dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
3. Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal
kerahasiaan informasi.
4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-
pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan
oleh dokter.
5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal
penting kepada orang yang tepat.

Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu tantangan dalam profesi
keperawatan didasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Tanggung gugat bertujua untuk :
1) Mengevaluasi praktisi-praktisi professional baru dan mengkaji ulang
praktisi-praktisi yang sudah ada.
2) Mempertahankan standart perawatan kesehatan
3) Memberikan fasilitas refleksi professional, pemikiran etis dan
pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari professional perawatan
kesehatan
4) Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.

14
2.7 Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan

1. Otonomi

Prinsip otonomi merupakan bentuk resfek terhadap seseorang atau


dipandang sebagai persetujuan tanpa paksaan dan bertindak secara
rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri.

2. Berbuat Baik

Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan


memerlukan pencegahan kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain.

3. Keadilan.

Keadilan dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap


orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

4. Tidak Merugikan.

Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan


bahasa fisik dan psikologis pada klien.

5. Kejujuran.

Prinsip kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan


kemampuan seseorang mengatakan kebenaran.

6. Menepati Janji
Prinsip menepati janji dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga
sunguh-sunguh sebab merupakan sesuatu yang privasi.

15
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang
profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.

2.8 Fungsi Hukum Keperawatan

Menurut Kozier, Erb (1990) Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi


keperawatan :

a) Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan


keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.
b) Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.
c) Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri.
d) Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan
dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah
hukum.

2.9 Dasar Perundang-Undangan Pada Profesi Keperawatan

Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan


penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai
berikut:

1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian


kesembilan pasal 32 (Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan).
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen.
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang
Rumah Sakit.
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi
surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik

16
No.105/Yan.Med/RS.Umdik/ Raw/I/88 tentang penerapan standard
praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik
perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik
perawat.

Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek


keperawatan memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan
perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh
karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus
memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek
hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut Fry (1990) menyatakan bahwa
akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab
dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat
dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat
dibenarkan atau absah.

2.7 Masalah Etik dan Hukum pada Profesi Keperawatan

Salah satu permasalahan etik dan hukum pada profesi keperawatan


adalah sebagai berikut.

1. Berkata Jujur
Berkata jujur yaitu mengatakan hal yang benar. Memberikan
informasi dan memberikan jawaban yang benar sesuai dengan
pertanyaan atau memberikan penjelasan informasi sesungguhnya.
Dalam konteks berkata jujur ada istilah yang disebut desepsi yang artinya
membuat orang lain tidak percaya terhadap suatu hal yang tidak benar,
meniru atau membohongi. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi
dimana seseorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini
salah. Tindakan desepsi secara etika tidak dibenarkan.

17
Kejujuran merupakan prinsip etis yang mendasar. Berkata jujur bersifat
tidak mutlak, sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan.
Berkata jujur hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat
dan klien.

2. AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV .Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan
pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-
kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas
kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Perawat bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS. Perawat
yang merawat penderita AIDS mengalami berbagai stress pribadi
termasuk takut tertular, serta emosi pada klien fase terminal.

18
3. Abortus

Abortus telah menjadi salah satu masalah etika. Berbagai pendapat


baik yang pro maupun kontra. Abortus secara umum dapat diartiakan
sebagai penghentian kehamilan secara spontan. Pihak yang pro
mengatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan
kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan pihak antiaborsi cenderung
mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah.

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau


pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah
“Abortus Provocatus Criminalis”. Yang menerima hukuman adalah
sebagai berikut.

1) Ibu yang melakukan aborsi.


2) Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi.
3) Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Beberapa pasal yang terkait adalah:

Pasal 229

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau


menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara     paling lama empat
tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan,
atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam
menjalani pencarian maka  dapat dicabut haknya untuk melakukan
pencarian itu.

19
Pasal 341

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja
merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri,
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4. Eutanasia
Eutanasia merupakan masalah bioetis. Eutanasia terdiri atas
euthanasia volunteer, involunter, aktif dan pasif. Pada kasus euthanasia
volunteer, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal
dunia. Pada euthanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian
dilakukan bukan atas dasar persetujuan klien dan sering kali melanggar
keinginan klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan sengaja yang
menyebabkan klien meningggal, misalnya dengan menginjeksi obat dosis
letal. Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hokum dan
dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif
dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif
yang mempertahankan hidupnya. Eutanasia pasif sering disebut sebagai
euthanasia negative.
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada
pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

20
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal
Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo
Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
"Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

21
BAB III
CONTOH KASUS

3.1 Kasus 1

Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2


orang anak yang ber umur 6 dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan
suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan umum. Saat ini Ny.D dirawat
di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan
Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan
klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim,
karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan
telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam
dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan
dijalaninnya. Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu
perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi
adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya
yang akan menjelaskannya.
Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat
ruangan yang merawatnya, yaitu:
“Apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami
masih ingin punya anak.
“Apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi”
“Apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya
menjawab secara singkat,
“Ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”
yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan
dokternya…ya.”

22
Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan
memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin
punya anak lagi.

3.2 Kasus 2

Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang


perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna
memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang
penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai 

23
BAB IV
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Kasus 1

Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkn dua atau lebih
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki
landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk
menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan
pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat
karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya.
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus
Ny.D, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka
pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari
informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:
Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah atau
kandungan, rohaniawan dan perawat.

Tindakan yang diusulkan yaitu:


Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.D.
tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya
menggorogoti tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang
diharapkan, karena pasien masih meginginkan keturunan.
Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan,
konselor, advocasi diharapkan pasien mau menjalani operasi serta dapat
membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.

24
Dengan tujuan agar Agar kanker rahim yang dialami Ny.D dapat diangkat
(tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu:
Bila operasi dilaksanakan:
Biaya : biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk
pelaksanaan operasinya.
Psikologis : pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila
operasi berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada
kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal.
Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya
bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan.
Fisik : klien mempunyai bentuk tubuh yang normal.
Biaya : biaya yang dibituhkan klien
Biaya : tidak mengeluarkan biaya apapun.
Psikologis : klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi
kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa
sulit dingan penyakitnya.
Fisik : timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan
sesudah senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.
Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut,
perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien.
Apabila tindakan operasi dilaukan perawat dihadapkan pada konflik tidak
melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral.
Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat
kawatir akan kondisi Ny.D akan semakin parah dan stress, putus asa akan
keinginannya untuk mempunyai anak
Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak
melaksanakan prinsip-prinsip professional perawat
Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi
wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan
perawat tidak bekerja sesuai standar profesi.

25
Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi
termasuk dampak setelah dioperasi. Menjelaskan dengan jelas dan rinci
hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan tindakan
operasi. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan
keinginan dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat
dan sebagainnya. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada
keluarga atas penolakan tindakan operasi dan memberikan alternative
tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. Memberikan
advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat
penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan
kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang
rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak
dilakukan. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan
siapa pengambil keputusan yang tepat.
Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan
rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tidak, tidak dapat
diputuskan pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama
yang meliputi:
1. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan
mengapa mereka ditunjuk.
2. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
3. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social,
ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
4. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
5. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh
tindakan yang diusulkan.
Dalam kasus Ny.D. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi
atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan
memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk
memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan

26
yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.D dan keluarga. Sedangkan
perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar
pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan
bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik
dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang
penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien
setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid
tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi
yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap
sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan
semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan
dokter bedahnya.

Mendefinisikan kewajiban perawat


Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu
membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
meningkatkan kesejahteran pasien
2. Membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi,
hak dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem
pendukung
3. Melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang
disesuikan dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP
yang berlaku diruangan tersebut.
4. Membuat keputusan.
Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah,
mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan
yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau

27
keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut
dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah
tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal
penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali
dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan,
apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi
asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.
Pada kondisi kasus Ny.D. dapat diputuskan menerima penolakan
pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis,
menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan
dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi.
Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam
pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.D. Tetapi harus juga diingat
dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan
yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.D sebagai bentuk
tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya.
Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua
pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien
dan keluarga.
Kesimpulan dari kelompok kami adalah sebagai berikut.
e) Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien
dan keluarganya serta pertimbangan tim kesehatan sebagai
seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi
berhasil atau tidaknya adalah kehendak yang maha kuasa sebagai
manusia hanya bisa berusaha. Dan pula bertentangan dengan
fungsi keperawatan membantu dalam mempertahankan standar
praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki
akuntabilitas di bawah hukum.

3.2 Analisa Kasus 2

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang


telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh

28
Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya
di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,  pasal
1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu,
keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan
tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana
keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien
dengan tidak memasang penghalang tempat tidur. Selain itu perawat
tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan
keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya
sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan
mengalami patah tungkai. Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan
sesuai standar profesi/batas kewenangan. Dari kasus tersebut perawat
telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti patah
tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang
termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat
dijerat hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena


lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP,
karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:
Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau

29
kalangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau
pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan
Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya
hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat
hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana
ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan
dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu
tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit
atau sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal
54 :

1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau


kelalaian dalam melak-sanakan profesinya dapat dikenakan
tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan

Kesimpulan yang dapat kami ambil adalah sebagai berikut.

Dalam kasus di atas perawat harus kooperatif, bertanggung jawab,


berbuat baik sesuai dengan prinsip etika keperawatan dan dapat
menyalahi aturan hukum yang berlaku. Hal ini perawat yang awalnya
sebagai profesi dapat di hukum dan mendapatkan sanksi. Kasus ini

30
tergolong dalam mallpraktek. Ada pula kasus ini bertentangan dengan
fungsi dan hukum pada etika keperawatan yang seharusnya yaitu hukum
memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum.

31
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Standard perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun


oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian
atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik dalam
pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien,
profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki
tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai
advokat klien
Adapun hukum kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam
melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat
yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka
perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai
kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi
keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek
keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan
praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan
perundangan yang berlaku.
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa
menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan
kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan
klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan
penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat
dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri

32
perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.
Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang
dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan
keperawatan dapat dipertahankan.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat meningkatkan


kualitas maupun kuantitas dalam melakukan pelayanan Rumah Sakit
dengan tujuan untuk meminimalisir masalah yang timbul dalam Rumah
Sakit tersebut.

33
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin,H. 2001. Dasar-dasar keperawatan professional. Jakarta:


Widya Medika.
Amir & Hanafiah. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi
ketiga: Jakarta: EGC.
Blum HL. 1974. Planning for health, development and application of social
change therory. New York: Human Science Press
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third
Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
Fakultas Ilmu Keperawatan UI. 1997. Pendidikan sarjana keperawatan.
Jakarta: FIK-UI
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya  Medika .
Konsorsium Ilmu-Ilmu Kesehatan DEPDIKBUD. 1991. Sistem penataan
fakultas, jurusan dan program studi bidang kesehatan. Jakarta: KIK-
DEPDIKBUD
Kozier. 2000. Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. 
Philadelphia. Addison Wesley.
Levey S, Loomba PN. Health care administration: a managerial
prepective. Phil: JP Lippincott Comp, 1973.
Lubis Sofyan. 2009. Mengenal Hak Konsumen Dan Pasien.  Jakarta.
Pustaka Yustisia.
Maslow A. 1954. Motivation and personality. New York: Harper & Brothers
Mimin, Suhaemin. 2003. Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, Praticia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan edisi 4.
Jakarta: EGC
Somer MH, Somers RS. Doctors. 1970. patient and health insurance.
Washington DC: The Brooking Int
Suhaemi, Mimin Emi. 2002. Etika Keperawatan. Jakarta: Kedokteran
EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai